ARTIKEL LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA Tn.S DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID DI RUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG Oleh: RESHA OCTAVIALIN 0131758 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN PADA TN. S DI RSJ DR. SOEROJO MAGELANG Resha Octavialin*, Ana Puji Astuti**, M.Musta’in*** Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sesnsori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, atau penciuman, klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Tujuan penulis ini untuk menggambarkan pengelolaan gangguan persepsi sensori: Halusinasi pada Tn.S di P10 wisma harjuna di RSJ Prof. dr.soerojo Magelang Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, observasi, demonstrasi. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan kasus selama 2 hari yang berupa tindakan keperawatan klien dalam mengatasi masalah gangguan persepsi sensori : halusinasi. Hasil pengelolaan didapatkan klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, klien dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi dengan obat dan bercakap-cakap . Tindakan yang diberikan kepada klien tidak menyebabkan masalah lain akibat gangguan persepsi sensori : halusinasi yang dialami. Saran bagi RSJ. Prof. dr. Soerojo Magelang diharapkan dapat mengadakan workshop/seminar tentang keperawatan jiwa, memberikan penghargaan (Sertifikat) pada perawat yang peduli pada pasien, dan mampu mampu meningkatkan kinerja sebagai perawat di rumah sakit jiwa Kata kunci Kepustakaan : Gangguan persepsi sensori : halusinasi, minum obat, bercakap-cakap : 15 (2005-2015) PENDAHULUAN Sehat merupakan kondisi sempurna baik fisik, mental maupun sosial , bukan sekedar terbebas dari cacat. Selain kesehatan fisik , kesehatan jiwa juga tidak kalah penting dijaga. Hal ini dikarenakan kesehatan jiwa memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional secara optimal dari seseorang dan berjalan selaras dengan orang lain. (Prabowo, 2014) Jiwa yang sehat sulit didefenisikan dengan tepat . Meskipun demikian, ada beberapa indikator untuk menilai kesehatan jiwa. Karl Menniger mendefenisikan orang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat, dan bahagia. Michael Kirk Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwa adalah orang yang bebas dari gejala gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal sesuai apa yang ada padanya. Clausen mengatakan bahwa orang yang sehat jiwa adalah orang yang dapat mencegah gangguan mental akibat berbagai stressor, serta di pengaruhi oleh besar kecilnya stressor, intensitas, makna, budaya, kepercayaan, agama, dan sebagainya. (Yusuf, Fitriyasari, dan Nihayati 2015) Di dalam otak yang terserang skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut. Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun klien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhirnya menjadi skizofrenia yang tersembunyi dan berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja menjadi skizofrenia acute. Periode skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran dan kegagalan berpikir. Kadang kala skizofrenia menyerang secara tiba-tiba. Perubahan perilaku yang sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Serangan yang mendadak selalu memicu terjadinya periode akut secara cepat. Beberapa penderita mengalami gangguan seumur hidup, tapi banyak juga yang bisa kembali hidup secara normal dalam periode akut tersebut. Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita depresi berat dan tidak dapat berfungsi sebagaimana orang normal dalam lingkungannya. Dalam beberapa kasus, serangan dapat meningkat menjadi skizofrenia kronis. Klien menjadi kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi dan tidak mamiliki kepekaan tentang perasaannya sendiri. Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana klien mengalami gangguan persepsi sensori, merasakan sensori berupa suara, yang meliputi semua panca indra, mengalami perubahan atau jumlah pola stimulus yang datang di sertai gangguan respon yang kurang atau yang distorsi atau terhadap stimulus tersebut, persepsi yang tanpa di jumpai adalah rangsangan dari luar stimulus, walau tampak sebagai khayal halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang tersepsis, dimana klien dalam keadaan sadar, (Damaiyanti & Iskandar, 2012) Halusianasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksterna (dunia luar). Klien member persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010) Klasifikasi diagnosis gangguan jiwa telah mengalami berbagai penyempurnaan . Pada tahun 1960-an , World Health Organozation (WHO) memulai menyusun klasifikasi diagnosis seperti tercantum International Classification of Disease (ICD). Klasifikasi ini masih terus disempurnakan , ysng saat ini telah sampai pada edisi ke sepuluh (ICD X). Asosiasi dokter Psikiatri Amerika juga telah mengembangkan system klasifikasi berdasarkan diagnosis dan manual statistic dari gangguan jiwa (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder DSM). Saat ini, klasifikasi DSM telah sampai pada edisi DSM-IV-TR yang diterbitkan tahun 2000. Indonesia menggunakan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ), yang saat ini telah sampai pada PPDGJ III ( terbitkan tahun 2000. Indonesia menggunakan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ), yang saat ini telah sampai pada PPDGJ III ( Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati 2016). Dari data Riskesdas (2013), jumlah seluruh RT (Rumah Tangga) yang dianalisis adalah 294.959 terdiri dari 1.027.763 ART (Anggota Rumah Tangga) yang berasal dari semua umur. Rumah tangga yang menjawab memiliki ART dengan gangguan jiwa berat sebanyak 1.655, terdiri dari 1.588 RT dengan 1 orang ART, 62 RT memiliki 2 orang ART, 4 RT memiliki 3 ART dan 1 RT dengan 4 orang ART yang mengalami gangguan jiwa berat. Jumlah seluruh responden dengan gangguan jiwa berat berdasarkan data Riskesdas (2013) adalah sebanyak 1.728 orang. Prevalensi penduduk yang mengalami gangguan mental emosional secara nasional adalah 6,0% (37.728 orang dari subyek yang dianalisis). Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah (11,6%), sedangkan yang terendah di Lampung (1,2%). Prevalensi gangguan mental emosional berdasarkan karakteristik individu dan cakupan pengobatan seumur hidup serta 2 minggu terakhir terdapat pada laporan Riskesdas (2013) dalam angka. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah sendiri terdapat (2,7) permil orang dengan gangguan jiwa berat. METODE PENGELOLAAN Metode yang digunakan dengan cara wawancara untuk mendapatkan informasi serta data yang selengkap-lengkapnya mengenai klien baik secara subyektif maupun obyektif. Dalam pengkajian hal yang dapat dilakukan yaitu : melakukan pengkajian persepsi. Persepsi yang dikaji adalah persepsi penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, peraba, kinestetik. HASIL Hasil pengelolaan didapatkan gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan dan pendengaran adalah halusinasi tidak muncul kembali setelah diberikan cara mengoroll halusinasi dengan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan. DISKUSI Tn.S mengalami gangguan persepsi sensori :pendengaran sehingga penulis melakukan pengkajian persepsi. Hasil yang didapatkan ada 2 data yaitu : data subyektif: klien mengatakan mendengar suara yang menyerupai harimau Klien mengatakan mendengar suara tersebut dapat terjadi dimana saja jika tempat itu sepi dan sendiri. Data objektif : klien tampak tegang, berbicara terbata-bata, dan proses pikir sirkumtansial. Proses pikir sirkumtansial adalah pembicaraan yang berbelit namun sampai pada tujuan pembicaraan. Dari hasil pengkajian yang didapatkan, penulis mengangkat masalah keperawatan “Gangguan Persepsi Sensori : Pendengaran” sebagai diagnosa utama. Halusinasi adalah penyerapan melalui panca indra tanpa adanya rangsang dari luar yang menimbulkan sensasi tidak nyata atau palsu bagi seseorang saat kesadaran individu penuh maupun tidak. Bentuk halusinasi dapat berupa suara maupun kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang kurang sempurna (Dermawan dan Rusdi, 2013; Kusumawati, 2010; Damaiyanti dan Iskandar, 2012). Rencana keperawatan yang dilakukan penulis untuk mengatasi masalah yang dialami Tn.S yaitu dengan melakukan SP1 dan 2 cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bercakapcakap Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dilakukan langsung SP 1 dan 2 karena klien belum mampu cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan oleh perawat sebelumnya yang merawat klien. Pertama membina hubungan saling percaya dengan cara berjabat tangan dan memperkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan intervensi, menanyakan nama klien, menunjukkan empati, jujur, dan menepati janji setiap kali berinteraksi, menanyakan masalah yang sedang dihadapi klien, mendengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien. Pada pertemuan pertama penulis terlebih dahulu mengajarkan cara menghardik, setelah itu penulis mengajari dengan cara meminum obat, pada SP 3 ini penulis memberitahukan 6 benar obat ( jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat). menjelaskan efek samping yang biasanya timbul tanpa membuat klien merasa takut untuk minum obat. Obat yang didapatkan oleh klien yaitu risperidone dan trihexilpendyl. Pada pertemuan kedua penulis mengevaluasi klien dengan memberikan pertanyaan seputar SP 3 (obat), hubungan saling percaya juga tetap dilakukan . Setelah mengevaluasi klien, penulis mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap. KESIMPULAN Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 hari didapatkan hasil pada klien yaitu klien mau diajarkan tehnik mengontrol halusinasi dengan cara menghardik klien mampu mengontrol nya dengan cara menghardik jika saat klien merasa sendiri dan klien mampu bercakapcakap. Klien mampu bercakap-cakap dengan teman klien secara santai tanpa ada hambatan dalam pembicaraan. Serta klien berusaha melakukan bercakap cakap bila halusinasi muncul. Klien mengatakan mampu melakukan teknik menghardik, teknik obat, teknik bercakap-cakap. klien antusias dengan pengobatannya dan mampu diarahkan untuk meminum obat yg diberikan oleh tim medis. Serta mau diarahkan mengisi jadwal kegiatan harian. DAFTAR PUSTAKA Damaiyanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama. Kusumawati, F., & Hartono. Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: PT. Refika Aditama. Riskesdas (2013, Maret 2015). Kesehatan Jiwa Menurut Riskesdas 2013. http://www.litbang.depkes.go.id/ sites/download/rkd2013/Laporan _riskesdas_2013_final.pdf. Yusuf,AH.,Rizky,F., NihayatiH.E.(2015).Buku Ajar Keperawatan kesehatan jiwa.Jakarta: Salemba Medika