PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN PADA Tn. K DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr. SOEROJOMAGELANG Vita Reski Utameni*, Abdul Wakhid**, Wulansari*** Abstrak Halusinasi adalah salah satu gejala ganggguan jiwa di mana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengelolaan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang. Metode yang digunakan adalah memberikan penegelolaan berupa perawatan pasien dalam memenuhi kebutuhan pencegahan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Pengelolaan ini dilakukan selama 3 hari pada Tn. K. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan pengkajian primer dan sekunder. Hasil pengelolaan didapatkan pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain dan melakukan kegiatan. Saran bagi perawat di rumah sakit agar mengajak pasien berinteraksi dan berbincang-bincang dengan komunikasi teraupetik maupun sosial dan mengadakan TAK karena tindakan yang dilakukan oleh perawat belum maksimal. Kata kunci Kepustakaan : Halusinasi pendengaran : 36 (2000-2014) *Mahasiswa Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran ** Pembimbing I Dosen Keperawatan Akper Ngudi Waluyo Ungaran *** Pembimbing II Dosen Keperawatan Akper Ngudi Waluyo Ungaran PENDAHULUAN Undang-undang kesehatan No. 39 tahun 2009, pasal 144 menyebutkan kesehatan adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Kesehatan jiwa yang tercantum dalam UU kesehatan No.39 tahun tahun 2009 pasal 1 yaitu upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan yang dapat mengganggu kesehatan jiwa (Depkes RI, 2009). Perkembangan masyarakat yang semakin cepat memiliki efek positif dan negatif yang luar biasa dalam segala bidang. Efek positifnya yaitu manusia mampu menggunakan pikiran dan perasaan secara seimbang dan sesuai dengan situasi dan kondisi dimana manusia tersebut berada, sehingga manusia dapat berakal dan berpikir. Adanya akal, manusia mampu berfikir untuk memperoleh ide atau gagasan tentang sesuatu. Efek negatif dari perkembangan manusia dapat menimbulkan berbagai jenis gangguan jiwa dalam diri manusia, khususnya gangguan jiwa yang menimpa anggota masyarakat yang tidak siap menghadapi perubahan sosial yang ada (Simanjuntak, 2008). World Health Organization (WHO, 2009) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera yang positif, bukan sekedar keadaan tanpa penyakit. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan seharihari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional (Videbeck, 2008). Seseorang bisa dikatakan sehat jiwanya secara umum ditandai dengan perasaan sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Sehat jiwa meliputi bagaimana perasaan seseorang terhadap dirinya, orang lain, dan bagaimana ia mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-harinya. Sehat jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan sesuatu yang menjadi kebutuhan semua orang. Gangguan jiwa ditandai oleh terganggunya pikiran, perasaan atau tingkah laku, gangguan tersebut menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari (personal, sosial, pekerjaan) baik bagi penderitanya maupun lingkungan. Faktor yang menyebabkan gangguan jiwa yaitu keturunan atau genetik dan biologi atau ketidakseimbangan zat kimia di otak dan perubahan struktur otak, psikologis, dan lingkungan dan situasi kehidupan sosial (Liputan6, 2013). Produktivitas pasien gangguan jiwa masih dapat diharapkan apabila pasien jiwa ditangani dengan benar. Dengan prosentase pemulihan normal (25%) dan kemandirian (25%) tercapai, fakta seperti ini memungkinkan penanganan masalah kesehatan jiwa secara tepat dapat memungkinkan hasil yang baik (Keliat, 2009). Gangguan atau masalah kesehatan jiwa yang berupa proses pikir maupun gangguan sensori persepsi yang sering adalah halusinasi. Halusinasi adalah salah satu gejala ganggguan jiwa di mana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008). Isaacs (2004) menyatakan bahwa gangguan halusinasi ini umumnya mempengaruhi perilaku yang membahayakan bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Halusinasi merupakan persepsi tanpa adanya rangsangan apapun dari panca indera seseorang yang terjadi pada keadaan sadar. Hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang berbicara (Kusumawati, 2010). Diperkirakan lebih dari 90% klien dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar. Suara dapat berasal dari dalam diri individu atau dari luar dirinya (Yosep, 2009). Data rekam medis rumah sakit jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang pada tahun 2013 ada diagnose schizophrenia yaitu F20.3 atau Undifferentiated schizophrenia sebanyak 1221 kasus, menduduki peringkat pertama dengan didominasi oleh undifferentiated schizophrenia merupakan posisi kedua dari sepuluh besar penyakit yang ada. Berdasarkan data diatas gangguan persepsi sensori halusinasi menempati urutan kedua dan pada pasien skizofrenia mempunyai gejala utama yaitu penurunan persepsi sensori: halusinasi, sehingga penulis tertarik untuk mengambil masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang. METODE PENGELOLAAN Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa komunikasi terapeutik dan strategi pelaksanaan tentang cara mengontrol halusinasi. Komunikasi terapeutik dan strategi pelaksanaan dilakukan 3 hari pada Tn. K. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi. HASIL PENGELOLAAN Hasil pengelolaan didapatkan pasien mampu memahami dan mampu mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain dan melakukan kegiatan. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN Penulis mengangkat diagnosa Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi: Pendengaran sebagai diagnosa prioritas karena dengan data subyektif sebagai berikut: Pasien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya memukul kaca, frekuensinya dalam sehari bisa 3 kali dan waktunya tidak menentu. Paling sering saat pasien melamun pada waktu siang hari, suara tersebut bahkan sempat diikuti oleh pasien, pasien merasa terganggu dan jengkel setelah mendengar suara itu. Untuk mengurangi suara tersebut klien mencoba untuk tidur. Data obyektif sebagai berikut: pasien tampak melamun, sering menyendiri, bicara sendiri dan tatapan mata kosong. Diagnosa medis F.20.3 yaitu skizofrenia tidak terinci. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J. (2006). Buku saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC. Damaiyanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama. Damaiyanti, Mukhripah. (2008). Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: PT Rafika Aditama. Davies, Saifon. (2009). ABC Kesehatan Mental. Jakarta: EGC. Depkes RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Depkes RI. Dermawan, Deden & Rusdi. (2013). Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Fanada, Mery & Muda, Widyaiswara. (2012). Perawat dalam Penerapan Therapi Psikoreligius untuk Menurunkan Tingkat Stress pada Pasien Halusinasi Pendengaran di Rawat Inap Bangau Rumah Sakit Ernaldi Bahar. http://www.banyuasinkab.go.id/t ampung/dokumen/dokumen-1534.pdf diakses pada tanggal 19 April 2014 pukul 14.45 WIB. Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Edisi I. Jakarta: Salemba Media. Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. http://m.liputan6.com/health/read/67328 6/skizofrenia-gangguan-jiwaakibat-fungsi-otakterganggu/2013/08/23/. Diakses tanggal 15 Maret 2014 pukul 11.35 WIB. Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Isnaeni, Januarti & Wijayanti, Rahayu & Upoyo, Arif Setyo. (2008). Efektifitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi Terhadap Penurunan Kecemasan Klien Halusinasi Pendengaran di Ruang Sakura RSUD Banyumas. http://jos.unsoed.ac.id/index.php /keperawatan/article/view/289. Diakses pada tanggal 21 April 2014 pukul 20.15 WIB. Jarut, Yulia Maria & Fatimawali & Wiyono, Weny I. (2013). Tinjauan Penggunaan Antipsikotik pada Pengobatan Skizofrenia di Rumah Sakit Prof. dr. V. L. Ratumbuysang Manado Periode Januari 2013 - Maret 2013. Diakses pada tanggal 01 Mei 2014 pukul 22.31 WIB. Keliat, Budi A. dkk. (2009). Model Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC. Keliat, Budi Anna. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.Jakarta: EGC. Kusumawati, Farida ,dkk. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Maramis, W.S. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Air Langga University. Nanda. (2010). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. NANDA. (2012). Nanda International Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta: EGC. Nasution, S. S. (2003). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Perubahan sensori Persepsi: Halusinasi. Dibuka pada website http://www.nersgun.multiply. multiplycontent.com Nasution, Siti Saidah. (2003). Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi. http://www.usu.ac.id/askepjiwa-halusinasi/ diakses pada tanggal 13 April 2014 pukul 13.25. Potter, Patricia. A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktek (Terjemahan Devi Yulianti dan Monica Ester) edisi 4. Jakarta: EGC. Purba, J. M., Wahyuni, S. E., Nasution, M. L., Daulay, W. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan jiwa. Medan: Usu Press. Rasmun. (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga. Jakarta; PT. Fajar Interpratama. Riyadi, Sujono. (2009). Buku Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu. Simanjuntak, Julianto. (2008). Konseling gangguan jiwa dan Okultisme. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi ke 5. Terjemahan Ramono, P. Jakarta : EGC. Surya Direja, Ade Herman. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Twistiandayani, Retno & Widati, Amila. (2013). Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah 2013. http://www.pdfidea.com/read1599975.php diakses pada tanggal 01 Mei 2014 pukul 23.34 WIB. Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa/Sheila l. Videbeck; alih bahasa, Renata Komalasari. Jakarta: EGC. WHO. (2009). System Thinking for Health System Strengthening: WHO Library. Geneva. Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung. PT Refika Aditama. Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refika Aditama. Yosep, Iyus. (2010). Keperawatan jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama