4111 - UPT Perpustakaan Universitas Ngudi Waluyo

advertisement
PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
PENDENGARAN PADA Tn. K DI RUANG P8
WISMA ANTAREJA
RSJ Prof. dr. SOEROJOMAGELANG
Vita Reski Utameni*, Abdul Wakhid**, Wulansari***
Abstrak
Halusinasi adalah salah satu gejala ganggguan jiwa di mana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui
pengelolaan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di RSJ Prof. dr. Soerojo
Magelang.
Metode yang digunakan adalah memberikan penegelolaan berupa perawatan
pasien dalam memenuhi kebutuhan pencegahan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran. Pengelolaan ini dilakukan selama 3 hari pada Tn. K. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan
pengkajian primer dan sekunder.
Hasil pengelolaan didapatkan pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain dan melakukan kegiatan.
Saran bagi perawat di rumah sakit agar mengajak pasien berinteraksi dan
berbincang-bincang dengan komunikasi teraupetik maupun sosial dan mengadakan TAK
karena tindakan yang dilakukan oleh perawat belum maksimal.
Kata kunci
Kepustakaan
: Halusinasi pendengaran
: 36 (2000-2014)
*Mahasiswa Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
** Pembimbing I Dosen Keperawatan Akper Ngudi Waluyo Ungaran
*** Pembimbing II Dosen Keperawatan Akper Ngudi Waluyo Ungaran
PENDAHULUAN
Undang-undang kesehatan No.
39 tahun 2009, pasal 144 menyebutkan
kesehatan adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik
intelektual dan emosional yang optimal
dari seseorang dan perkembangan itu
berjalan selaras dengan keadaan orang
lain. Kesehatan jiwa yang tercantum
dalam UU kesehatan No.39 tahun tahun
2009 pasal 1 yaitu upaya kesehatan jiwa
ditujukan untuk menjamin setiap orang
dapat menikmati kehidupan kejiwaan
yang sehat, bebas dari ketakutan,
tekanan, dan gangguan yang dapat
mengganggu kesehatan jiwa (Depkes RI,
2009).
Perkembangan masyarakat yang
semakin cepat memiliki efek positif dan
negatif yang luar biasa dalam segala
bidang. Efek positifnya yaitu manusia
mampu menggunakan pikiran dan
perasaan secara seimbang dan sesuai
dengan situasi dan kondisi dimana
manusia tersebut berada, sehingga
manusia dapat berakal dan berpikir.
Adanya akal, manusia mampu berfikir
untuk memperoleh ide atau gagasan
tentang sesuatu. Efek negatif dari
perkembangan
manusia
dapat
menimbulkan berbagai jenis gangguan
jiwa dalam diri manusia, khususnya
gangguan jiwa yang menimpa anggota
masyarakat yang tidak siap menghadapi
perubahan sosial yang ada (Simanjuntak,
2008).
World Health Organization
(WHO, 2009) mendefinisikan kesehatan
sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan
sosial, bukan semata-mata keadaan
tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi
ini menekankan kesehatan sebagai suatu
keadaan sejahtera yang positif, bukan
sekedar keadaan tanpa penyakit. Orang
yang memiliki kesejahteraan emosional,
fisik, dan sosial dapat memenuhi
tanggung jawab kehidupan, berfungsi
dengan efektif dalam kehidupan seharihari, dan puas dengan hubungan
interpersonal dan diri mereka sendiri.
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi
sehat emosional, psikologis, dan sosial
yang
terlihat
dari
hubungan
interpersonal yang memuaskan, perilaku
dan koping yang efektif, konsep diri
yang positif, dan kestabilan emosional
(Videbeck, 2008).
Seseorang bisa dikatakan sehat
jiwanya secara umum ditandai dengan
perasaan sehat dan bahagia, mampu
menghadapi tantangan hidup, dapat
menerima orang lain sebagaimana
adanya, mempunyai sikap positif
terhadap diri sendiri dan orang lain.
Sehat jiwa meliputi bagaimana perasaan
seseorang terhadap dirinya, orang lain,
dan bagaimana ia mengatasi masalah
dalam kehidupan sehari-harinya. Sehat
jiwa bukan sekedar terbebas dari
gangguan jiwa, tetapi merupakan
sesuatu yang menjadi kebutuhan semua
orang. Gangguan jiwa ditandai oleh
terganggunya pikiran, perasaan atau
tingkah laku, gangguan tersebut
menimbulkan
penderitaan
dan
terganggunya
fungsi
sehari-hari
(personal, sosial, pekerjaan) baik bagi
penderitanya
maupun
lingkungan.
Faktor yang menyebabkan gangguan
jiwa yaitu keturunan atau genetik dan
biologi atau ketidakseimbangan zat
kimia di otak dan perubahan struktur
otak, psikologis, dan lingkungan dan
situasi kehidupan sosial (Liputan6,
2013).
Produktivitas pasien gangguan
jiwa masih dapat diharapkan apabila
pasien jiwa ditangani dengan benar.
Dengan prosentase pemulihan normal
(25%) dan kemandirian (25%) tercapai,
fakta seperti ini memungkinkan
penanganan masalah kesehatan jiwa
secara tepat dapat memungkinkan hasil
yang baik (Keliat, 2009).
Gangguan
atau
masalah
kesehatan jiwa yang berupa proses pikir
maupun gangguan sensori persepsi yang
sering adalah halusinasi. Halusinasi
adalah salah satu gejala ganggguan jiwa
di mana klien mengalami perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan.
Klien
merasakan
stimulus
yang
sebetulnya tidak ada (Damaiyanti,
2008).
Isaacs
(2004)
menyatakan
bahwa
gangguan
halusinasi
ini
umumnya mempengaruhi perilaku yang
membahayakan bagi diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan. Halusinasi
merupakan persepsi tanpa adanya
rangsangan apapun dari panca indera
seseorang yang terjadi pada keadaan
sadar. Hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal
tidak ada orang berbicara (Kusumawati,
2010).
Diperkirakan lebih dari 90%
klien dengan skizofrenia mengalami
halusinasi.
Meskipun
bentuk
halusinasinya bervariasi tetapi sebagian
besar klien skizofrenia di Rumah Sakit
Jiwa mengalami halusinasi dengar.
Suara dapat berasal dari dalam diri
individu atau dari luar dirinya (Yosep,
2009).
Data rekam medis rumah sakit
jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang pada
tahun 2013 ada diagnose schizophrenia
yaitu F20.3 atau Undifferentiated
schizophrenia sebanyak 1221 kasus,
menduduki peringkat pertama dengan
didominasi
oleh
undifferentiated
schizophrenia merupakan posisi kedua
dari sepuluh besar penyakit yang ada.
Berdasarkan
data
diatas
gangguan persepsi sensori halusinasi
menempati urutan kedua dan pada
pasien skizofrenia mempunyai gejala
utama yaitu penurunan persepsi sensori:
halusinasi, sehingga penulis tertarik
untuk mengambil masalah gangguan
persepsi sensori: halusinasi di Rumah
Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang.
METODE PENGELOLAAN
Metode yang digunakan adalah
memberikan
pengelolaan
berupa
komunikasi terapeutik dan strategi
pelaksanaan tentang cara mengontrol
halusinasi. Komunikasi terapeutik dan
strategi pelaksanaan dilakukan 3 hari
pada Tn. K. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan teknik
wawancara, pemeriksaan fisik dan
observasi.
HASIL PENGELOLAAN
Hasil pengelolaan didapatkan
pasien mampu memahami dan mampu
mendemonstrasikan cara mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik,
bercakap-cakap dengan orang lain dan
melakukan kegiatan.
PEMBAHASAN DAN
KESIMPULAN
Penulis mengangkat diagnosa
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi:
Pendengaran sebagai diagnosa prioritas
karena dengan data subyektif sebagai
berikut: Pasien mengatakan mendengar
suara yang menyuruhnya memukul kaca,
frekuensinya dalam sehari bisa 3 kali
dan waktunya tidak menentu. Paling
sering saat pasien melamun pada waktu
siang hari, suara tersebut bahkan sempat
diikuti oleh pasien, pasien merasa
terganggu
dan
jengkel
setelah
mendengar suara itu. Untuk mengurangi
suara tersebut klien mencoba untuk
tidur.
Data obyektif sebagai berikut:
pasien
tampak
melamun, sering
menyendiri, bicara sendiri dan tatapan
mata kosong. Diagnosa medis F.20.3
yaitu skizofrenia tidak terinci.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2006). Buku saku
Diagnosa Keperawatan. Edisi
10. Jakarta: EGC.
Damaiyanti, M., & Iskandar. (2012).
Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung: PT Refika Aditama.
Damaiyanti,
Mukhripah.
(2008).
Komunikasi Terapeutik Dalam
Praktik Keperawatan. Jakarta:
PT Rafika Aditama.
Davies, Saifon. (2009). ABC Kesehatan
Mental. Jakarta: EGC.
Depkes RI. (2009). Sistem Kesehatan
Nasional. Jakarta: Depkes RI.
Dermawan, Deden & Rusdi. (2013).
Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Fanada, Mery & Muda, Widyaiswara.
(2012).
Perawat
dalam
Penerapan
Therapi
Psikoreligius untuk Menurunkan
Tingkat Stress pada Pasien
Halusinasi Pendengaran di
Rawat Inap Bangau Rumah
Sakit
Ernaldi
Bahar.
http://www.banyuasinkab.go.id/t
ampung/dokumen/dokumen-1534.pdf diakses pada tanggal 19
April 2014 pukul 14.45 WIB.
Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan
dan
Strategi
Pelaksanaan
Tindakan
Keperawatan Edisi I. Jakarta:
Salemba Media.
Hamid,
Achir Yani. (2000). Buku
Pedoman
Askep
Jiwa-1
Keperawatan Jiwa Teori dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta:
Departemen
Kesehatan
Republik Indonesia.
Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan
Holistik pada Gangguan Jiwa
Skizofrenia . Jakarta: Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia.
http://m.liputan6.com/health/read/67328
6/skizofrenia-gangguan-jiwaakibat-fungsi-otakterganggu/2013/08/23/. Diakses
tanggal 15 Maret 2014 pukul
11.35 WIB.
Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan
Kesehatan Jiwa dan Psikiatri.
Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Isnaeni, Januarti & Wijayanti, Rahayu &
Upoyo, Arif Setyo. (2008).
Efektifitas Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi
Halusinasi
Terhadap
Penurunan Kecemasan Klien
Halusinasi Pendengaran di
Ruang
Sakura
RSUD
Banyumas.
http://jos.unsoed.ac.id/index.php
/keperawatan/article/view/289.
Diakses pada tanggal 21 April
2014 pukul 20.15 WIB.
Jarut, Yulia Maria & Fatimawali &
Wiyono, Weny I. (2013).
Tinjauan
Penggunaan
Antipsikotik pada Pengobatan
Skizofrenia di Rumah Sakit Prof.
dr. V. L. Ratumbuysang Manado
Periode Januari 2013 - Maret
2013. Diakses pada tanggal 01
Mei 2014 pukul 22.31 WIB.
Keliat, Budi A. dkk. (2009). Model
Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna. (2006). Proses
Keperawatan Kesehatan Jiwa
Edisi 2.Jakarta: EGC.
Kusumawati, Farida ,dkk. (2010). Buku
Ajar
Keperawatan
Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Maramis, W.S. (2009). Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Surabaya: Air
Langga University.
Nanda. (2010). Diagnosa Keperawatan.
Jakarta : EGC.
NANDA. (2012). Nanda International
Diagnosis
Keperawatan:
Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta: EGC.
Nasution, S. S. (2003). Asuhan
Keperawatan
pada
Pasien
dengan Perubahan sensori
Persepsi: Halusinasi. Dibuka
pada
website
http://www.nersgun.multiply.
multiplycontent.com
Nasution, Siti Saidah. (2003). Asuhan
Keperawatan
pada
Pasien
Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi.
http://www.usu.ac.id/askepjiwa-halusinasi/ diakses pada
tanggal 13 April 2014 pukul
13.25.
Potter, Patricia. A. (2005). Buku Ajar
Fundamental
Keperawatan
Konsep, Proses, dan Praktek
(Terjemahan Devi Yulianti dan
Monica Ester) edisi 4. Jakarta:
EGC.
Purba, J. M., Wahyuni, S. E., Nasution,
M. L., Daulay, W. (2008).
Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan jiwa. Medan:
Usu Press.
Rasmun.
(2001).
Keperawatan
Kesehatan Mental Psikiatri
Terintegrasi dengan Keluarga.
Jakarta; PT. Fajar Interpratama.
Riyadi, Sujono. (2009). Buku Asuhan
Keperawatan Jiwa Edisi 1.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Simanjuntak,
Julianto.
(2008).
Konseling gangguan jiwa dan
Okultisme.
Jakarta:
PT
Gramedia Pustaka Utama.
Stuart, G. W. (2007). Buku Saku
Keperawatan Jiwa Edisi ke 5.
Terjemahan Ramono, P. Jakarta
: EGC.
Surya Direja, Ade Herman. (2011).
Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Jiwa.
Yogyakarta:
Nuha
Medika.
Twistiandayani, Retno & Widati, Amila.
(2013). Prosiding Konferensi
Nasional PPNI Jawa Tengah
2013.
http://www.pdfidea.com/read1599975.php
diakses
pada
tanggal 01 Mei 2014 pukul
23.34 WIB.
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa/Sheila l.
Videbeck; alih bahasa, Renata
Komalasari. Jakarta: EGC.
WHO. (2009). System Thinking for
Health System Strengthening:
WHO Library. Geneva.
Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa.
Bandung. PT Refika Aditama.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa.
Cetakan kedua (edisi revisi).
Bandung: PT Refika Aditama.
Yosep, Iyus. (2010). Keperawatan jiwa.
Bandung: PT. Refika Aditama
Download