BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kesehatan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.
Kesehatan secara keseluruhan merupakan sarana yang penting dalam
perjalanan manusia menuju kebahagiaan. Kesehatan jiwa dapat membantunya
dalam mendapatkan dan memperbaiki sarana ini. Zaman sekarang stress dan
gangguan mental kini semakin menyebar di masyarakat. Setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang anak,
remaja atau dewasa, sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau
mampu menanggulanginya, sehinggga tumbuhlah keluhan-keluhan kejiwaan
antara lain depresi. Stres diawali dengan adanya ketidak seimbangan antara
tuntutan dan sumber daya yang dimiliki individu, semakin tinggi kesenjangan
terjadi semakin tinggi pula tingkat stres yang dialami individu dan akan merasa
terancam. Stres merupakan faktor pencetus terjadinya gangguan jiwa
(Yosep,2009)
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966 Kesehatan Jiwa adalah
kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intlektual, emosional secara
optimal dari seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang
lain.
1
2
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang banyak dihadapi masyarakat saat
ini adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional
dengan gangguan utama pada proses pikir, serta disharmoni (keretakan,
perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai
istorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi-bagi
sehingga timbul inkorhensi. Pada Skizofrenia terdapat gejala primer dan
sekunder. Gejala primer dapat berupa gangguan proses pikir, gangguan afek
emosi, terjadi kedangkalan afek-emosi, emosi dan afek serta ekspresinya tidak
mempunyai serta satu kesatuan , emosi berlebihan, hilangnya kemampuan
hubungan emosi yang baik, gangguan kemauan dan gejala psikomotor.
Sedangkan gejala sekunder dapat berupa waham dan halusinasi. (Direja, 2011).
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2012,
masalah gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi
masalah yang serius. WHO menyatakan, paling tidak ada satu dari empat
orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Data gangguan
jiwa menurut Riset Kesehatan Dasar (2013) mencatat prevalensi gangguan
jiwa berat, Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah
satu contoh psikosis adalah skizofrenia. Di Indonesia mencapai 1,7 per mil.
Artinya, 1-2 orang dari 1.000 penduduk di Indonesia mengalami gangguan
jiwa berat. Hal ini diperburuk dengan minimnya pelayanan dan fasilitas
kesehatan jiwa di berbagai daerah Indonesia sehingga banyak penderita
gangguan kesehatan mental yang belum tertangani dengan baik. Gangguan
jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan
3
Jawa Tengah. Proporsi RT (rumah tangga) yang pernah memasung ART
(anggota rumah tangga) gangguan jiwa berat 14,3 persen dan terbanyak pada
penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%), serta pada kelompok penduduk
dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%). Prevalensi gangguan
mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0 persen. Dan di Bali
di
perkirakan jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa termasuk
skizofrenia sebanyak 2,3 permil (Riskesdas, 2013). Bedasarkan laporan RSJ
Propinsi Bali tahun 2015 dari tiga bulan terakhir (Januari,Februari,Maret) di
peroleh bahwa dari 1490 klien yang di rawat. Terdapat 1248 (83,8%) orang
klien mengalami skizofrenia diantaranya 840 (67,3%) laki-laki dan 408
(32,7%) perempuan.
Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi
persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan prilaku sosialnnya (Menurt
Melinda Herman, 2008, dikutip oleh Yosep, 2009, Hal 217). Salah satu
masalah yang tampak pada penderita skizofrenia adalah halusinasi. Halusinasi
merupakan
gangguan
atau
perubahan
persepsi
dimana
pasien
mempersepsikan suatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren palsu (Menurut
Marimis, 2005, dikutip dari Prabowo, 2014, Hal 129),
Berdasarkan laporan tahunan RSJ Propinsi Bali dari data diruang
Kunti dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2015 diperoleh data
bahwa 147 orang klien yang menderita skizofrenia terdapat 19 (12,9%) orang
4
klien menderita skizofrenia paranoid, 8 (5,4%) orang klien menderita
skizofrenia simplex, 3 (2%) orang klien menderita skizofrenia tipe depresan,
dan 7 (4,8%) orang klien menderita skizofrenia manik, 110 (74,8%) orang
klien menderita skizofrenia herbefrenik sedangkan spesifik data untuk klien
pada bulan januari dari 40 orang klien 3 (7,5%) orang menderita risiko
prilaku kekerasan,11 (27,5%)
orang klien menderita hallusinasi, 2 (5%)
orang klien menderita waham, 5 (12,5%) orang klien menderita isolasi social,
8 (20%) orang klien menderita harga diri rendah, 11 (27,5%) orang klien
menderita defisit perawatan diri, bulan februari dari 41 orang pasien 3 (7,%)
orang menderita risiko prilaku kekerasan, 13 (31,7%) orang klien menderita
halusinasi, 5 (12,2%) orang klien menderita waham, 4 (9,8%) orang klien
menderita isolasi social, 4 (9,8%) orang klien menderita harga diri rendah, 11
(26,8%) orang klien menderita defisit perawatan diri, pada bulan maret
terdapat 38 orang pasien 6 (15,8%) orang menderita risiko prilaku kekerasan,
12 (29,3%) orang klien menderita hallusinasi, 3 (7,9%) orang klien menderita
waham, 4 (10,5%) orang klien menderita isolasi social, 3 (7,9%) orang klien
menderita harga diri rendah, 10 (26,3%) orang klien menderita defisit
perawatan diri. (Rekam Medik RSJ Provinsi Bali, 2015).
Bedasarkan prevalensi dan akibat jika tidak ditanggulangi maka penulis
tertarik untuk mengangkat kasus Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pendengaran karena apabila halusinasi telah kronis dan tidak mendapat
perawatan yang tepat, individu tersebut akan diperintah oleh pikirannya serta
tidak mampu untuk mengontrol lagi prilakunya dan individu tersebut bisa saja
5
melakukan tindakan kekerasan baik pada dirinya maupun orang lain bahkan
lingkungan. Penulis menggunakan proses asuhan keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi
dalam Karya Tulis Ilmiah dengan judul : “Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di RSJ Provinsi
Bali.
Manfaat
yang penulis capai adalah dapat memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pendengaran, agar laporan kasus ini berguna bagi keperawatan dan teori yang
didapat mampu diaplikasikan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
khusunya di Rumah Sakit Jiwa. Selain itu dengan penulisan laporan kasus
diharapkan bermanfaat terhadap pelayanan keperawatan khususnya dalam
bidang asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan Perubahan Persepsi
Sensori : Halusinasi Pendengaran, dan nantinya mampu mempercepat proses
penyembuhan bagi klien.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memahami gambaran umum tentang Asuhan Keperawatan pada
klien dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
melalui pendekatan proses keperawatan, sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan pada program studi DIII Keperawatan STIKES
Bali Denpasar.
6
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Perubahan
Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
b.
Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Perubahan
Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
c. Menyusun rencana perawatan pada klien dengan Perubahan Persepsi
Sensori : Halusinasi Pendengaran.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Perubahan
Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
f. Mendokumentasikan proses asuhan keperawatan pada klien dengan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
C. Metode Penulisan
Laporan studi kasus ini ditulis dengan metode deskriptif dengan
tekhnik pengumpulan data : wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
kunjungan rumah dan study dokumentasi.
7
D. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan laporan kasus ini, secara garis besar dibagi menjadi
4 (empat) BAB. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut : BAB I :
pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, tujuan dan metode serta
sistematika penulisan, BAB II : mencakup tinjauan teoritis dan tinjauan kasus,
dimana tinjauan teoritis meliputi konsep dasar kasus dan konsep dasar asuhan
keperawatan kasus. Konsep dasar teori menguraikan pengertian, jenis - jenis
halusinasi, psikopatologi halusinasi, etiologi, penatalaksanaan medis. Konsep
dasar asuhan keperawatan kasus meliputi pengkajian, perencanaan dan evaluasi
sedangkan pada tinjauan kasus meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi. BAB III : pembahasan, yang membahas mengenai kesenjangan
antara asuhan keperawatan yang diberikan di RSJ dengan teori yang
seharusnya dilaksanakan. BAB IV : penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan
saran.
Download