MODUL PERKULIAHAN TEORI KOMUNIKASI Penggunaan Teori dan Model Dasar Komunikasi Massa Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Advertising &MarketingCommunications Tatap Muka 10 Kode MK Disusun Oleh 85004 Sugihantoro, S.Sos, M.Ikom Abstract Kompetensi Modul ini membahas mengenai teori- Setelah mempelajari modul ini teori dasar serta komunikasi massa dan diharapkan mahasiswa memahami individu. mengenai teori-teori dasar serta komunikasi massa dan individu. . Penggunaan Teori Komunikasi Massa dan Model Dasar 1.1. Komunikasi Massa dan Individu Berdasarkan uraian Rohim (2009:160), konsep komunikasi massa pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses di mana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses di mana pesan tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh audience. Pusat dari studi mengenai komunikasi massa adalah media. Media merupakan organisasi yang menyebarkan informasi yang berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh karenanya, sebagaimana dengan politik atau ekonomi, media merupakan suatu sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas. Beberapa analisis media mengenal adanya dua dimensi komunikasi, yaitu; 1) Dimensi pertama; memandang dari sisi media kepada masyarakat luas beserta institusi-institusinya. Pandanga ini menggambarkan keterkaitan antara media dengan berbagai institusi lain seperti politik, ekonomi, pendidikan, agama, dan sebagainya. Teori-teori yang menjelaskan keterkaitan tersebut, mengkaji posisi atau kedudukan media dalam masyarakat dan terjadinya saling mempengaruhi antara berbagai struktur kemasyarakatan dengan media. Pendekatan ini merupakan dimensi makro dari teori komunikasi massa. 2) Dimensi kedua melihat kepada hubungan antara media dengan audience, baik secara kelompok maupun individual. Teori-teori mengenai hubungan antara media dan audience, terutama menekankan pada efek-efek individu dan kelompok sebagai hasil interaksi dengan media. Pendekatan ini disebut sebagai dimensi mikro dari teori komunikasi massa. Pada dasarnya teori menurut Turner (1998) adalah “cerita” tentang bagaimana dan mengapa sesuatu ilmu itu terjadi. Para ahli biasanya memulai dengan asumsi yang menyeluruh, termasuk seluruh bidang sosial yang dibentuk oleh seluruh aktivitas manusia, menyatakan landasan kepastian dan proses serta sifat dasar yang menerangkan naik pasang surutnya peristiwa dalam proses yang lebih khusus. Sedangkan Bowers dan Courtight (1984) menawarkan sebuah definisi bahwa “teori adalah seperangkat pernyataan yang menyatakan hubungan antar variabel.” Bailey (1982) menawarkan bahwa teori harus bisa memberikan jalan bagi usaha mengerti 2016 2 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dunia sosial. Maka bagi teori itu penjelasan dan pemrekdisian fenomena sosial yang berhubungan dengan subyek ketertarikan kepada beberapa fenomena yang lain. Demikian komunikasi massa, komunikasi massa harus bisa menjelaskan berbagai fenomena yang berkaitan erat dengan aktivitas manusia. Karena media massa sebagai alat utama dalam komunikasi massa. Artinya bahwa media massa mempengaruhi kehidupan manusia. Bagaimana pula media massa bisa menjelaskan berbagai aktivitas manusia dalam pergaulan sosialnya (Nurudin, 2004:152). 1.2. Teori-Teori Komunikasi Massa Menurut uraian Rohim (2009:161), teori-teori awal mengenai komunikasi massa lahir melalui berbagai penelitian yang didorong oleh perhatian terhadap pengaruh politik terhadap media surat kabar. Penelitian sejenis yang banyak dilakukan pada awal abad ini, dan kemudian juga penelitian mengenai dampak sosial dan moral dari radio dan film, terus berkembang hingga akhir perang dunia II. Penelitian tersebut umumnya berangkat dari tujuan untuk menguji efisiensi dan efektifitas dalam bidang propaganda, telekomunikasi, advertensi, public relations, dan human relations. Di awali dengan aspek-aspek praktis, penelitian komunikasi massa selanjutnya didukung oleh pendekatan psikologis dan sosiologis yang sedang berkembang pada saat itu, di samping kemajuan-kemajuan yang sedang terjadi dalam bidang metodologi. Khususnya dalam hal penggunaan metode eksperimen, survei dan statistik. 1.2.1. Formula Laswell Rohim (2009:161) dalam bukunya Teori Komunikasi menguraikan, bahwa seorang ahli ilmu politik Amerika Serikat pada tahun 1948 mengemukakan suatu ungkapan yang sangat terkenal dalam teori dan penelitian komunikasi massa. Ungkapan yang merupakan cara sederhana untuk memahami proses komunikasi massa adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Siapa (Who) Berkata spa (Says What) Melalui saluran apa (In which channel) Kepada siapa (To whom) Dengan efek apa (With what effect) Ungkapan dalam bentuk pertanyaan yang dikenal sebagai Formula Laswell ini, meskipun sangat sederhana atau terlalu menyederhanakan suatu fenomena komunikasi 2016 3 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id massa, telah membantu mengorganisasikan dan memberikan struktur pada kajian terhadap komunikasi massa. Selain dapat menggambarkan komponen-komponen dalam proses komunikasi massa, Laswell sendiri menggunakan formula ini untuk membedakan berbagai jenis penelitian komunikasi. Hal ini dapat disimak pada visualisasi sebagai berikut: Siapa Berkata apa Melalui saluran apa Kepada siapa Dengan efek apa Komunikator Pesan Media Penerima Efek Control Studies Analisis pesan Analisis media Analisis Audience Analisis efek 1.2.2. Pendekatan Transmisional Menurut Rohim (2009:162), teori-teori yang termasuk dalam pendekatan transmisional pada dasarnya menjelaskan suatu proses komunikasi dengan melihat komponen-komponen yang terkandung di dalamnya dan rangkaian aktivitas yang terjadi antara satu komponen dengan komponen lainnya (terutama mengalirnya pesan/informasi). Teori tentang transmisi pesan ini pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli matematik, Claude Shannon pada akhir tahun 40-an. Shannon yang bekerja pada biro penelitian perusahaan telepon Bell, menerapkan pemikirannya terutama untuk kepentingan telekomunikasi. Dia berangkat dari sejumlah pertanyaan yang menyangkut jenis saluran komunikasi apa yang dapat mengangkut muatan sinyal secara maksimum? Berapa banyak muatan sinyal yang ditransmisikan akan rusak oleh gangguan yang mungkin muncul dalam perjalanannya menuju penerima sinyal? Pertanyaan ini pada dasarnya menyangkut bidang teori informasi. Meskipun demikian, teori yang dikembangkan Shannon bersama rekan kerjanya Warren Veaver, dalam suatu bentuk model, telah digunakan sebagai analogi oleh berbagai ilmuwan sosial. Walau prinsip teknologis pasti berbeda dari proses komunikasi manusia, namun teori 2016 4 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Shannon-Weaver telah menjadi ide dasar bagi banyak teori komunikasi (massa) di kemudian hari. Komunikasi oleh mereka digambarkan sebagai suatu proses yang linier dan searah. Yaitu proses di mana pesan diibaratkan mengalir dari sumber dengan melalui beberapa komponen menuju kepada tujuan (komunikan). Terdapat lima fungsi yang beroperasi dalam proses komunikasi, di samping satu faktor disfungsional yaitu noise atau gangguan. Model yang mereka ciptakan adalah sebagai berikut: Message Informasi Source Received Signal Signal Transmitter Message Receiver Tujuan Noise Source Masih berdasarkan uraian dari Rohim (2009:163) pada dasarnya prinsip proses ini adalah seperti bekerjanya proses penyiaran radio. Pada bagian pertama dari proses adalah sumber informasi yang menciptakan pesan atau rangkaian pesan untuk dikomunikasikan. Pada tahap berikutnya pesan diubah ke dalam bentuk signal oleh transmiter sehingga dapat diteruskan melalui saluran kepada penerima. Penerima lalu menyusun kembali sinyal menjadi pesan sehingga dapat mencapai tujuan. Sementara itu sinyal dalam perjalanannya memiliki potensi untuk terganggu oleh berbagai sumber gangguan yang muncul. Misalnya, ketika terdapat terlalu banyak sinyal dalam saluran yang sama dan pada saat yang bersamaan pula. Hal ini akan mengakibatkan adanya perbedaan antara sinyal yang ditransmisikan dan sinyal yang diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pesan yang dibuat oleh sumber dan kemudian disusun kembali oleh penerima hingga mencapai tujuan, tidak selalu memiliki makna yang sama. Ketidakmampuan komunikator untuk menyadari bahwa suatu pesan yang dikirimkan tidak selalu diterima dengan pengertian yang sama, adalah merupakan penyebab bagi kegagalan komunikasi. Dari model yang dikemukakan oleh Shannon & Weaver ini, Melvin DeFleur (1966) dalam bukunya Theories of Mass Communication, mengembangkan dan mengaplikasikannya ke dalam teori komunikasi massa. Dalam kaitannyaa dengan makna 2016 5 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dari pesan yang diciptakan dan diterima, dia mengemukakan bahwa dalam proses komunikasi “makna” diubah menjadi pesan yang lalu diubah lagi oleh transmiter menjadi informasi, dan kemudian disampaikan melalui suatu saluran (misalnya media massa). Informasi diterima sebagai pesan, lalu diubah menjadi “makna.” Jika terdapat korespondensi (kesamaan/hubungan) antara kedua “makna” tersebut, maka hasilnya adalah komunikasi. Namun, seperti yang dikemukakan oleh DeFleur, jarang sekali terjadi korespondensi yang sempurna. Artinya, dengan toleransi tertentu, komunikasi masih dapat terjadi meskipun terdapat juga “sejumlah” perbedaan makna. DeFleur menambahkan beberapa komponen dalam bagan Shannon – Weaver untuk menggambarkan bagaimana sumber / komunikator mendapatkan umpan balik atau feedback, yang memberikan kemungkinan kepada komunikator untuk dapat lebih efektif mengadaptasikan komunikasinya. Dengan demikian, kemungkinan untuk mencapai korespondensi/kesamaan makna akan meningkat. Untuk menjelaskan teorinya, DeFleur mengungkapkannya dalam bagan sebagai berikut: Media Massa Sumber Transmiter Saluran Penerima Tujuan Transmiter Sumber Gangguan Tujuan Penerima Saluran Perangkat Umpan Balik Bagan Shannon – Weaver, walau berkesan linier dan tanpa umpan balik, ternyata telah meletakkan dasar bagi pengembangannya oleh DeFleur. Bagan DeFleur di atas telah memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang fenomena komunikasi massa. Meskipun demikian, dalam hal komunikasi massa, sumber/komunikator biasanya memperoleh umpan balik yang sangat terbatas dari audience-nya. 2016 6 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1.2.3. Pendekatan Psikologi-Sosial Sebagaimana diuraikan oleh Rohim (2009:165), dengan mendasarkan pada prinsip keseimbangan kognitif yang dikemukakan oleh psikolog Heider (1946), dan penerapannya oleh Newcomb (1953) pada keseimbangan antara daua individu dalam proses komunikasi ketika menanggapi suatu topik tertentu, McLeod dan Chaffee (1973) mengemukakan teorinya yang disebut Kooerientasi. Fokus dari teori ini adalah komunikasi antar kelompok dalam masyarakat yang berlangsung secara interaktif dan dua arah. Pendekatan ini memandang sumber informasi, komunikator, dan penerima dalam suatu situasi komuniksi yang dinamis. Hubungan antara elemen-elemen tersebut dituangkan dalam bagan yang menyerupai layang-layang, sebagai berikut: x x x Issues Elite Public Media Bagan tersebut menggambarkan bahwa “elite” biasanya diartikan sebagai kekuatan politik yang ada dalam masyarakat. “Peristiwa” atau topik / issue adalah perbincangan /perdebatan mengenai suatu kejadian yang terjadi dalam masyarakat, di mana dari sini akan muncul berbagai informasi (seperti digambarkan dengan deretan x). “Publik” adalah kelompok/komunitas dalam masyarakat yang berkompeten dengan peristiwa yang diinformasikan dan sekaligus sebagai audience dari media. Sementara itu “media” mengacu pada unsur-unsur yang ada di dalam media, seperti wartawan, editor, reporter, dan sebagainya. Garis yang menghubungkan berbagai elemen tersebut memiliki sejumlah interpretasi. Dapat berupa hubungan, sikap, ataupun persepsi. Demikian ppula arah dari garis tersebut dianggap sebagai komunikasi searah ataupun dua arah. 2016 7 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Lebih lanjut Rohim (2009:166) menyatakan bahwa teori ini menjelaskan mengenai suatu peristiwa dicari-cari, atau didapat oleh, anggota masyarakat dengan mengacu pada pengalaman pribadi, sumber dari kalangan elite, media massa, atau kombinasi ketiganya. Relevansi dari teori ini terletak pada situasi yang dinamis yang dihasilkan oleh hubungan antara publik dan kekuatan politik (elite) tertentu, pada sikap publik terhadap media, dan pada hubungan antara elite dari media. Perbedaan atau pertentangan antara publik dan elite dalam mempersepsi suatu peristiwa akan membawa pada upaya mencari informasi dari media massa dan sumber-sumber informasi lainnya. Perbedaan ini dapat pula membawa ke arah upaya elite untuk memanipulasi persepsi publik dengan secara langsung mencampuri peristiwa tersebut atau dengan cara mengendalikan massa. Teori lainnya yang lebih sosiologis dikemukakan oleh John W. Riley dan Mathilda White Riley (1959). Mereka berangkat dari anggapan bahwa teori-teori komunikasi massa yang ada pada saat itu menimbulkan kesan seolah-olah proses komunikasi terjadi dalam situasi sosial yang vacuum (hampa) dan bahwa pengaruh lingkungan terhadap proses tersebut terasa diabaikan. Padahal, seperti mereka katakan, manusia sebagai makluk yang berkomunikasi merupakan bagian dari berbagai struktur sosial yang berbeda. Oleh karenanya, mereka menawarkan suatu teori yang bertujuan untuk menganalisis komunikasi massa yang menekankan pada aspek sosiologis dengan menganggap bahwa komunikasi massa merupakan satu di antara berbagai sistem sosial yang ada dalam masyarakat. Riley dan Riley menunjuk pada peran primary group dan reference group dalam proses komunikasi. Primary group ditandai dengan hubungan yang intim antar anggotanya, misalnya keluarga. Sedangkan reference group adalah kelompok di mana seseorang belajar untuk mengenal sikap, nilai, dan perilakuknya. Dalam banyak hal primary group acapkali berfugnsi pula sebagai reference group. Sebagai komunikator atau penerima pesan, individu dipengaruhi oleh primary group. Dalam kapasitasnya sebagai komunikator, individu mungkin terpengaruh dalam memilih dan membentuk pesannya, sebagai penerima ia dipengaruhi dalam hal menyeleksi pesan, mempersepsi pesan, dan menanggapi pesan. Pada sisi lain, primary group juga terpengaruh, sebagian oleh interaksi dengan primary group lainnya, dan sebagian oleh struktur sosial yang lebih luas, yang juga secara langsung dapat mempengaruhi individu. Struktur sosial yang lebih luas ini seringkali dikenal pula sebagai secondary group, seperti misalnya organisasi politik, perusahaan, atau serikat pekerja. Di mana seperti halnya primary group, telah memperkenalkan norma dan menjadi panutan dalam berperilaku. Mereka menjelaskan teorinya dalam bagan sebagai berikut: 2016 8 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pesan Primary Group Primary Group Struktur sosial yang lebih luas K Pesan Primary Group P Pesan Primary Group Struktur sosial yang lebih luas Keseluruhan Sistem Sosial Keterangan : K : Komunikator P : Penerima Komunikator dan penerima digambarkan sebagai elemen dari dua struktur yang lebih besar yang saling terkait, misalnya melalui mekanisme umpan balik. Dalam lingkup yang lebih luas mereka meletakkan sistem komunikasi dalam suatu keseluruhan sistem sosial dalam masyarakat di mana orang-orang yang terlibat dalam komunikasi berinteraksi dengan berbagai kelompok di sekelilingnya dan struktur sosial yang lebih luas. Jadi, proses komunikasi massa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh proses sosial yang lebih luas tersebut. 1.2.4. Stimulus - Respons Menurut Rohim (2009:167), prinsip stimulus-respons pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, di mana efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. Dengan demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audience. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah (1) pesan (stimulus); (b) seseorang penerima/receiver (organisme); dan (c) efek (respons). Prinsip stimulus-respons ini merupakan dasar dari teori jarum hipodermik, teori klasik mengenai proses terjadinya efek media massa yang sangat berpengaruh. Dalam teori ini isi media dipandang sebagai obat yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah audience, yang 2016 9 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kemudian diasumsikan akan bereaksi seperti yang diharapkan. Dibalik konsepsi ini sesungguhnya terdapat dua pemikiran yang mendasarinya: 1) Gambaran mengenai suatu masyarakat modern yang merupakan agregasi dari individu-individu yang relatif terisolasi (otomized) yang bertindak berdasarkan kepentingan pribadinya, yang tidak terlalu terpengaruh oleh kendala dan ikatan sosial. 2) Suatu pandangan yang dominan mengenai media massa yang seolah-olah sedang melakukan kampanye untuk memobilisasi perilaku sesuatu dengan tujuan dari berbagai kekuatan yang ada dalam masyarakat (biro iklan, pemerintah, parpol, dan sebagainya). Lebih lanjut Rohim (2009:168) menjelaskan, dari pemikiran tersebut dikenal apa yang disebut “masyarakat massa,” di mana prinsip stimulus-respons mengasumsikan bahwa pesan dipersiapkan dan didistribusikan secara sistematik dan dalam skala yang luas. Sehingga secara serempak pesan tersebut dapat tersedia bagi sejumlah besar individu dan bukannya ditujukan pada orang per orang. Penggunaan teknologi untuk reproduksi dan distribusi diharapkan dapat memaksimalkan jumlah penerimaan dan respons oleh audience. Dalam hal ini tidak diperhitungkan kemungkinan adanya intervensi dari struktur sosial atau kelompok dan seolah-olah terdapat kontak langsung antara media dan individu. Konsekuensinya, seluruh individu yang menerima pesan diaggap sama/seimbang. Jadi hanya agregasi jumlah yang dikenal, seperti konsumen, suporter, dan sebagainya. Selain itu diasumsikan pula bahwa terpaan pesan-pesan media, dalam tingkat tertentu, akan menghasilkan efek. Jadi kontak dengan media cenderung diartikan dengan adanya pengaruh tertentu dari media, sedangkan individu yang tidak terjangkau oleh terpaan media tidak akan terpengaruh. Pada tahun 1970, Melvin DeFleur melakukan modifikasi terhadap teori stimulusrespons dengan teorinya yang dikenal sebagai perbedaan individu dalam komunikasi massa (individual differences). Di sini diasumsikan bahwa pesan-pesan media berisi stimulus tertentu yang berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari para anggota audience. Teori DeFleur ini secara eksplisit telah mengakui adanya intervensi variabel-variabel psikologis yang berinteraksi dengan terpaan media massa dalam menghasilkan efek. Berangkat dari teori perbedaan individu dan stimulus-respons ini, DeFleur mengembangkan model psikodinamik yang didasarkan pada keyakinan bahwa kunci dari persuasi yang efektif terletak pada modifikasi struktur psikologis internal dari individu. Melalui modifikasi inilah respons tertentu yang diharapkan muncul dalam perilaku individu akan tercapai. Esensi dari model ini adalah fokusnya pada variabel-variabel yang 2016 10 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id berhubungan dengan individu sebagai penerima pesan, suatu kelanjutan dari asumsi sebabakibat, dan mendasarkan pada perubahan sikap sebagai ukuran bagi perubahan perilaku. 1.2.5. Komunikasi Dua Tahap dan Pengaruh Antar Pribadi Berdasarkan uraian Rohim (2009:169), teori ini berawal dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld dan kawan-kawannya mengenai efek media massa dalam suatu kampanye permilihan Presiden Amerika Serikat pada tahun 1940. Studi tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa proses stimulus respons bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun, hasil penelitian menunjukkan sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah, dan asumsi stimulus-respons tidak cukup menggambarkan realitas audience media massa dalam penyebaran arus informasi dan pembentukan pendapat umum. Dalam analisisnya terhadap hasil penelitian tersebut, Lazarfeld kemudian mengajukan gagasanmengenai “komunikasi dua tahap” (two step flow) dan konsep “pemuka pendapat.” Temuan mereka mengenai kegagalan media massa dibandingkan dengan pengaruh kontak antar pribadi telah membawa kepada gagasan bahwa “seringkali informasi mengalir dari radio dan surat kabar kepada pemuka pendapat, dan dari mereka kepada orang-orang lain yang kurang aktif dalam masyarakat.” Pemikiran ini kemudian dilanjutkan dengan penelitian yang lebih serius dan re-evaluasi terhadap teori stimulus-respons dalam konteks media massa. Perbandingan antara teori awal komunikasi massa dengan teori yang mereka kembangkan digambarkan dalam model sebagai berikut: MODEL AWAL KOMUNIKASI MASSA MODEL KOMUNIKASI DUA MASSA MEDIA MASSA MEDIA MASSA Keterangan : Individu dalam masyarakat : Pemuka pendapat 2016 11 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Selanjutnya Rohim (2009:170), menjelaskan bahwa teori dan penelitian-penelitian komunikasi dua tahap memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut: 1) Individu tidak terisolasi dari kehidupan sosial, tetap merupakan anggota dari kelompok-kelompok sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. 2) Respons dan reaksi terhadap pesan dari media tidak akan terjadi secara langsung dan segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan sosial tersebut. 3) Ada dua proses yang berlangsung yang pertama mengenai penerimaan dan perhatian, dan yang kedua berkaitan dengan respons dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau penyampaian informasi. 4) Individu tidak bersikap sama terhadap pesan/kampanye media, melainkan memiliki berbagai pesan yang berbeda dalam proses komunikasi, dan khususnya dapat dibagi atas mereka yang secara aktif menerima dan meneruskan / menyebarkan gagasan dari media, dan mereka yang semata-mata hanya mengandalkan hubungan personal dengan orang lain sebagai panutannya. 5) Individu-individu yang berperan lebih aktif (pemuka pendapat) ditandai oleh penggunaan media massa yang lebih besar, tingkat pergaulan yang lebih tinggi, anggapan bahwa dirinya berpengaruh terhadap orang-orang lain, dan memiliki peran sebagai sumber informasi dan panutan. 1.2.6. Difusi Inovasi Berdasarkan uraian Rohim (2009:170), artikel berjudul The People’s Choise yang ditulis oleh Paul Lazarfeld, Bernard Barelson dan H. Gaudet tahun 1944 menjadi titika wal munculnya teori difusi-inovasi. Dalam teori difusi-inovasi, dikatakan bahwa komunikator yang mendapatkan pesan dari media massa kuat untuk mempengaruhi orang-orang. Ketika ada inovasi (penemuan), lalu disebarkan (difusi) melalui media massa akan mempengaruhi massa untuk mengikutinya. Teori awal perkembangan mendudukkan peran pimpinan opini dalam mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Tetapi difusi inovasi juga bisa langsung mengenai khalayaknya. Menurut teori ini sesuatu yang baru akan menimbulkan keingintahuan masyarakat untuk mengetahuinya pula. Difusi mengacu pada penyebaran informasi baru, inovasi atau proses baru ke seluruh masyarakat. Inovasi yang dimaksud dalam hal ini bisa berwujud bermacam-macam misal penemuan komputer. Adopsi mengacu pada reaksi positif orang terhadap inovasi dan pemanfaatannya. Salah satu aplikasi komunikasi massa terpenting adalah berkaitan dengan proses adopsi inovasi. Hal ini relevan untuk masyarakat yang sedang berkembang maupun 2016 12 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id masyarakat maju, karena terdapat kebutuhan yang terus-menerus dalam perubahan sosial dan teknologi, untuk mengganti cara-cara lama dengan teknik-teknik baru. Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena dalam berbagai situasi di mana efektifitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan kebijakan publik, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya berada di luar jangkauan langsung pusatpusat inovasi atau kebijakan publik. Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi inovasi umumnya petani dan anggota masyarakat pedesaan. Praktek-praktek awal difusi inovasi dilakukan di Amerika Serikat pada dasawarsa 20-an dan 30-an, dan sekarang banyak digunakan untuk program-program pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini pada prinsipnya adalah komunikasi dua tahap, jadi didalamnya dikenal pula adanya pemuka pendapat atau yang disebut juga dengan istilah agen perubahan. Oleh karenanya teori ini sangat menekankan pada sumber-sumber non media (sumber personal, misalnya tetangga, teman, ahli, dan sebagainya), dan biasanya mengenai gagasan-gagasan baru yang dikampanyekan untuk mengubah perilaku melalui penyebaran informasi dan upaya mempengaruhi motivasi dan sikap. Everet M. Rogers dan Floyd G. Shoemaker (1973) merumuskan kembali teori ini dengan memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 4 tahap dalam suatu proses difusi indovasi antara lain: Pengetahuan Kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Persuasi Individu membentuk/memiliki sikap yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Keputusan Terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi atau menolak inovasi. Konfirmasi Individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah diambilnya, namun dia dapat berubah dari keputusan yang telah diambil sebelumnya jika pesanpesan mengenai inovasi yang diterimanya berlawanan atau dengan lainnya. Teori ini mencakup sejumlah gagasan mengenai proses difusi inovasi sebagai berikut: 1) Teori ini membedakan tiga tahapan utama dari keseluruhan proses ke dalam tahapan anteseden, proses, dan konsekuensi. Tahapan yang pertama mengacu kepada situasi atau karakteristik dari orang yang terlibat yang memungkinkannya untuk diterpa informasi tertang suatu inovasi dan relevansi informasi tersebut 2016 13 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Misalnya adopsi inovasi biasanya lebih muda terjadi pada mereka yang terbuka terhadap perubahan, menghargai kebutuhan akan informasi, dan selalu mencari informasi baru. Tahapan kedua berkaitan dengan proses mempelajari, perubahan sikap dan keputusan. Di sini nilai inovatis yang dirasakan akan memainkan peran penting, demikian pula dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam sitem sosialnya. Jadi, kadangkala peralatan yang secara teknis dapat bermanfaat, tidak diterima oleh suatu masyarakat karena alasanalasan moral atau kultural, atau dianggap membahayakan struktur hubungan sosial yang telah ada. Tahapan konsekuensi dari aktivitas difusi terutama mengacu pada keadaan selanjutnya jika terjadi adopsi inovasi. Keadaan tersebut dapat berupa terus menerima dan menggunakan inovasi, atau kemudian berhanti menggunakannya lagi. 2) Perlu dipisahkannya fungsi-fungsi yang berbeda dari “pengetahuan,” “persuasi,” “keputusan,” dan “konfirmasi” yang biasanya terjadi dalam tahapan proses meskipun tahapan tersebut tidak harus selesai sepenuhnya/lengkap. Dalam hal ini, proses komunikasi lainnya dapat juga diterapkan. Misalnya beberapa karakteristik yang berhubungan dengan tingkat persuasi. Orang yang tahu lebih awal tidak harus para pemuka pendapat, beberapa penelitian menunjukkan bahwa “tahu lebih awal” atau “tahu belakangan/tertinggal” berkaitan dengan tingkat isolasi sosial tertentu. Jadi, kurangnya integrasi sosial seseorang dapat dihubungkan dengan “kemajuannya” atau “ketertinggalannya” dalam masyarakat. 3) Difusi inovasi biasanya melibatkan berbagai sumber komunikasi yang berbeda (media massa, advertersi atau promosi, penyuluhan atau kontak-kontak sosial yang informal), dan efektifitas sumber-sumber tersebut akan berbeda pada tiap tahap,serta untuk fungsi yang berbeda pula. Jadi, media massa dan advertensi dapat berperan dalam menciptakan kesadaran dan pengetahuan, penyuluhan berguna untuk mempersuasi, pengaruh antar pribadi berfungsi bagi keputusan untuk menerima atau menolak inovasi, dan penjalaman dalam menggunakan inovasi dapat menjadi sumber konfirmasi untuk terus menerapkan inovasi atau sebaliknya. 4) Teori ini melihat adanya “variabel-variabel penerima” yang berfungsi pada tahap pertama (pengetahuan) karena diperolehnya pengetahuan akan dipengaruhi oleh kepribadian atau karakteristik sosial. Meskipun demikian, setidaknya sejumlah variabel penerima akan berpengaruh pula dalam tahap-tahap berikutnya dalam proses difusi inovasi. Ini terjadi juga dengan “variabel-variabel sistem sosial” yang berperan terutama pada tahap awal (pengetahuan) dan tahap-tahap berikutnya. *** 2016 14 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Pace, R. Wayne & Don F. Faules. 2005. Komunikasi Organaisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Terjemahan oleh Deddy Mulyana. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rohim, Syaiful. 2009. Teori Komunikasi; Perspektif, Ragam, dan Rineka Cipta. 2016 15 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Aplikasi. Jakarta: