MODUL PERKULIAHAN Komunikasi Antar Budaya Subjek, Wilayah dan Fokus Kajian KAB Fakultas Program Studi FIKOM MARKETING & ADV. Tatap Muka 02 Kode MK Disusun Oleh MELLY RIDARYANTHI, S.S., M.Soc.Sc. Abstract Kompetensi Modul ini membahas tentang subjek, wilayah dan fokus kajian Komunikasi Antar Budaya Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami pengertian, subjek kajian, wilayah kajian dan fokus kajian KAB. Alasan mengkaji Komunikasi Antar Budaya Menurut Fred E. Jandt, Komunikasi Antar Budaya didefinisikan sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budaya. Komunikasi antar budaya adalah bidang keilmuan tentang manusia, bahasa, kebudayaan, masyarakat dan komunikasi. Komunikasi hadir karena adanya manusia berpikir dan menyatakan eksistensi dirinya. Eksistensi diri lahir karena adanya pengakuan dari manusia lain. Pengakuan tersebut lahir karena adanya bahasa. Adanya komunikasi antar manusia menghasilkan masyarakat. Masyarakat yang berinteraksi satu dengan yang lain akhirnya melahirkan kebudayaan. Hubungan saling ketergantungan antara individu satu dan yang lainnya dapat dilihat sebagai logika dependensi. Manusia dilihat sebagai subjek sentral dalam komunikasi, sementara komunikasi adalah yang mendasari terbentuknya masyarakat dan kebudayaan. Bahasa merupakan media yang menjalankan fungsi interaktif dan transaksional. Saling ketergantungan ini menimbulkan saling pengaruh memengaruhi antara manusia dalam masyarakatnya. Pada era globalisasi sekarang ini, para individu yang mengambil bagian dari interaksi komunikasi bertemu dalam lingkup kebangsaan namun masing-masingnya terdiri dari latar budaya yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Kehidupan manusia yang kompleks menjadikan bidang kajian komunikasi antar budaya menjadi penting. Berikut ini adalah beberapa alasan mempelajari bidang kajian ini: 1. Membangun saling perccaya dan saling menghargai sebagai bangsa berbudaya dalam upaya memperkokoh hidup berdampingan secara damai 2. Kritis terhadap cultural domination dan cultural homogenization, menerima perbedaan budaya sebagai sebuah berkah 3. Upaya melakukan usaha damai dalam mereduksi perilaku agresif dan mencegah terjadi konflik yang merusak peradaban dengan cara membuka dialog untuk mencapai titik kesepahaman. Subjek Kajian Komunikasi Antar Budaya Manusia dengan berbagai hasil buah pikiran dan interaksi sesamanya menjadi pusat dilakukannya kajian Komunikasi Antar Budaya. Seluruh kegiatan manusia sebagai makhluk sosial, makhluk individu maupun makhluk religius, pada dasarnya ditujukan untuk kebahagiaan dan ketentraman hidup. Dalam masyarakat yang berlatar budaya beragam, pencapaian kebutuhan hidup mungkin sekali mengalami berbagai hambatan budaya terkait ‘13 2 Komunikasi Antarbudaya Melly Ridaryanthi, S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id isu rasial, agama, etnis, kelas, perbedaan gender dan lain sebagainya. Terdapat beberapa isu yang menjadi subjek kajian Komunikasi Antar Budaya dikaitkan dengan kemungkinan hambatan yang akan dihadapi individu dalam berinteraksi, sebagai berikut: 1. Komunikasi Antarrasial Manusia dilahirkan dalam ras tertentu, bukan karena pilihannya. Kelahiran merupakan bawaan, sehingga tidak ada proses tawar-menawar genetik. Dalam masyarakat yang masing-masing individunya memiliki latar belakang budaya yang berbeda, ras menjadi penanda awal yang dilabelkan, dan secara budaya telah dikonstruksikan sebagai hambatan dalam wujud prasangka rasial. Prasangka rasial ini yang menjadi hambatan dalam interaksi manusia. Prasangka rasial tidak hanya muncul akibat dari interaksi secara langsung, media massa dengan berbagai informasi yang dikandungnya juga bisa menjadi pemicu wujudnya prasangka ini. Dalam kajian Komunikasi Antar Budaya, hambatan-hambatan rasial ini dianalisis dan dikritisi untuk kemudian dipahami bagaimana cara menghadapinya dalam interaksi manusia sesungguhnya. 2. Komunikasi Antaretnik Kelompok etnis dan minoritas di mana pun selal menghadapi berbagai kesulitan dan hambatan komunikasi ketika berhadapan dengan kelompok etnis mayoritas. Latar belakang hambatan tersebut biasanya disebabkan oleh prasangka, diskriminasi dan perasaan superioritas. 3. Komunikasi Antaragama Ciri lain dari keberbagaian dalam masyarakat adalah ditandai dengan pluralitas kehidupan beragama. Secara teoretis, umat beragama bersifat inklusif, yaitu rasa ikut saling memiliki dalam situasi kelompok dengan dasar kebutuhan saling memuaskan antar mereka. Pandangan inklusif itu memberikan dorongan yang kuat kepada setiap anggota kelompo untuk mengintegrasikan diri dengan identitas dirinya ke dalam kelompoknya itu. Jika sifat inklusif ini tidak diimbangi dengan frekuensi dan intensitas interaksi, maka akan menyebabkan beberapa perilaku sosial yang rendah. 4. Komunikasi Antarkelas Semakin kompleksnya kehidupan manusia, maka semakin tinggi tuntutan individu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hidupnya; perbaikan pendapatan, kesehatan, kesejahteraan, pendidikan yang memadai dan lain sebagainya. Kelompok yang satu akan terlihat lebih kokoh, solid dan kuat berbanding yang ‘13 3 Komunikasi Antarbudaya Melly Ridaryanthi, S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id lainnya. Pada akhirnya, beberapa kelas dalam masyarkat terbentuk. Kelas-kelas tersebut akan membangun norma dan nilai sosial budayanya sendiri yang membedakan dengan kelas sosial lainnya. Di sinilah letak isu yang menjadi hambatan dalam interaksi sosial berkaitan dengan Komunikasi Antar Budaya. 5. Komunikasi Antarjender Ketidakseimbangan hubungan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat disebabkan oleh adanya pandangan yang berbeda tentang dunia. Dalam perspektif jender, tampak bahwa peran laki-laki lebih dominan ketimbang peran yang dimainkan oleh perempuan. Dalam kehidupan sosial, terbentuk konstruksi hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan, dan bukan berkaitan dengan perbeaan kelamin. Komunikasi antarjender bukan membicarakan perbedaan kodrati tersebut yang menyebabkan komunikasi antarlawan jenis menjadi suatu hambatan tetapi hambatan komunikasi antarkaum laki-laki dan kaum perempuan oleh sebab adanya konstruksi sosial. Wilayah Kajian Komunikasi Antar Budaya Wilayah kajian merujuk pada situasi, peristiwa dan tindakan di mana komunikasi berlangsung. Pertama, komunikasi berlangsung pada level antarpersona; kedua, komunikasi berlangsung dalam kelompok; ketiga, komunikasi berlangsung dalam organisasi; keempat, komunikasi berlangsung dalam masyarakat dan kelima, komunikasi berlangsung pada level internasional. 1. Level Antar persona Dalam wilayah antarpersona partisipan komunikasi terdiri atas dua orang sehingga keduanya melakukan transaksi tatap muka yang lebih intensif. Dalam wilayah antarpersona, komunikasi bersifat lebih spesifik, dengan dasar karakteristik sebagai berikut: - komunikator dan komunikan mempunyai hubungan yang lebih dekat; tidak mengalami kendala jarak - keduanya aktif mengirim dan menerima pesan; dapat langsung melakkan koreksi bila terjadi kesalahpahaman 2. Level Kelompok ‘13 4 Komunikasi Antarbudaya Melly Ridaryanthi, S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dalam wilayah kelompok ini, partisipan komunikasi terdiri atas beberapa orang yang didasarkan atas beberapa kesamaan seperti persepsi, motivasi dan tujuan mengapa mereka bergabung dalam kelompok tersebut. Kelompok ini memiliki peranan yang spesifik dan saling ketergantungan antara anggotanya untuk mencapai tujuan yang kuran glebih sama. 3. Level Organisasi Komunikasi Antar Budaya juga melihat bagaimana proses komunikasi berlangsung dalam level organisasi dan sejauh mana perbedaan latar budaya individu-individu yang terlibat di dalamnya dapat memengaruhi proses interaksi dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Seiring perkembangan peradaban manusia, organisasi dalam masyarakat pun semakin kompleks dan beragam. Oleh karena itu, memahami bagaimana interaksi berlangsung dan hambatan apa yang mungkin ditemukan adalah sorotan kajian yang penting. 4. Level Masyarakat Dalam wilayah masyarakat, menyelidiki fenomena komunikasi sosial merupakan komunikasi antar kelompok maupun antar personal, namun dilihat dalam konteks masyarakat yang luas. Dalam wilayah ini, tidak saja mempelajari tentang bagaimana proses komunikasi berlangsung, namun juga mempelajari hasil reproduksi budaya dari masyarakat yang dikaji itu. 5. Level Internasional Komunikasi antar budaya dapat terjadi pada level internasional. Aliran interaksi manusia tidak terbatas pada ranah nasional saja; adanya konferensi internasional, kegiatan olahraga, pertukaran pelajar dan lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut semakin tidak dapat dihindari sejak koneksi antar negara semakin mudah. Sehingga dapat dibayangkan bawah terjadi interaksi antara individu-individu yang berasal dari berbagai negara yang memiliki latar budaya yang mungkin kompleks. Fokus Kajian Komunikasi Antar Budaya Manusia sebagai individu tidak dapat menentukan perilakunya sendiri, karena sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain. Setiap individu bergantung pada manusia lainnya dalam lingkungan interaksi. Setiap manusia juga memiliki kepatuhan terhadap norma dan nilai yang menjadi pedoman hidupnya di masyarakat. Ada kecenderungan kepatuhan ‘13 5 Komunikasi Antarbudaya Melly Ridaryanthi, S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id individu terhadap norma dan nilai yang dipahami dan diyakini dalam masyarakat tempat tinggalnya, dengan motif akan memperoleh penghargaan adn kontraprestasi atas kedudukan. Dengan begitu, dikonstruksikanlah beberapa fokus kajian Komunikasi Antar Budaya, seperti berikut ini: 1. Penyandian Proses penyandian sebagai focus kajian bersumber pada norma dan nilai yang bersemayam di jantung kebudayaan. Norma dan nilai merupakan perbendaharaan (referensi) para partisipasi komunikasi sehingga komunikasi menjadi manifestasi dari budaya masyarakatnya. Dengan demikian, proses penyandian yang dilakukan oleh partisipan komunikasi sangat bergantung pada persepsi, kepribadian, kerangka berpikir dan perbendaharaan pengalaman (referensi) yang dimiliki oleh masingmasing partisipan. Penyandian untuk membangun pesan komunikasi diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol yang dipertukarkan oleh partisipan komunikasi secara terus-menerus dalam kegiatan interaksi dan transaksi sehari-hari. 2. Representasi Representasi menjadi salah satu fokus kajian berangkat dari asumsi bahwa dengan komunikasi, orang dapat menghasilkan kebudayaan. Representasi merupakan proses sosial tentang keterwakilan, produk proses sosial kehidupan yang berhubungan dengan perwujudan. 3. Persepsi Persepsi sebagai fokus kajian mendasarkan pada asumsi persepsi adalah inti dari komunikasi. Sementara penafsiran merupakan inti persepsi, identik dengan penyandian balik dalam proses komunikasi. Dengan persepsi, partisipan komunikasi akan memilih pesan apa yang diterima atau menolak suatu pesan. Persepsi yang sama akan memudahkan partisipan komunikasi mencapai kualitas hasil komunikasi yang diharapkan. 4. Hambatan Hambatan budaya merupakan kajian utama dalam komunikasi antar budaya. Terdapat beberapa hambatan yang disoroti para sarjana, sebagai berikut: - Hambatan semantik atau bahasa: karena bahasa merupakan sarana utama terjadinya komunikasi. Gagasan, pikiran dan perasaan dapat diketahui maksudnya ketika disampaikan kepada lawan bicara menggunakan bahasa. ‘13 6 Komunikasi Antarbudaya Melly Ridaryanthi, S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id - Hambatan yang bersumber dari perbedaan latar belakang budaya pada umumnya, seperti perbedaan dalam status sosial ekonomi, perbedaan usia, jenis kelamin, ras dan etnis, golongan, norma dan kepercayaan. 5. Prasangka Berangkat dari adanya pandangan negatif dengan adanya pemisahan yang tegas antara perasaan kelompokku (in group) dan perasaan kelompok lain (outgroup feeling). Prasangka adalah cara pandang atau perilaku seseorang terhadap orang lain secara negatif. Definisi ini membawa pada suatu kenyataan bahwa prasangka sangat potensial menimbulkan kesalahpahaman ketimbang kesepahaman dalam tindak berkomunikasi. 6. Empati Empati sebagai fokus kajian komunikasi multikultural merupakan suatu penyelidikan untuk mengetahui bagaimana perbedaan dan hambatan kultural dapat diatasi dengan cara menempatkan diri pada posisi lawan bicara (empati). Perbedaan budaya dalam tindak komunikasi dapat menjadi hambatan yang mempengaruhi keberhasilan sebuah tindak komunikasi. Oleh sebab itu, efektivitas komunikasi sangat bergantung dari sejauh mana perbedaan-perbedaan tersebut dapat diatasi oleh partisipan komunikasi. 7. Feedback Feedback publik adalah fokus kajian yang mempersoalkan bagaimana masyarakat memengaruhi ideologi media. Artinya, sejauhmana media merepresentasikan norma dan nilai, dinamika dan perubahan masyarakatnya lewat proses yang kami sbut proses signifikansi. Fokus kajian feedback publik berangkat dari asumsi bahwa media adalah refleksi budaya masyarakat, artinya media merespon secara positif dinamika kehidupan di masyarakatnya, sehingga apa yang disebut ideologi media mungkin terbentuk dari masyarakat itu sendiri. Media massa sebagai institusi sosial sekaligus mempunyai kemampuan membangun budaya dominan dalam masyarakat. Berangkat dari kerangka berpikir ini, fokus kajian pada feedback publik media berkaitan dengan kajian komunikasi antar budaya menyangkut beberapa persoalan berikut: - Persoalan mengenai bagaimaan media sebagai produsen simbol-simbol memilih peristiwa, memprioritaskan fakta-fakta, mengambil fokus fenomena antar budaya ke dalam format publikasi ‘13 7 Komunikasi Antarbudaya Melly Ridaryanthi, S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id - Penelitian mempersoalkan bagaimana institusi media merepresentasikan fakta, peristiwa dan fenomena masyarakat antar budaya ke dalam simbol-simbol pesan komunikasi. Daftar Pustaka Ahmad, Sihabudin. 2011. Komunikasi Antarbudaya: Satu Perspektif Multidimensi. Bumi Aksara: Jakarta. Andrik, Purwasito. 2003. Komunikasi Multikultural. Muhammadiyah University Press: Surakarta. Deddy, Mulyana. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosdakarya Devito, J. A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Florentinus, Sudiran. 2011. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Yogyakarta: LakssBang PRESSindo. Neuliep. J.W. 2009. Intercultural Communication: A Contextual Approach. Sage Publication: California. Rulli, Nasrullah. 2012. Komunikasi Antarbudaya: Di Era Budaya Siber. Kencana: Jakarta. ‘13 8 Komunikasi Antarbudaya Melly Ridaryanthi, S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id