MODUL PERKULIAHAN PSIKOLOGI KOMUNIKASI Pembentukan dan Perubahan Sikap Fakultas Program Studi FIKOM ADV & MARCOM Tatap Muka 13 Kode MK Disusun Oleh MELLY RIDARYANTHI S.S., M.Soc.Sc. Abstract Kompetensi Modul ini berisi materi tentang pembentukan dan perubahan sikap dalam proses komunikasi. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami formasi organisasi tentang sikap, persuasi dan perubahan sikap. Pembentukan dan Perubahan Sikap Pengertian Sikap Istilah sikap digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer sekitar tahun 1982 yang dipahami sebagai status mental seseorang (Allen, Guy & Edgley 1980). Sikap kemudian didefinisikan dalam berbagai pemahaman oleh para sarjana yang kemudian dikelompokkan dalam tiga kategori kerangka pemikiran, sebagai berikut: 1. Sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan di mana sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan yang mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung objek tersebut (Berkowitz 1972). Sikap dinyatakan memiliki derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologis (Edwards 1957). 2. Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dengan caracara tertentu. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Sarjana lain, LaPierre (1994) memberikan definisi sikap sebagai suatu respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. 3. Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek. Sikap dijelaskan sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afetif), pemikiran (kognitif) dan tindakan (konatif) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Secord & Backman 1964). Selain tiga pandangan di atas, ada pula pendekatan yang mengklasifikasikan pemikiran tentang sikap, seperti berikut ini: 1. Pendekatan pertama memandang sikap sebagai kombinasi reaksi-afektif, perilaku dan kognitif terhadap objek (Brecler 1984, Katz&Stotland 1959, Rajecki 1982). Komponen, komponen tersebut mengorganisasikan sikap individu dalam bentuk skema triadik atau pendekatan tricomponent 2. Pendekatan kedua timbul karena adanya ketidakpuasan atas penjelasan mengenai inkonsistensi yang terjadi antara komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif dalam membentuk sikap. Pendekatan ini menyatakan bahwa diperlukan adanya batasan konsep sikap hanya pada afektif saja. Sikap juga kemudian didefinisikan sebagai evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu (Petty Cacioppo 1986). ‘13 2 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pembentukan Sikap Manusia tidak terlepas dari interaksi sosial yang pada akhirnya akan membentuk sikap sosial. Interaksi sosial melibatkan individu dalam bereaksi membentuk pola sikap terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Pengalaman pribadi, kebudayaan, keberadaan dan pengaruh orang lain yang dianggap penting, institusi, lembaga-lembaga, emosi dan media massa menjadi faktor yang dapat memengaruhi sikap seseorang. Pengalaman pribadi Apa yang kita alami di lingkungan sosial dan interaksi sosial dapat membentuk dan memengaruhi sikap kita. Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek psikologis dalam interaksi sosial merupakan proses kompleks yang terjadi dalam diri individu. Dalam situasi emosional tertentu yang menekan dapat terbentuk kesan negatif ketika keinginan tidak terpenuhi. Namun jika stimulus lain terjadi dengan objek psikologis yang sama, mungkin kesan positif juga akan terbentuk. Sebagai contoh, Anda sedang terburu-buru untuk menuju suatu tempat kemudian memilih untuk naik taksi X, pada saat itu kebetulan supir baru yang melayani sehingga agak kebingungan untuk menemukan lokasi yang ingin dituju. Pengalaman ini membuat Anda membentuk kesan negatif terhadap taksi X, bukan semata-mata pada supirnya saja, bahwa pelayanan taksi X tidak memuaskan. Namun di hari lain, ketika Anda pulang kerja, kehujanan, banyak taksi yang menolak untuk memberikan layanan kecuali taksi X, pengalaman ini akan membentuk kesan yang lain lagi, yaitu kesan positif. Dengan kata lain, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi karena penghayatan terhadap pengalaman itu akan lebih mendalam dan berbekas lebih lama. Pengaruh Kebudayaan Kita hidup tidak lepas dari budaya. Kebudayaan telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan sikap kita sehingga sekarang. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai peristiwa dan masalah yang kita hadapi. Kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu dalam masyarakat. Hanya kepribadian individu yang mapan dan kuat yang pada akhirnya dapat memudarkan dominasi kebudayaannya dalam bentuk sikap individual. Orang yang dianggap penting ‘13 3 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kita hidup bermasyarakat, sehingga orang lain yang berinteraksi dengan kita menjadi komponen yang mampu memengaruhi pembentukan dan perubahan sikap kita. Di antara orang-orang yang biasanya dianggap penting bagi individu dalam membentuk dan mengubah sikapnya dan memengaruhi hidupnya adalah orangtua, orang dengan status sosial lebih tinggi, teman, teman dekat, guru, kiyai, rekan kerja, pasangan, kelompok rujukan, idola dan lainnya. Pada umumnya, setiap individu cenderung dapat berkompromi dengan sikap orang lain yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Lembaga Pendidikan & Lembaga Keagamaan Lembaga-lembaga sosial di mana tempat individu pernah bergabung juga menjadi faktor penting yang dapat memengaruhi pembentukan dan perubahan sikap. Lembaga pendidikan dan keagamaan sebagai satu sistem yang dianggap berpengaruh dalam pembentukan sikap dengan pertimbangan bahwa kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman mengenai mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah, mana yang boleh dan tidak diperbolehkan diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan. Oleh karena itu, hal dasar yang dipahami ini dipercayai dan diaplikasikan sebagai satu paham yang kemudian membantu pembentukan sikap pada diri individu. Emosi diri Terkadang emosi mendasari sikap yang terbentuk. Suatu sikap dapat merupakan pernyataan yang dilandasi oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian dapat berwujud sikap yang sementara dan akan dapat segera berlalu ketika frustasi telah hilang. Namun, sikap yang didasarkan oleh emosi ini juga dapat berupa sikap yang sifatnya persisten dan bertahan lama; seperti prasangka yang wujudnya adalah negatif. Media massa Media massa memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan dan perubahan sikap seseorang, berikut ini terdapat lima prinsip umum yang melatari pembentukan dan perubahan sikap tersebut: 1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif dan keanggotaan kelompok; ‘13 4 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Karena adanya faktor-faktor pada poin 1, maka komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, meskipun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah; 3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada perubahan seluruh sikap; 4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial; 5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalahmasalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh. Rangsangan Emosional Banyak penelitian komunikasi mengalami kesulitan untuk mengukur emosi manusia; sedih, gembira atau bahkan takut, yang dianggap sebagai akibat dari efek media massa. Meski demikian, telah dirumuskan faktor-faktor yang dapat memengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan media massa, sebagai berikut: 1. Suasana emosional Suasana emosional yang mendahului terpaan stimuli dapat mewarnai respon individu terhadap stimuli tersebut. Respon khalayak terhadap film, opera sabun dalam televisi, sandiwara atau isi cerita pada novel dapat dipengaruhi oleh suasana emosi khalayak. Oleh karena itu, efek dari kandungan media tidak akan sama antara satu orang khalayak dan yang lainnya 2. Skema kognitif Skema kognitif adalah naskah yang ada pada pikiran kita untuk menjelaskan alur peristiwa yang dialami. Skema kognitif tidak selalu berdasarkan pengalaman individu, bisa juga berupa induksi verbal atau petunjuk pendahuluan yang menggerakkankerangka interpretif. Berkaitan dengan skema kognitif ini, muncul anggapan bapakah adegan atau cerita yang disaksikan khalayak itu realita atau sekedar khayalan. Oleh karena itu, untuk mengurangi kemunculan gangguan emosional pada khalayak, adalah tentang literasi pada khalayak tentang isi kandungan pesan media, bahwa itu adalah fiktif atau kenyataan. 3. Suasana terpaan Coba bayangkan Anda menonton film Insidious tengah malam di rumah, sendirian. Apa yang bisa Anda rasakan? Atau, ketika berencana menonton film Man of Steel, ‘13 5 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Anda bertanya kepada beberapa orang bagaimana pengalamanan mereka setelah menonton film itu, apakah film-nya sebagus apa yang diperbincangkan orang di media? Ketika banyak dari teman-teman Anda mengatakan film itu bagus, Apa yang ada dalam pikiran Anda? Begitulah suasana dapat memengaruhi bagaimana Anda mengekspos diri terhadap media massa. 4. Predisposisi individual Predisposisi individual adalah karakteristik khas yang dimiliki masing-masing individu. Individu dengan kepribadiannya akan terpengaruh oleh stimuli yang berbeda-beda. Tidak semua orang suka hal-hal humoris, namun tidak semua orang juga suka dengan hal-hal serius. Oleh karena itu, tayangan televisi, rubrik di koran dan majalah atau siaran radio tidak akan memberikan dampak yang sama pada setiap khalayaknya. 5. Tingkat identifikasi khalayak dengan tokoh Faktor identifikasi khalayak menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Dengan identifikasi, khalayak menempatkan dirinya pada posisi tokoh yang dinikmatinya. Oleh karena itu, khalayak secara emosi mungkin dapat tergugah rasa penasarannya, marahnya, sedihnya atau pun gembira akibat peran tokoh tersebut. Pengubahan Sikap Mekanisme perubahan dan pengubahan sikap sangat diperlukan karena manusia dalam kehidupannya dapat berperan ganda; sebagai agen perubahan dan sebagai subjek perubahan. Dalam berinteraksi, ada kalanya kita menginginkan terjadinya perubahan pada diri orang lain, dan di waktu lainnya mungkin bahkan kita yang dituntut untuk mengubah sedikit dari perilaku kita. Jika berbicara mengenai proses perubahan sikap, pemerhatian biasanya dipusatkan pada cara memanipulasi atau pengendalian situasi dan lingkungan untuk dapat menghasilkan perubahan sikap yang dikehendaki. Pengubahan sikap berkaitan dengan persuasi. Persuasi merupakan usaha pengubahan sikap individu dengan memasukkan ide, pikiran, pendapat da bahkan fakta baru melalui pesan-pesan yang sifatnya komunikatif. Pesan yang dengan sengaja ditujukan untuk menimbulkan kontradiksi dan inkonsistensi di antara komponen sikap individu atau di antara sikap dan perilakunya sehingga mengganggu kestabilan sikap dan membuka peluang terjadinya perubahan yang diinginkan. ‘13 6 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Persuasi meliputi beberapa unsur yaitu sumber sebagai komunikator yang membawa pesan yang ditujukan kepada mereka yang sikapnya hendak diubah sehingga dikenal dengan formula yang digagas oleh Lasswell yaitu “who-says what-to whom-with what effect”. Suatu penelitian oleh Hovland et al menyatakan terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi komunikasi persuasif. Hovland et al mendefinisika komunikasi sebagai suatu proses yang digunakan oleh komunikator untuk menympaikan stimuli untuk tujuan mengubah perilaku orang lain. Untuk memahami efek sumber komunikasi, para sarjana komunikasi memanipulasi berbaai karakteristik komunikator seperti sejauhmana ia dapat dipercaya, berkaitan dengan keahliannya, status, popularitasnya dan lain sebagainya. kemudian juga tentang karakteristik pesan yang disampaikan dengan memanipulasi berbagai aspek tipe komunikasi yang berlainan. Penelitian lainnya memusatkan penelitian pada variabel yang ada pada diri subjek penerima pesan seperti kemudahan penerima pesan tersebut untuk disugesti, sikap mereka sebelum diberi pesan, intelegensi, harga diri, kompleksitas kognitif da berbagai sifat kepribadian lainnya. Asumsi dasar yang melandasi kajian Hovland et al adalah adanya anggapan mengenai efek komunikasi yang berupa perubahan sikap akan bergantung pada sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, dipahami dan diterima. Dengan demikian, tidak semua orang akan mengalami perubahan sikap melalui persuasi satu pesan. Pandangan sarjana lainnya seperti Robert Baron dan Donn Byrne tentang komunikasi persuasu ini mengemukakan beberapa pendapat bahwa hasil penelitian persuasi dengan pendekatan tradisional ternyata kompleks dan tidak seluruhnya konsisten. Berikut ini penjelasan dari hasil kajian tersebut: 1. Para ahli (orang yang kompeten) akan lebih mudah mempersuasi berbanding orang yang bukan ahli. Satu pesan yang sifatnya persuasif akan lebih efektif apabila kita mengetahui bahwa penyampai pesannya adalah orang yang ahli. Jadi tentang siapa komunikatornya adalah hal yang penting dalam proses komunikasi ini (Hovland & Weiss 1951) 2. Pesan yang ditujukan untuk mengubah sikap tanpa kentara biasanya lebih berhasil berbanding pesan yang tampak jelas berusaha memanipulasi kita. Kita cenderung tidak mau dimanipulasi sehingga ketika kita menyadari ada usaha dari komunikator untuk mengubah kita dengan sengaja, kita dengan sadar akan menolak (Westler & Festinger 1962) ‘13 7 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Komunikaor yang popular dengan menarik, biasanya akan lebih efektif daripda komunikator yang tidak menarik dan popular (Kiesler & Kiesler 1969) 4. Kadang-kadang manusia lebih mudah terpengaruh oleh persuasi sewaktu perhatian mereka terpecah oleh kejadian lain daripada sewaktu mereka menaruh perhatian penuh pada pesan yang disampaikan.(Allyn & Festinger 1961) 5. Individu yang memiliki harga diri rendah akan lebih mudah terbujuk daripada individu yang memiliki harga diri tinggi (Janis 1954) 6. Bila individu yang menjadi sasaran memiliki sikap bertentangan dengan sikap para calon pelaku persuasi maka akan lebih efektif bagi komunikator untuk melakukan pendekatan dua sisi yang menyajikan pandangan kedua belah pihak daripada pendekatan satu sisi. 7. Orang yang berbicara cepat umumnya memiliki daya persuasi yang lebih tinggi berbanding orang yang berbicara lambat (Miller et al 1970) 8. Persuasi dapat diperkaya dengan pesan-pesan yang membangkitkan emosi yang kuat dalam diri orang, terutma ketika pesannya berisi rekomendasi mengenai bagaimana perubahan sikap dapat mencegak konsekuensi negatif dari sikap yang hendak diubah (Robberson & Rogers 1988) Seiring dengan perkembangan bidang keilmuan komunikasi, kajian-kajian komunikasi persuasi telah berkembang. Kedelapan poin yang disebutkan di atas mungkin telah mengalami perubahan pada beberapa penelitian serupa atau bahkan mengalami reduksi. ‘13 8 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id