Modul Psikologi Komunikasi [TM5].

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
PSIKOLOGI
KOMUNIKASI
KOMUNIKASI
INTRAPERSONAL:
MEMORI BERPIKIR
Fakultas
Program Studi
FIKOM
MARCOM &
ADVERTISING
Tatap Muka
05
Kode MK
Disusun Oleh
MELLY RIDARYANTHI S.S., M.Soc.Sc.
Abstract
Kompetensi
Modul ini berisi materi tentang memori
berpikir dalam komunikasi intrapersonal.
Setelah mempelajari modul ini,
mahasiswa diharapkan dapat
memahami tentang pengertian memori
dan proses berpikir dalam komunikasi
intrapersonal.
Komunikasi Intrapersonal: Memori
Komunikasi intrapribadi adalah proses penyampaian pesan dan penerimaan yang terjadi di
dalam diri komunikator yang biasanya disebut sebagai proses komunikasi dengan diri
sendiri. Misalnya pagi hari Anda bertanya kepada diri sendiri “hari ini pakai baju apa, ya?”.
Dalam proses komunikasi jenis ini, Anda bertindak sebagai komunikator dan komunikan
sekaligus. Anda pembentuk dan penyampai pesan dan begitu pula sebagai penerima.
Komunikasi intrapribadi ini merupakan dasar dari komunikasi antarpribadi, karena ketika
berbicara dengan orang lain, sesungguhnya Anda telah merampungkan serangkaian proses
komunikasi dalam diri Anda sendiri (Vardiansyah 2004: 30).
Dalam komunikasi intrapersonal, terdapat memori yang memegang peranan sangat
penting untuk dapat memengaruhi persepsi maupun proses berpikir seseorang. Berbicara
mengenai memori, membawa kita pada ranah psikologi kognitif yang juga menjadi bahan
penelitian para sarjana mengenai bagaimana car untuk dapat menganalisis dan mengolah
pesan. Modul ini akan membahas mengenai memori dan proses berpikir sebagai acuan
pemahaman Anda mengenai bagaimana peranan memori dalam proses komunikasi
manusia.
MEMORI
Memori adalah sistem yang sangat berstruktur yang menyebabkan organism sanggup
merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing
perilakunya (Schlessinger dan Groves 1976 dalam Jalaluddin Rakhmat 2011: 61). Setiap
saat stimulus mengenai indera kita setiap saat itu pula stimulus-stimulus tersebut direkam
oleh kita baik itu secara sadar maupun tidak. Memori manusia itu sungguh luar biasa,
setidaknya dinyatakan oleh seorang pakar Matematika, Johm Griffith, bahwa rata-rata
memori manusia mampu menyimpan pesan atau informasi sebanyak seratus triliun bit.
Memori manusia melewati tiga proses, yaitu perekaman, penyimpanan dan
pemanggilan. Perekaman atau biasa disebut encoding adalah pencatatan informasi melalui
reseptor indera. Sementara penyimpanan (storage) adalah proses penentuan berapa lama
informasi yang diterima itu berada bersama kita, dalam bentuk apa dan disimpan di mana.
‘13
2
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Terakhir sekali, pemanggilan (retrieval) adalah proses mengingat atau menggunakan
informasi yang telah disimpan sesuai kebutuhan masing-masing individu.
Terdapat beberapa jenis memori yang dinyatakan oleh Jalaluddin Rakhmat (2011),
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengingatan (Recall): proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi
secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas. Jika Anda diberi
pertanyaan dengan bentuk jawaban uraian, maka Anda akan mencoba untuk
mengingat kembali segala fakta dan pengetahuan yang tersimpan pada memori
Anda.
2. Pengenalan (Recognition): Terkadang agak sulit untuk mengingat sejumlah fakta
yang pernah kita ketahui, lebih mudah untuk mengenalnya kembali. Misalnya dalam
tes objektif atau pilihan “Siapakah nama Presiden RI pertama Soekarno atau
Soeharto?” Anda hanya perlu mengenal satu di antara dua pilihan yang ada. Contoh
ini adalah saat di mana seseorang memerlukan pengenalan, dan bukan
pengingatan. Bedakan dengan jenis memori pada poin 1, di atas.
3. Belajar lagi (Relearning): Menguasai kembali pelajaran yang sudah pernah kita
peroleh termasuk pekerjaan memori. Sebuah penelitian dilakukan terhadap anak
yang masih kecil sejak usia 15 bulan hingga 3 tahun, di Yunani. Pada usia 8 tahun,
anak tersebut ditanya apakah masih ingat tentang kutipan-kutipan yang pernah
didengarnya, dan anak tersebut mengatakan tidak ingat; maka recall tidak terjadi di
sini. Lalu, diperlihatkan kutipan-kutipan itu kepada anak tersebut, namun ia masih
tidak ingat; recognition juga tidak terjadi. Kemudian, anak tersebut diminta untuk
menghafal kutipan yang pernah diketahuinya dan yang tidak pernah diketahuinya,
ternyata ia dapat menghafal lebih cepat; ini kemudian disebut proses relearning.
4. Redintegrasi (Redintegration): merekonstruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk
memori kecil. Suatu takbir pada malam Hari Raya sering membawa umat Islam pada
kenangan-kenangan di masa lalu yang berupa aroma, warna atau tempat. Keadaan
inilah yang dinamakan redintegrasi, ketika konstruksi masa lalu dikembalikan pada
pemahaman yang sekarang.
‘13
3
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Mekanisme Memori
Setelah memahami keempat jenis memori di atas, apakah Anda ingin mengentahui
bagaimana cara kerja memori? Secara praktis, orang kerap mencari cara untuk
mengefektifkan cara kerja memori, namun terkadang memori tidak berfungsi dengan baik,
maka muncullah lupa. Untuk mengetahui cara kerja memori, kita harus menjawab
pertanyaan ‘mengapa orang lupa?’, yang jawabannya akan menjelaskan mengenai
mengapa orang ingat. Terdapat tiga teori yang dapat menjelaskan tentang memori ini,
berikut adalah penjelasannya:
a. Disuse Theory
Teori ini menjelaskan bahwa memori hilang atau memudar karena waktu, seperti
juga otot, memori kita dapat menjadi kuat jika terus dilatih. Tidak selalu waktu akan
menghilangkan memori dari ingatan kita, terkadang kita dapat mengingat dengan
jelas peristiwa yang terjadi beberapa tahun lalu, sementara itu mungkin saja kita
tidak mengingat apa yang dialami seminggu lalu.
b. Interference Theory
Teori ini menjelaskan bahwa memori merupakan meja lilin atau kanvas, sementara
pengalaman adalah lukisan yang ada pada medium tersebut. Anda melukiskan suatu
gambar pada medium itu, kemudian menggambarkan yang lainnya. Lukisan yang
kedua akan menyebabkan lukisan pertama hilang atau kabur. Atau contoh lainnya,
untuk ujian Anda harus belajar dua modul materi. Setelah selesai membaca modul
pertama, Anda merasa ingat, hafal dan paham isinya. Kemudian beranjak ke modul
kedua, Anda pun merasa Anda sudah ingat. Namun ternyata ada beberapa bagian
pada modul pertama terluput dari ingatan Anda. Semakin sering kita menghafal, ada
kecenderungan terdapat penurunan daya ingat. Seperti yang dikatakan oleh James
dan Underwood (dinyatakan oleh Hunt 1982 dalam Jalaluddin Rakhmat 2011: 64)
bahwa semakin sering mengingat, semakin jelek kemampuan mengingat – the more
memorizing one does, the poorer one’s ability to memorize.
Terdapat hambatan dalam proses mengingat; hambatan ke depan dan hambatan
motivasional. Hambatan ke depan adalah ketika semakin banyak yang diingat, maka
kemudian kita dapat mengalami penurunan kemampuan mengingat hal-hal yang
akan diingat. Misalnya kita punya satu daftar kata-kata yang harus dihafalkan, 80%
dari daftar itu mungkin akan diingat. Namun ketika kita mendapatkan daftar yang
kedua atau ketiga, mungkin akan terjadi penurunan kemampuan untuk mengingat
daftar kata-kata tersebut. Sementara hambatan motivasional berkaitan dengan faktor
‘13
4
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
personal dalam memori. Secara sadar atau pun tidak, kita akan memilih peristiwa
atau informasi mana yang dirasa penting atau menarik untuk diingat, selain dari itu
mungkin akan terlupakan.
c. Information Theory
Teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage
atau gudang inderawi, kemudian masuk pada short-term memory atau memori
jangka pendek; lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke dalam long-term
memory atau memori jangka panjang (Jalaluddin Rakhmat 2011: 65).
Sensory storage adalah proses perseptual. Terdapat dua macam memori yaitu ikonis
dan ekosis. Memori ikonis berkaitan dengan informasi yang diperoleh secara visual.
Sementara memori ekosis merupakan informasi yang masuk secara auditif melalui
pendengaran.
Short-term memory adalah informasi yang diterima dan kemudian dikodingkan untuk
kemudian dapat diingat. Proses ini berlangsung singkat seperti Anda melihat nomor
telepon di pamflet, kemudian Anda bermaksud untuk menghubungi nomor tersebut
dan tersadar bahwa Anda tidak ingat seluruh angka pada saat mendekati pesawat
telepon. Kemampuan mengingat pada proses ini adalah tujuh plus atau minus dua
bit informasi.
Dicontohkan dalam buku Jalaluddin Rakhmat (2011), kita mungkin akan dengan
mudah mengingat 8-1-6-5-4-2-2 namun akan mengalami kesulitan untuk mengingat
1-7-0-8-1-9-4-5-1-3-6-5. Ada cara mudah untuk belajar memperkuat memori ini
dengan mengelompokkan informasi yang disebut sebagai chunk. Coba Anda
menghafalnya dengan mengelompokkan angka-angka tersebut menjadi empat
bagian: 17 08 1945 1365. Lebih mudah? Coba sebutkan nomor telepon Anda sendiri.
Bagaimana cara Anda menyebutkannya? Coba minta rekan Anda menyebut kembali
nomor telepon itu, apakah dengan pembagian chunk yang sama?
Bila suatu informasi dapat dipertahankan pada Short-term memory, maka kemudian
informasi tersebut akan masuk pada Long-term memory yang pada umumnya kita
kenal sebagai ingatan yang meliputi periode penyimpanan informasi sejak semenit
sampai seumur hidup (Jalaluddin Rakhmat 2011: 65).
‘13
5
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Setelah mempelajari jenis dan beberapa teori tentang memori, diharapkan Anda dapat
memahami bahwa tidak semua informasi yang kita terima dapat diingat, baik itu dalam
jangka waktu yang pendek atau pun lama. Ada faktor yang memengaruhi mengapa kita bisa
mengingatnya atau pun tidak. Coba Anda berdiri di kerumunan orang banyak, apa saja yang
Anda lihat dan dengar? Kemudian coba temui teman Anda dan ceritakan segala yang
didengar dan dilihat tadi. Pesan apa yang luput dari ingatan Anda? Kira-kira mengapa
demikian?
Selanjutnya kita akan membahas mengenai bagaimana proses berpikir terjadi.
Pesan atau stimulus tidak serta merta diterima dan disimpan oleh kita. Akan ada proses
berpikir yang terlibat. Proses ini kemudian akan sangat memengaruhi bagaimana kita
memberikan penafsiran terhadap stimulus yang diterima.
BERPIKIR
Berpikir
merupakan
manupulasi
atau
organisasi
unsur-unsur
lingkungan
dengan
menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang
tampak (Floyd L. Ruch 1967 dalam Jalaluddin Rakhmat 2011: 67). Jadi, berpikir
menunjukkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang. Secara
garis besar, terdapat dua macam berpikir yaitu berpikir autistic dan berpikir realistic. Berpikir
autistik atau melamun ini merupakan proses berfantasi, mengkhayal atau wishful thinking.
Dengan berpikir autistik, orang mencoba untuk melarikan diri dari kenyataan dan melihat
hidup sebagai gambar-gambar fantasi. Sementara berpikir realistik atau nalar adalah
berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata.
Bagaimana orang berpikir (?)
Terdapat tiga jenis berpikir realistik, sebagai berikut:
(i) Berpikir deduktif: mengambil kesimpulan dari dua pernyataan, dalam logika disebut
silogisme. Berikut contohnya:
Semua manusia akan mati.
Socrates manusia.
Maka --- Sokrates akan mati.
(ii) Berpikir induktif: proses berpikir dari hal-hal yang khusus kemudian diambil
kesimpulan umum. Sebagai contoh, Anda bertemu perempuan A mengenakan baju
pink, kemudian perempuan B mengenakan baju dan ikat rambut pink, kemudian
‘13
6
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
perempuan C mengenakan baju dan tas pink, kemudian terakhir sekali bertemu
perempuan D mengenakan tas dan sepatu pink. Dari fakta yang ditemukan itu,
kemudian Anda menyimpulkan bahwa perempuan suka pink.
(iii)Berpikir evaluatif: berpikir kritis dengan menilai baik-buruknya atau tepat-tidaknya
suatu gagasan. Kita memiliki kecenderungan untuk menilai sesuatu berdasarkan
kriteria tertentu.
Menurut beberapa pakar psikologi, dinyatakan bahwa manusia lebih cenerung berpikir tidak
logis berbanding berpikir secara logis, seperti berpikir deduktif. Berpikir tidak logis
dinyatakan sebagai proses berpikir yang lebih praktis, efisien dan bermanfaat. Seperti
diungkapkan oleh Wason dan Johnsohn-Laid (dalam Jalaluddin Rakhmat 2011: 68) bahwa
“at the best we can all think like logicians; at worst, logicians all think like us”.
Menetapkan keputusan
Salah satu fungsi berpikir adalah untuk menetapkan keputusan yang senantiasa
berhubungan dengan kehidupan kita, di masa depan. Keputusan yang biasa diambil
memang beraneka ragam, namun terdapat tanda-tanda umum yang dapat dikenali, sebagai
berikut:
o
Keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual
o
Keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif
o
Keputusan selalu melibatkan tindakan nyata walaupun pelaksanaannya boleh
ditangguhkan atau dilupakan
Banyak yang dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan ini, namun faktor personal
adalah yang paling menentukan apa yang akan diputuskan berkaitan dengan kognisi, motif
dan sikap. Kognisi artinya kualitas dan kuantitas pengetahuan yang kita miliki, motif adalah
hal yang memengaruhi kita dalam mengambil keputusan, sementara sikap adalah tindakan
yang kemudian muncul akibat dari proses berpikir. Pada dasarnya, kognisi, motif dan sikap
ini berlangsung (seolah) sekaligus karena bergandengan satu sama lain untuk kemudian
diambil keputusan berupa tindakan.
Pemecahan masalah
Terdapat 5 (lima) proses dalam memecahkan persoalan, sebagai berikut:

Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat karena sebab-sebab tertentu.

Anda mencoba menggali memori untuk mengentahui cara-cara apa saja yang efektif
pada masa lalu.
‘13
7
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda akan mencoba seluruh kemungkinan pemecahan persoalan yang pernh Anda
ingat atau yang dapat Anda pikirkan. Terjadi proses trial and error di sini.

Anda mulai menggunakan lambang verbal dan grafis untuk mengatasi masalah.

Kemudian secara tiba-tiba Anda terlintas suatu pemikiran tentang suatu pemecahan
atas persoalan yang dihadapi, kilasan pemecahan ini disebut dengan Aha Erlebnis
(Pengalaman Aha)
Kelima proses tersebut tidak mutlak harus selalu terjadi ketika Anda menghadapi
persoalan dan kemudian ingin memecahkannya. Semua bergantung faktor-faktor personal
lainnya yang tidak bisa disama ratakan pada setiap orang dan setiap situasi. Berikut ini
beberapa faktor sosiopsikologis yang memengaruhi proses pemecahan masalah:
Motivasi
Kepercayaan dan sikap yang salah
Kebiasaan
Emosi
Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif haruslah memenuhi 3 (tiga) syarat berikut:
 Kreativitas melibatkan respon atau gagasan yang baru atau secara statistic jarang
terjadi.
 Kreativitas ialah dapat memecahkan persialan secara realistis
 Kreativitas merupakan usaha ntuk mempertahankan insight yang orisinal, menilai
dan mengembangkannya sebaik mungkin
(MacKinnon 1962 dalam Jalaluddin Rakhmat 2011: 73)
Dalam proses berpikir kreatif, kebanyakan orang akan menggunakan proses berpikir yang
analogis, seperti berpikir induktif. Berikut ini 5 (lima) tahap berpikir kreatif:
 Orientasi: masalah yang dirumuskan dan aspek-aspek masalah yang diidentifikasi
 Preparasi: pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang
relevan dengan masalah
 Inkubasi: pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan
dengan jalan buntu
 Iluminasi: masa inkubasi berakhir ketika pemikir memeroleh semacam ilham untuk
memecahkan masalah, di sinilah biasa terjadi Aha Erlebnis
‘13
8
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Verifikasi: tahap terakhir ini adalah untuk menguji dan secara kritis menilai
pemecahan masalah yang diajukan pada tahap sebelumnya.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang memengaruhi berpikir kreatif:
1. Kemampuan kognitif: termasuk perihal kecerdasan, kemampuan melahirkan
gagasan, fleksibilitas kognitif
2. Sikap yang terbuka: bersedia menerima stimulasi internal dan eksternal
3. Sikap yang bebas, otonom dan percaya pada diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Aw, S. (2010). Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu
Bungin, B. (2006). Sosiologi Komunikasi. Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana
Dani Vardiansyah. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia
Fudyartanta, K. (2011). Psikologi Umum 1&2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Haryanto, D., & Nugrohadi, E. (2011). Pengantar Sosiologi Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher
Pearce, B. W. (1989). Communication and the Human Condition. Illinois: Southern Illinois
University Press.
Rakhmat, J. (2001). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Vivian, J. (2007). The Mass of Media Communication. Boston: Allyn and Bacon
‘13
9
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download