Modul Psikologi Komunikasi [TM9]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
PSIKOLOGI
KOMUNIKASI
Psikologi Komunikator
Fakultas
Program Studi
FIKOM
ADVERTISING &
MARKETING
COMMUNICATION
Tatap Muka
08
Kode MK
Disusun Oleh
MELLY RIDARYANTHI S.S., M.Soc.Sc.
Abstract
Kompetensi
Modul ini berisi materi psikologi
komunikator
Setelah mempelajari modul ini,
mahasiswa diharapkan dapat
memahami faktor-faktor dalam diri
komunikator untuk mencapai
komunikasi yang efektif
HUBUNGAN INTERPERSONAL
Komunikasi yang efektif ditandai dengan terwujudnya hubungan baik antara para individu
yang terlibat. Kegagalan komunikasi bisa terjadi berupa tidak tersampaikannya pesan
dengan baik (kegagalan komunikasi sekunder), efeknya bisa fatal yaitu rusaknya hubungan
antara individu. Seperti telah dibahas pada modul-modul sebelumnya, bahwa ketika
seseorang menyampaikan pesan, bukan hanya sekedar memastikan bahwa pesan bisa
sampai kepada pihak lain. Tetapi, bagaimana hubungan antara pengirim dan penerima
pesan dapat terjalin dengan baik, bahkan di antara mereka yang tidak saling kenal
sekalipun. Jadi, komunikasi itu tidak hanya dilihat sebagai proses penyampaian pesan
semata, namun juga tentang bagaimana pesan tersampaikan dan hubungan terjalin dengan
baik.
Every communication has a content and a relationship aspect such
that the latter classifies the former and is therefore
metacommunications
(Waulawick et al 1967 dalam Jalaluddin Rakhmat 2011: 117)
Memahami bagaimana proses komunikasi interpersonal terjadi menuntut pemahaman
hubungan simbiotis antara komunikasi dengan perkembangan relasional: komunikasi
memengaruhi perkembangan relasional, dan pada gilirannya, perkembangan relasional
memengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.
Berikut ini akan dibahas beberapa teori yang mendasari proses komunikasi interpersonal:
(1) Model Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang;
orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang
memenuhi kebutuhannya. Setiap inidividu, dianggap, secara sukarela memasuki dan
tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan
ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Ganjaran, biaya, laba dan tingkat perbandingan
merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.
Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari
suatu hubungan. Biaya adalah akibat yang dinilai negatif, yang terjadi dalam suatu
hubungan. Sementara Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Jika dalam
‘13
2
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
suatu hubungan seseorang tidak merasa “untung”, maka dia akan mencari hubungan
lain yang mendatangkan “keuntungan”.
(2) Model Peranan
Model ini melihat hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Pada model
ini, setiap individu memerankan peranan yang berbeda-beda sesuai dengan “cerita”
yang dibuat masyarakat. Individu akan memiliki hubungan interpersonal berkembang
baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan beberapa hal berikut:
-
ekspektasi peranan (role expectation): kewajiban, tugas dan hal yang berkaitan
dengan posisi tertentu dalam kelompok
-
tuntutan peranan (role demands): desakan sosial yang memaksa individu untuk
memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya. Desakan sosial dapat
berwujud sebagai sanksi sosial dan dikenakan bila individu menyimpang dari
peranannya
-
memiliki keterampilan peran (role skills): kemampuan memainkan peranan
tertentu; kadang disebut sebagai kompetensi sosial. Di sini biasa dibedakan
antara keterampilan kognitif dan keterampilan tindakan. Keterampilan kognitif
merujuk pada kemampuan individu untuk mempersepsi apa yang diharapkan
orang lain dari dirinya—ekspektasi peranan. Sementara keterampilan tindakan
menunjukkan adanya kemampuan melaksanakan peranan sesuai dengan
harapan.
-
terhindar dari konflik peranan dan kerancuan peranan: konflik peranan terjadi bila
individu tidak sanggup mempertemukan berbagai tuntutan peranan yang
kontradiktif; misalnya wanita muda yang dalam waktu bersamaan memerankan
peranan istri dan ibu sekaligus. Di sinilah terjadi kerancuan peranan, ketika
situasi menyebabkan ekspektasi peranan tidak jelas baginya.
(3) Model Permainan
Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan
yang terdiri dari tiga bagian kepribadian manusia—orangtua, orang dewasa dan
anak. Orangtua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku
yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita.
Orang dewasa adalah bagian kepribadianyang mengolah informasi secara rasional,
sesuai dengan situasi, dan biasanya berkenaan dengan masalah penting yang
memerlukan pengambilan keputusan secara sadar. Sementara anak adalah unsur
kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan
mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan.
‘13
3
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Coba Anda ingat-ingat, bagaimana Anda menempatkan diri pada saat di kantor, saat
berada di antara teman-teman, saat di rumah, pada saat sakit dan pada masa-masa
bahagia. Apakah Anda memainkan peranan yang sama?
(4) Model Interaksional
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem yang memiliki
sifat struktural, integratif dan medan. Semua sistem tersebut terdiri atas beberapa
sub-sistem yang saling bergantung dan bertindak bersama sebagai satu kesatuan.
Hubungan interpersonal dapat dilihat sebagai sistem dengan sifat-sifatnya. Untuk
dapat melihatnya secara menyeluruh, kita harus dapat melihat karakteristik setiap
individu yang terlibat dalam interaksi sosial dengan mempertimbangkan tujuan,
metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan serta permainan yang
dilakukan. Dengan kata lain, model ini merupakan gabungan dari model-model
sebelumnya yang melihat interaksi manusia secara menyeluruh.
Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan saja apa yang ia katakan,
tetapi juga keadaan dia sendiri. Pendengar juga akan memerhatikan siapa yang
mengatakan. Bahkan kadang-kadang unsur ‘siapa’ ini lebih penting dari unsur ‘apa’.
Terkadang unsur ‘siapa’ lebih penting daripada unsur ‘apa’.
Contoh :
Fatwa keagamaan dari seorang kiyai, petunjuk kesehatan dari seorang dokter,
perkembangan mode dari seorang perancang, atau uraian teknik belajar yang baik dari
seorang psikolog akan lebih kita dengar daripada yang dikemukakan oleh orang lain. Karena
unsur ‘siapa yang mengatakan’ ini menjadi penting bagi kita dengan pertimbangan orang
yang mengatakan dapat dipercaya sesuai latar yang dimilikinya, sesuai yang kita ketahui.
Sebaliknya kita sulit mempercayai petunjuk bertani yang baik dari seorang diplomat,
bimbingan penggunaan alat-alat kosmetik dari seorang ahli matematika, atau teknik
berumah tangga yang baik dari seorang bujangan. Padahal, mungkin mereka telah
membaca dan tahu lebih banyak sehingga bisa berbagi tentang informasi tersebut. Tapi
mengapa kita bisa ragu?
Aristoteles (filosof Yunani) menyebut karakter komunikasi tersebut sebagai ethos,
yang terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good
moral character and good will). Sementara Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility
yang terdiri dari 2 unsur, yaitu keahlian (expertise) dan dapat dipercaya (trustworthiness).
Nasihat dokter kita ikuti, karena doktr memiliki keahlian. Akan tetapi kata-kata pedagang
‘13
4
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang memuji barangnya sulit kita percayai, karena kita meragukan kejujurannya. Di sini
pedagang tidak memiliki trustworthiness. Dapat dilihat bagaimana pentingnya ethos pada
interaksi
interpersonal.
Hal
ini
akan
berkaitan
dengan
bagaimana
komunikator
menyampaikan pesan dan bagaimana pesan dipersepsikan oleh komunikan.
Dimensi-dimensi Ethos
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi efektivitas komunikator dalam interaksi
komunikasi, sebelum membahas faktor itu, terlebih dahulu akan dijelaskan pengaruh
komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Herbert C. Kelman
tentang 3 (tiga) hal yang memengaruhi komunikasi kita pada orang lain:
1. Internalisasi
2. Identifikasi
3. Ketundukan (compliance)
Internalisasi
Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu
sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran, atau anjuran
orang lain karena gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain itu berguna untuk memecahkan
masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita. Internalisasi
terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Misalnya kita berhenti
merokok, karena kita ingin memelihara kesehatan kita karena merokok tidak sesuai nilainilai yang kita anut. Dimensi ethos yang paling relevan dalam hal ini adalah kredibilitas, yaitu
keahlian komunikator atau kepercayaan kita pada komunikator.
Identifikasi
Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok
lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara
memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu.
Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri. Dalam identifikasi,
individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang lain. Dengan perkataan
lain, ia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Dengan mengatakan apa
yang ia katakan, melakukan apa yang ia akukan, mempercayai apa yang ia percayai,
individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya. Identifikasi
terjadi ketika anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tindak tanduk gurunya,
‘13
5
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
atau penggemar bertingkah dan berpakaian seperti bintang yang dikaguminya. Dimensi
ethos yang paling relevan dengan identifikasi ialah atraksi (daya tarik komunikator), akan
dibahas selanjutnya.
Ketundukan
Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia
berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok lain tersebut. Ia
ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya.
Dalam
ketundukan,
orang
menerima
perilaku
yang
dianjurkan
bukan
karena
mempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek
sosial yang memuaskan. Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut dipecat,
pegawai negeri yang masuk parpol tertentu karena kuatir diberhentikan, petani yang
menanam sawahnya karena ancaman pamong desa adalah salah satu contoh ketundukan
dan termasuk dalam dimensi ethos yang berkaitan dengan ketundukan ialah kekuasaan.
Melanjutkan pembahasan di atas, berikut ini akan dijelaskan beberapa dimensi ethos atau
faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator, yaitu ;
1) Kredibilitas
2) Atraksi
3) Kekuasaan
1. Kredibilitas
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan tantang sifat-sifat komunikator. Dari
definisi ini terkandung dua hal, yaitu : (1) kredibilitas adalah persepsi komunikan, jadi tidak
inheren dalam diri komunikator; (2) kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator
(disebut juga komponen-komponen kredibilitas).
Karena kredibilitas itu adalah masalah persepsi, berarti kredibilitas berubah bergantung
pada pelaku persepsi (yaitu komunikan), dan bergantung pula pada situasi, berikut ini
beberapa contoh yang dapat menjelaskan pernyataan di atas:

Anda mungkin memiliki kredibilitas di tengah teman-teman Anda, tetapi tidak
berarti apa-apa di hadapan pimpinan Anda di kantor.

Seorang manajer pemasaran begitu tinggi kredibilitasnya ketika berhadapan
dengan calon pembelinya, tetapi kredibilitasnya turun jika ia berada di hadapan
direktur perusahaannya.
‘13
6
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Seorang dokter mempunyai kredibilitas di tengah mahasiswanya, tetapi
kredibilitasnya turun ketika ia berada di tengah-tengah dokter spesialis bedah
jantung.
Dari contoh di atas tersebut, dapat diketahui bahwa kredibilitas tidak ada pada diri
komunikator, tetapi terletak pada persepsi si komunikan. Oleh karena itu, ia dapat berubah
atau diubah, terjadi atau dijadikan, bergantung pada konteks dan situasi. Kita dapat
menghadirkan “the man on the street” di ruangan kuliah dan mengumumkan pada
mahasiswa bahwa orang itu adalah doktor dalam ilmu komunikasi. Di sini kita membentuk
persepsi orang lain dengan deskripsi verbal. Kita juga dapat menurunkan kredibilitas
komunikator dengan memberinya pakaian-pakaian yang lusuh atau menyuruhnya
berperilaku yang menyebalkan. Di sini kita memanipulasi persepsi orang dengan petunjuk
nonverbal. Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikan tentang komunikator sebelum
ia melakukan komunikasinya disebut prior ethos.
Sumber komunikasi memperoleh prior ethos karena berbagai hal. Kita membentuk
gambaran tentang diri komunikator dari pengalaman langsung dengan komuniaktor itu, atau
dari pengalaman wakilan. Misalnya, karena sudah lama bergaul dengan dia dan sudah
mengenal integritas kepribadiannya atau karena kita sudah sering melihat atau
mendengarnya dalam media massa. Bisa juga kita membentuk prior ethos komunikator
dengan menghubungkannya pada kelompok rujukan orang itu, artinya kita meletakkannya
pada skema kognitif kita. Misalnya, anda akan tekun mendengarkan penceramah yang
diperkenalkan sebagai Kiyai Haji Doktor Iwan Sugiarta, karena gelar-gelar itu melahirkan
persepsi tentang kelompok yang mendalami ilmu agamanya. Pada umumnya penelitian
tentang kredibilitas berkenaan dengan prior ethos.
Faktor lain, selain persepsi dan topik yang dibahas, yang mempengaruhi kredibilitas
adalah faktor situasi. Pembicara pada media massa memiliki kredibilitas yang tinggi
dibandingkan dengan pembicara pada pertemuan RT. Begitu pula ceramah di hadapan
civitas akademica
suatu perguruan tinggi yang berstatus tinggi akan meningkatkan
kredibilitas penceramah. Sebaliknya penceramah yan semula memiliki kredibilitas yang
tinggi, akan hancur kredibilitasnya setelah ia berbicara pada situasi yang dipandang “kotor”,
atau di tengah-tengah kelompok yang dianggap berstatus rendah. Meskipun belum banyak
penelitian dilakukan tentang pengaruh situasi terhadap bagaimana komunikan membentuk
persepsi tentang komunikator, namun dapat diduga bahwa pada akhirnya kredibilitas
dipengaruhi oleh interaksi di antara berbagai faktor.
‘13
7
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Terdapat 2 (dua) komponen kredibilitas yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan komunikator
dalam hubungannya dengan topik yang dibicrakan. Komunikator yang dinilai tinggi
pad keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman,
atau terlatih. Sebaliknya komunikator yang dinilai rendah pad keahlian dianggap
tidak berpengalaman, tidak tahu, atau bodoh.

Kepercayaan adalah kesan komunikan tentang komunikator yang brkaitan dengan
wataknya. Apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis.
Atau apakah komunikator dinilai tidak jujur, lancung, suka menipu, tidk adil, dan tidak
etis.
Koehler, Annatol, dan Appelbaum (dalam Jalaluddin Rakhmat 2011) menambahkan 4
(empat) komponen kredibilitas sebagai berikut :

Dinamisme umumnya berkaitan dengan cara orang berkomunikasi. Komunikator
memiliki dinamisme bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas,
dan berani. Sebaliknya komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-ragu,
dan lemah. Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan
kepercayaan.

Sosiabilitas adalah kesan komunkate tentang komunikator sebagai orang yang
periang dan senang bergaul.

Koorientasi merupakan kesan komunikan komunikator sebagai orang yang mewakili
kelompok orang yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.

Karisma digunakan untuk menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki
komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikan seperti magnet menarik
benda-benda di sekitarnya.Tokoh-tokoh yang baik dan juga yang buruk/tidk baik,
memiliki karisma, bila iia memiliki pesona yang memukau para pengikutnya, yaitu
pesona yang tidak dapat dijelaskan secar objektif ilmiah. Tokoh-tokoh itu seperti
Kennedy, Nehru, Gandhi, Khomeini, Soekarno, dan sebagainya.
2. Atraksi
Terdapat faktor-faktor situasional yang mempengaruhi atraksi interpersonal seperti daya
tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Kita cenderung menyenangi orang-orang
yang tampan dan cantik, yang banyak kesamaannya dengan kita, dan yang memiliki
‘13
8
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kemampuan yang lebih dari kita. Atraksi fisik menyebabkan komunikator menjadi menarik,
dan karena menarik ia memiliki daya persuasif. Kita juga tertarik kepada seseorang karena
adanya beberapa kesamaan antara dia dengan kita.
Everest M. Rogers membedakan kondisi homophily dan heterophily. Homophily
adalah suatu kondisi di mana komunikator dan komunikan meraskan adanya kesamaan,
misalnya dalam hal status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, atau kepercayaan. Sementara
Heterophily adalah adanya perbedaan antara komunikator dan komunikan dalam hal status
sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan juga kepercayaan. Penelitian sosiologis, psikologis,
dan juga komunikasi membuktikan bahwa faktor-faktor kesamaan tersebut berpengaruh
terhadap efektivitas pesan-pesan yang disampaikan.
Karena itulah, komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai
dengan menegaskan adanya kesamaan antara dirinya dengan komunikan. Kenneth Burke,
seorang ahli retorika, menyebut upaya ini sebagai “strategy of identification”.
Simons menerangkan mengapa komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan
dengan komunikan cenderung berkomunikasi lebih efektif sebagai berikut :
-
Kesamaan
mempermudah
proses
penyandian/encoding,
yaitu
proses
menterjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan.
-
Kesamaan membantu membangun premis yang sama. Premis yang sama
mempermudah proses deduktif.
Artinya, bila kesamaan disposisional relevan
dengan topik persuasi, orng akan terpengaruh oleh komunikator. Misalnya, bila saya
menerangkan tentang paham sosialis religius pada anda, dan Anda adalah orang
yang senang dengan paham sosialis dan religius, maka komunikasi saya dengan
Anda akan efektif.
-
Kesamaan menyebabkan komunikan tertarik pada komunikator. Kita cenderung
menyukai orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan kita. Karena kita
tertarik pada komunikator, maka kita akan cenderung menerima gagasangagasnnya.
-
Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pad komunikator. Meskipun
tesis ini belum terbukti, akan tetapi Simons menunjukkan adanya hubungan positif
antara kesamaan dengan rasa percaya dan hormat, walaupun hubungan itu lemah.
3. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Seperti halnya kredibilitas dan
atraksi,
ketundukan
‘13
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
9
timbul
dari
antara
komuniaktor
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan
komunikan.
Kekuasaan
menyebabkan seseorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang
lain, karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting. French dan Raven (dalam
Jalaluddin Rakhmat 2011) mengemukakan jenis-jenis kekuasaan sebagai berikut :
 Kekuasaan Koersif (coersive power)
Yaitu menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau
memberikan hukuman pada komunikan. Ganjaran dan hukuman itu bisa bersifat
personal (misalnya benci dan kasih sayang) atau impersonal (kenaikan pangkat atai
pemecatan).
 Kekuasaan Keahlian (expert power)
Kekuasaan
ini
berasal
dari
pengatahuan,
pengalaman,
ketrampilan,
atau
kemampuan yang dimiliki komunikator. Misalnya dosen memiliki kekuasaan keahlian,
sehingga ia dapat menyuruh mahasiswanya menafsirkan suatu teori sesuai dengan
pemikirannya.
 Kekuasaan Informasional (informational power)
Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang
dimiliki oleh komunikator. Misalnya, seorang karyawan di bidang informatika memiliki
kekuasaan informasional ketika menyarankan kepada seorang pimpinan perusahaan
untuk membeli jenis komputer tertentu.
 Kekuasaan Rujukan ( referent power )
Di sini komunikan menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai
dirinya. Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan apabila ia berhasil
menanamkan kekaguman pada komunikan, sehingga seluruh perilakunya diteladani.
 Kekuasaan Legal (legitimate power).
Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan atau norma yang menyebabkan
komunikator berwenang untuk melakukan suatu tindakan. Contoh kekuasaan legal
itu adalah rektor, dekan, direktur, kepala bagian di perusahaan, dan sebagainya.
‘13
10
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Aw, S. (2010). Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu
Bungin, B. (2006). Sosiologi Komunikasi. Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana
Dani Vardiansyah. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia
Fudyartanta, K. (2011). Psikologi Umum 1&2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Haryanto, D., & Nugrohadi, E. (2011). Pengantar Sosiologi Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher
Pearce, B. W. (1989). Communication and the Human Condition. Illinois: Southern Illinois
University Press.
Rakhmat, J. (2001). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Vivian, J. (2007). The Mass of Media Communication. Boston: Allyn and Bacon
‘13
11
Psikologi Komunikasi
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download