MODUL PERKULIAHAN PSIKOLOGI KOMUNIKASI Psikologi Komunikator Fakultas Program Studi FIKOM ADVERTISING & MARKETING COMMUNICATION Tatap Muka 08 Kode MK Disusun Oleh MELLY RIDARYANTHI S.S., M.Soc.Sc. Abstract Kompetensi Modul ini berisi materi psikologi komunikator Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami faktor-faktor dalam diri komunikator untuk mencapai komunikasi yang efektif HUBUNGAN INTERPERSONAL Komunikasi yang efektif ditandai dengan terwujudnya hubungan baik antara para individu yang terlibat. Kegagalan komunikasi bisa terjadi berupa tidak tersampaikannya pesan dengan baik (kegagalan komunikasi sekunder), efeknya bisa fatal yaitu rusaknya hubungan antara individu. Seperti telah dibahas pada modul-modul sebelumnya, bahwa ketika seseorang menyampaikan pesan, bukan hanya sekedar memastikan bahwa pesan bisa sampai kepada pihak lain. Tetapi, bagaimana hubungan antara pengirim dan penerima pesan dapat terjalin dengan baik, bahkan di antara mereka yang tidak saling kenal sekalipun. Jadi, komunikasi itu tidak hanya dilihat sebagai proses penyampaian pesan semata, namun juga tentang bagaimana pesan tersampaikan dan hubungan terjalin dengan baik. Every communication has a content and a relationship aspect such that the latter classifies the former and is therefore metacommunications (Waulawick et al 1967 dalam Jalaluddin Rakhmat 2011: 117) Memahami bagaimana proses komunikasi interpersonal terjadi menuntut pemahaman hubungan simbiotis antara komunikasi dengan perkembangan relasional: komunikasi memengaruhi perkembangan relasional, dan pada gilirannya, perkembangan relasional memengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut. Berikut ini akan dibahas beberapa teori yang mendasari proses komunikasi interpersonal: (1) Model Pertukaran Sosial Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang; orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Setiap inidividu, dianggap, secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Ganjaran, biaya, laba dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini. Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Biaya adalah akibat yang dinilai negatif, yang terjadi dalam suatu hubungan. Sementara Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Jika dalam ‘13 2 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id suatu hubungan seseorang tidak merasa “untung”, maka dia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan “keuntungan”. (2) Model Peranan Model ini melihat hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Pada model ini, setiap individu memerankan peranan yang berbeda-beda sesuai dengan “cerita” yang dibuat masyarakat. Individu akan memiliki hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan beberapa hal berikut: - ekspektasi peranan (role expectation): kewajiban, tugas dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok - tuntutan peranan (role demands): desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya. Desakan sosial dapat berwujud sebagai sanksi sosial dan dikenakan bila individu menyimpang dari peranannya - memiliki keterampilan peran (role skills): kemampuan memainkan peranan tertentu; kadang disebut sebagai kompetensi sosial. Di sini biasa dibedakan antara keterampilan kognitif dan keterampilan tindakan. Keterampilan kognitif merujuk pada kemampuan individu untuk mempersepsi apa yang diharapkan orang lain dari dirinya—ekspektasi peranan. Sementara keterampilan tindakan menunjukkan adanya kemampuan melaksanakan peranan sesuai dengan harapan. - terhindar dari konflik peranan dan kerancuan peranan: konflik peranan terjadi bila individu tidak sanggup mempertemukan berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif; misalnya wanita muda yang dalam waktu bersamaan memerankan peranan istri dan ibu sekaligus. Di sinilah terjadi kerancuan peranan, ketika situasi menyebabkan ekspektasi peranan tidak jelas baginya. (3) Model Permainan Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan yang terdiri dari tiga bagian kepribadian manusia—orangtua, orang dewasa dan anak. Orangtua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita. Orang dewasa adalah bagian kepribadianyang mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi, dan biasanya berkenaan dengan masalah penting yang memerlukan pengambilan keputusan secara sadar. Sementara anak adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan. ‘13 3 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Coba Anda ingat-ingat, bagaimana Anda menempatkan diri pada saat di kantor, saat berada di antara teman-teman, saat di rumah, pada saat sakit dan pada masa-masa bahagia. Apakah Anda memainkan peranan yang sama? (4) Model Interaksional Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem yang memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Semua sistem tersebut terdiri atas beberapa sub-sistem yang saling bergantung dan bertindak bersama sebagai satu kesatuan. Hubungan interpersonal dapat dilihat sebagai sistem dengan sifat-sifatnya. Untuk dapat melihatnya secara menyeluruh, kita harus dapat melihat karakteristik setiap individu yang terlibat dalam interaksi sosial dengan mempertimbangkan tujuan, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan serta permainan yang dilakukan. Dengan kata lain, model ini merupakan gabungan dari model-model sebelumnya yang melihat interaksi manusia secara menyeluruh. Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan saja apa yang ia katakan, tetapi juga keadaan dia sendiri. Pendengar juga akan memerhatikan siapa yang mengatakan. Bahkan kadang-kadang unsur ‘siapa’ ini lebih penting dari unsur ‘apa’. Terkadang unsur ‘siapa’ lebih penting daripada unsur ‘apa’. Contoh : Fatwa keagamaan dari seorang kiyai, petunjuk kesehatan dari seorang dokter, perkembangan mode dari seorang perancang, atau uraian teknik belajar yang baik dari seorang psikolog akan lebih kita dengar daripada yang dikemukakan oleh orang lain. Karena unsur ‘siapa yang mengatakan’ ini menjadi penting bagi kita dengan pertimbangan orang yang mengatakan dapat dipercaya sesuai latar yang dimilikinya, sesuai yang kita ketahui. Sebaliknya kita sulit mempercayai petunjuk bertani yang baik dari seorang diplomat, bimbingan penggunaan alat-alat kosmetik dari seorang ahli matematika, atau teknik berumah tangga yang baik dari seorang bujangan. Padahal, mungkin mereka telah membaca dan tahu lebih banyak sehingga bisa berbagi tentang informasi tersebut. Tapi mengapa kita bisa ragu? Aristoteles (filosof Yunani) menyebut karakter komunikasi tersebut sebagai ethos, yang terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral character and good will). Sementara Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari 2 unsur, yaitu keahlian (expertise) dan dapat dipercaya (trustworthiness). Nasihat dokter kita ikuti, karena doktr memiliki keahlian. Akan tetapi kata-kata pedagang ‘13 4 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id yang memuji barangnya sulit kita percayai, karena kita meragukan kejujurannya. Di sini pedagang tidak memiliki trustworthiness. Dapat dilihat bagaimana pentingnya ethos pada interaksi interpersonal. Hal ini akan berkaitan dengan bagaimana komunikator menyampaikan pesan dan bagaimana pesan dipersepsikan oleh komunikan. Dimensi-dimensi Ethos Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi efektivitas komunikator dalam interaksi komunikasi, sebelum membahas faktor itu, terlebih dahulu akan dijelaskan pengaruh komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Herbert C. Kelman tentang 3 (tiga) hal yang memengaruhi komunikasi kita pada orang lain: 1. Internalisasi 2. Identifikasi 3. Ketundukan (compliance) Internalisasi Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain karena gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain itu berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita. Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Misalnya kita berhenti merokok, karena kita ingin memelihara kesehatan kita karena merokok tidak sesuai nilainilai yang kita anut. Dimensi ethos yang paling relevan dalam hal ini adalah kredibilitas, yaitu keahlian komunikator atau kepercayaan kita pada komunikator. Identifikasi Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri. Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang lain. Dengan perkataan lain, ia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Dengan mengatakan apa yang ia katakan, melakukan apa yang ia akukan, mempercayai apa yang ia percayai, individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya. Identifikasi terjadi ketika anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tindak tanduk gurunya, ‘13 5 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id atau penggemar bertingkah dan berpakaian seperti bintang yang dikaguminya. Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi ialah atraksi (daya tarik komunikator), akan dibahas selanjutnya. Ketundukan Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok lain tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya. Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan. Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut dipecat, pegawai negeri yang masuk parpol tertentu karena kuatir diberhentikan, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong desa adalah salah satu contoh ketundukan dan termasuk dalam dimensi ethos yang berkaitan dengan ketundukan ialah kekuasaan. Melanjutkan pembahasan di atas, berikut ini akan dijelaskan beberapa dimensi ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator, yaitu ; 1) Kredibilitas 2) Atraksi 3) Kekuasaan 1. Kredibilitas Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan tantang sifat-sifat komunikator. Dari definisi ini terkandung dua hal, yaitu : (1) kredibilitas adalah persepsi komunikan, jadi tidak inheren dalam diri komunikator; (2) kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator (disebut juga komponen-komponen kredibilitas). Karena kredibilitas itu adalah masalah persepsi, berarti kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi (yaitu komunikan), dan bergantung pula pada situasi, berikut ini beberapa contoh yang dapat menjelaskan pernyataan di atas: Anda mungkin memiliki kredibilitas di tengah teman-teman Anda, tetapi tidak berarti apa-apa di hadapan pimpinan Anda di kantor. Seorang manajer pemasaran begitu tinggi kredibilitasnya ketika berhadapan dengan calon pembelinya, tetapi kredibilitasnya turun jika ia berada di hadapan direktur perusahaannya. ‘13 6 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Seorang dokter mempunyai kredibilitas di tengah mahasiswanya, tetapi kredibilitasnya turun ketika ia berada di tengah-tengah dokter spesialis bedah jantung. Dari contoh di atas tersebut, dapat diketahui bahwa kredibilitas tidak ada pada diri komunikator, tetapi terletak pada persepsi si komunikan. Oleh karena itu, ia dapat berubah atau diubah, terjadi atau dijadikan, bergantung pada konteks dan situasi. Kita dapat menghadirkan “the man on the street” di ruangan kuliah dan mengumumkan pada mahasiswa bahwa orang itu adalah doktor dalam ilmu komunikasi. Di sini kita membentuk persepsi orang lain dengan deskripsi verbal. Kita juga dapat menurunkan kredibilitas komunikator dengan memberinya pakaian-pakaian yang lusuh atau menyuruhnya berperilaku yang menyebalkan. Di sini kita memanipulasi persepsi orang dengan petunjuk nonverbal. Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikan tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasinya disebut prior ethos. Sumber komunikasi memperoleh prior ethos karena berbagai hal. Kita membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalaman langsung dengan komuniaktor itu, atau dari pengalaman wakilan. Misalnya, karena sudah lama bergaul dengan dia dan sudah mengenal integritas kepribadiannya atau karena kita sudah sering melihat atau mendengarnya dalam media massa. Bisa juga kita membentuk prior ethos komunikator dengan menghubungkannya pada kelompok rujukan orang itu, artinya kita meletakkannya pada skema kognitif kita. Misalnya, anda akan tekun mendengarkan penceramah yang diperkenalkan sebagai Kiyai Haji Doktor Iwan Sugiarta, karena gelar-gelar itu melahirkan persepsi tentang kelompok yang mendalami ilmu agamanya. Pada umumnya penelitian tentang kredibilitas berkenaan dengan prior ethos. Faktor lain, selain persepsi dan topik yang dibahas, yang mempengaruhi kredibilitas adalah faktor situasi. Pembicara pada media massa memiliki kredibilitas yang tinggi dibandingkan dengan pembicara pada pertemuan RT. Begitu pula ceramah di hadapan civitas akademica suatu perguruan tinggi yang berstatus tinggi akan meningkatkan kredibilitas penceramah. Sebaliknya penceramah yan semula memiliki kredibilitas yang tinggi, akan hancur kredibilitasnya setelah ia berbicara pada situasi yang dipandang “kotor”, atau di tengah-tengah kelompok yang dianggap berstatus rendah. Meskipun belum banyak penelitian dilakukan tentang pengaruh situasi terhadap bagaimana komunikan membentuk persepsi tentang komunikator, namun dapat diduga bahwa pada akhirnya kredibilitas dipengaruhi oleh interaksi di antara berbagai faktor. ‘13 7 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Terdapat 2 (dua) komponen kredibilitas yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicrakan. Komunikator yang dinilai tinggi pad keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih. Sebaliknya komunikator yang dinilai rendah pad keahlian dianggap tidak berpengalaman, tidak tahu, atau bodoh. Kepercayaan adalah kesan komunikan tentang komunikator yang brkaitan dengan wataknya. Apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis. Atau apakah komunikator dinilai tidak jujur, lancung, suka menipu, tidk adil, dan tidak etis. Koehler, Annatol, dan Appelbaum (dalam Jalaluddin Rakhmat 2011) menambahkan 4 (empat) komponen kredibilitas sebagai berikut : Dinamisme umumnya berkaitan dengan cara orang berkomunikasi. Komunikator memiliki dinamisme bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Sebaliknya komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-ragu, dan lemah. Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan. Sosiabilitas adalah kesan komunkate tentang komunikator sebagai orang yang periang dan senang bergaul. Koorientasi merupakan kesan komunikan komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok orang yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita. Karisma digunakan untuk menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikan seperti magnet menarik benda-benda di sekitarnya.Tokoh-tokoh yang baik dan juga yang buruk/tidk baik, memiliki karisma, bila iia memiliki pesona yang memukau para pengikutnya, yaitu pesona yang tidak dapat dijelaskan secar objektif ilmiah. Tokoh-tokoh itu seperti Kennedy, Nehru, Gandhi, Khomeini, Soekarno, dan sebagainya. 2. Atraksi Terdapat faktor-faktor situasional yang mempengaruhi atraksi interpersonal seperti daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Kita cenderung menyenangi orang-orang yang tampan dan cantik, yang banyak kesamaannya dengan kita, dan yang memiliki ‘13 8 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kemampuan yang lebih dari kita. Atraksi fisik menyebabkan komunikator menjadi menarik, dan karena menarik ia memiliki daya persuasif. Kita juga tertarik kepada seseorang karena adanya beberapa kesamaan antara dia dengan kita. Everest M. Rogers membedakan kondisi homophily dan heterophily. Homophily adalah suatu kondisi di mana komunikator dan komunikan meraskan adanya kesamaan, misalnya dalam hal status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, atau kepercayaan. Sementara Heterophily adalah adanya perbedaan antara komunikator dan komunikan dalam hal status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan juga kepercayaan. Penelitian sosiologis, psikologis, dan juga komunikasi membuktikan bahwa faktor-faktor kesamaan tersebut berpengaruh terhadap efektivitas pesan-pesan yang disampaikan. Karena itulah, komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan adanya kesamaan antara dirinya dengan komunikan. Kenneth Burke, seorang ahli retorika, menyebut upaya ini sebagai “strategy of identification”. Simons menerangkan mengapa komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikan cenderung berkomunikasi lebih efektif sebagai berikut : - Kesamaan mempermudah proses penyandian/encoding, yaitu proses menterjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan. - Kesamaan membantu membangun premis yang sama. Premis yang sama mempermudah proses deduktif. Artinya, bila kesamaan disposisional relevan dengan topik persuasi, orng akan terpengaruh oleh komunikator. Misalnya, bila saya menerangkan tentang paham sosialis religius pada anda, dan Anda adalah orang yang senang dengan paham sosialis dan religius, maka komunikasi saya dengan Anda akan efektif. - Kesamaan menyebabkan komunikan tertarik pada komunikator. Kita cenderung menyukai orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan kita. Karena kita tertarik pada komunikator, maka kita akan cenderung menerima gagasangagasnnya. - Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pad komunikator. Meskipun tesis ini belum terbukti, akan tetapi Simons menunjukkan adanya hubungan positif antara kesamaan dengan rasa percaya dan hormat, walaupun hubungan itu lemah. 3. Kekuasaan Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Seperti halnya kredibilitas dan atraksi, ketundukan ‘13 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. 9 timbul dari antara komuniaktor Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dan komunikan. Kekuasaan menyebabkan seseorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting. French dan Raven (dalam Jalaluddin Rakhmat 2011) mengemukakan jenis-jenis kekuasaan sebagai berikut : Kekuasaan Koersif (coersive power) Yaitu menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau memberikan hukuman pada komunikan. Ganjaran dan hukuman itu bisa bersifat personal (misalnya benci dan kasih sayang) atau impersonal (kenaikan pangkat atai pemecatan). Kekuasaan Keahlian (expert power) Kekuasaan ini berasal dari pengatahuan, pengalaman, ketrampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator. Misalnya dosen memiliki kekuasaan keahlian, sehingga ia dapat menyuruh mahasiswanya menafsirkan suatu teori sesuai dengan pemikirannya. Kekuasaan Informasional (informational power) Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator. Misalnya, seorang karyawan di bidang informatika memiliki kekuasaan informasional ketika menyarankan kepada seorang pimpinan perusahaan untuk membeli jenis komputer tertentu. Kekuasaan Rujukan ( referent power ) Di sini komunikan menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan apabila ia berhasil menanamkan kekaguman pada komunikan, sehingga seluruh perilakunya diteladani. Kekuasaan Legal (legitimate power). Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan atau norma yang menyebabkan komunikator berwenang untuk melakukan suatu tindakan. Contoh kekuasaan legal itu adalah rektor, dekan, direktur, kepala bagian di perusahaan, dan sebagainya. ‘13 10 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id DAFTAR PUSTAKA Aw, S. (2010). Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu Bungin, B. (2006). Sosiologi Komunikasi. Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Dani Vardiansyah. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia Fudyartanta, K. (2011). Psikologi Umum 1&2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Haryanto, D., & Nugrohadi, E. (2011). Pengantar Sosiologi Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher Pearce, B. W. (1989). Communication and the Human Condition. Illinois: Southern Illinois University Press. Rakhmat, J. (2001). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Vivian, J. (2007). The Mass of Media Communication. Boston: Allyn and Bacon ‘13 11 Psikologi Komunikasi Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id