THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta KOMPETENSI DAN MODEL PEMBELAJARAN YANG DIINGINKAN MAHASISWA DALAM PERKULIAHAN KETERAMPILAN MENULIS Khabib Sholeh FKIP, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsi kompetensi yang paling dibutuhkan mahasiswa dalam pembelajaran menulis dan kecenderungan model kegiatan belajar-mengajar yang diinginkannya dalam perkuliahan menulis. Penelitian ini berbentuk penelitian survei yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan data baik berupa informasi, pendapat atau karakterstik dari sekelompok responden yang representatif. Penelitian dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Purworejo dan Universitas Negeri Tidar Magelang pada semester genap tahun 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara. Teknik ini dirancang untuk memperoleh data tentang kesulitan mahasiswa selama kegiatan pembelajaran menulis berlangsung. Di samping itu, digunakan juga teknik open ended question yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban responen secara terbuka atau menggunakan kalimat sendiri. Agar jawaban responden lebih konseptual sesuai dengan self-concept masing-masing individu digunakan pula skala likert. Kompetensi yang paling dibutuhkan mahasiswa dalam pembelajaran bahasa adalah keterampilan menulis. Mereka beralasan bahwa keterampilan menulis lebih dekat dengan kebutuhan mereka untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Berdasarkan hasil survei, bahan perkuliahan yang diminati mahasiswa di Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesi adalah menulis (67%) yang meliputi: menulis makalah (78%), proposal penelitian (76%), tulisan ilmiah (70%), laporan buku (62%), pengembangan alinea (55%), resensi buku (48%), dan artikel opini di media masa (48%). Berdasarkan survei 160 responden, menunjukkan kecenderungan model pembelajaran berbasis kegiatan mahasiswa dalam kuliah yang diinginkan. Mereka lebih suka belajar dengan latihan praktis (58%), penjelasan teoritis (0.80), dan sisanya (42,2%) menginginkan penjelasan teoritis yang diikuti oleh latihan praktis. Hal ini sesuai dengan formulir evaluasi yang dianggap ideal oleh mahasiswa dalam mengukur kemampuan bahasa dan penalaran kemampuan intelektual. Sikap dan keterampilan kritis-analitis dalam menginterpretasikan teks hendaknya menjadi tujuan utama pembelajaran bahasa khususnya dalam pengembangan literasi. Untuk itu, pembelajaran menulis mestinya banyak dilakukan dengan latihan praktis yang diajarkan sebagai proses bukan sebagai konten. Kata Kunci: kompetensi, model pembelajaran, keterampilan menulis PENDAHULUAN Keberagaman kemampuan dan kecerdasan mahasiswa selalu terjadi di dalam kelas. Hal ini berarti bahwa para pengajar perlu untuk mempersiapkan pembelajaran yang komprehensif. Para pengajar seharusnya dapat mengembangkan ide-ide pelajaran, mengorganisasikan kelas sesuai deng tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran bahasa, bukan saja harus dipilih sesuai dengan urgensi kebutuhan THE 5TH URECOL PROCEEDING mahasiswa melainkan juga perlu dipikirkan model pembelajarannya yang dapat mengantarkan mereka pada pencapaian tujuan utamanya. Keterampilan menulis menjadi muatan akhir yang paling penting dikuasai mahasiswa. Pertanyaannya adalah kompetensi menulis yang bagaimanakah yang harus dilatihkan dan difokuskan pada pendidikan tinggi? Model pembelajaran menulis yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan kemampuan literasi peserta 797 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 didik yang sesuai dengan keperluannya, terutama dalam menunjang studinya? Model pembelajaran menulis harus mendorong peserta didik pada kemampuan literasi yang tinggi yang didukung oleh kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta kemampuan memecahkan masalah. Dengan demikian, diharapkan mereka dapat merespon secara positif setiap kesempatan dan tantangan yang ada serta mampu mengelola permasalahan untuk kepentingan kehidupan. Peran sentral kemampuan menulis dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional mahasiswa tidak diragukan lagi. Pembekalan menulis di pendidikan tinggi merupakan penunjang keberhasilan mahasiswa dalam studi. Oleh karena itu, pembelajaran menulis diharapkan dapat membantu mahasiswa mengenali dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, memiliki kemampuan berpikir analitis, imajinatif, kritis, dan kreatif. Menurut Alwasilah (2000:148-149) terdapat kesalahan dalam pembelajaran bahasa dewasa ini. Kesalahan tersebut, yakni pembelajaran bahasa yang terlampau berkonsentrasi pada empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) yang mengabaikan dari fungsi bahasa sebagai alat berpikir. Menurutnya, pembelajaran bahasa seharusnya diniati sebagai upaya pembangunan literasi kritis, yang meliputi sikap dan keterampilan kritis-analitis dalam memahami dan menginterpretasikan teks ujaran maupun tulis. Kegiatan baca-tulis (literasi) kritis tidak hanya mengajari mahasiswa menguasai kemampuan dasar, seperti memahami, memprediksi, dan meringkas tetapi melatih mereka menjadi pengguna bahasa yang kritis dalam berbagai konteks dalam memahami informasi yang diterimanya. Ironis, apabila pendidik memberikan berbagai pengetahuan dan keterampilan bahasa secara informatif dan memisahkan berbagai keterampilan berbahasa yang seharusnya diberikan secara terpadu dan alamiah. Bahasa merupakan seperangkat kebiasaan dan menuntut pengembangan secara kontekstual, sehingga secara alamiah akan terjadi pembelajaran secara terpadu. THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta Kontekstual dalam pemakaian maupun dalam penggunaan seluruh aspek kebahasaan. Pembelajaran kontekstual mendorong konteks keterpaduan secara global dan terbebas dari keterasingan, meskipun proses terjadi dalam berbagai lintas ilmu, lintas lingkungan. Dengan demikian, diharapkan berbagai keterampilan berbahasa berkembang secara integral dalam keberartian alamiah, imparsial, menjadi keterampilan yang utuh. Sebaliknya, bila diberikan secara terpisah dan penekanan antaraspek, ia akan kehilangan makna. Model pembelajaran yang dikembangkan sebenarnya telah tumbuh subur dari tahun ke tahun dan karena dukungan materi pula, seperti media cetak dan elektronik, model-model tersebut kemudian menjadi lebih beragam dibandingkan sebelumnya. Akan tetapi, dalam sejarah perkembangannya di bidang pendidikan ternyata mendapat kritikan cukup pedas. Ada problem serius yang melanda hasil belajar peserta didik saat ini. Salah satu problem tersebut ditandai oleh data yang menyebutkan bahwa peserta didik tidak bisa membaca dan menulis secara efektif. Bagaimana hal ini bisa terjadi, sedangkan strategi dan sumber pembelajaran sudah dikembangkan dengan baik? Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah mengidentifkasi materi dan mengevaluasi model pembelajaran menulis yang diminati mahasiswa. Menulis lebih dari sekedar persoalan tata bahasa dan tanda baca. Menulis merupakan suatu cara untuk membantu mahasiswa meningkatkan pengetahuannya. Menulis adalah suatu kegiatan intelektual yang mensyaratkan peserta didik mencurahkan pikirannya, mempertajam kemampuan analisisnya, dan membuat perbedaan yang akurat dan valid [”...complex intellectual activity that requires students to stretch their minds, sharpen their analytical capabilities, and make accurate and valid distintions”] (National Writing Project 2003). Berdasarkan definisi tersebut secara mudah dapat dipahami bahwa pembelajaran menulis adalah kegiatan yang menantang 798 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 dan karena itu semestinya tidak diajarkan sebagai konten melainkan sebagai proses. Mendefinisikan dan menjelaskan proses menulis tidak mudah karena pada dasarnya menulis bukan proses yang linier. Menurut Murray (1985) menulis adalah berpikir, bukan suatu tindakan yang terjadi setelah berpikir dilakukan. Menulis seharusnya menjadi media untuk mengeksplorasi dunia masing-masing, suatu usaha untuk menemukan makna, yang boleh jadi terbagi atau tidak terbagi dengan orang lain. Murray selanjutnya membahas perlunya para penulis pemula diajari proses menulis yang digunakan Murray antara lain persiapan menulis, atau mengumpulkan informasi, menulis draf pertama---lalu draf kedua, ketiga, keempat---sampai penulis merasa puas dengan pesan, merevisi setiap draf agar lebih jelas dan lebih bermakna. Dia juga menekankan perlunya orang lain untuk membaca naskah dan juga perlunya penyuntingan dengan cara mengulas lembar demi lembar sebagaimana layaknya yang dilakukan pembaca. Berbeda dengan Murray yang mengemukakan pandangan filosofis terhadap proses menulis, Graves (2001) mengajukan sudut pandang sebagai pendidik. Dalam karyanya Graves mengembangkan beberapa strategi untuk membantu peserta didik menulis sebuah komposisi. Langkah pertama adalah mengeksplorasi topik-topik yang mungkin dengan membuat daftar dan draf beberapa kalimat tentangnya. Langkah ini mungkin menyita waktu bagi sebagaian peserta didik untuk menemukan sebuah topik. Setelah menemukan topik, mereka mulai menulis draf tulisan masing-masing di mana gagasan-gagasan muncul dan mungkin dikembangkan atau dibuang. Pendidik bekerja dengan individu-individu atau dengan kelompok-kelompok kecil untuk membahas kemajuan, masalah, dan pemecahannya dengan menyelenggarakan pertemuan berkala. Revisi, atau memahami kembali teks, mungkin muncul dalam diskusi, dalam diskusi antarsiswa, atau dalam sesi bekerja mandiri. Dalam kajian meta-analisis terhadap hasil kajian tentang pembelajaran menulis serta dampaknya terhadap kinerja THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta mahasiswa, Hillocks (1987) menyimpulkan bahwa memfokuskan pembelajaran pada tata bahasa tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan mutu tulisan peserta didik; bahkan pendekatan yang berlebih-lebihan terhadap mekanik dan penggunaan kata-kata justru menghilangkan mutu tulisan siswa secara keseluruhan. Dengan menggambarkan penulisan sebagai suatu tugas kompleks yang berat, Hillocks mencatat beberapa strategi yang dapat membantu meningkatkan mutu tulisan peserta didik. Strategi yang paling membantu adalah pembelajaran menggabungkan kalimat, menggunakan skala dan kriteria untuk panduan revisi, kegiatan-kegiatan inkuiri yang melibatkan pengamatan dan penulisan, dan penggunaan proses penulisan untuk menyusun sebuah komposisi. Hillocks menjelaskan bahwa pengetahuan yang paling bermanfaat bagi penulis pemula adalah pengetahuan prosedural dengan membantu penulispenulis muda memahami prosedur umum proses menyusun komposisi, prosedur khusus pembuatan wacana, dan proses transformasi data ke dalam tulisan. METODE PENELITIAN Penelitian ini berbentuk penelitian survei yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan data baik berupa informasi, pendapat atau karakterstik dari sekelompok responden yang representatif. Berdasarkan lingkup dan fokus penelitian ini termasuk survei sensus yaitu penelitian survei yang melibatkan seluruh populasi dalam penelitian. Penelitian dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Purworejo dan Universitas Tidar Magelang pada semester genap tahun 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara. Teknik ini dirancang untuk memperoleh data tentang kesulitan-kesulitan mahasiswa selama kegiatan pembelajaran menulis berlangsung. Butir-butir pertanyaan yang digunakan tidak dirancang secara khusus karena butir-butir yang hendak ditanyakan dalam wawancara bersifat situasional. Di samping itu, digunakan juga teknik open ended question yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban responen secara terbuka atau menggunakan kalimat sendiri. 799 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 Digunakan juga skala likert agar jawaban responden lebih konseptual sesuai dengan self-concept masing-masing individu. Selama penelitian berlangsung, penulis menekankan pada dua aspek yaitu mengidentifkasi materi dan mengevaluasi model pembelajaran menulis yang diminati mahasiswa. menempati prioritas kompetensi ketiga dan keempat. Mereka beralasan bahwa kedua jenis keterampilan menulis ini terasa asing bagi mahasiswa karena kedua istilah ini tidak banyak digunakan pendidik dalam kegiatan pembelajaran. Di samping itu mereka juga beralasan bahwa tugas laporan buku dianggap ringan karena dikerjakan secara bersama-sama sehingga secara individu tidak terlalu membebani. Sementara itu, jenis tulisan pengembangan alinea dianggapnya sebagai materi pembelajaran menulis yang rumit dan sulit dipahami. Mereka menggap kompetensi ini dibutuhkan setelah jenis keterampilan yang lain dapat dilalui atau dikuasai. Resensi buku adalah materi pembelajaran menulis yang skala prioritasnya paling rendah, mahasiswa berpendapat bahwa materi pembelajaran ini kurang menantang dan nilai kebermaknaannya rendah karena untuk mengerjakan tugas ini membutuhkan waktu yang lama. Berdasarkan studi awal dapat dikemukakan bahwa kebutuhan mahasiswa untuk mata kuliah menulis sangat tinggi. Sebanyak 91% menyatakan mata kuliah menulis perlu dan penting bagi mahasiswa di perguruan tinggi meskipun menulis secara formal sudah mereka pelajari sejak di bangku pendidikan dasar sampai sekolah menengah. Alasan yang dikemukakannya antara lain (a) kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar masih rendah, (b) diperlukannya pembekalan yang berkaitan dengan kegiatan tulis-menulis akademik, dan (c) memupuk kebanggaan berbangsa dan rasa nasionalisme. Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang paling diperlukan mahasiswa. Namun demikian, selama ini pembelajaran mata kuliah menulis belum berperan secara maksimal dalam meningkatkan kemampuan berbahasa. Kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain (a) lemahnya motivasi mahasiswa, (b) kurangnya koordinasi antardosen, khususnya dosen keterampilan berbahasa, dan (c) belum adanya analisis kebutuhan mahasiswa dalam pelaksanaan program ini. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil penelitian dan pembahasan disajikan dalam dua aspek yaitu aspek kebutahan keterampilan berbahasa dan model pembelajaran yang diinginkan mahasiswa dalam mengikuti kuliah keterampilan menulis. 1. Aspek Kebutuhan Keterampilan Berbahasa Kompetensi yang paling dibutuhkan mahasiswa dalam pembelajaran bahasa adalah keterampilan menulis. Mereka beralasan bahwa keterampilan menulis lebih dekat dengan kebutuhan mereka untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut ini disajikan perbandingan skor hasil survei keterampilan berbahasa. Berdasarkan hasil survei, bahan perkuliahan yang diminati mahasiswa di Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesi: (1) menulis (67%) yang meliputi: menulis makalah (78%), proposal penelitian (76%), tulisan ilmiah (70%), laporan buku (62%), pengembangan alinea (55%), resensi buku (48%), dan artikel opini di media masa (48%); (2) membaca (54%) yang meliputi: membaca cepat dan efektif (64%) dan membaca tulisan ilmiah (46%); (3) berbicara/bercakap-cakap (48%) yang meliputi: bagaimana berseminar (59%) dan berpidato (48%); (4) menyimak (40%). Skala prioritas kompetensi menulis adalah menulis makalah. Mereka beralasan bahwa hampir setiap mata kuliah memberikan tugas akhirnya dengan menulis makalah, Selanjutnya kompetensi menulis proposal penelitian, materi ini mereka anggap cukup penting segera dikuasai karena berhubungan dengan tugas akhir kuliah. Keterampilan menulis yang lain seperti tulisan ilmiah dan laporan buku THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta 800 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 Kebutuhan bahan ajar yang diminati mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dengan penilaian menulis (3,30) dengan memanfaatkan referensi untuk mendukung opini, menemukan solusi terhadap suatu masalah yang akan dipecahkan, menerapkan teknikteknik pengembangan paragraf, dan menggunaan ejaan dan tanda baca secara benar. Keterampilan membaca (3,20) dengan menemukan gagasan utama dan gagasan penjelas, mengidentifikasi fakta dan opini, dan mengidentifikasi informasi penting dari bacaan secara tepat dan cepat. Keterampilan produktif berbicara/bercakap-cakap (3,30) dengan mengemukakan gagasan suatu permasalahan disertai alasan yang relevan dan menyampaikan gagasan dengan runtun, gaya yang menarik, dan komunikatif. Sementara itu menyimak (3,20) dengan menilai ketepatan opini dan kelogisan alasan-alasan dari informasi yang didengar dan merespon informasi yang didengar berdasarkan pada kejelasan berpikir dan penalaran yang logis. Berdasarkan temuan tersebut, hierarki kebutuhan mahasiswa dalam pembelajaran bahasa lebih bertumpu pada aspek keterampilan berbahasa dengan urutan berbicara-menulis-menyimakmembaca. dapat dijadikan cara dosen untuk menyesuaikan gaya mengajar dengan gaya belajar mahasiswa. Materi pembelajaran harus bermakna juga diinginkan oleh sebagaian besar mahasiswa. Mereka berpendapat bahwa pembelajaran perlu dimulai dari pengalaman, lingkungan alamiah, dan dimulai dengan menyajikan masalah. Sementara itu, agar pembelajaran dapat mengesankan dan berhikmah, aspek emosi mahasiswa perlu diperhatikan. Mahasiswa berharap ada kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menyajikan materi yang sulit menjadi mudah, berorientasi pada proses dan hasil yang mengesankan. Peserta didik (mahasiswa) hendaknya juga ditempatkan sebagai sumber belajar yang bernilai dengan melibatkannya dalam mengidentifikasi kebutuhan, tujuan, langkah-langkah, dan menilai kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran perlu (4,01) berorientasi pada kebutuhan, mendorong mahasiswa memikirkan, mempelajari, dan melakukan. Di samping itu, berdasarkan hasil riset juga ditemukan kecenderungan model kegiatan belajar-mengajar yang diinginkan mahasiswa dalam perkuliahan menulis karya ilmiah. Mereka lebih memilih pembelajaran pada latihan praktis (49%), penjelasan teoretis (7%), dan sisanya (43%) menginginkan penjelasan teoretis yang diikuti latihan praktis. Hal tersebut sesuai dengan bentuk evaluasi yang dianggap ideal oleh mahasiswa dalam mengukur kemampuan berbahasa dan kemampuan nalar-intelektual. Mereka menganggap tes praktis berbahasa, khususnya membuat produk tulisan, baik esai, artikel atau bentuk tulisan akademik lainnya lebih ideal (70%), sementara sisanya (30%) memilih bentuk tertulis, baik uraian maupun pilihan ganda. Berdasarkan hasil survei juga ditemukan kecenderungan model kegiatan belajar-mengajar yang diinginkan mahasiswa dalam perkuliahan menulis. Mereka lebih memilih pembelajaran pada latihan praktis (58%), penjelasan teoretis (0,80), dan sisanya (42,2%) menginginkan penjelasan teoretis yang diikuti latihan praktis. Hal tersebut sesuai dengan bentuk 2. Aspek Model Pembelajaran Mahasiswa berada pada tahap perkembangan usia dewasa dan cenderung mandiri. Pendidik dalam menfasilitasi pembelajaran menulis memerlukan model interaksi yang banyak menuntut aktivitas dalam mengembangkan bahan ajar. Pendidik seharusnya banyak membatasi diri untuk tidak mendominasi proses pembelajaran dan memberikan waktu yang cukup untuk mahasiswa melakukan presentasi. Dari aspek waktu mahasiswa perlu diberi kesempatan beraktivitas seoptimal mungkin dalam pembelajaran. Kegiatan pembelajaran perlu dilakukan dengan menyesuaikan gaya belajar peserta didik juga banyak diminati mahahsiswa. Mereka berpendapat bahwa pembelajaran dengan memperhatikan modalitas belajar (audio visual, kinestetik, perabaan, penciuman, dan pengecapan) THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta 801 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 evaluasi yang dianggap ideal oleh peserta didik dalam mengukur kemampuan berbahasa dan kemampuan nalar-intelektual. Mereka menganggap tes praktis berbahasa, khususnya membuat produk tulisan, baik esai, artikel atau bentuk tulisan akademik lainnya lebih ideal (70%), sementara sisanya (30%) memilih bentuk tertulis, baik uraian maupun pilihan ganda. Hasil survei tersebut menguatkan pendapat Gardner (2003:57) yang menyatakan bahwa peserta didik ternyata lebih mudah belajar atau menangkap bahan yang diajarkan pendidik apabila bahan itu disajikan sesuai dengan kecerdasan yang menonjol yang dimiliki oleh peserta didik. Misalnya, bila peserta didik menonjol dalam hal kecerdasan musik, pembelajaran menulis dijelaskan dengan bentuk musik, ritme, atau nyanyian. Sementara itu, apabila peserta didik menonjol dalam hal kinestetik bahan menulis disajikan lebih banyak menggunakan gerakan, dramatisasi, role playing. Sangat jelas bahwa dalam pendekatan ini, keadaan peserta didik lebih diperhatikan daripada keadaan pendidik. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa peserta didik sebagai subjek belajar. Dalam hal kecerdasan majemuk ini pembelajaran sangat mengutamakan aspek keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. Di sini perlu dipahami bahwa keberagaman belajar peserta didik menuntut pendidik untuk berusaha menyesuaikan gaya mengajar dengan gaya belajar peserta didiknya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan hasil yang tinggi perlu dikembangkan aktivitas pembelajaran yang beragam. Pembelajaran bertolak dari kecerdasan majemuk mengintegrasikan totalitas penuh antara tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan pikiran tersebut membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal (Suparno 2007:4) UAD, Yogyakarta kritis, yang meliputi sikap dan keterampilan kritis-analitis dalam memahami dan menginterpretasikan teks ujaran maupun tulis. Melatih mereka menjadi pengguna bahasa yang kritis dalam berbagai konteks dalam memahami informasi yang diterimanya. Pembelajaran menulis adalah kegiatan yang menantang dan karena itu semestinya tidak diajarkan sebagai konten melainkan sebagai proses. Hal tersebut didukung oleh hasil survei yang lebih memilih pembelajaran menulis dengan latihan praktis. REFERENSI Alwasilah, Chaedar. 2000. ”Membenahi Perkuliahan MKDU bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi”. Dalam Purwo, B.K. 2000. Kajian Serba Linguistik. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Gardner, Howard. 2003. Multiple Intelligences: The Theory in Practic. (Terjemahan Alexander Sindoro) New York. (Buku asli diterbitkan tahun 1983). Graves, Donald H. 2003. Writing: Teachers and Children at Work. (Rev. Ed.) Portsmouth. NH: Heinemann. Hillocks, George. 1987. Synthesis of Research on Teaching Writing. Educational Leader-ship, 44 (8), 7182. Written at three Grade Levels. NCTE Research Report#3. Champaign, IL: NCTE. Murray, Donald M. 1985. A. Writer Teacher Writing, ((2 ed). Boston: Houghton Mifflin Co. National Writing Project. (2003, March). Annual Report 2002, Berkley, CA: Invernnes Research Associates. Suparno, Paul. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan. Jakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma. SIMPULAN Pembelajaran bahasa seharusnya diniati sebagai upaya pembangunan literasi THE 5TH URECOL PROCEEDING 802 ISBN 978-979-3812-42-7