mereduksi limbah, membangun daya saing

advertisement
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
MEREDUKSI LIMBAH, MEMBANGUN DAYA SAING
Moechamad Nasir 1) dan Edy Purwo Saputro 2)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta
email: [email protected]
2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta
email: [email protected]
1
Abstract
Environmental management was an important factor in the industrialization era. The demands on
competitiveness intended to the urgency of environmentally friendly products, but on the other hand
the importance of environmentally friendly products required environmentally friendly
management. Therefore, the environmentally friendly production should become a commitment to
the production of minimal waste. The purpose of this research was the exploration of environmentally
friendly management issues, referring the urgency of environmentally friendly products and it was
carried through a literature review. The result showed diversity of factors supporting the urgency of
environmentally friendly products. Limitations and suggestion for the advanced research would be
a reference for the deeper further research.
Keywords: environmental management, industrialization, product, waste.
PENDAHULUAN
Persoalan limbah merupakan isu penting di
era industrialisasi sehingga isu tentang
manajemen produksi yang bersih yaitu mulai
dari pemilihan bahan baku sampai proses
produksi dan hasil akhir dari produksinya bisa
didaurulang menjadi menarik dikaji (Chitra,
2015; Fuentes, 2015; Rani, et al., 2014). Hal ini
tidak hanya sejalan dengan tuntutan globalisasi,
tapi juga tuntutan daya saing. Oleh karena itu,
pengelolaan limbah menjadi komponen penting
dalam proses produksi dan semua perusahaan
berusaha semaksimal mungkin untuk bisa
mereduksi limbah. Persoalan utama dari
komitmen untuk mereduksi limbah adalah
ketersediaan lahan, sementara di sisi lain
kebutuhan lahan cenderung semakin meningkat.
Artinya, kendala pembangunan unit pengolah
limbah lebih banyak disebabkan oleh persoalan
ketersediaan lahan, bukan pada komitmen untuk
mereduksinya.
Isu dan komitmen tentang produksi yang
ramah lingkungan atau minimalisasi limbah
hasil dari produksi pada dasarnya tidak bisa
terlepas dari munculnya kesadaran kolektif
terhadap manajemen lingkungan (Fuentes, 2015;
Achillas, et al., 2013; Basaran, 2013). Meski
pada awalnya fenomena ini muncul di negara
industri maju, namun kemudian menyebar ke
THE 5TH URECOL PROCEEDING
mayoritas negara miskin berkembang. Di satu
sisi, realitas ini menuntut adanya alokasi dana
yang tidak kecil karena pembangunan unit
pengolah limbah membutuhkan dana yang besar,
tapi di sisi lain kesadaran kolektif terhadap
urgensi
manajemen
lingkungan
yang
menghasilkan hasil proses produksi dengan
limbah seminimal mungkin menjadi acuan
terhadap kepentingan jangka panjang.
Sinergi terhadap manajemen lingkungan
dan proses produksi yang ramah lingkungan
karena hasil limbah yang minimal memberikan
peluang kepada dunia usaha untuk menciptakan
produk yang lebih ramah lingkungan sehingga
produk akhir pasca konsumsi bisa didaurulang.
Oleh karena itu, realitas ini secara tidak langsung
memicu tuntutan terhadap konsumen dan
sekaligus
memberikan
peluang
untuk
menciptakan produk hijau yang ramah
lingkungan (Rani, et al., 2014; Basaran, 2013).
Terkait ini maka rumusan masalahnya adalah
bagaimana identifikasi persoalan limbah
industri?
KAJIAN LITERATUR
Manajemen
lingkungan
di
era
industrialisasi tidak lagi sekedar wacana dengan
ragam pengaturan yang mengacu kepentingan
ekonomi saja, tapi juga memberikan
469
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
keseimbangan antara jenis kelompok usaha
besar, menengah dan kecil. Hal ini diharapkan
tidak ada kecemburuan dalam melakukan proses
kontrol pada semua unit produksi yang
dilakukan. Artinya, semua level unit produksi
dituntut untuk bisa menciptakan proses produksi
yang ramah lingkungan sehingga limbah
produksi yang dihasilkan adalah minimal. Oleh
karena itu, pengetahuan dan kesadaran tentang
manajemen lingkungan dan hasil produksi yang
ramah lingkungan menjadi acuan terhadap
kesadaran kolektif secara berkelanjutan dan
karenanya edukasi tentang urgensi produk ramah
lingkungan menjadi penting (Tavares, et al.,
2011; Weng et al., 2010; Vasiloglou, et al.,
2009).
Eksplorasi terhadap urgensi manajemen
lingkungan dan komitmen terhadap produk yang
ramah lingkungan bisa dilakukan oleh publik
karena ketersediaan informasi saat ini cenderung
berlimpah dan karenanya saat ini tidak ada
alasan untuk tidak bisa mencari informasi yang
benar tentang manajemen lingkungan. Selain itu,
masyarakat juga bisa dengan mudah mencari
informasi tentang produk ramah lingkungan. Hal
ini tidak bisa terlepas dari ketersediaan internet
yang mudah dan murah sehingga nilai penting
informasi tentang manajemen lingkungan dan
produk ramah lingkungan bisa diperoleh dengan
mudah dan cepat karena tidak ada lagi kendala
ruang dan waktu dalam mencari informasi.
Persoalan tentang mudah dan murahnya
pencarian informasi tentang manajemen
lingkungan dan produk yang ramah lingkungan
juga harus mengacu kepada pemetaan terkait
akurasi dari sumbernya. Hal ini tidak bisa
terlepas dari semakin banyak informasi yang
kurang tepat dalam menyajikan fakta dan berita
sehingga dikhawatirkan berdampak negatif
terhadap pemahaman tentang manajemen
lingkungan. Oleh karena itu, edukasi secara
berkelanjutan tentang urgensi manajemen
lingkungan sehingga mampu menghasilkan
produk yang ramah lingkungan akan
memberikan manfaat jangka panjang (Achillas,
et al., 2013; Vachon dan Klassen, 2008).
Pemahaman tentang edukasi tidak hanya terkait
dengan informasi yang benar tapi juga akses
yang mudah dan murah sehingga publik mampu
memahami tentang persoalan manajemen
THE 5TH URECOL PROCEEDING
UAD, Yogyakarta
lingkuangan secara benar sehingga terbentuk
persepsian positif tentang proses produksi hijau
yang menghasilkan limbah seminimal mungkin.
Relevan dengan hal ini, maka preposisi pertama
yang dibangun adalah:
P1 = Pengetahuan tentang urgensi manajemen
lingkungan berpengaruh positif terhadap
komitmen untuk mereduksi limbah hasil
produksi
Kelestarian dan pelestarian lingkungan
pada dasarnya menjadi tanggung jawab bersama,
bukan hanya menjadi beban dunia usaha dan
atau pemerintah. Artinya konsumen juga
berkepentingan
untuk
menjaga
kondisi
keseimbangan lingkungan. Hal ini dapat
dilakukan dengan keterlibatan aktif konsumen
baik sebelum dan setelah konsumsi yang mereka
lakukan. Pemahaman tentang sebelum proses
produksi dapat dilakukan dengan pemantauan
terhadap instalasi pembuangan dan pengolahan
limbah hasil produksi serta bahan baku yang
menjadi proses produksi. Begitu juga
sebaliknya, pemahaman tentang setelah proses
produksi dapat dilakukan dengan komitmen
terhadap konsumsi produk yang bisa
didaurulang di semua tahapannya. Oleh karena
itu, keterlibatan aktif dari semua pihak menjadi
sangat penting sehingga urgensi manajemen
lingkungan dan komitmen terhadap produk yang
ramah lingkungan menjadi tanggung jawab
bersama (Rani, et al., 2014; Simpson, 2010).
Pencapaian terhadap tahapan tersebut tidak
bisa hanya mengacu kepada proses jangka
pendek
tapi
harus
dilakukan
secara
berkelanjutan. Oleh karena itu, edukasi secara
berkelanjutan menjadi bagian utama untuk bisa
mencapai tahapan tersebut dan tentu hal ini
terkait dengan kesadaran kolektif, mulai dari
level keterlibatan terendah (reaktif) sampai
tertinggi (proaktif) sehingga sinergi dari semua
tahapan tersebut akan dapat menjamin terhadap
kesadaran kolektif tentang proses produksi yang
ramah lingkungan sehingga dapat mencapai
keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Di
satu sisi, pencapaian terhadap kondisi ini akan
memberikan pengaruh positif, baik dari aspek
produksi ataupun konsumsi dan di sisi lain
kontinuitas dari proses ini akan memberikan
470
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
kontribusi terhadap zero waste di semua level
proses produksi, baik di unit usaha industri kecil
dan menengah dan atau industri besar (Fuentes,
2015; Roussat, et al., 2009). Hal ini secara tidak
langsung menegaskan bahwa kesadaran kolektif
terhadap urgensi manajemen lingkungan
menjadi acuan penting untuk mendukung proses
produksi ramah lingkungan. Relevan dengan hal
ini, maka preposisi kedua yang dibangun adalah:
P2 = Kesadaran kolektif tentang urgensi
manajemen lingkungan berpengaruh
positif terhadap komitmen untuk
mereduksi limbah hasil produksi
Lingkungan adalah kondisi makro dengan
semua atribut yang ada didalamnya sehingga
integrasi dari masing-masing komponen menjadi
bagian penting yang menjelaskan fungsi masingmasing. Terkait hal ini maka kerusakan
lingkungan adalah kejadian yang disebabkan
karena masing-masing komponen telah
mengurai perannya sehingga keseimbangan
peran yang diharapkan tidak tercapai. Hal ini
disebabkan oleh banyak faktor dan salah satunya
adalah pesatnya industrialisasi (Geneletti, 2010).
Artinya, industrialisasi yang berpengaruh
terhadap percepatan nilai tambah membawa
dampak negatif terhadap kondisi lingkungan.
Selain itu eksplorasi dan eksploitasi lingkungan
juga menjadi pemicu terhadap fakta ancaman
terjadinya kerusakan lingkungan dan akibatnya
keseimbangan lingkungan tereduksi. Oleh
karena itu, beralasan jika munculnya kesadaran
kolektif tentang manajemen lingkungan menjadi
nilai penting dibalik pesatnya industrialisasi.
Pemahaman tentang kesadaran kolektif
memberikan acuan tentang regulasi yang
muncul, baik di tingkat lokal, regional, nasional
ataupun internasional. Regulasi tentang
penanganan limbah dan juga regulasi global
tentang ISO adalah bentuk konkret tentang
urgensi regulasi dari manajemen lingkungan.
Selain itu, ada sejumlah regulasi lainnya yang
pada intinya adalah tindakan preventif untuk
menjaga manajemen lingkungan dan juga proses
produksi yang ramah lingkungan. Selain itu,
komitmen terhadap konsumsi produk hijau dan
atau produk ramah lingkungan juga mengacu
tentang regulasi global sehingga semua proses
THE 5TH URECOL PROCEEDING
UAD, Yogyakarta
produksi harus lolos kontrol kualitas untuk bisa
menembus pasar ekspor (Rani, et al., 2014). Hal
ini secara tidak langsung menegaskan bahwa
regulasi global muncul dari komitmen kesadaran
kolektif dan atau sebaliknya bahwa adanya
regulasi global maka mendorong terjadinya
kesadaran kolektif secara berkelanjutan.
Hubungan timbal balik antara regulasi global
dan kesadaran kolektif menjadi acuan penting
untuk
mendukung
urgensi
manajemen
lingkungan sehingga setiap proses produksi yang
dilakukan menghasilkan produk ramah
lingkungan dan limbah yang minimal. Oleh
karena itu, preposisi ketiga yang dibangun
adalah:
P3 = Regulasi global tentang urgensi
manajemen lingkungan berpengaruh
positif terhadap komitmen untuk
mereduksi limbah hasil produksi
Sinergi antara kesadaran kolektif dan
regulasi global tentang manajemen lingkungan
dan produk ramah lingkungan tidak akan dapat
berjalan dengan sempurna jika tidak didukung
dengan penegakan hukum. Argumen yang
mendasari karena regulasi global identik dengan
bagaiman penerapan hukum yang dapat
dilakukan, sementara di sisi lain realitas
menunjukan bahwa hukum lebih banyak
disiasati daripada ditaati. Fenomena ini tidak
hanya terjadi di negara miskin berkembang, tapi
juga di negara industri maju sehingga konflik
kepentingan dari regulasi yang ditetapkan sering
berbenturan dengan penerapan hukum yang
semestinya dijalankan. Konsekuensi dari
ketidakseimbangan dalam penerapan hukum
maka tebang pilih terhadap penerapan hukum
sering terjadi dan akibatnya adalah ancaman
untuk kelestarian lingkungan terabaikan karena
komitmen terhadap keseimbangannya dikebiri.
Selain itu, munculnya kekuatan politis juga
sering menjadi kendala terhadap penerapan
hukum.
Fenomena lain yang tidak bisa diabaikan
adalah konflik kepentingan terhadap industri
besar yang juga dimiliki oleh kekuatan besar,
termasuk juga keterlibatan partai politik. Oleh
karena itu, beralasan jika muncul cibiran tentang
konsistensi penegakan hukum yang terkait
471
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
dengan kasus-kasus lingkungan. Di satu sisi,
manajamen lingkungan dipahami sebagai bagian
penting dari pesatnya industrialisasi, meski di
sisi lain dampak yang ditimbulkan dari
industrialisasi juga tidak bisa diabaikan dan
karenanya regulasi dan penegakan hukum
menjadi penyeimbang terhadap munculnya
tekanan terhadap manajemen lingkungan yang
lebih ramah lingkungan (Chitra, 2015). Meski
hal ini tidak mudah, namun komitmen dari
semua pihak bisa menjadi acuan untuk
mendukung
penegakan
hukum
terkait
manajemen lingkungan di semua negara.
Kerancuan
dalam
memandang
urgensi
penegakan hukum secara tidak langsung akan
berakibat fatal dan akibatnya eksplorasi dan
eksploitasi lingkungan akan semakin parah dan
ancaman terhadap kualitas hidup tidak bisa
dicegah, sementara di sisi lain industrialisasi
cenderung semakin berkembang pesat dengan
komitmen percepatan nilai tambah dari semua
proses produksinya (Bottero, et al., 2011). Oleh
karena itu, maka preposisi keempat yang
dibangun adalah:
P4 = Penegakan hukum tentang urgensi
manajemen lingkungan berpengaruh
positif terhadap komitmen untuk
mereduksi limbah hasil produksi
Sinergi antara kesadaran kolektif dan
penegakan hukum yang tepat akan berpengaruh
terhadap
komitmen
individu
untuk
mengkonsumsi produk ramah lingkungan
(Fuentes, 2015). Hal ini memicu sentimen
terhadap niat beli produk ramah lingkungan.
Artinya, keterkaitan yang muncul dari kesadaran
kolektif dan proses penegakan hukum yang tepat
maka dalam jangka panjang dapat membangun
keterkaitan dalam konteks munculnya niat beli
terhadap produk ramah lingkungan. Kajian
teoritis menegaskan bahwa niat beli dapat
terbentuk dari persepsian positif terhadap citra
produk sehingga riset keperilakuan menjadi
bagian penting untuk melakukan kajian tentang
niat dan sikap. Artinya, persepsian positif secara
tidak langsung akan membentuk sikap positif
sedangkan sikap positif akan berpengaruh
terhadap niat beli. Pemahaman tentang hal ini
dapat dijelaskan dalam teoritis tentang attitude
THE 5TH URECOL PROCEEDING
UAD, Yogyakarta
behavior paradigm. Oleh karena itu,
membangun niat beli dengan membentuk sikap
positif menjadi aspek penting dalam pemasaran.
Persoalan membangun niat beli dipengaruhi
oleh banyak faktor, baik dari internal atau
eksternal (Bezzina dan Dimech, 2011).
Identifikasi dari masing-masing faktor menjadi
acuan untuk memetakan kepentingan terhadap
niat beli dan sekaligus orientasi untuk
membangun sikap poisitif. Hal ini menegaskan
bahwa sinergi antara sikap positif dan niat beli
menjadi acuan untuk pembentukan konsumsi
produk ramah lingkungan. Oleh karena itu,
regulasi global dan juga penegakan hukum yang
tepat menjadi acuan terhadap komitmen dalam
pembentuan sikap dan niat beli produk ramah
lingkungan yang berimplikasi terhadap
komitmen untuk mereduksi limbah hasil
produksi (Basili, 2006). Terkait ini, maka
preposisi kelima yang dibangun adalah :
P5 = Tingginya niat beli terhadap produk ramah
lingkungan berpengaruh positif terhadap
komitmen untuk mereduksi limbah hasil
produksi
KESIMPULAN DAN SARAN
Isu tentang limbah industri merupakan
bagian dari pesatnya industrialisasi sementara di
sisi lain fenomena industrialisasi menjadi faktor
penting bagi pembangunan, terutama untuk
memacu nilai tambah (Chitra, 2015; Weng, et
al., 2010). Hal ini mengindikasikan bahwa
industrialisasi memicu dualisme yaitu di satu sisi
terkait dengan target pertumbuhan dengan
memacu nilai tambah hasil produksi, sementara
di sisi lain ada aspek ancaman terhadap
lingkungan. Oleh karena itu, membangun
industrialisasi yang ramah lingkungan menjadi
sangat penting karena tidak hanya melibatkan
kelompok industri besar, tapi juga menengah dan
kecil.
Persoalan
tentang
penanganan
pengelolaan limbah lebih banyak terjadi pada
kasus di industri kecil. Hal ini terutama karena
persoalan pendanaan yang tidak kecil, sementara
industri kecil lebih banyak berkutat dengan
persoalan survive. Selain itu, ketersediaan lahan
juga tidak bisa diabaikan dalam konteks
persoalan pengeloaan limbah bagi industri kecil.
472
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Persoalan tentang limbah pada dasarnya
merupakan persoalan lain di industri kecil dan
juga industri pada umumnya. Argumen yang
mendasari karena fenomena industrialisasi juga
berkutat dengan persoalan bahan baku yang
harganya
cenderung
terus
berfluktuasi,
persoalan tentang ketenagakerjaan yang terkait
dengan pengupahan dan juga persoalan tentang
daya saing. Oleh karena itu, persoalan tentang
limbah menjadi isu penting di era industrialisasi
sehingga identifikasi semua faktor yang
mendukung terhadap manajemen lingkungan
yang dapat mereduksi limbah hasil produksi
menjadi tantangan bersama, tidak hanya
produsen, tapi juga konsumen, pemerintah dan
pasar global (Bezzina dan Dimech, 2011;
Geneletti, 2010).
Hasil pembahasan menunjukan ada
beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian
terkait
dengan
komitmen
manajemen
lingkungan dan minimalisasi limbah di era
industrialisasi. Meski demikian, hasil kajian
belum menjelaskan secara komprehensif
sehingga hal ini menjadi peluang untuk riset
lanjutan, terutama pengujian empiris dari
preposisi yang diajukan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan
Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi yang telah mendanai
penelitian ini melalui skim Penelitian Unggulan
Perguruan Tinggi sesuai dengan Lampiran Surat
No: 025/E3/2017 Tanggal 6 Januari 2017
REFERENSI
Achillas, C., Moussiopoulos, N., Karagiannidis,
A., Banias, G., dan Perkoulidis, G. 2013.
The use of multi-criteria decision analysis
to tackle waste management problems: A
literature review. Waste Management &
Research. 31 (2): 115–129.
Afroz, R., Hanaki K., dan Hasegawa-Kurisu, K.
2009. Willingness to pay for waste
management improvement in Dhaka city,
Bangladesh. Journal of Environmental
Management. 90 (1): 492–503.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
UAD, Yogyakarta
Basaran, B. 2013. What makes manufacturing
companies more desirous of recycling?
Management of Environmental Quality:
An International Journal. 24 (1): 107-122.
Basili, M., Di Matteo, M., dan Ferrini, S. 2006.
Analysing demand for environmental
quality: A willingness to pay/accept study
in the province of Siena (Italy). Waste
Management. 26 (3): 209–219.
Bezzina, F.H. dan Dimech, S. 2011.
Investigating the determinants of
recycling
behaviour
in
Malta,
Management of Environmental Quality:
An International Journal. 22 (4): 463-485.
Bottero. M., Comino, E., dan Riggio, V. 2011.
Application of the Analytic Hierarchy
Process and the Analytic Network Process
for the assessment of different waste water
treatment
systems.
Environmental
Modelling & Software. 26 (10): 1211–
1224.
Chitra, B. 2015. A Study on Evolution of Green
Products and Green Marketing. Journal of
Research in Business and Management. 3
(5): 35-38.
Fuentes, C. 2015. How Green Marketing Works:
Practices, materialities and images.
Scandinavian Journal of Management. 31
(2): 192-205.
Geneletti, D. 2010. Combining stakeholder
analysis
and
spatial
multicriteria
evaluation to select and rank inert landfill
sites. Waste Management. 30 (2): 328–
337.
Rani, A.K.N., Aravind, J., dan Prasad, T. 2014.
Green Marketing and Its Impact. British
Journal of Marketing Studies. 2 (8): 4548.
Roussat, N., Dujet, C., dan Méhu, J. 2009.
Choosing a sustainable demolition waste
management strategy using multicriteria
decision analysis. Waste Management. 29
(1): 12–20.
Simpson, D. 2010. Use of supply relationships to
recycle secondary materials. International
Journal of Production Research. 48 (1):
227-249.
Tavares, G., Zsigraiová, Z., dan Semiao, V.
2011. Multi-criteria GIS-based siting of
an incineration plant for municipal solid
473
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
waste. Waste Management. 31 (9–10):
1960–1972.
Vachon, S. dan Klassen, R.D. 2008.
Environmental
management
and
manufacturing performance: The role of
collaboration in the supply chain.
International Journal of Production
Economics. 111 (2): 299-315.
Vasiloglou, V., Lokkas, F., dan Gravanis, G.
2009. New tool for wastewater treatment
units location. Desalination. 248 (1–3):
1039–1048.
Weng SQ, Huang, G.H., dan Li, Y.P., 2010. An
integrated scenario-based multi-criteria
decision support system for water
resources management and planning: A
case study in the Haihe River Basin.
Expert Systems with Applications. 37 (12):
8242–8254.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
474
ISBN 978-979-3812-42-7
Download