PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU

advertisement
ISSN 0215 - 8250
426
PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU
oleh
Ketut Rindjin
Jurusan Pendidikan Ekonomi
Fakultas IPS, Universitas Pendidikan Ganesha
ABSTRAK
Guru adalah pendidik profesional. Predikat profesional
mempersyaratkan adanya keahlian, paling tidak seperangkat pengetahuan,
dan keterampilan yang dilandasi oleh nilai – nilai yang dijunjung tinggi.
Syarat ini sesuai dengan pengertian kompetensi sebagai perpaduan nilainilai dan sikap serta pengetahuan dan keterampilan yang terwujud dalam
pola pikir dan pola perilaku keseharian seseorang. Oleh karena itu guru
wajib mempunyai kualifikasi akademik minimal diploma empat atau
sarjana dalam bidang ilmu pengetahuan sesuai dengan mata pelajaran yang
diasuh untuk memenuhi syarat keahlian. Sementara itu syarat keterampilan
dapat dipenuhi dengan memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh melalui
pendidikan profesi. Sejauh mana guru akan menerapkan keahlian dan
keterampilannya ditentukan oleh nilai – nilai yang dijunjungnya yang akan
menentukan sikapnya terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Guru
semestinya mempunyai tanggung jawab moral dan filosofis, bukan semata
–mata tanggung jawab akademik. Sejalan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi pembelajaran, dan
peningkatan tuntutan masyarakat, maka guru senantiasa wajib
meningkatkan profesionalismenya. Peningkatan profesionalisme dapat
dilakukan melalui belajar secara mandiri (otodidak); kegiatan ilmiah
(seminar, lokakarya, dll); program penataran; pelatihan; penyegaran;
program penyetaraan; program studi lanjut. Uji sertifikasi merupakan salah
satu upaya untuk memantapkan kompetensi guru dalam rangka peningkatan
profesionalisme guru. Program peningkatan
profesionalisme guru
semestinya menjadi program kerja rutin organisasi profesi, baik organisasi
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
427
profesi dalam bentuk mikro seperti KKG, MGMP, MGBS, maupun dalam
bentuk makro seperti PGRI.
Kata kunci :
profesi, profesional,
kompetensi, sertifikasi
profesionalisme,
profesionalisasi,
ABSTRACT
Teacher is a professional educator. The term professional requires
expertise and skill based on values upheld within the person. This
requirement is in compliance with the meaning of competence, as a
combination of values, knowledge, and skill that are manifested in covert
and overt behavior or in thinking and doing things in everyday life.
Therefore, teacher must have minimum academic qualification, such as
diploma IV or bachelor degree in suitable discipline of science with
reference to the prospective subject to be taught. Meanwhile skill
requirement can be met by having education certificate that is obtained
through profession education. How good and how far these expertise and
skill could be performed is ultimately determined by values and attitude of
the teacher. Teacher should have moral and philosophical responsibility,
not just academic responsibility. In line with science and technology
development, including instruction technology and social demand, teacher
must always strive to enhance his or her professionalism. This can be done
through self directed learning; scientific forum such as seminar, workshop,
etc; training; upgrading; recurrent education; and further education.
Certification exam is one of the efforts to develop teachers’ competence in
line with enhancing professionalism. Professionalism enhancement
program should be a routine program for professional organization, in term
of micro organization, such as KKG, MGMP and MGBS, as well as of
macro organization, such as PGRI.
Key concepts :
profession,
professional, professionalism,
fessionalization, competence, certification
pro-
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
428
1. Pendahuluan
1.1 Pengertian Profesi dan Profesional
Proses diferensiasi dan spesialisasi dalam bidang pekerjaan
menuntut adanya pekerja-pekerja yang memenuhi persyaratan formal
tertentu untuk dapat melakukan pekerjaan itu dengan baik dan bertanggung
jawab, seperti adanya tingkat kualifikasi tertentu untuk memperoleh izin
kerja, izin praktik, izin mengajar, izin menjadi pilot, nakhoda, dsb. Hal ini
tampak jelas pada jabatan dokter, akuntan, pengacara, notaris, guru, dll.
Adanya persyaratan ini dimaksudkan untuk membedakan antara pekerjaan
profesional dengan yang bukan profesional; dan sekaligus untuk
memberikan jaminan layanan kepada pihak pengguna jasanya serta
sekaligus sebagai proteksi terhadap profesi itu sendiri.
Secara umum, profesi berarti suatu pekerjaan yang dilakukan untuk
memperoleh penghasilan guna memenuhi keperluan hidup seseorang.
Dalam hubungan ini dikenal istilah penari profesional, pemain sepak bola
profesional, pemusik profesional, pendidik profesional, dsb. Tetapi secara
lebih khusus kata profesi yang berasal dari bahasa Latin professus,
mengandung arti suatu panggilan atau suatu pekerjaan yang
mempersyaratkan adanya pendidikan dan pelatihan yang mendalam serta
keterampilan intelektual. Ini berarti profesi menuntut adanya suatu keahlian
atau paling tidak seperangkat pengetahuan (yang diperoleh melalui
pendidikan) dan keterampilan (yang diperoleh melalui pelatihan) di dalam
melaksanakan pekerjaan sehingga menjamin mutu pelaksanaan pekerjaan
dan sekaligus memberikan kepuasan terhadap pengguna jasanya. Di atas
segalanya, alangkah mulianya kalau pekerjaan itu merupakan suatu
panggilan, sehingga pekerja itu selalu menyenangi dan pantang menyerah
dalam menghadapi kesulitan dan tantangan untuk dapat menyelesaikan
pekerjaan itu. Panggilan inilah yang selalu menjiwai atau merupakan roh
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
429
dalam pelaksanaan pekerjaan itu. Ini berarti pekerjaan itu memang amat
disenanginya, sehingga selalu berusaha dan termotivasi secara internal
untuk melakukan yang terbaik dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya.
Orang yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi, tidak akan mengeluh
harus bekerja lebih giat dan lebih lama. Oleh karena itu, hasil kerjanya
pastilah bermutu dan memberikan kepuasan pada pengguna jasanya.
Pekerja profesional dituntut juga adanya tanggung jawab moral dan
kesejawatan melalui organisasi profesi. Ketiga syarat ini, yaitu keahlian dan
keterampilan, tanggung jawab moral dan kesejawatan bersifat saling
menunjang dan melengkapi sehingga pekerja profesional tidak cukup hanya
memiliki keahlian atau kemahiran tertentu tetapi, juga adanya tanggung
jawab yang besar dan sistem kesejawatan. Adanya tanggung jawab moral
mengandung arti bahwa, pekerjaan itu dilakukan dengan sepenuh hati,
suatu pencurahan pikiran, tenaga dan perasaan, bahkan nurani, sehingga
mencapai hasil bermutu unggul (excellent). Pekerjaan tidak boleh dilakukan
secara sembarangan, sambil lalu, seadanya atau iseng-iseng, sehingga mutu
hasil pekerjaannya tidak baik (bad), atau hanya sedang-sedang saja
(mediocre). Prinsip ini sangat penting dan strategis untuk dipegang teguh
guna mencapai peningkatan karier, atau memenangkan persaingan dalam
dunia bisnis. Itulah sebabnya dalam dunia bisnis telah lama dikenal dan
diterapkan Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Dalam
dunia pendidikan internasional hal ini juga sudah diterapkan, sebagaimana
ditulis antara lain oleh Edward Sallis – Total Quality Management in
Education.
Sebagian besar objek usaha dan kegiatan pelaku bisnis adalah
benda, yang diolah, dikemas, dipindahtangankan. Ada juga yang objeknya
adalah makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang. Menjadikan
manusia sebagai objek bisnis adalah bisnis illegal karena bertentangan
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
430
dengan moral (immoral) dan bertentangan dengan hukum, seperti prostitusi
atau perdagangan manusia (human trafficking). Tanggung jawab guru lebih
besar, yaitu tanggung jawab moral dan filosofis. Pendidikan adalah proses
memanusiakan manusia seutuhnya, mengangkat harkat dan martabatnya
sebagai makhluk ciptaan Tuhan dengan segala potensi bawaannya. Manusia
memang makhluk yang harus dididik (animal educandum), sekaligus
makhluk yang dapat dididik (animal educabile) dan juga dapat mendidik
(homo educadus). Tanpa sentuhan pendidikan, potensi manusia sebagai
anugrah Tuhan tidak dapat direalisasi sebagaimana mestinya. Contoh klasik
di Prancis Selatan tentang anak manusia yang dipelihara oleh serigala,
ternyata hanya bisa menggonggong dan berjalan dengan empat kaki. Bakat
musik seperti Idris Sardi, bakat olah raga seperti Rudi Hartono, bakat tarik
suara seperti Mariah Carey, bakat ilmu pengetahuan seperti Einstein, dan
lain-lain. tidak akan teraktualisasi tanpa sentuhan pendidikan. Di sinilah
letak peranan amat penting dan strategis guru untuk dengan sepenuh hati
membantu pengembangan secara optimal kecerdasan spiritual, emosional,
intelektual, moral, kinestetik dan kecerdasan musikal peserta didiknya.
Ciri keprofesian dalam bidang kependidikan sebagaimana
dikemukakan oleh D. Westby – Gibson dan dikutip oleh T. Raka Joni
adalah sebagai berikut.
Pertama, dilakukannya dan juga diakuinya oleh masyarakat bahwa
layanan itu hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja profesional.
Ketentuan layanan bidang kependidikan memang sudah tidak dipersoalkan
lagi, akan tetapi keunikan kualifikasi pemangku – pemangku jabatannya
mulai dari taman kanak – kanak sampai dengan perguruan tinggi dapat
ditemukan tenaga – tenaga kependidikan yang belum menunjukkan
keunikan kualifikasi sebagai tenaga kependidikan.
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
431
Kedua, dimilikinya sekumpulan bidang ilmu pengetahuan yang
menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Profesi
kedokteran misalnya yang sudah mapan sejak berabad – abad memiliki
sejumlah bidang ilmu pengetahuan yang mendasari teknik serta prosedur
kerja kedokteran seperti antara lain anatomi, bakteorologi, biokimia,
patologi, farmakologi. Namun untuk profesi kependidikan atau lebih
khusus lagi keguruan belum secara jelas ditentukan bidang – bidang ilmu
pengetahuan yang menyangganya. Bahkan sementara pihak ada yang
berpendapat siapa saja bisa menjadi guru asal menguasai materi yang akan
diajarkan. Itulah sebabnya dapat terjadi adanya guru yang sebetulnya belum
memenuhi persyaratan sebagai guru yang profesional. Ada juga yang
menyatakan bahwa menggurukan ahli adalah jauh lebih baik dan mudah
dibandingkan dengan mengahlikan guru. Dalam hubungan ini perlu
dipertanyakan: haruskah seorang guru secara sengaja belajar teknik dan
prosedur mengajar; bidang – bidang ilmu pengetahuan apa sajakah yang
menjadi landasan untuk memperoleh teknik dan prosedur mengajar
tersebut. Ketiga, diperlukannya persiapan yang dirancang secara sengaja
dan sistematis sebelum orang dapat melaksanakan pekerjaan profesional.
Ini berarti, pendidikan tenaga kependidikan khususnya keguruan adalah
pendidikan yang bersifat pre-service (bukan pendidikan dalam jabatan
semata – mata tetapi pendidikan prajabatan). Dengan perkataan lain praktisi
keguruan tanpa melalui pendidikan keguruan atau pengadaan guru secara
darurat hendaknya tidak terjadi lagi.
Keempat, dimilikinya mekanisme untuk menyaring anggota
sehingga hanya mereka yang mempunyai kompetensi saja yang
diperbolehkan bekerja sebagai tenaga profesional keguruan. Hal ini
tampaknya merupakan titik yang paling lemah dalam profesi keguruan di
negara kita.
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
432
Kelima, dimilikinya organisasi profesional yang berfungsi untuk
melindungi kepentingan anggotanya dari saingan luar kelompok dan untuk
meningkatkan mutu layanan kepada pihak pengguna jasanya, termasuk
kode etik profesional bagi profesinya. Ciri ini juga menunjukkan
kelemahan yang sangat menonjol di negara kita karena organisasi profesi
keguruan yang ada belum sepenuhnya melaksanakan fungsi tersebut.
1.2 Proses Profesionalisasi dan Profesionalisme
Kalau pendidikan diharapkan dapat menunaikan fungsinya dengan
baik dan bertanggung jawab, maka tenaga kependidikan harus
diprofesionalisasikan. Status profesional ini tidak dapat dicapai hanya
dengan mengeluarkan persyaratan bahwa tenaga kependidikan adalah
tenaga profesional, meskipun sudah ditentukan di dalam bentuk perundang
– undangan. Status profesional hanya dapat dicapai melalui tahap
perkembangan yang berlangsung terus – menerus sebagaimana
dikemukakan oleh T. Raka Joni dengan mengutip pendapat Mc Cully, yaitu
melalui enam tahap perkembangan sebagai berikut.
Pertama, jenis layanan unik yang diberikan harus ditentukan secara
tegas lebih dulu. UU No 20/2003 Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa
pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator,
dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan demikian, jenis layanan yang
diberikan oleh masing – masing harus ditentukan secara jelas, sehingga
tampak perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Begitu pula
standar mutu layanan perlu ditetapkan sehingga merupakan semacam
jaminan bagi konsumen. Hal ini memang masih merupakan pekerjaan
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
433
rumah yang berat bagi para pemikir pendidikan dan pemerintah, sehingga
layanan yang dilakukan oleh pendidik itu dapat dilakukan secara efektif.
Kedua, kelompok profesi dan lembaga pendidikan tenaga
kependidikan harus mempunyai standar untuk melakukan seleksi dan
penyiapan pendidikan yang bersifat prajabatan. Dengan demikian dapat
diyakini pemerolehan tingkat kompetensi minimal bagi para pendatang
baru dalam kelompok.
Ketiga, adanya pengakuan resmi terhadap program pengadaan
tenaga kependidikan yang mempunyai wewenang untuk menghasilkan
anggota – anggota baru. Pengakuan resmi ini diberikan berdasarkan
penilaian terhadap kelayakan program, baik mengenai isi program dan
fasilitas serta personalia yang memadai dalam jumlah maupun mutunya,
oleh badan yang dibentuk bersama antara pemerintah dan organisasi
profesi. Pengakuan resmi ini disebut akreditasi.
Keempat, adanya mekanisme untuk memberi pengakuan resmi
kepada perseorangan yang telah memiliki kompetensi minimal sebagai
pekerja profesional. Hal ini disebut prosedur sertifikasi. Prosedur sertifikasi
ini biasanya diikuti dengan pemberian izin praktik untuk melindungi
kepentingan masyarakat terhadap praktisi yang kurang kompeten atau
kurang memegang nilai – nilai etika profesional. Ini berarti mereka yang
melakukan kesalahan dalam praktik profesional (malpraktik) biasanya
dikenakan sanksi oleh organisasi profesional sesuai dengan kode etik yang
telah ditentukan.
Kelima, secara perseorangan atau kelompok, tenaga profesional
bertanggung jawab terhadap segala aspek tugasnya. Oleh karena itu, agar
tenaga profesional dapat memanfaatkan keahliannya di dalam tugasnya,
maka ia diberi kebebasan untuk mengambil keputusan sendiri secara
bertanggung jawab. Tanpa kebebasan ini, dikhawatirkan tidak akan ada
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
434
penilaian secara bebas berdasarkan pertimbangan keahlian, dan tanpa
kebebasan penilaian sulit diharapkan pengembangan profesionalisme.
Keenam, kelompok profesional memiliki kode etik yang merupakan
dasar untuk melindungi para anggotanya yang menjungjung tinggi nilai –
nilai etika profesional dan merupakan sarana untuk mengambil tindakan
terhadap mereka yang melakukan praktik yang tidak sesuai dengan kode
etik tersebut.
Pada dasarnya pengembangan profesionalisme guru dapat dilakukan
melalui serangkaian kegiatan yang berkelanjutan sebagai berikut. (1)
Belajar secara mandiri (self-directed leraning) dengan menyusun rencana
belajar sendiri (self planning of learning activities) mengenai apa yang
dipelajari (what), bagaimana mempelajarinya – membaca, mengerjakan,
praktik (how – reading, doing, practicing), kapan (when), siapa - individual
atau kelompok (whom - individual or group), di mana – di rumah, di
sekolah, di perpustakaan, di lab (where – at home, school,
library,laboratory); dan memantau serta menilai sendiri hasil belajar atau
berdiskusi (self monitoring and evaluation of learning output through self
quest strategy or discussion); (2) Kegiatan Organisasi Profesi – KKG,
MGMP, MGBS, PGRI secara terprogram dan berkelanjutan; (3) Kegiatan
ilmiah ekstern seperti seminar, lokakarya,dll; (4) Pendidikan penyetaraan
atau studi lanjut; (5) Kaji tindak kelas terintegrasi berbasis kompetensi; dan
(6) Uji sertifikasi.
UU No.14/2005 Pasal 7 menyatakan bahwa profesi guru dan profesi
dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip profesionalisme sebagai berikut. (1) Memiliki bakat, minat,
panggilan jiwa, dan idealisme;
(2) Memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
(3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
435
dengan bidang tugasnya; (4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugasnya; (5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan
tugas keprofesiolannya; (6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan
sesuai dengan prestasi kerja; (7) Memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar
sepanjang hayat; (8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalannya; dan (9) Memiliki organisasi
profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesonalan guru.
2. Sertifikasi
2.1 Landasan Yuridis Sertifikasi
Landasan yuridis sertifikasi adalah (1)UU No.20/2003 tanggal 8 Juli
2003; (2) PP No.19/2005 tanggal 16 Mei 2005; (3) UU No.14/2005 tanggal
30 Desember 2005. Penjabaran UU No.14/2005, khususnya PP tentang
Guru dan PP tentang Dosen sampai saat belum terbit.
Pendidik sebagai tenaga profesional ditegaskan dalam UU
No.20/2003 Pasal 39 ayat (2), yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Pengertian pendidik di sini adalah dalam arti luas, bukan hanya guru,
sebagaimana telah dikemukakan di atas. Khusus untuk guru dinyatakan
dalam UU No.14/2005 Pasal 2 ayat (1) bahwa, guru mempunyai kedudukan
sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
436
Syarat pendidik pada pendidikan anak usia dini, SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, SMK/MAK, dan SDLB/SMPLB/SMALB harus mempunyai (1)
kualifikasi akademik minimum diploma 4 atau sarjana; (2) latar belakang
pendidikan tinggi yang sesuai dengan bidang pendidikan atau mata
pelajaran yang diasuh; dan (3) sertifikat profesi guru sesuai dengan bidang
tugasnya (PP No.19/2005, Pasal 29 ayat (1, 2, 3, 4, 5, dan 6).
Menurut National Commission on Educational Services (NCES) di
Amerika Serikat, certification is a procedure whereby the state evaluates
and reviews a teacher candidate’s credentials and provides him or her a
license to teach (Gilley, Geis and Seyfer, 1987). Di tingkat negara bagian di
Amerika Serikat terdapat badan independen yang disebut The American
Association of Colleges for Teacher Education (AACTA) yang menilai
ijazah yang dimiliki oleh calon pendidik dan menentukan apakah yang
bersangkutan layak diberi izin atau tidak.
Di Indonesia, UU No.20/2003 Pasal 42 ayat (1) menegaskan bahwa
pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan
jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selain
daripada itu, UU No.14/2005 Pasal 1 ayat (11) dan ayat (12) menyatakan
bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertfikat pendidik untuk guru
dan dosen. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang
diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
2.2 Pelaksanaan Sertifikasi
Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi (UU
No.20/2003 Pasal 43 ayat 2). Hal ini ditegaskan lagi dalam UU No.14/2005
Pasal 11 ayat (2) bahwa, sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
437
perguruan tinggi yuang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan
yang terakreditasi dan ditentukan oleh pemerintah. Ini berarti perguruan
tinggi yang tidak mempunyai program pengadaan tenaga kependidikan,
atau mempunyai program pengadaan tenaga kependidikan, tetapi tidak
terakreditasi, atau statusnya terakreditasi tetapi program pengadaan tenaga
kependidikannya tidak sesuai dengan program sertifikasi, atau memiliki
program yang sesuai dan terakrediatsi, tetapi tidak ditunjuk oleh pemerintah
tidak boleh melaksanakan sertifikasi. Hal ini dimaksudkan agar calon guru
yang mengikuti uji sertifikasi disesuaikan dengan kebutuhan guru di
lapangan dan terkait pula dengan ketentuan bahwa, setiap orang yang telah
memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk
diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu (UU No.14 Pasal
12). Ketentuan ini tentu tidak berlaku untuk guru dalam jabatan.
Mengenai persyaratan pendidik, UU No.20/2003 Pasal 28 ayat (1)
menegaskan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, kualifikasi akademik minimum adalah
diploma 4 atau sarjana dalam bidang keilmuan yang sesuai dengan
tugasnya, sedangkan syarat kompetensi dipenuhi dengan memperoleh
sertifikat pendidik atau sertifikat guru (PP No.19/2005 Pasal 29).Di
samping itu,UU No.14/2005 Pasal 8 juga menyatakan bahwa guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan
tinggi program sarjana atau diploma empat (UU No.14/2005 Pasal 9).
Kompetensi, yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
kompetensi profesional diperoleh melalui pendidikan profesi (UU
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
438
No.14/2005 Pasal 10). Sesuai dengan penjelasan Pasal 15 UU No.20/2003,
pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana
yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan
persyaratan keahlian khusus. Ini berarti, ujung dari pendidikan profesi iulah
yang akan melakukan uji sertifikasi, sehingga yang lulus akan memperoleh
sertifikat profesi pendidik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa syarat mengikuti uji
sertifikasi bagi calon guru yang sudah mempunyai ijazah minimum D4/S1
adalah mengikuti pendidikan profesi. Masalah timbul, bagaimana halnya
dengan guru dalam jabatan, baik PNS maupun non-PNS, yang jumlahnya
mencapai 2.691.957 orang (Balibang, Depdiknas, 2004). Mengharuskan
mereka mengikuti pendidikan profesi akan memakan biaya terlalu besar
dan waktu terlalu lama, padahal tahun 2015 sertifikasi harus sudah
tuntas.Oleh karena itu, sekaligus untuk menghargai jasa guru dalam
jabatan, rencananya PP Guru memberikan kemudahan. RPP itu sendiri
masih dalam penggodokan, yang mudah-mudahan segara ditandatangani
oleh Presiden.
DAFTAR PUSTAKA
Joni , T. Raka. 1979. Pembinaan Staf Akademik Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Jakarta.
Rindjin, Ketut. 1991. Kualifikasi Guru Sekolah Dasar Menuju Mutu
Pendidikan yang Lebih Baik. Makalah Seminar Eksistensi PGSD
dalam Rangka Peningkatan Mutu Pendidikan di Singaraja, 12 Juni
1991.
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
439
Rindjin, Ketut. 1997. Pembinaan Profesi Guru (Suatu Prasyarat untuk
Peningkatan Mutu
Pendidik). Makalah disampaikan pada
Penataran Instruktur Peningkatan Kualitas Guru dalam Rangka
Penerapan Kurikulum Muatan Lokal Sekolah Dasar Provinsi Bali.
Rindjin, Ketut. 2005. Pendidikan adalah Syarat Mutlak Bagi Eksistensi
Manusia. Makalah disampaikan dalam Rangka Sosialisasi Peranan
Pendidik untuk Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia, di
Tabanan, 15 April 2005.
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
Download