ForumGuru

advertisement
ISSN 0215 - 8250
523
GURU YANG PROFESIONAL DAN TUNJANGAN PROFESI GURU
oleh
Sukadi
Jurusan PPKN
Fakultas IPS, Universitas Pendidikan Ganesha
ABSTRAK
Guru yang profesional dituntut paling tidak menguasai empat
kompetensi, yaitu kepribadian, sosial, pedagogis, dan profesional. Tugas
mengembangkan dan melaksanakan profesi guru seperti ini amat berat.
Karena itu, guru perlu memiliki komitmen pada bidang tugas dan profesi
mereka sehingga dapat memberikan kontribusi pada pertumbuhan dan
perkembangan bangsa Indonesia, terutama dalam memberdayakan sumber
daya manusia yang unggul. Meningkatkan kualitas profesional guru
bukanlah tugas yang mudah, melainkan perlu dikembangkan secara terus
menerus. Guru perlu meningkatkan kondisi kehidupan diri dan keluarganya
agar guru tetap memiliki komitmen kuat dalam mengemban tugas berat
pengembangan profesinya. Di sinilah diperlukan tunjangan profesi guru
yang memadai tanpa membeda-bedakan status dan kedudukan mereka
antara guru negeri dan swasta, kecuali semata-mata berdasarkan
kemampuan atau kompetensi dan prestasinya.
Kata kunci : guru profesional dan tunjangan profesi guru.
ABSTRACT
Professional teachers need minimally to master four competences,
namely: personal, social, paedagogical, and professional competences. The
task to develop and perform these competences is very difficult, and,
therefore, teachers necessarily commit to their profession so that they can
contribute to the progress of Indonesian, especially in empowering human
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
524
resources. Improving the quality of teachers’ profession is not an eassy
task. This needs to make progress continously. That is why, it is important
to enhance the quality of teachers’ lives and their family so that they always
commit to empower and develop their profession. All teachers need to have
enough professional income without discriminating their status between
state school and private school teachers. They should be appreciated
according to their competences and achievement.
Key words : professional teacher and teachers’ income.
1. Pendahuluan
Sudah menjadi kebenaran umum bahwa suatu bangsa/negara yang
pembangunan bidang pendidikan sumber daya manusianya maju, maka
maju dan berkembang pulalah bangsa dan negara itu. Karena itu, jika
bangsa Indonesia ingin maju dan bisa berkompetisi dengan bangsa-bangsa
lain di dunia, maka memajukan mutu pendidikan di Indonesia adalah suatu
conditio zine qua non.
Memajukan mutu pendidikan di Indonesia tidak mungkin akan
dicapai jika mutu sumber daya manusia perencana dan pelaksana
pendidikan tidak dikembangkan. Dalam hal ini upaya apapun yang
dilakukan dengan canggih untuk memajukan mutu pendidikan di Indonesia,
jika kondisi dan kemampuan gurunya tidak dikembangkan, maka sia-sialah
upaya perbaikan mutu pendidikan itu. Karena itu, guru mempunyai
kedudukan, posisi, fungsi, dan peran yang strategis. Orang boleh saja
mengatakan bahwa di abad pengetahuan dan informasi ini komputer telah
memegang posisi yang sentral dan sebagian dapat menggantikan posisi
sekolah dan guru, tetapi bagaimanapun juga keberadaan guru tidak bisa
diabaikan dalam proses pendidikan. Guru adalah ujung tombak pengarah
pencapaian mutu pendidikan di Indonesia. Mengenai pentingnya peranan
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
525
guru ini, Zakiyah (2005) memberikan sebuah ungkapan bahwa seorang
guru harus menguasai materi pembelajaran yang akan disampaikan. Lebih
baik dari itu, penguasaan metode pembelajaran oleh seorang guru memiliki
arti lebih penting lagi dan menentukan keberhasilan suatu proses
pembelajaran daripada hanya penguasaan materi. Di atas itu semua, posisi
dan peran guru jauh lebih penting dan menentukan atas segalanya.
Suatu sistem pendidikan yang maju dan bermutu, membutuhkan
guru yang profesional. Guru yang profesional adalah guru-guru yang
menghargai benar profesinya. Ditengarai, guru yang menghargai profesinya
adalah guru yang memiliki kepribadian pendidik yang dapat diteladani;
setia dan memiliki komitmen yang kuat pada bidang profesinya; memiliki
kompetensi sosial yang tinggi dalam memajukan organisasi profesinya;
memiliki dan selalu dapat mengembangkan kompetensi pedagogis dalam
tugas-tugas mendidik, mengajar, dan melatih; memiliki kompetensi
profesional dalam menguasai dan mengembangkan bidang ilmu yang
digeluti; memiliki kemampuan dalam mengembangkan kompetensi
pedagogis dan profesionalnya melalui kegiatan berinkuiri reflektif; dan di
abad komunikasi dan informasi ini memiliki kemampuan dalam mengakses,
memanfaatkan, dan mengelola informasi dari berbagai sumber untuk
kepentingan pendidikan dan pengajaran yang digelutinya.
Sayangnya, profesi guru di Indonesia masih dipandang sebelah
mata. Sebagian pakar dan pendidik bahkan percaya bahwa profesi guru di
Indonesia adalah profesi yang terbuka. Artinya, profesi guru tidak
sepenuhnya profesional, karena ada anggapan bahwa siapa saja bisa
menjadi guru di Indonesia. Lihat saja, misalnya, guru-guru di sekolah tidak
seluruhnya sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan profesinya. Kondisi
ini diperburuk lagi dengan tidak adanya jaminan dan perlindungan hukum
terhadap profesi guru selama ini dan tidak ada pengembangan profesi guru.
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
526
Pekerjaan guru untuk mendidik, mengajar, dan melatih siswa dinilai
sebagai pekerjaan rutin sehari-hari yang tidak lebih dari pekerjaan rutin
seorang pegawai atau karyawan di kantor. Akibatnya, penghargaan
terhadap profesi guru pun hanya sekadar pujian dalam lagu-lagu sebagai
“Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” sementara nasib guru terjebak dalam
kemiskinan.
Dalam kondisi nasib guru yang terbelenggu kemiskinan, tentu
tidaklah mungkin mengharapkan dari guru itu sendiri akan dapat
meningkatkan kualitas dan mengembangkan profesinya secara profesional.
Menurut teori kebutuhan Maslow, tidak akan mungkin seseorang
mengembangkan kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya jika
kebutuhan pokoknya saja belumlah terpenuhi. Maka tidaklah mungkin juga
bagi seorang guru untuk mengaktualisasikan dirinya menjadi guru yang
benar-benar profesional jika kebutuhan pokoknya belum terpenuhi karena
faktor
kemiskinannya.
Sebagaimana
diketahui
berkembangnya
profesionalisme sangat ditentukan oleh faktor internal subjek profesi dan
juga oleh faktor eksternal.
Ke depan profesi guru perlu lebih dijamin perlindungan hukumnya,
perlu lebih dibina dan dikembangkan kompetensi-kompetensi gurunya.
Karena itu, perlu lebih diberikan penghargaan yang setimpal dalam
tunjangan profesinya sehingga guru, baik secara internal maupun eksternal
mau, mampu, dan berkomitmen tinggi dalam mengembangkan profesinya
menjadi guru yang lebih profesional.
2. Pembahasan
2.1 Perubahan Paradigma Pendidikan di Indonesia
Dewasa ini, memasuki abad ke 21, sebagai abad informasi, bangsa
Indonesia menata kembali sistem pendidikannya dengan sebuah paradigma
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
527
baru. Dalam hal ini pelaksanaan sistem pendidikan tidak lagi ditentukan
secara tersentralisasi dengan segala dampak ikutannya yang menyebabkan
lemahnya otonomi sekolah dan guru, serta menjauhkan sekolah dari
masyarakat lingkungannya. Ketidakberdayaan guru dan siswa dalam
berkreativitas, sebagai dampak pengiringnya, juga menjadi ciri pendidikan
dengan gaya konvensional. Kini pendidikan dikembangkan berbasis luas
(broad-based education). Dengan paradigma ini, pendidikan haruslah
sesuai dengan tingkat perkembangan kebutuhan masyarakat (lokal,
nasional, dan global), mengacu pada standar-standar yang berkembang
dalam lingkup masyarakat, dan pendidikan haruslah dapat menjadi agen
perubahan sosial dalam masyarakat. Dengan begitu sekolah dan masyarakat
tidaklah dapat dipisahkan. Di sini pendidikan tidak menjadi menara gading
bagi masyarakat, melainkan menjadi menara apinya. Karena itu, pendidikan
juga dikembangkan berbasis pada lingkungan kontekstual masyarakat
(Depdiknas, 2004).
Sejalan dengan paradigma di atas, maka pendidikan, menurut
Suryadi (2002), haruslah dapat mengembangkan kecakapan-kecakapan
hidup (life skills) yang dibutuhkan oleh subjek didik dan masyarakat, baik
yang mencakup kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan
intelektual dan akademis, maupun kecakapan vokasional. Kecakapankecakapan hidup ini sangat dibutuhkan subjek didik dalam kehidupan di
masyarakat, baik untuk kepentingan melanjutkan studi ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk terjun dalam lingkungan
kontekstual masyarakat, dan bersama-sama masyarakat memajukan
kehidupan dalam era kompetisi global.
Pendidikan haruslah dapat memberdayakan kompetensi peserta
didik yang dapat memenuhi standar-standar kompetensi. Kompetensi
tersebut pada dasarnya merupakan perwujudan kecakapan-kecakapan hidup
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
528
dalam mengembangkan pengetahuan, nilai dan sikap, dan keterampilan,
yang disatukan oleh aspek-aspek konfidensi, komitmen, dan performance
kompetensi dapat menjadi landasan kebiasaan bersikap dan bertingkah laku
dalam kehidupan sehari-hari. Pencapaian tujuan-tujuan mulia seperti ini
dapat dilakukan dengan pengembangan berbagai model pendidikan dan
pembelajaran yang kontekstual dengan berbasis pada proses rekonstruksi
pengetahuan oleh subjek didik itu sendiri dalam lingkungan sosial
kontekstualnya pula. Dalam bahasa harapan UNESCO pendidikan haruslah
memberikan pengalaman belajar: learning how to know (much and
essensial), learning how to do (much and essensial), learning how to be
(human and the best), and learning how to live together (with trust and
respect).
Keseluruhan hubungan konsep-konsep di atas memberikan
karakteristik yang utuh pada pengembangan paradigma baru
penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia. Menurut Makagiansar
(1996), memasuki abad 21 ini, pendidikan akan mengalami perubahan
paradigma yang meliputi pergeseran paradigma (1) dari belajar terminal ke
belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan
ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat
konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang
menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan
keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta
aksara ke kampanye melawan buta teknologi, budaya, dan komputer, (6)
dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, dan
(7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.
Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut tampak bahwa pendidikan
dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
529
bersifat kompetitif. Di era global ini, pendidikan seperti yang dicanangkan
dalam perubahan paradigma pendidikan di Indonesia tersebut, diharapkan
dapat menghasilkan karakteristik warga negara global seperti digambarkan
oleh Cogan, et al (1997) yang memiliki kemampuan think globally, act
locally, and commit nationally (lihat juga Sukadi, 2006).
2.2 Pengembangan Tanggung Jawab Profesionalitas Guru
Pengembangan sistem pendidikan berparadigma baru seperti
digambarkan di atas tidak dapat dilakukan oleh pendidik konvensional.
Artinya, tugas-tugas pendidikan yang makin berat ke depan tidak dapat
dilakukan hanya oleh guru-guru biasa seperti yang ada saat ini. Hal ini
mengingat guru sebagai praktisi pendidikan yang menjadi ujung tombaknya
perlu mememegang peranan penting apakah cita-cita pendidikan nasional
sebagai tergambar di atas dapat diemban oleh guru. Di sinilah diperlukan
sebelumnya untuk menganalisis apa saja peluang dan tantangan serta
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh profesi guru dewasa ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk membina dan mengembangkan
sumber daya manusia yang bermutu di era pengetahuan, globalisasi,
kebebasan memilih, demokratisasi, dan era kompetisi ini, guru di
Indonesia sebagai pendidik profesional memiliki peluang dan tantangan
yang luas dan terbuka. Peluang dan tantangan itu terutama karena semakin
berkembangnya kebutuhan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Ini dapat dilihat dengan semakin berkembangnya kebutuhan
masyarakat untuk memperoleh akses pendidikan di lembaga-lembaga
pendidikan unggul berstandar nasional dan internasional. Peluang seperti
ini pula ternyata dibarengi dengan mulai masuknya guru-guru asing di
Indonesia yang memiliki kompetensi yang lebih unggul dan mampu
berkompetisi yang dapat menjadi tantangan bagi guru-guru di Indonesia.
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
530
Peluang dan tantangan yang lain adalah karena makin pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi tugas guru
untuk mengakses, memilih, dan menggunakannya untuk kepentingan
memberdayakan peserta didik agar memiliki dan mengembangkan
kompetensi kecakapan hidupnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk kehidupannya tersebut. Peluang dan tantangan ini
harus diambil dan direbut oleh guru jika tidak ingin profesi guru di
Indonesia bak kakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau. Begitu
pula, menjadi wajib hukumnya bagi guru-guru di Indonesia untuk merebut
peluang dan tantangan perkembangan iptek tersebut jika bangsa Indonesia
tidak ingin ketinggalan kereta dari bangsa-bangsa lain dalam memajukan
perkembangan iptek yang sangat diperlukan bagi kehidupan manusia. Tentu
tanpa harus meninggalkan faktor-faktor keimanan dan ketaqwaan serta
pewarisan nilai-nilai budaya luhur bangsa.
Jujur harus diakui bahwa dengan peluang dan tantangan profesi
guru seperti di atas, kondisi profesi guru di Indonesia sangat lemah
kedudukannya. Dari segi kualifikasi, banyak guru di Indonesia yang belum
memiliki kualifikasi pendidikan yang diperlukan untuk dapat menjadi guru
yang profesional. Di negara-negara tetangga seperti Malaysia dan
Singapura banyak guru bahkan telah bergelar master dan doktor. Sementara
guru-guru kita di Indonesia masih ada dan banyak yang berijazah Diploma I
dan II. Begitu pula dengan ketentuan persyaratan untuk memperoleh
sertifikat sebagai guru profesional yang memenuhi standar kompetensi.
Sampai saat ini, guru-guru di Indonesia belum pernah diuji pemenuhan
standar kompetensi profesionalnya. Beberapa kegiatan uji coba uji
kompetensi ini, walau tidak dipublikasikan, mengindikasikan betapa
lemahnya penguasaan kompetensi profesional guru-guru di Indonesia.
Walau tidak terkait langsung dengan masalah profesionalisme, penelitian
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
531
yang dilakukan Bapeda Kabupaten Buleleng (2006) salah satunya terhadap
pemilikan sumber belajar oleh guru menunjukkan bahwa guru-guru di
Kabupaten Buleleng dari tingkat SD sampai dengan SMA sangat minimal
dalam pemilikan sumber belajar. Sumber belajar utama yang dimiliki guruguru adalah buku teks materi pelajaran yang dibinanya. Sementara
pemilikan buku-buku dan sumber belajar yang lain, terutama untuk
membantu meningkatkan kemampuan profesionalnya seperti majalah dan
jurnal bisa dikatakan sangat kecil kalau tidak boleh dikatakan tidak ada
sama sekali.
Yang lebih menyedihkan lagi adalah memudarnya komitmen
sebagian guru untuk menjadi tenaga pendidik yang profesional. Beberapa
laporan jurnalistik menunjukkan bahwa karena terhimpit oleh tuntutan
ekonomi sebagai konsekuensi kecilnya dana penghargaan terhadap profesi
guru, ada sebagian guru yang harus meninggalkan profesi utamanya
sebagai pendidik untuk mengambil pekerjaan lain sebagai sambilan sematamata demi menyambung hidup keluarga setiap bulan. Konsekuensinya,
mereka harus meninggalkan anak didiknya belajar secara mandiri di
sekolah tanpa bimbingan guru yang memadai. Bisa dibayangkan kemudian
bagaimana hasil pendidikan dari guru-guru yang termarginalkan seperti itu
secara ekonomi.
Menyadari adanya peluang dan tantangan tetapi dengan beberapa
kelemahan yang sebagiannya dapat digambarkan seperti di atas, maka
upaya meningkatkan profesionalitas guru di Indonesia juga merupakan
conditio zine qua non. Harapan seperti ini telah diakomodasi dalam
Undang-undang tentang Guru dan Dosen. Dalam pasal 5 undang-undang ini
ditegaskan prinsip-prinsip profesionalitas tersebut sebagai berikut. (1)
Mengembangkan bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2) Memiliki
kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
532
tugasnya, (3) Memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugasnya, (4)
Mengembangkan ikatan kesejawatan dan kode etik profesi, (5)
Mengembangkan tanggung jawab tugas profesional, (6) Mendapatkan
penghasilan sesuai prestasi kerja, (7) Mengembangkan profesi secara
berkelanjutan, (8) Memperoleh jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan profesi, dan (9) Memiliki dan mengembangkan organisasi
profesi.
Sesuai dengan jiwa undang-undang ini, jelaslah bahwa
profesionelisme guru bukanlah sekadar pemenuhan pemilikan ijazah atau
akte keguruan semata. Menurut para ahli, profesionalisme menekankan
kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta
strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa
profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen,
melainkan lebih merupakan sikap dan perilaku. Pengembangan
profesionalisme lebih dari seorang teknisi, dan bukan hanya memiliki
keterampilan yang tinggi, melainkan memiliki suatu tingkah laku yang
dipersyaratkan.
Pertama, yang harus dilakukan untuk meningkatkan profesionalitas
guru-guru di Indonesia adalah meningkatkan kualifikasi pendidikannya
yang menurut undang-undang minimal harus telah menyelesaikan
pendidikan setara dengan sarjana pendidikan S1 atau telah memperoleh
diploma IV. Peningkatan kualifikasi pendidikan ini sangat penting karena
masalah-masalah pendidikan dewasa ini sudah menjadi begitu kompleks
yang tidak dapat dipecahkan hanya dengan berbekal pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh setara dengan pendidikan diploma I atau
diploma II kependidikan apalagi hanya setara SMA/ sederajat.
Kedua, seorang guru haruslah juga memiliki sertifikat pendidikan
sebagai guru profesional yang pemilikannya harus ditunjukkan melalui
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
533
kemampuan uji sertifikasi yang terstandar. Dalam uji sertifikasi ini perlu
untuk diuji dan dikembangkan bentuk-bentuk kompetensi terutama yang
menyangkut kompetensi kepribadian dan keimanan, kompetensi sosial,
kompetensi pedagogis, dan kompetensi akademis. Uji sertifikasi ini
dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi yang mendapat mandat dari
pemerintah.
Seorang guru haruslah memiliki kompetensi personal. Di samping
harus menunjukkan crada dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, hal
ini juga mencakup antara lain: kepribadian yang mencerminkan komitmen
dan nilai-nilai yang kuat dalam penghargaan terhadap profesi guru;
menunjukkan sikap dan perilaku sebagai guru yang selalu bertanggung
jawab pada kemajuan belajar subjek didiknya; memiliki etos kerja yang
tinggi dalam memajukan profesi guru; dan selalu mencerminkan sikap dan
perilaku teladan baik kepada sesama guru, kepada masyarakat, maupun
terutama kepada subjek didiknya.
Seorang guru juga haruslah memiliki kompetensi sosial. Ia harus
selalu bisa bekerja sama dan menyelesaikan konflik sebagai satu tim dalam
memajukan lembaga pendidikannya karena ia sangat menghargai sejawatsejawatnya. Kemampuan ini dilandasi oleh kemampuan guru
berkomunikasi secara terbuka, jujur, dan bersahaja. Ia juga harus selalu
berkomunikasi dan memupuk kerja sama dengan pihak-pihak terkait (orang
tua siswa, tokoh-tokoh masyarakat, aparat pemerintah, dunia usaha dan
industri, dan unsur-unsur masyarakat lainnya) dengan landasan saling
percaya dan saling menghormati.
Dalam hal kompetensi pedagogis dan profesional, seorang guru
haruslah menguasai kompetensi-kompetensi berikut, antara lain: memahami
hakikat perkembangan dan lingkungan sosiokultural peserta didik; memiliki
landasan-landasan yang kuat baik secara psikologis, sosiologis, maupun
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
534
kultural dalam menyelenggarakan praktik pendidikan dan pembelajaran;
memiliki kemampuan penguasaan materi/ bahan pelajaran; memiliki
kemampuan perencanaan program proses belajar-mengajar; memiliki
kemampuan pengelolaan program belajar-mengajar; kemampuan dalam
pelaksanaan proses belajar-mengajar; kemampuan penggunaan media dan
sumber pembelajaran; kemampuan pelaksanaan evaluasi dan penilaian
prestasi siswa; kemampuan program bimbingan dan penyuluhan;
kemampuan dalam pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar siswa;
kemampuan pelaksanaan administrasi kurikulum atau administrasi guru;
kemampuan memanajemen dan memimpin organisasi sekolah dan
organisasi profesi; serta kemampuan melaksanakan penelitian tindakan
kelas. Di samping semua ini, seorang guru juga haruslah memiliki
kemampuan untuk mengakses informasi dari berbagai sumber, memilihmilih dan memilahnya, mengolah informasi, serta dapat menggunakannya
untuk kepentingan dirinya sendiri, kepentingan masyarakat, maupun
terutama untuk kepentingan subjek didiknya.
Ketiga, untuk menjadi profesional, seorang guru juga haruslah
fungsional. Betapapun hebatnya seorang guru memiliki kompetensi, jika ia
tidak fungsional maka sesungguhnya ia tidaklah profesional. Fungsional,
artinya seorang guru haruslah selalu berkarya sesuai fungsi dan bidang
tugasnya baik yang menjadi tugas utama maupun tugas penunjang. Tugas
utama seorang guru adalah mendidik, mengajar, melatih, dan membimbing
para siswanya. Ini mencakup membuat perencanaan program dan
kurikulum,
melaksanakan
pembelajaran,
membimbing
siswa,
mengembangkan sumber dan media pembelajaran, melakukan penilaian
dan melaporkan, mendiagnose kesulitan belajar siswa, dan melakukan
penelitian tindakan kelas. Sementara itu, tugas-tugas penunjang yang juga
harus dilaksanakan oleh guru antara lain adalah tugas-tugas adminsitrasi
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
535
sekolah, tugas-tugas manajemen dan kepemimpinan, kerja sama dan
pengabdian kepada masyarakat, tugas pengembangan lembaga, dan tugastugas untuk meningkatkan kualitas diri secara profesional seperti mengikuti
penataran dan pelatihan, mengikuti seminar dan workshop,
menyelenggarakan pameran, dan sejenisnya. Karya besar guru yang
profesional itulah sesungguhnya yang kemudian harus dihargai setimpal
dengan latar belakang pendidikannya, pengalaman masa kerjanya, dan
tingkat profesionalitasnya.
2.3 Tunjangan Profesi Guru
Di dalam Undang-undang tentang Guru dan Dosen, profesi guru
yang dijalankan secara fungsional layak mendapatkan penghargaan yang
setara dengan pengakuan dan penghargaan terhadap profesi-profesi lainnya.
Penghargaan ini diwujudkan dalam pemberian tunjangan profesi bagi guru
yang layak diterima oleh guru-guru yang profesional tanpa membedabedakan statusnya apakah guru negeri atau swasta. Pemberian tunjangan
profesi guru ini, dewasa ini, akan lebih memenuhi rasa keadilan dalam
masyarakat.
Seorang guru yang profesional secara fungsional pantas untuk
menerima beberapa jenis tunjangan berkarya. Prinsip pemberian tunjangan
ini jelas mempertimbangkan bagaimana agar guru-guru dapat berkarya
secara optimal untuk memenuhi standar profesionalismenya. Seorang guru
profesional yang berkarya secara fungsional pantas untuk menerima gaji
pokok yang setara dengan gaji pegawai lainnya yang tidak bersifat
fungsional. Pemberian gaji pokok ini didasarkan pada pemenuhan
kebutuhan pokok guru sebagai pegawai agar dapat menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya. Besarnya gaji pokok ini disesuaikan dengan pangkat
dan golongan serta masa kerja guru itu di samping harus memperhatikan
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
536
pula semestinya latar belakang kesesuaian dan jenjang pendidikan guru
tersebut.
Di samping gaji pokok, seorang guru yang profesional juga pantas
untuk menerima tunjangan khusus yang melekat pada gaji pokok tersebut,
antara lain: tunjangan istri/suami dan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan
beras, tunjangan hari tua/pensiun, tunjangan pendidikan anak, dan
sejenisnya. Pemberian tunjangan-tunjangan khusus yang melekat pada gaji
pokok ini dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada para guru
dalam menjalankan fungsi profesinya sehingga tidak terganggu dengan
upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok keluarga dan masa tuanya.
Dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok ini tentu diharapkan para
guru dapat berkonsentrasi dalam menjalankan fungsi profesinya dengan
komitmen dan tanggung jawab yang tinggi.
Tunjangan yang juga pantas diberikan kepada guru yang profesional
adalah tunjangan profesi yang besarnya ditentukan setara dengan satu kali
gaji pokok. Pemberian tunjangan profesi ini dilakukan setelah seorang guru
memenuhi standar kompetensi dan memiliki sertifikat sebagai guru yang
profesional. Hal ini pun harus dilakukan peninjauan dalam jangka waktu
tertentu. Pemberian tunjangan ini jelas mempertimbangkan penghargaan
yang setimpal dengan pengembangan kemampuan guru secara profesional.
Dengan pemberian tunjangan profesi ini diharapkan guru-guru yang
profesional tidak lagi akan meninggalkan profesinya untuk bekerja pada
bidang lain sebagai sambilan yang dapat mengganggu komitmen dan
tanggung jawabnya dalam menjalankan fungsi, tugas, dan tanggung jawab
utamanya.
Di samping itu, guru-guru juga akan menerima tunjangan jabatan
fungsional guru. Dalam beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan guru-guru, besarnya tunjangan
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
537
fungsional guru ini direncanakan akan sebesar Rp 500.000 / bulan yang
rencananya akan mulai diberlakukan sejak awal tahun anggaran 2007
(Kompas, 2006; Pikiran Rakyat, 2006).
Bagi guru-guru di daerah-daerah terpencil direncanakan juga akan
menerima tunjangan perumahan dinas. Hal ini penting untuk memberikan
penghargaan kepada guru-guru profesional yang bersedia mengabdikan
dirinya di daerah-daerah terpencil.
Dengan berbagai bentuk tunjangan profesi guru tersebut, jelaslah
bahwa pemerintah dan masyarakat Indonesia pada umumnya dewasa ini
telah memberikan rasa keadilan dalam pemberian penghargaan kepada
guru-guru yang dapat menjalankan tugas dan profesinya secara fungsional
dan profesional. Pemberian penghargaan yang setimpal dalam berbagai
bentuk tunjangan profesi guru tersebut yang ditetapkan dalam undangundang dan beberapa peraturan pemerintah nantinya diharapkan dapat lebih
menjamin keberlangsungan profesi guru dan lebih memberikan jaminan
perlindungan hukum bagi pelaksanaan dan pengembangan profesi guru itu
sendiri. Niat dan upaya yang mulia dari pemerintah ini sudah tentu harus
disambut dengan baik oleh guru-guru untuk berkomitmen tinggi
melaksanakan tugas-tugasnya secara fungsional dan profesional. Pada
gilirannya tentu diharapkan dapat berkontribusi pula pada peningkatan
kualitas pendidikan di Indonesia dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia Indonesia pada umumnya.
Karena itu, pemerintah Indonesia haruslah bersungguh-sungguh
dalam mewujudkan penghargaan terhadap profesi guru tersebut jika tidak
ingin kondisi pendidikan di Indonesia terus berlangsung dalam lingkaran
setan yang makin memperburuk pengembangan kualitas sumber daya
manusia Indonesia. Pemerintah dan organisasi profesi guru perlu bekerja
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
538
sama bahu membahu dalam menyelesaikan masalah ini secara optimal agar
diperoleh keputusan dan kebijakan yang saling menguntungkan.
3. Penutup
Seiring dengan perubahan paradigma pendidikan di Indonesia yang
berbasis luas pada masyarakat (broad-based education) untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, kualitas profesional
guru perlu ditingkatkan. Peningkatan kualitas profesional guru perlu
dilakukan antara lain melalui peningkatan kualifikasi pendidikan guru dan
peningkatan kompetensi profesional guru yang mencakup kompetensi
pribadi, sosial, pedagogis, dan kompetensi profesional. Upaya yang akan
dilakukan untuk meningkatkan kualitas profesional guru tidak akan tercapai
secara maksimal jika kesejahteraan profesional mereka tidak juga
ditingkatkan. Peningkatan tunjangan profesi guru merupakan conditio zine
qua non. Mereka perlu diberikan gaji pokok, tunjangan fungsional,
tunjangan profesional, dan tunjangan lainnya (kesehatan, perumahan, dan
keluarga) yang memadai sehingga memungkinkan mereka dapat
berkomitmen kuat untuk mengembangkan dan melaksanakan tugas
profesinya dengan baik dan berkualitas secara terus-menerus.
DAFTAR PUSTAKA
Bapeda Buleleng. 2006. Analisis Kebutuhan Standar Minimal Sarana
Pendidikan pada Sekolah Dasar dan SMA Sekabupaten Buleleng.
Laporan Penelitian (tidak dipublikasikan. Singaraja: Bapeda
Buleleng.
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
ISSN 0215 - 8250
539
Cogan, J. J. et al. (1997). Multidimensional Citizenship: Educational Policy
for the 21st Century. An Executive Summary of the Citizenship
Education Policy Study Project.
Depdiknas. (2004). Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup
(Life Skills) Pendidikan Non Formal. Jakarta: Depdiknas.
Kompas. 2006. Guru yang Profesional.
Maister, DH. 1997. True Professionalism. New York: The Free Press.
Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of
Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers
(ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore.
Ruspendi, P. 2005. Profesionalisme Guru, Harapan dan Kenyataan. Pikiran
Rakyat, Nopember 2005.
Sukadi. 2006. Pendidikan IPS sebagai Rekonstruksi Pengalaman Budaya
Berbasis Ideologi Tri Hita Karana. Disertasi (tidak dipublikasikan).
Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Suryadi, A. (2002). Memahami ‘Life Skills’. Media Indonesia (14 Pebruari
2002).
Zakiyah, Siti Umi. 2005. Pendidik Profesional. Pikiran Rakyat, Desember
2005.
_______ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus TH. XXXX Mei 2007
Download