ISSN 0215 - 8250 161 KONTRIBUSI TINDAK PEMBELAJARAN GURU SEKOLAH DASAR TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA SISWA SD oleh Mg Rini Kristiantari Jurusan Pendidikan Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Terampil berbahasa bagi siswa sekolah dasar merupakan salah satu tujuan penting pembelajaran di kelas. Sebagai aktor penting dalam interaksi pembelajaran di kelas, guru sekolah dasar seyogyanya dapat menentukan tindak-tindak pembelajaran yang mengacu pada tujuan tersebut. Kenyataan yang terjadi pada pembelajaran Bahasa Indonesia selama ini, guru cenderung kurang memberikan perhatian dan kesempatan kepada siswa untuk berlatih berbahasa baik lisan maupun tulisan. Dengan demikian ketersediaan peluang yang sangat kaya bagi seorang guru di kelas sekolah dasar untuk ‘menitipkan pesan’ bagi peningkatan keterampilan berbahasa Indonesia siswa, khususnya membaca melalui bidang studi lain di luar bidang studi Bahasa Indonesia tidak pernah terwujud. Penelitian yang dilakukan dengan pendelatan kualitatif dan rancangan penelitian etnografis ini, dilaksanakan dalam rangka mengetahui kondisi objektif berkenaan dengan kontribusi tindak pembelajaran guru kelas 3 sekolah dasar pada peningkatan keterampilan membaca siswa. Temuan penelitian menunjukkan secara kuantitas dan kualitas konbtribusi tindak pembelajaran guru pada peningkatan keterampilan membaca siswa sekolah dasar relatif kurang maksimal. Kata kunci : tindak pembelajaran guru, keterampilan membaca. ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 162 ABSTRACT One of the aims of classroom learning is mastering language skills. As a matter of fact, teachers give less attention and opportunity for students to practice spoken and written language trough other subjects. This is a qualitative research with ethnographic approach to describe the contribution of a grade 3 elementary teacher’s instructional act to increase student reading. The findings show that the increase of student reading is relatively not maximal qualitatively and quantitatively. Key words : teacher’s instructional act, reading skills. 1. Pendahuluan Pendidikan dasar SD tidak lagi merupakan sekolah yang terminal setelah 6 tahun, melainkan menjadi bagian yang terintegrasikan dalam pendidikan dasar 9 tahun. Hal tersebut menuntut pengertian bahwa sebagai penggal pertama jenjang pendidikan dasar, fungsi SD sudah jelas berubah. Fungsi SD tidak lagi semata-mata menjadikan siswanya melek huruf dan dapat berpikir sederhana, sehingga kurang dapat membantu mewujudkan kemandiriannya. Lulusan SD harus menjadi melek huruf, dalam arti melek teknologi dan melek pikir yang keseluruhannya juga disebut melek budaya (cultural literacy) (Gani, 1995). Berdasar pada pernyataan di muka, proses pembelajaran di SD dijadikan basis pendidikan dalam membentuk insan Indonesia seutuhnya, seperti yang diisyaratkan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah tentang pendidikan dari tahun ke tahun. Lulusan SD ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 163 diharapkan dapat membekali dirinya dengan kemampuan-kemampuan dasar yang memungkinkan mereka mampu dan mau menata kehidupannya yang lebih layak, baik dalam proses pendidikan formal selanjutnya, maupun dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Sasaran tersebut dapat terjangkau jika program pembelajaran di SD memenuhi standar pendidikan yang bermutu, yakni pendidikan yang menawarkan proses pembelajaran yang memungkinkan hadirnya kecendekiaan, kearifan, kemandirian, dan kebersamaan yang setaraf dengan jenjang pendidikan SD. Proses pembelajaran di SD akan dikuasai lebih baik jika proses pembelajaran yang diwujudkan dalam tindak-tindak pembelajaran guru dari hari ke hari mencakup berbagai pengalaman belajar. Berbagai pengalaman belajar yang dimaksud adalah pengalaman belajar yang mendidik dan kreatif yang tidak sebatas mengacu kepada substansi GBPP, namun lebih kepada proses keterbentukan berbagai pengetahuan, keterampilan, dan sikap, serta nilai yang tersurat dan tersirat sebagai tujuan utuh pendidikan (Joni, 2000). Jika demikian halnya, ketersampaian pesan pendidikan sangat tergantung bukan pada meteri pesan yang ingin disampaikan melainkan lebih pada cara penyampaiannya. Keberdampakan dari proses penyampaian pesan itulah yang seyogyanya dimanfaatkan untuk mewujudkan sisi-sisi pesan pendidikan lain yang juga penting dalam kerangka tujuan utuh pendidikan yang justru tidak tepat apabila disampaikan hanya dalam kerangka pikir content transmission model (Joni, 2000). Sebaliknya, sasaran-sasaran pembentukan seperti kebiasaan berbahasa dengan baik dan lancar dalam hal ini kebiasaan membaca, harus diwujudkan sebagai dampak pengiring atau nurturant ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 164 effects dari keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan dan peristiwa pembelajaran yang dialami siswa. Terampil berbahasa dalam segala konteks pembelajaran di SD, SMP, SMA, maupun di Perguruan Tinggi, misalnya dalam pidato, bertukar pendapat, ceramah, menyediakan suatu ide, dan bercerita dalam berbagai situasi sangat diperlukan dalam proses kehidupan. Sebagai wahana berpikir dan wahana berkomunikasi untuk mengembangkan potensi intelektual, emosional, dan sosial, bahasa diharapkan dapat dikuasai dengan baik oleh setiap orang. Bahasa berfungsi mewadahi gagasan atau ide yang logis dan merupakan faktor utama yang menentukan perkembangan kognitif anak (Vygotsky, 1962). Peran pentingnya bahasa tersebut oleh Gardner (1993) diungkapkan melalui pendapatnya sebagai berikut : ‘…..language is a ‘preeminent instance of human intelligence’ that has been indispensable to human society. He notes the importance of the rhetorical aspect of language, or the ability to convince others of a course of action ; the mnemonic potential of language, or the ability to use words in remembering list or processes ; the capacity of language to explain concepts, and the value of metaphor in doing so ; and the use of language to reflect upon language, or to engage in ‘meta linguistic’ analysis’. Rangkuman berbagai pandangan berkenaan dengan hakikat membaca sebagai salah satu dari empat keterampilan berbahasa, diungkapkan oleh Syafi’ie (1999) sebagai berikut. Pertama, pada hakikatnya membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan seseorang untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 165 Kedua, membaca merupakan kegiatan visual yakni berupa serangkaian gerakan mata dalam mengiukuti baris-baris tulisan, pemusatan penglihatan pada kata dan kelompok kata, melihat ulang kata dan kelompok kata untuk memperoleh pemahaman terhadap bacaan. Ketiga, membaca adalah proses mengolah informasi yang dilakukan oleh pembaca dengan menggunakan informasi dalam bacaan dan pengetahuan serta pengalaman yang telah dipunyai sebelumnya yang relevan dengan informasi tersebut. Keempat membaca adalah proses berpikir yang terjadi melalui proses mempersepsi dan memahami informasi serta memberikan makna terhadap bacaan. Menurut teori Psikolinguistik, dalam proses membaca, pembaca menguraikan kode linguistik untuk memperoleh makna. Keterampilan seseorang dalam menulis pun erat kaitannya dengan kemauan seseorang untuk membaca, karena apa yang ditulis seseorang biasanya merupakan akumulasi dari pengetahuan seseorang tentang segala sesuatu yang terjadi, baik dalam lingkungannya sendiri maupun di luar lingkungannya. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari akitvitasnya dalam membaca, apakah membaca buku-buku ilmu pengetahuan, bacaan-bacaan populer seperti surat kabar maupun majalah. Ada dua cara yang ditempuh pembaca dalam memperoleh makna dari barang cetak tersebut. Pertama, secara langsung, yakni dengan menghubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya dan kedua secara tidak langsung, yakni dengan mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya dengan makna. Cara pertama umumnya digunakan oleh pembaca lanjut dan cara kedua oleh pembaca permulaan. ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 166 Kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya, kemampuan membaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian, khususnya dari kalangan guru. Jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lanjut siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai, yang pada akhirnya akan menjadi kendala bagi proses peningkatan kemampuan dirinya. Kemampuan membaca yang baik akan terwujud melalui pelaksanaan pembelajaran yang baik. Dengan demikian, pembelajaran membaca memang benar-benar mempunyai peranan penting, sebab selain seperti yang telah disebutkan di atas, melalui pembelajaran membaca, guru dapat berbuat banyak dalam proses pengindonesiaan anak-anak Indonesia. Dalam pembelajaran membaca, guru dapat memilih wacana-wacana yang memudahkan penanaman nilai-nilai keindonesiaan pada anak didik ; misalnya, wacana yang berkaitan dengan tokoh nasional, kepahlawanan, kenusantaraan, dan kepariwisataan. Melalui pembelajaran membaca pula, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar, dan kreativitas anak didik (Akhadiah, 1992). Melihat pentingnya peranan membaca terhadap pengembangan keterampilan bahasa tulis, guru dan orang tua perlu melakukan usahausaha yang dapat mendorong anak-anak agar memiliki kegemaran membaca. Kegemaran itu hendaknya terus dipupuk sehingga menjadi kebiasaan yang mendarah daging dan membudaya. Salah satu indikator kemajuan masyarakat adalah keberaksaraan. Suatu kelompok ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 167 masyarakat dapat digolongkan sebagai masyarakat modern apabila anggotanya memiliki tingkat keberaksaraan yang tinggi. Bagi masyarakat yang ingin maju tidak ada pilihan lain kecuali meningkatkan taraf keberaksaraan anggotanya. Hanya mereka yang memiliki keterampilan membacalah yang akan memiliki sejumlah pilihan dan mampu membuat hidupnya lebih bermakna (Ellis dkk, 1989). Untuk itulah, agar dapat meningkatkan kemampuan membaca murid sekolah dasar, guru perlu memperhatikan bahan ajar membaca, metode pembelajaran membaca, dan problem umum yang dihadapi anak dalam membaca. Berkaitan dengan bahan ajar membaca, dalam kurikulum 1994 memang tidak secara eksplisit mencantumkan bahan ajar bahasa Indonesia. Penentuan materi pelajaran didasarkan pada tujuan kelas dan butir-butir pembelajaran yang intinya antara lain bahwa bahan pengajaran yang dipilih harus dapat dijadikan sebagai pendorong kegiatan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan keterampilan berbahasa. Metode pembelajaran membaca yang dirujuk dan telah dipraktikan oleh guru-guru di sekolah dasar adalah membaca tanpa buku dan membaca dengan buku. Metode membaca tanpa buku dilaksanakan bagi anak yang belum mengenal huruf. Sedangkan membaca dengan buku dilaksanakan setelah anak mengenal huruf. Pentingnya bahasa menjadi alasan bahwa penguasaan keterampilan berbahasa siswa SD dalam hal ini keterampilan membaca perlu ditingkatkan melalui kegiatan pembelajaran yang harus dirancang secara integratif baik antara bidang studi maupun intra bidang studi dalam tujuan yang lebih komprehensif. Belajar berbahasa itu terpadu dengan wilayah bidang studi lain dalam tujuan yang lebih besar dan ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 168 luas yang dapat menyebabkan berkembangnya pengetahuan anak, keterampilan, watak, dan perasaannya. Hal itu dapat dilakukan tidak hanya melalui bidang studi bahasa Indonesia saja melainkan juga melalui proses pembelajaran bidang studi lain, seperti IPA, IPS, kesenian, PPKN, dan sebagainya. Penelitian-penelitian tentang tindak pembelajaran guru kelas 3 sekolah dasar terkait dengan sumbangannya terhadap proses peningkatan keterampilan berbahasa siswa yakni keterampilan membaca di Indonesia, sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Akibatnya belum banyak terungkapkan tindakan pembelajaran apa sajakah yang telah dan belum ditempuh guru sekolah dasar berkaitan dengan sumbangannya terhadap proses peningkatan keterampilan berbahasa siswa tersebut. Hasil studi awal pada beberapa SD di seputar Kota Denpasar menunjukkan bahwa pada umumnya siswa kelas 3 sekolah dasar belum mampu berbahasa (Indonesia) secara optimal. Hal ini disebabkan tindak pembelajaran guru yang kurang efektif dan efisien. Tindak pembelajaran yang dilakukan guru pada lima bidang studi utama yang teramati yakni, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan PPKN cenderung monoton, yaitu ceramah dan tanya jawab, kurang dalam memberikan koreksi dan motivasi, khususnya yang berkaitan dengan proses peningkatan keterampilan berbahasa siswa adalah kurang efektifnya komunikasi verbal dan non-verbal yang dilakukan guru, sehingga ketersediaan peluang yang sangat kaya bagi seorang guru kelas di sekolah dasar untuk ‘menitipkan pesan’ bagi peningkatan keterampilan berbahasa siswa melalui pembelajaran bidang studi lain di luar bidang studi bahasa Indonesia tidak pernah terwujud. ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 169 Jika persoalan ketidakmampuan guru dalam melaksanakan tindak pembelajaran di kelas baik secara verbal maupun non verbal tidak segera diatasi, siswa relatif sukar menyerap informasi dan melaksanakan tugas-tugas yang diarahkan guru. Persoalan ini berdampak pada kurang optimalnya keterampilan siswa dalam berbahasa sebagai ‘panen utama’ yang diperoleh melalui direct instruction dalam bidang studi bahasa Indonesia, akan tetapi sengaja sebagai ‘hasil panen tumpang sari’ yang diperoleh melalui pembelajaran bidang studi-bidang studi lain. Untuk itu, fokus masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah tindak pembelajaran guru kelas 3 sekolah dasar dalam pembelajaran lima bidang studi utama (PPKN, BI, IPA, IPS, dan Matematika) yang berkontribusi pada peningkatan keterampilan membaca siswa”. Kontribusi yang dimaksud adalah sumbangan atas tindaktindak pembelajaran guru yang dapat membuat siswa belajar berbahasa. Tindak Pembelajaran mengacu pada perilaku mengajar guru kelas 3 SD baik verbal maupun non-verbal yang potensial berkontribusi pada peningkatan keterampilan membaca siswa yang teramati oleh orang lain. Perilaku Verbal diwujudkan dalam bahasa guru misalnya, bertanya, menegur, memberikan motivasi, memberikan contoh, menanggapi, memberikan tugas. Perilaku Non-verbal, diwujudkan dalam bahasa tubuh atau mimik misalnya : senyum, anggukan kepala, acungan jempol, gerakan badan, dan sebagainya. Terampil Berbahasa mengacu pada kemampuan siswa dalam berbahasa khusus dalam hal ini adalah keterampilan membaca secara cepat dan tepat dalam situasi apa pun. Adapun Pembelajaran mengacu ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 170 pada proses interaksi guru-siswa guna membantu siswa agar dapat belajar berbahasa dengan mudah dan benar. 2 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka mengetahui kondisi objektif kontribusi tindak pembelajaran guru kelas 3 sekolah dasar pada peningkatan keterampilan berbahasa Indonesia siswa khususnya keterampilan membaca. Adapun tujuannya adalah mendeskripsikan (1) tindak-tindak pembelajaran yang dilakukan guru pada prosedur pembelajaran lima bidang studi utama yang berkontribusi terhadap peningkatan keterampilan membaca dan (2) alasan-alasan yang melatarbelakangi guru melakukan tindak tertentu. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan rancangan penelitian etnografis. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yakni tahap pralapangan, tahap lapangan, dan tahap pascalapangan. Data penelitian diambil dari sumber manusia yaitu guru dan siswa kelas 3 SD Perwira Denpasar berupa transkripsi rekaman kaset, transkripsi hasil wawancara, dan catatan lapangan tentang tindak-tindak pembelajaran guru serta alasannya. Data dikumpulkan dengan teknik pengamatan dan wawancara. Instrumen utama pengumpul dan penganalisis data adalah peneliti sendiri. Untuk memaksimalkan unjuk kerja digunakan alat bantu perekam elektronik berupa tape recorder. Analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data dengan model induktif-interaktif (Miles dan Huberman, 1984) dalam alur kerja reduksi data, paparan data, verifikasi. ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 171 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1 Hasil Penelitian Temuan penelitian menunjukkan bahwa kepedulian guru kelas 3 sekolah dasar terteliti terhadap peningkatan keterampilan membaca siswa diawali dengan tindak pembelajaran verbal berupa tindak mengingatkan kepada siswa secara berulang-ulang segala sesuatu yang berhubungan dengan teknik membaca yang baik (T. Structuring) misalnya : siswa harus memperhatikan tanda-tanda baca, inotasi, pelafalan atau ketepatan kata, seperti yang tampak dalam dialog gurumurid berikut ini. G : Dalam belajar membaca yang harus kalian perhatikan adalah apa anak-anak ? S/G : Tanda baca. Tanda-tanda bacaan, (bersama menjawab) yaitu …. S/G : Tanda titik, koma, tanda tanya, seru….(menjawab bersamasama) G : Kan sudah biasa itu. Tanda titik bagaimana ? S : (siswa memperagakan gerakan membuat tanda titik) G : Ya, tidak dah itu (guru trersenyum melihat gerakan siswa membuat tanda titik di udara). Kalau anak-anak melihat tanda titik pada saat membaca bagaimana ? S : Berhenti. G : Berhenti, sudah bisa ya…., kalau ada tanda koma ? S : (siswa tampak ragu-ragu untuk menjawab) G : Apa ? mengatur nafas. Kalau ketemu tanda tanya dibaca dengan…. G/S : Tanya, kalau tanda seru ? S : Tgas. G : Ya, jadi dalam membaca di sini nanti anak-anak harus betulbetul memperhatikan tanda titiknya, tanda komanya. Jangan terus sambung, sambung. Jadi harus memperhatikan tandatanda bacaab ya… ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 172 Selain tindak pemberian penjelasan berulang-ulang tentang teknik membaca yang baik, tindak pembelajaran selanjutnya yang dilakukan guru terkait dengan peningkatan keterampilan membaca, adalah memberikan tugas atau latihan membaca (T. Soliciting) kepada para siswa secara bergilir. Siswa yang belum mendapatkan giliran untuk membaca diminta untuk menyimak sehingga jika sewaktu-waktu ditunjuk guru untuk melanjukan membaca, siswa yang bersangkutan siap dan tidak perlu bertanya-tanya sampai di mana atau bagian mana yang harus dibacanya. Ungkapan verbal yang berhubungan dengan penjelasan di atas terurai dalam petikan data yang berikut. ….ya, semua membaca, selain memperhatikan tanda baca juga tekanan katanya atau inotasi kalimatnya. Kalau memang ‘waktu’ yang harus dibaca ‘waktu’, jangan ‘waktu’. Sudah ? sekarang Tamara ….maju membaca ! Yogi dan Yeni sini! (Guru meminta Tamara untuk membaca di depan kelas, sementara dalam waktu yang bersamaan guru meminta Yogi dan Yeni maju untuk membaca di samping meja guru. Jadi tiga siswa sekaligus membaca di depan kelas) Tamara….baca dengan keras, anak-anak yang lain mendengarkan, nanti ibu tunjuk gantian membaca di depan. Tindak Non-verbal yang dilakukan guru, tampak pada gerakan kepala mengangguk tanda setuju, ekspresi wajah ceria, tersenyum (terutama saat siswa menunjukkan gerakan tanda titik di udara), posisi badan selalu berhadapan dengan siswa baik saat berdiri maupun duduk. Lebih lanjut ditemukan, dalam melaksanakan tugas membaca yang diperintahkan guru, tidak semua siswa lancar dalam membaca dan ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 173 dapat membaca dengan teknik serta volume suara yang memadai. Tidak sedikit siswa kelas 3 terteliti membaca bacaan hanya asal menyuarakan huruf-huruf cetak yang ada. Maksudnya, asal tugas membaca yang diberikan guru selesai dilaksanakan, tanpa memperhatikan inotasi, tinggi rendahnya volume suara, apalagi isi yang terkandung dalam bacaan itu. Ada tiga orang siswa terteliti yang masih membaca dengan terbata-bata. Mereka kurang memperhatikan tanda-tanda baca, inotasi, juga ketepatan pemenggalan kata (S. Responding). Kondisi yang demikian cenderung dibiarkan saja oleh guru (T. Reacting). Pada data catatan lapangan selanjutnya, ditemukan tindak pembelajaran verbal guru berupa pemberian tugas atau latihan membaca kepada beberapa siswa terteliti. Sayangnya tindak yang cukup relevan untuk peningkatan keterampilan membaca tersebut tidak diawali dengan pemberian contoh membaca bersuara yang baik oleh guru kepada siswa. Tiba-tiba guru memberikan tugas membaca bersuara kepada siswa bahkan tiga orang siswa terteliti sekaligus. Ketiga siswa tersebut diminta maju, seorang (Tamara namanya) diminta membacakan untuk teman-teman sekelasnya, dua orang lagi (Yogi dan Yeni) membaca di samping meja guru. Tampak guru tidak konsisten dalam memberikan koreksi kepada siswa yang bertugas membaca. Bila tindakan tersebut (menugaskan kepada 3 siswa sekaligus untuk membaca dalam waktu yang bersamaan) ditanyakan pada guru, jawaban guru : “….Yogi dan Yeni adalah dua siswa yang belum lancar membaca, sehingga perlu dibimbing dan diberikan latihan membaca terus menerus”. Cara guru dalam memberikan tugas ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 174 latihan membaca seperti itu selalu terulang setiap kali guru memberikan tugas membaca kepada siswa. Berdasarkan hasil pengamatan dan catatan lapangan, tampak konsentrasi guru pada kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia sub pokok bahasan membaca masih pada membaca lancar simbol-simbol bacaan dan tanda-tanda baca, belum pada pemahaman isi bacaan. Hal ini tampak dari tindak-tindak pembelajaran guru yang diwujudkan dalam tindak memperingati, tindak memberikan penjelasan berulangulang tentang tanda-tanda baca, volume, nada suara. Padahal dalam Kurikulum Sekolah Dasar 1994, salah satu tujuan kelas pembelajaran Bahasa Indonesia disebutkan ‘siswa mampu membaca dengan lancar dan dapat menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri’. Berkenaan dengan alasan-alasan yang melatarbelakangi guru melakukan tindak pembelajaran tertentu diperoleh temuan sebagai berikut. Pertama, agar siswa asuhannya dapat berkonsentrasi belajar dengan baik. Kedua, agar kemampuan dan pemahaman siswa terhadap materi suatu pelajaran yang sedang diajarkan memperoleh hasil maksimal. Ketiga, guru sadar bahwa siswa asuhannya adalah siswa sekolah dasar yang masih bersifat kanak-kanak dan senang bermain sendiri. Atas dasar alasan tersebut, guru sering melakukan tindak menegur dengan mengeluarkan nada suara tinggi, kadang disertai dengan memukul meja atau tubuh siswa. Tindak guru yang lain yakni memberikan tugas kepada siswa untuk berlatih membaca secara berulang-ulang, membimbing siswa yang belum mampu membaca dengan lancar. ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 175 3.2 Pembahasan Informasi faktual dari temuan penelitian yang dilakukan selama kurun waktu lebih kruang 3 bulan ini menunjukkan hasil bahwa tindak pembelajaran guru kelas 3 sekolah dasar terteliti yang berkonstribusi pada peningkatan keterampilan berbahasa Indonesia siswa khususnya keterampilan membaca ketika mengajarkan lima bidang studi utama di kelas secara kuantitas maupun variasinya relatif sedikit baik tindak verbal maupun non-verbal. Bahkan pada bidang studi-bidang studi non-Bahasa Indonesia sangat minim ditemukan tindak pembelajaran guru yang berkonstribusi pada peningkatan keterampilan membaca siswa. Kalau pun ada tindak-tindak pembelajaran guru yang tercetuskan dalam bentuk pengajuan pertanyaan, bimbingan, teguran, pemberian tugas, hadiah atau pemberian motivasi baik verbal maupun non-verbal dilakukan tanpa terencana, spontan, tidak sengaja, dan hanya kadang-kadang atau tidak secara intensif. Sedang dalam bidang studi Bahasa Indonesia sendiri praktiknya masih distorsi yakni pembelajaran tentang bahasa bukan belajar berbahasa. Bila hal ini dikonfirmasikan pada guru terteliti, jawaban yang diberikan dan tercatat oleh peneliti hanyalah senyuman dan ucapan kata-kata ‘Oh, harusnya begitu ya Bu’. Jawaban tersebut paling tidak membuktikan bahwa guru kelas 3 sekolah dasar terteliti kurang komit dalam menjalankan tugasnya sebagai guru sekolah dasar. Dia juga belum cukup memahami bahkan belum sadar akan statusnya sebagai guru kelas yang mengemban misi pembentukan keterampilan berbahasa siswa. Kepedulian guru pada keterampilan membaca siswa lebih ke arah vokalisasi siswa dalam membaca. Dengan perkataan lain, asal ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 176 siswa sudah dapat membaca bersuara dengan lancar dan dengan volume suara yang tinggi, guru tampak merasa puas dan menganggap keterampilan membaca siswa sudah tercapai. Menurut Standal dan Rummel (dalam Ellis, 1989), tidak ada garis demarkasi yang jelas antara membaca tingkat permulaan dan membaca tingkat lanjut, baik berdasarkan usia maupun tingkat kemampuannya. Kedua jenis membaca tersebut dibedakan secara mendasar oleh pusat perhatiannya. Pusat perhatian membaca tingkat permulaan ialah pada usaha untuk membantu siswa belajar membaca. Sedangkan pusat perhatian membaca tingkat lanjut ialah pada usaha untuk membantu siswa meningkatkan keterampilan membacanya. Istilah yang tepat untuk kedua keterampilan membaca tersebut adalah “belajar membaca” dan ”membaca untuk belajar”. Lebih lanjut dikatakan Ellis (1989) bahwa membaca untuk para siswa sebenarnya adalah membaca untuk pemahaman. Tujuan membaca adalah ingin memahami apa yang tersirat dan tersurat dalam bacaan. Sejalan dengan tujuan pengajaran membaca tersebut, tujuan pembelajaran membaca untuk siswa adalah membentuk siswa mahir membaca sekaligus mahir memahami makna bacaan. Salah satu aktivitas yang dapat membantu pencapaian tujuan pengajaran tersebut adalah melakukan diskusi, mengajukan pertanyaan baik pertanyaan literal maupun pertanyaan inferensial. Pertanyaan literal terbatas pada hal-hal yang tersurat dalam bacaan. Sedangkan pertanyaan inferensial berisi hal-hal di luar bacaan tetapi masih bersangkutan dengan isi bacaan. Dalam Kurikulum 1994, penentuan bahan ajar pendekatan pembelajaran, metode, strategi pembelajaran yang digunakan guru, ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 177 memang tidak dicantumkan secara eksplisit. Penentuan komponenkomponen pembelajaran tersebut sangat bergantung pada tujuan kelas dan butir-butir pembelajaran yang akan dilakukan. Namun demikian dalam Kurikulum 1994 terdapat rambu-rambu pengajaran seperti materi, tujuan pembelajaran yang harus dicapai, yang dapat memberikan arahan bagi terlaksananya pembelajaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sayangnya dalam praktik pembelajaran yang terjadi di kelas guru sering lupa dan ‘nglupa’ akan rujukan tersebut. Dari informasi yang diperoleh, guru tahu akan rambu-rambu yang tercantum dalam GBPP masing-masing bidang studi. 4. Penutup Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan. (1) Kontribusi tindak-tindak pembelajaran guru kelas 3 SD pada peningkatan keterampilan berbahasa Indonesia siswa. Dalam kegiatan pembelajaran lima bidang studi utama, yaitu Bahasa Indonesia, Matemqtika, IPA, IPS, dan PPKN. Dalam upaya peningkatan keterampilan membaca, kontribusi tindak pembelajaran verbal yang dilakukan guru pada kategori Structuring selain meminta siswa untuk membuka buku pelajarannya, mengamati gambar yang tertera dalam bacaan, juga adalah tindak mengingatkan siswa akan fungsi tanda-tanda baca, intonasi, ketepatan dalam membaca. Tindak pembelajaran yang termasuk dalam kategori Soliciting, guru cenderung memberikan tugas kepada siswa untuk membaca bersuara, membaca dalam hati, bertanya tentang gambar, menugaskan siswa untuk meringkas atau menuliskan poin-poin bacaan. Kategori Reacting atas respon siswa yakni, membaca dalam hati, membaca bersuara, dan ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 178 menjawab pertanyaan, antara lain tidak membimbing, mengoreksi, menegur, dan memberikan penguatan atau motivasi. Adapun tindak pembelajaran non-verbal yang menyertai tindak-tindak verbal guru pada peningkatan keterampilan membaca cenderung bersikap biasa dengan duduk atau berdiri menghadap siswa, ekspresi wajah yang berubah-ubah. Kadangkala guru tersenyum, pada saat yang lain marah, dan saat yang lain lagi serius. Nada suara yang ditunjukkan cukup tinggi dan penuh semangat. (2) Alasan-alasan yang melatarbelakangi guru kelas 3 sekolah dasar menampilkan tindak-tindak pembelajaran tertentu ketika mengajarkan lima bidang studi utama di kelas terkait dengan peluang yang dapat membuat siswa belajar berbahasa. Secara umum, tindak-tindak pembelajaran verbal maupun non-verbal yang dilakukan guru kelas 3 sekolah dasar terteliti pada saat mengajarkan lima bidang studi utama di kelas, didasari oleh alasan-alasan (a) guru memiliki harapan agar siswa asuhannya kelak menjadi orang yang baik, (b) agar kemampuan atau pemahaman siswa terhadap materi yang sedang dipelajarinya memperoleh hasil maksimal, (c) kesadaran akan karakter siswa sekolah dasar yang masih sedang bermain dan perlu bimbingan, dan (d) upaya mencapai target kurikulum. Secara khusus, tindak-tindak pembelajaran verbal yang dilakukan guru kelas 3 sekolah dasar terteliti pada saat mengajarkan lima bidang studi utama di kelas seperti tindak menegur, memberikan contoh, memberikan motivasi, menjelaskan, dan tindak non-verbal berupa pukulan, tepukan pundak, senyuman, didasari atas alasan meningkatkan keterampilan berbahasa siswa, meliputi keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 179 Berdasarkan temuan di atas dikemukakan saran sebagai berikut. (1) Semua guru SD perlu menyadari bahwa sebagai guru kelas mereka juga guru bahasa. (2) Kepedulian guru untuk memanfaatkan peluang bagi peningkatan keterampilan berbahasa siswanya hendaknya dilakukan secara terus menerus tanpa harus memilih-milih bidang studi apa yang diajarkannya. (3) Apa pun metode dan teknik yang digunakan guru, hal yang penting dan harus diperhatikan ialah memberikan latihan praktik keterampilan berbahasa sebanyakbanyaknya. (4) Bagi LPTK hendaknya lebih responsif dan proaktif terhadap hasil-hasil penelitian yang dapat memberikan informasi berharga bagi para calon guru dan guru SD berkenaan dengan upayanya dalam meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia siswanya khususnya keterampilan membaca, (5) hendaknya dilakukan penelitian lanjutan berkenaan dengan peningkatan keterampilan berbahasa Indonesia siswa dengan fokus kelas, guru, ataupun jenjang sekolah yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar, Landasan, Program, dan Pengembangan. Jakarta : Depdikbud. Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasarm Garis-garis Besar Program Pengajaran. Jakarta : Depdikbud. Ellis, Arthur, dkk. 1989. Elementary Language Arts Instruction. New Jersey : Prentice Hall. Gani, Rizanur. 1995. Model Pembelajaran Bidang Studi Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta : Depdikbud. Gardner, H. 1993. Frame of Mind. New York : Basic Books. ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007 ISSN 0215 - 8250 180 Joni, Raka. T. 2000. Juli-Agustus. Memicu Perbaikan Pendidikan melalui Kurikulum. Basis : Edhisi Khusus Pendidikan. No. 07-08. Tahun ke-49. halaman 41-48. Miles, B. Matthew, dan A. Michael Huberman, 1984. Analisis Data Kualitative. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi. Jakarta : Universitas Indonesia. Syafi’ie, Iman. 1993. Terampil Berbahasa Indonesia I. Petunjuk Guru Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud. Syafi’ie, Iman. 1999. Pengajaran Membaca di Kelas-kelas Awal Sekolah Dasar. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pengajaran Bahasa Indonesia pada Fakultas Pendidikan dan Bahasa dan Seni Universitas Negeri Malang, 7 Desember. Vyotsky, L.S. 1961. Thought and Language. Massachussets Institute of Tecnology. Cambridge : ______Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 1 TH. XXXX Januari 2007