1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Teori-teori dasar / umum
2.1.1
Definisi Sistem Informasi
Menurut James Hall (2008), Sistem Informasi adalah adalah
seperangkat produser yang formal dimana data dikumpulkan, diproses
menjadi informasi, dan didistribusikan kepada pengguna.
Sementara menurut Rainer, Turban, Potter (2006, p6), Sistem
informasi
adalah
sebuah
proses
yang
mengumpulkan,
memproses,
menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi untuk tujuan tertentu.
2.1.1.1 Tujuan Sistem Informasi
Menurut James A. Hall (2001:p18), Hal ini terdapat tiga tujuan
utama yang umum bagi semua sistem:

Untuk mendukung fungsi kepengurusan (stewardship) manajemen.
Kepengurusan merujuk ke tanggung jawab manajemen untuk
mengatur sumber daya perusahaan secara benar. Sistem informasi
menyediakan informasi tentang kegunaan sumber daya ke pemakai
eksternal melalui laporan keuangan tradisional dan laporan-laporan
yang diminta lainnya. Secara internal, pihak manajemen menerima
informasi kepengurusan dari berbagai laporan pertanggung jawaban.

Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen. Sistem
informasi memberikan para manajer informasi yang diperlukan untuk
melakukan tanggung jawab pengambilan keputusan.

Untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan hari demi hari.
Sistem informasi menyediakan informasi bagi personel operasi untuk
5
6
membantu mereka melakukan tugas mereka setiap hari dengan efisien
dan efektif.
2.1.2
Teknologi Informasi
Menurut Netipli, Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang
digunakan untuk mengolah data termasuk juga memproses, mendapatkan,
menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk
menghasilkan informasi yang berkualitas yaitu informasi yang relevan atau
sesuai tepat waktu digunakan untuk keperluan pribadi serta bisnis dan
pemerintahan yang merupakan informasi yang strategis dalam pengambilan
keputusan.
Sementara Menurut Rainer, Turban, Potter (2006, p2), Teknologi
informasi dalam arti luas berfungsi untuk mendeskripsikan kumpulan
organisasi dari sumber daya informasi, untuk mengidentifikasikan pengguna
sumber daya tersebut, dan untuk menguji manajemen yang mengawasi
sumber daya.
2.1.3
Perusahaan Jasa
Menurut Yohanes Gregorius, Perusahaan jasa merupakan unit usaha
yang kegiatannya memproduksi produk yang tidak berwujud (jasa) dengan
maksud meraih keuntungan. Akan tetapi, perusahaan jasa juga membutuhkan
produk berwujud dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya. Misalnya,
perusahaan angkutan menawarkan jasa transportasi kepada masyarakat.
Untuk mendukung usahanya, perusahaan membutuhkan sarana transportasi
berupa mobil atau bus.
Dari pengertian di atas, perusahaan jasa memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
7

Produk yang ditawarkan berupa benda tidak berwujud (jasa). Jasa
merupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat, tetapi manfaatnya bisa
dirasakan.

Perusahaan dan konsumen kesulitan untuk mengukur tingkat
harga jasa. Tingkat harga merupakan sesuatu yang bersifat tidak
mutlak karena mahal atau tidaknya harga yang ditetapkan
perusahaan tergantung tingkat kepuasan konsumen.

Produk yang ditawarkan tidak bisa disimpan dalam bentuk
persediaan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali
kepada orang lain, atau dikembalikan kepada perusahaan tempat
konsumen membeli jasa.
2.1.4
Visi
Berdasarkan pendapat dari Wibisono (2006, p. 43), Visi merupakan
rangkaian kalimat yang menyatakan cita cita atau impian sebuah organisasi
atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan. Atau dapat dikatakan
bahwa visi merupakan pernyataan want to be dari organisasi atau perusahaan.
Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana organisasi harus
dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Visi adalah suatu gambaran
yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh
organisasi. (http://www.deptan.go.id/pusdatin/renstra/renstra2.htm)
Jadi kesimpulannya Visi adalah cita-cita dari sebuah organisasi atau
perusahaan yang ingin dicapai di masa depan.
2.1.4.1 Kegunaan Visi
Organisasi atau perusahaan membutuhkan visi yang dapat
digunakan sebagai:
1. Penyatuan tujuan, arah dan sasaran perusahaan.
2. Dasar untuk pemanfaatan dan alokasi sumber daya serta
pengendaliannya.
8
3. Pembentukan dan pembangunan budaya perusahaan (corporate
culture).
2.1.5
Misi
Menurut Wibisono (2006,p.46) Misi merupakan rangkaian kalimat
yang menyatakan tujuan atau alasan eksistensi organisasi, yang memuatapa
yang disediakan oleh perusahaan kepada masyarakat, baik berupa produk
atau pun jasa.
Pengertian misi adalah tujuan dan alasan yang memberikan arah
sekaligus batasan proses pencapaian tujuan. Misi pada dasarnya hanya bukan
usaha formal untuk memperjelas apa yang dikehendaki, namun misi
merupakan tahapan aksi yang akan dilaksanakan dari visi yang telah ada,
guna mencapai suatu tujuan.
(http://indonetasia.com/definisionline/?p=339)
Menurut penulis, pengertian dari misi yaitu suatu pernyataan oleh
organisasi atau perusahaan mengenai produk/jasa yang akan diberikan kepada
masyarakat yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan.
2.2
Teori Khusus
2.2.1
Information Economics
Menurut Remen et al. (2007, p26), Information Economics adalah
serial sistematik dari konsep dan teori yang menjelaskan peran informasi dan
sistem informasi dalam mendukung konsep, produksi, dan distribusi barang
dan jasa dari individual dan organisasi.
2.2.2
New Information Economics
Menurut Robert J Benson (2004, p99), New Information Economics
merupakan sekumpulan praktik yang terkoordinasi berdasarkan pada prinsip
dan kegiatan yang terintegrasi yang secara efektif menghubungkan bisnis dan
9
proses manajemen IT dan dengan demikian, menghubungkan strategi bisnis
enterprise ke kegiatannya dan inisiatif IT. Ini membutuhkan seperangkat
praktik yang terintegrasi, dan konsisten untuk perencanaan, inovasi, prioritas,
penyelarasan, alokasi sumber daya, dan pengelolaan kinerja di seluruh
perusahaan.
Dalam Robert J Benson (2004, P1), Tim manajemen dapat
mengontrol anggaran IT dan investasi, dan pada saat yang sama
meningkatkan Dampak Bottom Line IT, dengan secara konsisten dan secara
terus menerus memilih investasi IT yang terbaik dan menghilangkan di
bawah kegiatan IT yang ada yang berkinerja. Hal ini terdapat 2 hal untuk
menunjukkan bagaimana untuk melakukannya:

Right Results: “Right Results” yang diinginkan berupa biaya IT yang
dikendalikan, dan pada saat yang sama dampak bottom-line yang
ditingkatkan.

Right Decisions: “Right Decisions” mengarah pada tindakan manajemen
yang dibutuhkan untuk menghasilkan hasil yang tepat.
Keputusan yang benar mengarah pada:

Membuat investasi alternatif yang ada – atau, dalam istilah,
membuat ide yang lebih baik untuk proyek pengembangan.

Memilih investasi yang benar dan proyek dari alternatif.

Menghilangkan sumber daya IT yang ada yang berkinerja buruk
dan bermasalah dari pengeluaran (spending) saat ini.

Meningkatkan kinerja sumber daya IT yang ada yang tersisa.

Mengimplementasikan dan menindaklanjuti pada investasi yang
tepat dan perbaikan kinerja.
Untuk mencapainya, eksekutif bisnis dan manajer IT harus
menyesuaikan investasi IT yang baru dengan penilaian yang
berkelanjutan dan berkomitmen pada sumber daya IT. Uang yang
dapat disimpan di dalam satu area dapat digunakan di bagian yang
lainnya.
Dari
perspektif
manajemen
senior,
ini
semua
merepresentasikan sumber daya yang harus dikelola secara efektif.
10
Bekerja sama, sasaran dari biaya IT yang dikontrol dan dampak
bottom line yang ditingkatkan bisa diwujudkan.
Pada gambar 2.1 di bawah ini, perusahaan bisa bekerja
terhadap sasaran dalam IT Improvement Zone dengan meguji dan
meningkatkan kedua dampak proyek baru dan biaya
yang
berkelanjutan.
Gambar 2.1 IT Improvement Zone
Sumber: Robert J Benson (2004, p2)
Tiga jenis dari dampak bottom Line bagi realitas perusahaan
Robert J Benson (2004, p3):

Lights-on cost yang lebih rendah dan dampak bottom-line
yang dikurangi, dimana perusahaan semata-mata berfokus pada
pengurangan biaya, tanpa mempertimbangkan dampak khusus
suatu pengurangan biaya memiliki pada kontribusi IT ke bottom
line. Suatu pengaturan outsourcing yang khas cocok dengan
skenario ini.
11

Lights-on cost yang lebih tinggi yang dikombinasikan tanpa
perbaikan dalam dampak bottom-line. Ini adalah situasi
entitlement, dimana Manajer mengasumsikan bahwa anggaran
lights-on akan secara reguler meningkatkan dan proyek baru
dipilih yang tidak menghasilkan dampak bottom-line yang cukup
untuk mengatasi biaya yang ditingkatkan. Perusahaan yang
mengandalkan metode anggaran tradisional dan business-case
tradisional dan metodologi prioritization itu sering berakhir di sini.

Biaya Lights-On yang lebih tinggi dan dampak bottom line
yang lebih tinggi. Skenario ini bersifat umum dimana kondisi
bisnis sedang meningkatkan atau dimana bisnis sedang bertumbuh
dengan cepat. Pertumbuhan bisnis menggelapkan fakta-fakta
bahwa pengawasan manajemen yang lebih baik dari kedua proyek
dan anggaran lights-on bisa membuat hasil bahkan lebih baik, dan
barangkali, bahkan memindahkan skenario ke dalam sweet spot
dari kedua biaya yang lebih rendah dan dampak bottom-line yang
lebih tinggi. Dalam masa pertumbuhan yang cepat, biaya yang
lebih tinggi mungkin tidak dapat dihindari, tetapi tidak harus tidak
terkendali atau tidak masuk akal.
12
Gambar 2.2 Pola umum perusahaan
Sumber: Robert J Benson (2004, p4)
2.2.2.1 IT Spend Keseluruhan: Mengurangi biaya dan
meningkatkan dampak bottom line.
Menurut Robert J Benson (2004, p4), Mendapatkan Keputusan
yang tepat / hasil yang tepat berarti menghadapi kedua biaya IT dan
dampak IT pada bottom Line. Tentu saja jika biaya IT dikurang, maka
beberapa pengurangan biaya akan menyaring bawah ke bottom-line.
dampak bottom-line, baik jangka panjang maupun pendek, berasal
dari pengurangan biaya, peningkatan kualitas, dan semacamnya
bahwa IT memungkinkan dalam sisa perusahaan, dan dari
memastikan bahwa beberapa dampak bisnis IT mengalir ke bottom
line. Dari waktu ke waktu, Tim manajemen harus bisa meningkatkan
secara dramatis kedua biaya dan dampak bottom-line.
Untuk mencapainya, 3 objectives yang mungkin bahwa
perusahaan mungkin mengejar, bergantung pada keadaan saat
ini:
13

Cost Objective yang dikurangi. Dengan menerapkan
framework
dan
5
praktik
manajemen,
manajemen
perusahaan bisa mengurangi biaya IT dan memelihara
kontribusi yang IT buat ke bottom line. IT bisa
melaksanakan sama baiknya seperti sebelumnya, tetapi
pada biaya yang dikurangi.

Objektif biaya yang stabil. Manajemen perusahaan bisa
terus menumbuhkan kegunaan IT dan melanjutkan dengan
pertumbuhan bisnis, dan masih mengontrol IT spend
keseluruhan. IT bisa meningkatkan dukungan bisnisnya
dan dampaknya pada bottom-line, tetapi pada tingkat biaya
saat ini.

Sweet
Spot
Objective.
Ini
mengkombinasikan
pengurangan biaya dengan dampak bottom-line yang lebih
baik. IT bisa baik menurunkan biayanya dan juga
meningkatkan kinerjanya dalam segi b dampak bottomline.

Growth Objetive yang lebih tinggi. Ini bisa menerapkan
pada perusahaan yang mengalami perubahan yang cepat
dan / atau pertumbuhan. Dalam hal ini, Biaya IT yang
lebih tinggi, bagaimanapun juga dikontrol, dijustifikasi
karena ini menghasilkan bahkan dampak bottom-line yang
lebih besar.
14
Gambar 2.3 Hasil yang mungkin bagi perusahaan
Sumber: Robert J Benson (2004, p5)
2.2.2.2 Strategy To Bottom Line Value Chain
Menurut Robert J Benson (2004, p92), Strategy To Bottom
Line Value Chain adalah seperangkat proses manajemen yang
dihubungkan yang mencapai puncak dalam proyek dan anggaran
operasional dan metrik kinerja untuk memonitor tindakan dan dampak
bottom-line.
Gambar 2.4 menggambarkan pada tingkat tinggi suatu
elemen perencanaan dan pengelolaan proses yang dibutuhkan untuk
menghasilkan right decision dan right results untuk bottom line.
Berikut ini 3 elemen Strategy To Bottom Line Value Chain:

Perencanaan yang efektif. Menghasilkan strategi IT ,
program, dan initiatives yang didorong oleh strategi bisnis,
sasaran, dan kebutuhan operasional.
15

Keputusan Sumber Daya yang sesuai. Meninjau
investasi dan memprioritaskan program strategis dan
initiatives dan project, yang menghasilkan sumber daya
yang dialokasikan ke proyek IT .

Anggaran
yang
dapat
dikerjakan,
Proyek,
dan
Rencana Operasional. Mengoperasionalisasikan dan
menetapkan pengoperasian anggaran untuk tahun tersebut
dan menentukan jadwal dan sasaran dari tindakan IT dan
proyek, yang menghasilkan tindakan IT yang akan
menghasilkan hasil bisnis yang diinginkan.
Gambar 2.4 3 Elemen Strategy To Bottom Line Value Chain
Sumber: Robert J Benson (2004, p93)
2.2.2.3 Deliverable di dalam Strategy To Bottom Line Value
Chain
Menurut Robert J Benson (2004, p95), Berikut ini ada 12
deliverable yang didefinisikan sebagai berikut:

Intensi strategi bisnis. Menjelaskan tentang arahan strategi
perusahaan dan setiap goals, metrics, dan weights. Semua
digunakan dalam setiap praktik NIE yang berisi misi perusahaan
dan arahan strategis. Kontennya adalah misi perusahaan ditambah
intensi strategis.
16

Portfolio yang dinilai. Portfolio dari aplikasi, infrastruktur,
layanan, dan area manajemen yang dari pengaturan, layanan,
kualitas, teknik, dan intensitas penggunaan. Portfolio yang dinilai
digunakan dalam perencanaan dan pengembangan strategi
Persyaratan IT melalui proyek. Kontennya adalah Penyesuaian asis, layanan, kualitas, teknologi, dan intensitas kegunaan untuk
setiap line item dalam portfolio.

Strategi Agenda IT. Agenda adalah hasil Strategi Perencanaan
IT. Ini mendefinisikan apa yang bisnis harapakan untuk
melakukan dengan IT untuk memenuhi Intensi strategisnya.
Strategi Agenda IT digunakan untuk mendorong strategi
persyaratan IT dan proyek, serta menetapkan obligasi suatu
manajemen bisnis harus menghasilkan dampak bottom-line yang
diharapkan dari IT Spending. Kontennya adalah strategi
intensinya manajemen bisnis untuk kegunaan IT, dan inisiatif
strategis dengan IT untuk intensi strategis bisnisnya perusahaan.

Strategi Rencana IT. Rencana ini adalah hasil strategi
perencanaan IT, mendefinisikan apa yang organisasi harus
melakukan untuk memenuhi permintaan IT agenda. Ini digunakan
sebagai framework strategis untuk anggaran lights-on IT dan
proyek terkait teknologi yang dibutuhkan untuk mendukung
proyek bisnis. Kontennya adalah strategi intentionnya IT
organization
untuk
menyampaikan
IT
untuk
memenuhi
persyaratan bisnis yang didefinisikan di bawah.

Strategi Persyaratan IT. Ini adalah pernyataan progam yang
diprioritaskan dan initiatives yang, diatas kehidupan rencana
strategis, akan memenuhi kebutuhan strategi agenda IT dan intensi
strategis bisnis. Ini adalah portfolio dari intensi strategis yang
potensial, pada 3 atau 5 tahun horizon, untuk memenuhi
persyaratan bisnis yang didefinisikan di bawah, diprioritaskan
sesuai dengan intensi strategi bisnis.
17

Proyek. Proyek tertentu didefinisikan dalam respon untuk
program dan initiatives yang didefinisikan dalam strategi
Persyaratan IT. Ini adalah kandidat bagi prioritas dan penyertaan
dalam rencana proyek tahunan atau anggaran. Kontennya nyata,
do-able projects. (Bukan sebuah deliverable NIE).

Rencana Proyek Tahunan. Ini adalah seperangkat proyek
tahunan yang diharapkan untuk menjalankan selama tahun
pembukuan yang mutakhir. Tentu saja sebuah perspektif
“tahunan” dari proyek tidak tepat pada waktunya atau cukup
responsif untuk banyak bisnis, sehingga deliverable ini biasanya
meninjau ke masa dulu secara triwulan atau bahkan lebih sering
khusunya bagi bisnis yang dinamis. Kontennya adalah portofolio
proyek yang dijadwalkan, dengan sumber daya yang ditetapkan,
diprioritaskan sesuai dengan intensi strategis bisnis.

Rencana Bisnis Tahunan. Ini adalah seperangkat rencana
operasional dan taktis tahunan untuk unit bisnis. Ini adalah dasar
untuk menetapkan rencana proyek tahunan dan mendefinisikan
apa yang unit bisnis akan butuhkan secara taktis dari IT (Bukanlah
deliverable NIE).

Rencana IT. Ini adalah seperangkat rencana operasional dan
taktis tahunan untuk organisasi IT. Ini adalah dasar untuk
menetapkan anggaran lights-on untuk dukungan unit bisnis.
Kontennya didokumentasikan sesuai dengan praktik perusahaan.

Anggaran Proyek. Anggaran adalah anggaran investasi agregat
untuk proyek untuk tahun tersebut. Ini berdasarkan pada
“keterjangkauan” untuk unit bisnis. Tentu saja, anggaran ini
mungkin dipengaruhi oleh peristiwa bisnis selama tahun tersebut,
dan sehingga secara normal direvisi secara triwulan atau bahkan
lebih sering bergantung pada bisnis yang dinamis. Kontennya
didokumentasikan sesuai dengan praktik perusahaan.
18

Anggaran Lights-On. Ini adalah anggaran dasar untuk kegiatan
organisasi IT yang terus menerus. Diambil bersama dengan
anggaran proyek, 100 persen dari IT spend didefinisikan. Konten
didokumentasikan sesuai dengan praktik perusahaan.

Metrik Pengukuran Kinerja. Ini merupakan sekumpulan metrik
untuk IT dan untuk kegunaan di dalam bisnis. Konten
didokumentasikan sesuai dengan praktik perusahaan.
Gambar 2.5 Value Chain Deliverables
Sumber: Robert J Benson (2004, p93)
2.2.2.4 Praktik New Information Economics dalam Value Chain
Strategy To Bottom Line Value Chain
Planning
Strategic
Deliverable Name
1
Deliverable Description
NIE Practice
Business Strategic
Mission plus weighted
Demand/Supply
Intentions
strategic Intentions
Planning, innovation
19
2
Assessed Portfolios
As-Is alignment,
Alignment, Performance
service, quality,
Measurement
technology, use
3
4
5
Strategic IT Agenda
Strategic Intentions to
Demand/Supply
for the use of IT
Strategic Initiatives
Planning
Strategic IT Plan
Strategic Intentions to
Demand/Supply
Strategic Initiatives
Planning, Innovation
IT Strategic
Initiatives – 3 to 5
Demand/Supply
Requirements
years horizon – With
Planning, Prioritization
Portfolio Format
6
Projects
Real, Doable projects
7
Annual Project Plan
One Year Annual
-
Prioritization
Horrizon-With
Portfolio Format
Annual / Technical Planning
8
Annual Business Plan
Documentation
-
According to company
practices
9
Annual IT Plan
Documentation
-
According to company
practices
10 Annual & Capital
Projects Budgets
Documentation
Alignment,
According to company
Prioritization
practices
11 Annual Lights-on
Budget
Documentation
According to company
practices
Alignment
20
12 Performance
Documentation
Performance
Measurement Metrics According to company
Measurement
practices
Tabel 2.1 Deskripsi 12 Deliverables
Sumber: Robert J Benson (2004, p96)
Menurut Robert J Benson (2004, p101), Berikut ini terdapat 3
Praktik
NIE
yang
diterapkan
sehubungan
dengan
informasi
(deliverable) di dalam value chain:
 NIE Practice 1: Strategic Demand / Supply Planning
o Goal: Perencanaan IT secara eksplisit didorong oleh
strategi & kebutuhan bisnis. Ini terlalu mudah bagi
perencanaan IT untuk berfokus pada persoalan teknologi
daripada persoalan strategi bisnis. Perencanaan yang tidak
didorong oleh business-strategy-driven berarti bahwa
rencana IT merespon dan menghubungkan ke kebutuhan
taktis unit bisnis individual daripada strategi bisnis, dan
secara luas, tim manajemen senior tidak akan percaya
bahwa IT dihubungkan ke strategi.
Proses Manajemen – Hasil yang Bisnis - Hasil yang
diinginkan
diinginkan
Strategic Demand /
IT dan Business Planning
Perusahaan
Supply Planning
sepenuhnya terhubung dan
meningkatkan strategic
terintegrasi
dan bottom-line impact
dari investasi ITnya
Tabel 2.2 Strategic Demand / Supply Planning
21

NIE Practice 2: Innovation
o Goal: Secara eksplisit menerjemahkan peluang IT yang
baru ke dalam keuntungan yang kompetitif dan hasil
bottom-line. IT memiliki peran yang penting dan
responbilitas untuk membawakan peluang yang inovatif ke
bisnis yang dapat membentuk produk baru, layanan, dan
proses. Dengan cara ini, Peran IT mencakup merespon
terhadap Persyaratan yang mutakhir dan mempengaruhi
Persyaratan yang akan datang.
Proses Manajemen – Hasil yang
Bisnis - Hasil yang diinginkan
diinginkan
Innovation
IT-Enabled Innovation
Perusahaan terus menerus
mempengaruhi business planning
meningkatkan produk, proses,
dan menawarkan strategi baru
dan bottom-line impact melalui
investasi ITnya
Tabel 2.3 Innovation
 NIE Practice 3: Alignment
o Goal: IT spending yang dasar untuk kegiatan lights-on
pada apa yang sebenarnya dibutuhkan untuk memenuhi
strategis dan Kebutuhan operasional. Anggaran garis dasar
bisa secara khusus ada di dasar “cost plus”, dengan hasil
bahwa bagian Biaya IT yang utama ini bukanlah subject
untuk Pengambilan keputusan berbasis strategi. Hasilnya
adalah bahwa infrastruktur, dukungan, dan pengeluaran
22
operasi bisa berjalan ke usaha yang tidak lagi strategi
bisnis yang mutakhir.
Alignment
Proses Manajemen – Hasil yang
Bisnis - Hasil yang
diinginkan
diinginkan
IT spend keseluruhan disesuaikan
Perusahaan
dengan strategi bisnis. IT Spend
meningkatkan return
keseluruhan ditaksir untuk quality,
dari kegiatan IT nya
teknologi, dan lain-lain
dalam istilah bottom-line
impact. Total IT Spend
secara efektif terkendali
Tabel 2.4 Alignment
Gambar 2.6 Praktek NIE dalam Strategi Bottom-Line Value Chain
Sumber : Benson (2004),p96
Selain itu, Menurut Robert J Benson (2004, p105),
Berikut ini terdapat penggunaan konsep dasar dari dampak IT,
portfolio, dan manajemen budaya dalam lima praktik terdiri
dari sebagai berikut:
23
 IT Impact Management
o Goal: Mengimplementasikan praktik NIE dengan
berhasil dan mencapai keterjangkauan dan sasaran
alignment dari pengendalian IT Spending dan
peningkatan Dampak Botom-Line IT. Menggunakan
praktik NIE secara efektif memerlukan perencanaan
dan koordinasi. Berhubungan dengan korporasi dan
proses IT, dan kepastian bahwa hasil praktik muncul
dalam anggaran dan performance measurement
semuanya membutuhkan perhatian manajemen yang
persisten dan konstan.
Proses Manajemen – Hasil yang
Bisnis - Hasil yang diinginkan
diinginkan
IT Impact
Tim manajemen IT dan bisnis
Management melaksanakan proses yang
Total IT Spend secara efektif
terkontrol. Kontribusi IT
meningkatkan kontribusi IT
terhadap bottom line impact
terhadap kinerja bisnis
ditingkatkan.
Tabel 2.5 IT Impact Management
 Portfolios dan potfolio management
o Goal: Semua Sumber daya IT (Aplikasi warisan dan
infrastruktur serta development project yang baru)
diarahkan pada strategi bisnis. Apakah manajemen
memperhatikan alokasi yang tepat dari biaya IT
yang berkelanjutan serta investasi aplikasi yang
baru? Tanpa melihat pada IT Spend keseluruhan dari
24
perspektif Strategi bisnis, sumber daya akan disiasiakan.
Proses Manajemen – Hasil
Bisnis - Hasil yang diinginkan
yang diinginkan
Portfolio
Perencanaan dan proses
Total IT Spend secara efektif
Management manajemen berfokus pada
Investasi IT keseluruhan.
terkontrol. Kontribusi IT terhadap
bottom line impact ditingkatkan.
Tabel 2.6 Portfolio Management
 Culture Management.
o Goal: Tim manajemen memahami dampak dari IT
dan mengelola bisnis untuk mencapainya. Sebuah
budaya perusahaan bisa memiliki banyak segi yang
menghambat kegunaan Sumber daya IT yang efektif,
yang mencakup persetujuan pada apa yang penting,
perencanaan apa dan perilaku manajemen untuk
didorong, nilai bekerja sama di seluruh silos dan
antara IT dan bisnis, dan lain-lain.
 Business Value Maturity Model
o Goal: Mengatasi keterbatasan dan hambatan budaya
manajemen perusahaan pada kemampuan perusahan
untuk melaksanakan praktik NIE. Business Value
Maturity Model menjelaskan hasil bisnis yang
diinginkan untuk setiap area praktik NIE, dan
“Maturity”
digunakan
sebagai
ukuran
apakah
perusahaan bisa menghasilkan hasil berdasarkan
pada
kombinasi
dari
hambatan
budaya
dan
kapabilitas perusahaan untuk bertindak atas hasil.
25
Proses Manajemen –
Bisnis - Hasil yang diinginkan
Hasil yang diinginkan
Culture
Manajer bisnis dan IT
Kontribusi IT terhadap bottom-line
Management
berpartisipasi secara
impact ditingkatkan melalui
& The
efektif dalam NIE-
partisipasi manajer IT dan bisnis yang
Maturity
Enabled Process.
efektif dalam proses NIE
Model
Tabel 2.7 Culture Management & The Maturity Model
2.2.3
Portfolio dalam Praktik NIE
Menurut Robert J Benson (2004, p52), Pengembangan / peningkatan
dan lights-on portfolio mendukung NIE Planning, Innovation, Prioritization,
Alignment, dan Performance Measurement practices dengan informasi yang
lengkap dan konsisten tentang Sumber daya IT. Informasi tersebut mencakup
seluk beluk seperti berapa banyak aplikasi itu ada dan dimanakah itu
digunakan, kualitas, dan tingkat layanan, dan informasi tentang dampak
bisnis.
26
Gambar 2.7 Portfolio dalam Praktik NIE
Sumber: Robert J Benson (2004, p53)
Dari gambar di atas, Setiap praktik NIE membuat kegunaan portfolio
information yang luas. Misalnya, praktik Perencanaan menggunakan
penilaian kualitas dan layanan, dan dampak bottom-line dari portfolio
aplikasi Lights-on, untuk mengembangkan Rencana Strategis IT. Manajemen
Portfolio juga, dan barangkali sama pentingnya, menghubungkan hasil
praktik NIE ke perencanaan tahunan dan proses anggaran dari perusahaan.
2.2.4
Konsep-konsep IT Portfolio
Menurut Robert J Benson (2004, p56), Berikut ini terdapat 4 konsep
IT Portfolio dalam praktik NIE:
27

Konsep 1: Manajemen Portfolio menerapkan pada sekumpulan
sumber daya IT keseluruhan. 100 persen dari sumber daya IT, yang
melibatkan pengoperasian dan anggaran kapital, dicakup dalam
Portfolio IT. Manajemen Portfolio IT menerapkan pada semua IT,
tidak hanya pengembangan aplikasi.

Konsep 2: Sumber daya IT dibagikan ke dalam investasi yang baru
dan lights-on expeditures. Kategori investasi adalah proyek, yang
mencakup kedua capital dan anggaran biaya. Dana tersebut untuk
diinvestasikan dalam segi proyek atau hardware yang baru / akuisisi
software.
Gambar 2.8 Total Sumber Daya IT yang dibagi ke dalam Portfolio
Sumber : Benson (2004), p57

Konsep 3: Pembelanjaan Lights-On diklasifikasikan dari IT
Perspective,
dalam
portfolios
yang
terkait
pada
technology
management. Semua Sumber daya Lights-on IT dan pembelanjaan
28
diklasifikasikan ke dalam: Applications, Infrastructure, Services, dan
Portfolio manajemen (resource pools).
Gambar 2.9 4 Lights-on Portfolio
Sumber : Benson (2004),p59

Konsep 4: Portfolio investasi yang baru diklasifikasikan dari
perspektif bisnis, serupa dengan investasi keuangannya. Portfolio
investasi yang baru diklasifikasikan ke dalam strategic, factory,
mandated, dan future strategic portfolios.
29
Kategori
Deskripsi
Portfolio
Nilai yang khas /
Resiko
Justifikasi
yang khas
NIE
Strategic
Investasi yang secara langsung
mempengaruhi kinerja perusahaan
yang kompetitif. Ini bisa sesederhana
generasi revenue yang baru, atau
serumit proses dasar reengineering
-
Revenue
-
Market Share
-
Innovation
-
Flexibility
-
Biaya yang
Tinggi
atau menjaga hambatan pada entry
yang kompetitif, dan lain-lain
Factory
Investasi yang menjaga perusahaan
berjalan. Ini biasanya dianggap
sebagai “back office” investments.
Perusahaan bergantung pada aplikasi
dikurangi
-
Throughput yang
ditingkatkan
yang mendasari untuk menjaga ligtson serta melaksanakan fungsi
Rendah
-
Waktu yang
dikurangi
dasarnya perusahaan
-
Individual
Productivity
Future
Investasi yang akan mempengaruhi
Sama seperti
Strategic
kinerja perusahaan yang akan datang,
Strategic
Tinggi
khususnya bisnis baru, product /
services yang baru, dan lain-lain.
Mandated Secara legal atau board-mandated
investments
Tidak ada, atau sama
seperti factory
Tabel 2.8 Empat Deskripsi kategori Portfolio dalam Praktik NIE untuk
pengembangan portfolio
Sumber: Robert J Benson (2004, p61)
Rendah
30
2.2.5
Keputusan yang tepat
2.2.5.1 Elemen-elemen keputusan yang tepat
Menurut Robert J Benson (2004, p132), Dalam semua kasus
ini, manajemen harus memutuskan antara alternatif dan memilih yang
terbaik penggunaan sumber daya perusahaan. Keputusan strategis
menentukan pilihan strategi dan penggunaan TI untuk memenuhi
strategi tersebut. Keputusan selama perencanaan tahunan menentukan
proyek yang akan dilakukan dan komponen anggaran lights-on harus
didukung dan digunakan dalam operasi. Keputusan tentang anggaran
menentukan tepat berapa banyak harus dikeluarkan dalam proyek dan
lights-on. Kemungkinan hasil meliputi:

Pengembangan Proyek.
1) Mengasuransikan tingkat tinggi dukungan strategi.
2) Membuat business case yang lebih kuat.
3) Meminimalkan dan / atau mengurangi risiko bisnis dan
teknis.
4) Menyelaraskan portofolio proyek secara keseluruhan.

Peningkatan Proyek.
1) Berinvestasi dalam aplikasi berdasarkan pada intensi
strategis.
2) Berinvestasi dalam aplikasi yang berkinerja baik.
3) Menyelaraskan portofolio proyek secara keseluruhan.

Lights-On.
1) Mengucilkan aplikasi yang berkinerja buruk.
2) Mengurangi
dukungan
aplikasi
yang
kurang
dimanfaatkan.
3) Memahami di mana biayanya, dan mengendalikannya.
Ketika Prioritas dan penyelarasan menekankan hasil ini,
keputusan akhir terjadi dalam konteks proses manajemen yang
digambarkan dalam istilah umum dalam Gambar 2.10. Anggaran
31
menentukan pengeluaran lights-on dan project pools keseluruhan.
Rencana proyek tahunan menentukan pemilihan proyek yang akan
dilakukan,
berdasarkan
faktor-faktor
seperti
penjadwalan,
keterampilan yang tersedia, dan pengurutan yang diperlukan. Rencana
strategis menentukan arah dasar untuk proyek-proyek pengembangan
dan infrastruktur bangunan. Namun tujuan keseluruhan keputusan
yang tepat adalah untuk memastikan bahwa lights-on dan anggaran
proyek berada pada tingkat yang tepat dan bahwa pilihan dalam
anggaran proyek dan lights-on mendukung arah strategis perusahaan.
Keputusan yang tepat harus mengarah perusahaan ke dalam IT
Improvement Zone, dimana IT spending secara efektif dikendalikan
dan dampak bottom-line IT itu ditingkatkan.
Gambar 2.10 Titik keputusan dalam Proses Value Chain
Management
2.2.5.2 Anggaran Lights-on
Menurut Robert J Benson (2004, p137), Keputusan
yang tepat untuk anggaran lights-on adalah proses manajemen
yang meneliti strategi investasi untuk setiap line item dalam
32
anggaran. dua pertanyaan diminta. Pertama, apakah tingkat
dukungan anggaran yang tepat untuk aplikasi? Sebagai contoh,
jika biaya terlalu tinggi untuk penyelarasan / kualitas aplikasi,
maka aplikasi mungkin ditinggalkan, atau mendukung tingkat
yang dikurangi. Kedua, apakah aplikasi harus diganti melalui
outsourcing, akuisisi, atau desain / pengembangan?
Pertimbangkan
sebuah
perusahaan
yang
telah
mengklasifikasikan anggaran lights-on yang lengkap ke dalam
3 kelompok asset pools dasar: aplikasi, infrastruktur, dan
services.
Setiap asset pools ini kemudian dideskripsikan
dalam sekumpulan line items yang membentuk asset pools.
Misalnya, untuk aplikasi, setiap
line item adalah aplikasi
terpisah yang perusahaan menggunakan.
Gambar 2.11 Penilaian portfolio untuk pengambilan keputusan
33
Pada Gambar 2.11, Ini menggambarkan Biaya
Personil, penyelarasan, dan kualitas bersama-sama dalam
rangka untuk memeriksa apakah alokasi personil ini tepat yang
memperhitungkan Penyelarasan dan Kualitas setiap aplikasi.
Manajer dapat melihat dengan cepat tingkat pengeluaran untuk
setiap
tingkat
kualitas
dan
untuk
setiap
tingkat
dukungan intensi strategis, dan mulai menyusun pertanyaan
tentang mengapa uang dikeluarkan di beberapa daerah
(misalnya kualitas yang rendah, dukungan intensi strategis
yang rendah) dan tidak di daerah lain (dukungan intensi
strategis yang tinggi, sebagai contoh).
Gambar 2.12 Strategi investasi untuk Portfolio Aplikasi Lights-On
Lima strategi investasi menangani aplikasi yang berada
di berbagai penyelarasan / pasangan kualitas (Gambar 2.12).
Dengan meneliti kombinasi penyelarasan dan kualitas untuk
setiap aplikasi, manajemen dapat melakukan keputusan
investasi tertentu, berdasarkan pada dampak bottom-line pada
bisnis, tentang di mana dolar lights-on harus ditingkatkan, di
34
mana pengeluaran dapat dikurangi, dan di mana investasi akan
memiliki dampak yang terbesar pada bisnis. Lihat Gambar
2.13.
Gambar 2.13 Keputusan investasi dalam Portfolio Aplikasi Lights-On
Catatan bahwa ini secara langsung mendukung
tujuannya secara keseluruhan dari mengendalikan IT Spend
dan meningkatkan (dan memaksimalkan) dampak bottom-line.
Ini melalui realokasi tersebut atau keputusan pengabaian
bahwa kita dapat meningkatkan kinerja anggaran lights-on
keseluruhan. Ini menyoroti hanya dua kemungkinan di sini,
yang lain termasuk dukungan tambahan untuk aplikasi yang
berada dalam krisis, tetapi juga tinggi dalam keselarasan, dan
karena itu layak mendapat perbaikan. Personil saat ini dalam
kategori nonkritis yang stabil (kandidat mungkin untuk
realokasi) dapat ditunjuk pada aplikasi dalam krisis.
35
Gambar 2.14 Penyelarasan Portfolio Aplikasi Lights-On
Secara keseluruhan, tim kepemimpinan bisnis, dalam
melihat asset pool aplikasi yang lengkap, dapat menentukan
seberapa baikkah anggaran lights-on berkinerja. Sebagai
contoh, Gambar 2.14 menunjukkan penyelarasan relatif dari
semua line items, ini menunjukkan jumlah relatif dari lightson dalam dukungan langsung dari intensi bisnis strategis.
Seperti dalam prioritas, penyelarasan lights-on dan proses
penilaian penyelarasan tidak membuat keputusan. Tim
kepemimpinan bisnis melakukan hal ini, menggunakan alat
dan penilaian yang disediakan.
2.2.6
Analisis SWOT
Menurut Rangkuti (2004, p18), Analisis SWOT adalah
indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Stengths) dan peluang (Opportunities),
namun
secara
bersamaan
dapat
(Weaknesses) dan ancaman (Threats).
meminimalkan
kelemahan
36
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan
dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan
perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic
planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan
(kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi saat ini.
Dan hal ini disebut Analisis Situasi. Model yang paling popular
untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT.
Gambar 2.15 Proses Pengambilan Keputusan Strategis
Sementara Menurut David (Fred R. David, 2008, 8), Semua
organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam area fungsional
bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya atau lemahnya
dalam semua area bisnis. Kekuatan/kelemahan internal, digabungkan
dengan peluang/ancaman dari eksternal dan pernyataan misi yang
jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi. Tujuan dan
37
strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal
dan mengatasi kelemahan.
Berikut ini merupakan penjelasan dari SWOT (David,Fred
R.,2005:47) yaitu:

Kekuatan (Strenghts). Kekuatan adalah sumber daya,
keterampilan,
atau
keungulan-keungulan
lain
yang
berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan
kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh perusahaan yang
diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah kompetisi
khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi
perusahaan di pasar.

Kelemahan (Weakness). Kelemahan adalah keterbatasan
atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan
kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja
perusahaan. Keterbatasan tersebut daoat berupa fasilitas,
sumber daya keuangan,kemampuan manajemen dan
keterampilan pemasaran dapat meruoakan sumber dari
kelemahan perusahaan.

Peluang (Opportunities). Peluang adalah situasi penting
yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.
Kecendrungan – kecendrungan penting merupakan salah
satu sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan
meningkatnya
hubungan
antara
perusahaan
dengan
pembeli atau pemasokk merupakan gambaran peluang bagi
perusahaan.

Ancaman (Threats). Ancaman adalah situasi penting yang
tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.
Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi
sekarang atau yang diinginkan perusahaan. Adanya
peraturan-peraturan pemerintah yang baru atau yang
direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan
perusahaan.
38
2.2.6.1 Fungsi SWOT
Menurut Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari
Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari
analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan
internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan
eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT tersebut
akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi
sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya
atau memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang
harus
dihadapi
atau
diminimalkan
untuk
memenuhi
pemasukan yang diinginkan. Analisis SWOT dapat digunakan
dengan berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam
usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan
adalah sebagai kerangka / panduan sistematis dalam diskusi
untuk membahas kondisi altenatif dasar yang mungkin
menjadi pertimbangan perusahaan.
2.2.7
Matriks SWOT
Menurut
Rangkuti
(2006),
Matriks
SWOT
dapat
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman
eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat
menghasilkan empat set kemungkinan altenatif strategis.
39
Tabel 2.9 Matriks SWOT
Sumber: Rangkuti (2006)
Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas :

Strategi SO (Strength and Oppurtunity). Strategi ini dibuat
berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan
seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar – besarnya.

Strategi
ST
(Strength
and
Threats).
Strategi
dalam
menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi
ancaman.

Strategi WO (Weakness and Oppurtunity). Strategi ini
diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kelemahan yang ada.

Strategi WT (Weakness and Threats). Strategi ini berdasarkan
kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan
kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
40
2.2.7.1 Matriks Faktor Strategis Eksternal
Matriks faktor strategi ekternal menurut Rangkuti
(2004, p22), tahap pengembangan EFAS Matrix adalah
sebagai berikut :
1. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan
ancaman).
2. Berikan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai
dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting).
Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan
dampak terhadap faktor strategis.
3. Hitunglah rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor
dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai
dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh. Faktor tersebut
terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian
nilai rating untuk faktor peluang (opportunity) bersifat positif
(peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika
peluangnya kecil, diberi rating +1).
Pemberian
nilai
ancaman
(Threats)
adalah
kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar,
Ratingnya adalah 1. sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit
ratingnya 4. Berikut ini langkah-langkah Pemberian nilai
ancaman:
a) Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3,
untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4.
hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing
faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding)
sampai dengan 1,0 (poor).
b) Jumlahkan
skor
pembobotan
(pada
kolom
4),
untuk
memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang
bersangkutan.
Nilai
total
menunjukkan
bagaimana
perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis
41
eksternalnya.
Total
skor
ini
dapat
digunakan
untuk
membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya
dalam kelompok industri yang sama.
Jika analisis faktor-faktor strategis eksternal (peluang
dan ancaman) telah selesai,maka faktor-faktor strategis
internal (kekuatan dan kelemahan) juga harus dianalisis
dengan cara yang sama. Jadi sebelum strategi diterapkan,
perencanaan strategi harus menganalisis lingkungan eksternal
untuk mengetahui berbagai kemungkinan peluang dan
ancaman. Masalah strategis yang akan dimonitor harus
ditentukan
karena
masalah
ini
dapat
mempengaruhi
perusahaaan di masa yang akan datang. Untuk itu,
penggunaan metode-metode kuantitatif sangat dianjurkan
untuk membuat peramalan (forecasting) dan asumsi, seperti
ekstrapolasi, brainstorming, stastitical modelling, riset dan
operasi,dan sebagainya.
2.2.7.2 Matriks Faktor Strategis Internal
Setelah faktor-faktor strategi internal suatu perusahaan
diidentifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors
Analysis Summary) disusun untuk merumuskan factor-faktor
strategis internal tersebut dalam kerangka Strength and
Weakness perusahaan. Menurut Rangkuti (2004, p24), analisis
IFAS dikembangkan dalam lima tahap yaitu :

Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan
perusahaan dalam kolom 1.

Berikan bobot masing-masing faktor tersebut dalam skala mulai
dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan
pengaruh
faktor-faktor
tersebut
terhadap
posisi
strategis
perusahaan. (Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh
melebihi skor total 1,00) .
42

Hitunglah rating (dala kolom 3) untuk masing-masing faktor
dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai
dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut dalam
kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat
positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai
mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan
membandingkannya dengan ratarata industri atau dengan pesaing
utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya.
Contohnya, jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan
dengan rata-rata industri, nilainya adalah 1, sedangkan jika
kelemahan perusahaan dibawah rata-rata industri, nilainya adalah
4.

Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4 hasilnya berupa
skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya
bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).

Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh
total skor pada perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap
faktor-faktor strategis internalnya. Skor total ini dapat digunakan
untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya
dalam kelompok industri yang sama. Setelah analisis faktor-faktor
strategis eksternal (peluang dan ancaman) diselesaikan, maka
faktor-faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan) juga
harus dianalisis dengan cara yang sama.
Keunggulan perusahaan yang tidak dimiliki oleh perusahaan
pesaing (distinctive competencies) harus diintegrasikan kedalam
budaya organisasi sedemikian rupa sehingga perusahaan lain tidak
mudah menirunya. Selanjutnya, sebelum suatu perencanaan strategis
dikembangkan, manajemen puncak perlu menganalisis hubungan
antara fungsi-fungsi manajemen perusahaan dengan mempelajari 3
hal sebagai berikut:
43
1) Struktur perusahaan
Pada umumnya dapat diketahui dari stuktur organisasi
perusahaan. Desain struktur perusahaaan tersebut menggambarkan
kelebihan maupun kekurangan serta potensi yang dimiliki. Struktur
organisasi ini merupakan kekuatan internal perusahaan yang
bersangkutan.
2) Budaya perusahaan
Budaya perusahaan merupakan kumpulan nilai, harapan serta
kebiasaan masing-masing orang yang ada di perusahaan tersebut,
yang pada umumnya tetap dipertahankan dari satu generasi ke
generasi berikutnya
3) Sumber daya perusahaan
Sumber daya perusahaan dalam hal ini tidak hanya berupa
aset, seperti orang, uang, dan fasilitas, tetapi juga berupa konsep
serta prosedur teknis yang biasa dipergunakan di perusahaan. Dengan
demikian, analisis strategi internal dapat lebih dikenali berdasarkan
kekuatan dan kelemahan sumber daya secara fungsional (pemasaran,
keuangan, operasional, penelitian dan pengembangan, sumber daya
manusia, sistem informasi).
Download