BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori-teori dasar / umum 2.1.1 Definisi Sistem Informasi Menurut James Hall (2008), Sistem Informasi adalah adalah seperangkat produser yang formal dimana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada pengguna. Sementara menurut Rainer, Turban, Potter (2006, p6), Sistem informasi adalah sebuah proses yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi untuk tujuan tertentu. 2.1.1.1 Tujuan Sistem Informasi Menurut James A. Hall (2001:p18), Hal ini terdapat tiga tujuan utama yang umum bagi semua sistem: Untuk mendukung fungsi kepengurusan (stewardship) manajemen. Kepengurusan merujuk ke tanggung jawab manajemen untuk mengatur sumber daya perusahaan secara benar. Sistem informasi menyediakan informasi tentang kegunaan sumber daya ke pemakai eksternal melalui laporan keuangan tradisional dan laporan-laporan yang diminta lainnya. Secara internal, pihak manajemen menerima informasi kepengurusan dari berbagai laporan pertanggung jawaban. Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen. Sistem informasi memberikan para manajer informasi yang diperlukan untuk melakukan tanggung jawab pengambilan keputusan. Untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan hari demi hari. Sistem informasi menyediakan informasi bagi personel operasi untuk 5 6 membantu mereka melakukan tugas mereka setiap hari dengan efisien dan efektif. 2.1.2 Teknologi Informasi Menurut Netipli, Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data termasuk juga memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas yaitu informasi yang relevan atau sesuai tepat waktu digunakan untuk keperluan pribadi serta bisnis dan pemerintahan yang merupakan informasi yang strategis dalam pengambilan keputusan. Sementara Menurut Rainer, Turban, Potter (2006, p2), Teknologi informasi dalam arti luas berfungsi untuk mendeskripsikan kumpulan organisasi dari sumber daya informasi, untuk mengidentifikasikan pengguna sumber daya tersebut, dan untuk menguji manajemen yang mengawasi sumber daya. 2.1.3 Perusahaan Jasa Menurut Yohanes Gregorius, Perusahaan jasa merupakan unit usaha yang kegiatannya memproduksi produk yang tidak berwujud (jasa) dengan maksud meraih keuntungan. Akan tetapi, perusahaan jasa juga membutuhkan produk berwujud dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya. Misalnya, perusahaan angkutan menawarkan jasa transportasi kepada masyarakat. Untuk mendukung usahanya, perusahaan membutuhkan sarana transportasi berupa mobil atau bus. Dari pengertian di atas, perusahaan jasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 7 Produk yang ditawarkan berupa benda tidak berwujud (jasa). Jasa merupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat, tetapi manfaatnya bisa dirasakan. Perusahaan dan konsumen kesulitan untuk mengukur tingkat harga jasa. Tingkat harga merupakan sesuatu yang bersifat tidak mutlak karena mahal atau tidaknya harga yang ditetapkan perusahaan tergantung tingkat kepuasan konsumen. Produk yang ditawarkan tidak bisa disimpan dalam bentuk persediaan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau dikembalikan kepada perusahaan tempat konsumen membeli jasa. 2.1.4 Visi Berdasarkan pendapat dari Wibisono (2006, p. 43), Visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan. Atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan want to be dari organisasi atau perusahaan. Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana organisasi harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh organisasi. (http://www.deptan.go.id/pusdatin/renstra/renstra2.htm) Jadi kesimpulannya Visi adalah cita-cita dari sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan. 2.1.4.1 Kegunaan Visi Organisasi atau perusahaan membutuhkan visi yang dapat digunakan sebagai: 1. Penyatuan tujuan, arah dan sasaran perusahaan. 2. Dasar untuk pemanfaatan dan alokasi sumber daya serta pengendaliannya. 8 3. Pembentukan dan pembangunan budaya perusahaan (corporate culture). 2.1.5 Misi Menurut Wibisono (2006,p.46) Misi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau alasan eksistensi organisasi, yang memuatapa yang disediakan oleh perusahaan kepada masyarakat, baik berupa produk atau pun jasa. Pengertian misi adalah tujuan dan alasan yang memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian tujuan. Misi pada dasarnya hanya bukan usaha formal untuk memperjelas apa yang dikehendaki, namun misi merupakan tahapan aksi yang akan dilaksanakan dari visi yang telah ada, guna mencapai suatu tujuan. (http://indonetasia.com/definisionline/?p=339) Menurut penulis, pengertian dari misi yaitu suatu pernyataan oleh organisasi atau perusahaan mengenai produk/jasa yang akan diberikan kepada masyarakat yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan. 2.2 Teori Khusus 2.2.1 Information Economics Menurut Remen et al. (2007, p26), Information Economics adalah serial sistematik dari konsep dan teori yang menjelaskan peran informasi dan sistem informasi dalam mendukung konsep, produksi, dan distribusi barang dan jasa dari individual dan organisasi. 2.2.2 New Information Economics Menurut Robert J Benson (2004, p99), New Information Economics merupakan sekumpulan praktik yang terkoordinasi berdasarkan pada prinsip dan kegiatan yang terintegrasi yang secara efektif menghubungkan bisnis dan 9 proses manajemen IT dan dengan demikian, menghubungkan strategi bisnis enterprise ke kegiatannya dan inisiatif IT. Ini membutuhkan seperangkat praktik yang terintegrasi, dan konsisten untuk perencanaan, inovasi, prioritas, penyelarasan, alokasi sumber daya, dan pengelolaan kinerja di seluruh perusahaan. Dalam Robert J Benson (2004, P1), Tim manajemen dapat mengontrol anggaran IT dan investasi, dan pada saat yang sama meningkatkan Dampak Bottom Line IT, dengan secara konsisten dan secara terus menerus memilih investasi IT yang terbaik dan menghilangkan di bawah kegiatan IT yang ada yang berkinerja. Hal ini terdapat 2 hal untuk menunjukkan bagaimana untuk melakukannya: Right Results: “Right Results” yang diinginkan berupa biaya IT yang dikendalikan, dan pada saat yang sama dampak bottom-line yang ditingkatkan. Right Decisions: “Right Decisions” mengarah pada tindakan manajemen yang dibutuhkan untuk menghasilkan hasil yang tepat. Keputusan yang benar mengarah pada: Membuat investasi alternatif yang ada – atau, dalam istilah, membuat ide yang lebih baik untuk proyek pengembangan. Memilih investasi yang benar dan proyek dari alternatif. Menghilangkan sumber daya IT yang ada yang berkinerja buruk dan bermasalah dari pengeluaran (spending) saat ini. Meningkatkan kinerja sumber daya IT yang ada yang tersisa. Mengimplementasikan dan menindaklanjuti pada investasi yang tepat dan perbaikan kinerja. Untuk mencapainya, eksekutif bisnis dan manajer IT harus menyesuaikan investasi IT yang baru dengan penilaian yang berkelanjutan dan berkomitmen pada sumber daya IT. Uang yang dapat disimpan di dalam satu area dapat digunakan di bagian yang lainnya. Dari perspektif manajemen senior, ini semua merepresentasikan sumber daya yang harus dikelola secara efektif. 10 Bekerja sama, sasaran dari biaya IT yang dikontrol dan dampak bottom line yang ditingkatkan bisa diwujudkan. Pada gambar 2.1 di bawah ini, perusahaan bisa bekerja terhadap sasaran dalam IT Improvement Zone dengan meguji dan meningkatkan kedua dampak proyek baru dan biaya yang berkelanjutan. Gambar 2.1 IT Improvement Zone Sumber: Robert J Benson (2004, p2) Tiga jenis dari dampak bottom Line bagi realitas perusahaan Robert J Benson (2004, p3): Lights-on cost yang lebih rendah dan dampak bottom-line yang dikurangi, dimana perusahaan semata-mata berfokus pada pengurangan biaya, tanpa mempertimbangkan dampak khusus suatu pengurangan biaya memiliki pada kontribusi IT ke bottom line. Suatu pengaturan outsourcing yang khas cocok dengan skenario ini. 11 Lights-on cost yang lebih tinggi yang dikombinasikan tanpa perbaikan dalam dampak bottom-line. Ini adalah situasi entitlement, dimana Manajer mengasumsikan bahwa anggaran lights-on akan secara reguler meningkatkan dan proyek baru dipilih yang tidak menghasilkan dampak bottom-line yang cukup untuk mengatasi biaya yang ditingkatkan. Perusahaan yang mengandalkan metode anggaran tradisional dan business-case tradisional dan metodologi prioritization itu sering berakhir di sini. Biaya Lights-On yang lebih tinggi dan dampak bottom line yang lebih tinggi. Skenario ini bersifat umum dimana kondisi bisnis sedang meningkatkan atau dimana bisnis sedang bertumbuh dengan cepat. Pertumbuhan bisnis menggelapkan fakta-fakta bahwa pengawasan manajemen yang lebih baik dari kedua proyek dan anggaran lights-on bisa membuat hasil bahkan lebih baik, dan barangkali, bahkan memindahkan skenario ke dalam sweet spot dari kedua biaya yang lebih rendah dan dampak bottom-line yang lebih tinggi. Dalam masa pertumbuhan yang cepat, biaya yang lebih tinggi mungkin tidak dapat dihindari, tetapi tidak harus tidak terkendali atau tidak masuk akal. 12 Gambar 2.2 Pola umum perusahaan Sumber: Robert J Benson (2004, p4) 2.2.2.1 IT Spend Keseluruhan: Mengurangi biaya dan meningkatkan dampak bottom line. Menurut Robert J Benson (2004, p4), Mendapatkan Keputusan yang tepat / hasil yang tepat berarti menghadapi kedua biaya IT dan dampak IT pada bottom Line. Tentu saja jika biaya IT dikurang, maka beberapa pengurangan biaya akan menyaring bawah ke bottom-line. dampak bottom-line, baik jangka panjang maupun pendek, berasal dari pengurangan biaya, peningkatan kualitas, dan semacamnya bahwa IT memungkinkan dalam sisa perusahaan, dan dari memastikan bahwa beberapa dampak bisnis IT mengalir ke bottom line. Dari waktu ke waktu, Tim manajemen harus bisa meningkatkan secara dramatis kedua biaya dan dampak bottom-line. Untuk mencapainya, 3 objectives yang mungkin bahwa perusahaan mungkin mengejar, bergantung pada keadaan saat ini: 13 Cost Objective yang dikurangi. Dengan menerapkan framework dan 5 praktik manajemen, manajemen perusahaan bisa mengurangi biaya IT dan memelihara kontribusi yang IT buat ke bottom line. IT bisa melaksanakan sama baiknya seperti sebelumnya, tetapi pada biaya yang dikurangi. Objektif biaya yang stabil. Manajemen perusahaan bisa terus menumbuhkan kegunaan IT dan melanjutkan dengan pertumbuhan bisnis, dan masih mengontrol IT spend keseluruhan. IT bisa meningkatkan dukungan bisnisnya dan dampaknya pada bottom-line, tetapi pada tingkat biaya saat ini. Sweet Spot Objective. Ini mengkombinasikan pengurangan biaya dengan dampak bottom-line yang lebih baik. IT bisa baik menurunkan biayanya dan juga meningkatkan kinerjanya dalam segi b dampak bottomline. Growth Objetive yang lebih tinggi. Ini bisa menerapkan pada perusahaan yang mengalami perubahan yang cepat dan / atau pertumbuhan. Dalam hal ini, Biaya IT yang lebih tinggi, bagaimanapun juga dikontrol, dijustifikasi karena ini menghasilkan bahkan dampak bottom-line yang lebih besar. 14 Gambar 2.3 Hasil yang mungkin bagi perusahaan Sumber: Robert J Benson (2004, p5) 2.2.2.2 Strategy To Bottom Line Value Chain Menurut Robert J Benson (2004, p92), Strategy To Bottom Line Value Chain adalah seperangkat proses manajemen yang dihubungkan yang mencapai puncak dalam proyek dan anggaran operasional dan metrik kinerja untuk memonitor tindakan dan dampak bottom-line. Gambar 2.4 menggambarkan pada tingkat tinggi suatu elemen perencanaan dan pengelolaan proses yang dibutuhkan untuk menghasilkan right decision dan right results untuk bottom line. Berikut ini 3 elemen Strategy To Bottom Line Value Chain: Perencanaan yang efektif. Menghasilkan strategi IT , program, dan initiatives yang didorong oleh strategi bisnis, sasaran, dan kebutuhan operasional. 15 Keputusan Sumber Daya yang sesuai. Meninjau investasi dan memprioritaskan program strategis dan initiatives dan project, yang menghasilkan sumber daya yang dialokasikan ke proyek IT . Anggaran yang dapat dikerjakan, Proyek, dan Rencana Operasional. Mengoperasionalisasikan dan menetapkan pengoperasian anggaran untuk tahun tersebut dan menentukan jadwal dan sasaran dari tindakan IT dan proyek, yang menghasilkan tindakan IT yang akan menghasilkan hasil bisnis yang diinginkan. Gambar 2.4 3 Elemen Strategy To Bottom Line Value Chain Sumber: Robert J Benson (2004, p93) 2.2.2.3 Deliverable di dalam Strategy To Bottom Line Value Chain Menurut Robert J Benson (2004, p95), Berikut ini ada 12 deliverable yang didefinisikan sebagai berikut: Intensi strategi bisnis. Menjelaskan tentang arahan strategi perusahaan dan setiap goals, metrics, dan weights. Semua digunakan dalam setiap praktik NIE yang berisi misi perusahaan dan arahan strategis. Kontennya adalah misi perusahaan ditambah intensi strategis. 16 Portfolio yang dinilai. Portfolio dari aplikasi, infrastruktur, layanan, dan area manajemen yang dari pengaturan, layanan, kualitas, teknik, dan intensitas penggunaan. Portfolio yang dinilai digunakan dalam perencanaan dan pengembangan strategi Persyaratan IT melalui proyek. Kontennya adalah Penyesuaian asis, layanan, kualitas, teknologi, dan intensitas kegunaan untuk setiap line item dalam portfolio. Strategi Agenda IT. Agenda adalah hasil Strategi Perencanaan IT. Ini mendefinisikan apa yang bisnis harapakan untuk melakukan dengan IT untuk memenuhi Intensi strategisnya. Strategi Agenda IT digunakan untuk mendorong strategi persyaratan IT dan proyek, serta menetapkan obligasi suatu manajemen bisnis harus menghasilkan dampak bottom-line yang diharapkan dari IT Spending. Kontennya adalah strategi intensinya manajemen bisnis untuk kegunaan IT, dan inisiatif strategis dengan IT untuk intensi strategis bisnisnya perusahaan. Strategi Rencana IT. Rencana ini adalah hasil strategi perencanaan IT, mendefinisikan apa yang organisasi harus melakukan untuk memenuhi permintaan IT agenda. Ini digunakan sebagai framework strategis untuk anggaran lights-on IT dan proyek terkait teknologi yang dibutuhkan untuk mendukung proyek bisnis. Kontennya adalah strategi intentionnya IT organization untuk menyampaikan IT untuk memenuhi persyaratan bisnis yang didefinisikan di bawah. Strategi Persyaratan IT. Ini adalah pernyataan progam yang diprioritaskan dan initiatives yang, diatas kehidupan rencana strategis, akan memenuhi kebutuhan strategi agenda IT dan intensi strategis bisnis. Ini adalah portfolio dari intensi strategis yang potensial, pada 3 atau 5 tahun horizon, untuk memenuhi persyaratan bisnis yang didefinisikan di bawah, diprioritaskan sesuai dengan intensi strategi bisnis. 17 Proyek. Proyek tertentu didefinisikan dalam respon untuk program dan initiatives yang didefinisikan dalam strategi Persyaratan IT. Ini adalah kandidat bagi prioritas dan penyertaan dalam rencana proyek tahunan atau anggaran. Kontennya nyata, do-able projects. (Bukan sebuah deliverable NIE). Rencana Proyek Tahunan. Ini adalah seperangkat proyek tahunan yang diharapkan untuk menjalankan selama tahun pembukuan yang mutakhir. Tentu saja sebuah perspektif “tahunan” dari proyek tidak tepat pada waktunya atau cukup responsif untuk banyak bisnis, sehingga deliverable ini biasanya meninjau ke masa dulu secara triwulan atau bahkan lebih sering khusunya bagi bisnis yang dinamis. Kontennya adalah portofolio proyek yang dijadwalkan, dengan sumber daya yang ditetapkan, diprioritaskan sesuai dengan intensi strategis bisnis. Rencana Bisnis Tahunan. Ini adalah seperangkat rencana operasional dan taktis tahunan untuk unit bisnis. Ini adalah dasar untuk menetapkan rencana proyek tahunan dan mendefinisikan apa yang unit bisnis akan butuhkan secara taktis dari IT (Bukanlah deliverable NIE). Rencana IT. Ini adalah seperangkat rencana operasional dan taktis tahunan untuk organisasi IT. Ini adalah dasar untuk menetapkan anggaran lights-on untuk dukungan unit bisnis. Kontennya didokumentasikan sesuai dengan praktik perusahaan. Anggaran Proyek. Anggaran adalah anggaran investasi agregat untuk proyek untuk tahun tersebut. Ini berdasarkan pada “keterjangkauan” untuk unit bisnis. Tentu saja, anggaran ini mungkin dipengaruhi oleh peristiwa bisnis selama tahun tersebut, dan sehingga secara normal direvisi secara triwulan atau bahkan lebih sering bergantung pada bisnis yang dinamis. Kontennya didokumentasikan sesuai dengan praktik perusahaan. 18 Anggaran Lights-On. Ini adalah anggaran dasar untuk kegiatan organisasi IT yang terus menerus. Diambil bersama dengan anggaran proyek, 100 persen dari IT spend didefinisikan. Konten didokumentasikan sesuai dengan praktik perusahaan. Metrik Pengukuran Kinerja. Ini merupakan sekumpulan metrik untuk IT dan untuk kegunaan di dalam bisnis. Konten didokumentasikan sesuai dengan praktik perusahaan. Gambar 2.5 Value Chain Deliverables Sumber: Robert J Benson (2004, p93) 2.2.2.4 Praktik New Information Economics dalam Value Chain Strategy To Bottom Line Value Chain Planning Strategic Deliverable Name 1 Deliverable Description NIE Practice Business Strategic Mission plus weighted Demand/Supply Intentions strategic Intentions Planning, innovation 19 2 Assessed Portfolios As-Is alignment, Alignment, Performance service, quality, Measurement technology, use 3 4 5 Strategic IT Agenda Strategic Intentions to Demand/Supply for the use of IT Strategic Initiatives Planning Strategic IT Plan Strategic Intentions to Demand/Supply Strategic Initiatives Planning, Innovation IT Strategic Initiatives – 3 to 5 Demand/Supply Requirements years horizon – With Planning, Prioritization Portfolio Format 6 Projects Real, Doable projects 7 Annual Project Plan One Year Annual - Prioritization Horrizon-With Portfolio Format Annual / Technical Planning 8 Annual Business Plan Documentation - According to company practices 9 Annual IT Plan Documentation - According to company practices 10 Annual & Capital Projects Budgets Documentation Alignment, According to company Prioritization practices 11 Annual Lights-on Budget Documentation According to company practices Alignment 20 12 Performance Documentation Performance Measurement Metrics According to company Measurement practices Tabel 2.1 Deskripsi 12 Deliverables Sumber: Robert J Benson (2004, p96) Menurut Robert J Benson (2004, p101), Berikut ini terdapat 3 Praktik NIE yang diterapkan sehubungan dengan informasi (deliverable) di dalam value chain: NIE Practice 1: Strategic Demand / Supply Planning o Goal: Perencanaan IT secara eksplisit didorong oleh strategi & kebutuhan bisnis. Ini terlalu mudah bagi perencanaan IT untuk berfokus pada persoalan teknologi daripada persoalan strategi bisnis. Perencanaan yang tidak didorong oleh business-strategy-driven berarti bahwa rencana IT merespon dan menghubungkan ke kebutuhan taktis unit bisnis individual daripada strategi bisnis, dan secara luas, tim manajemen senior tidak akan percaya bahwa IT dihubungkan ke strategi. Proses Manajemen – Hasil yang Bisnis - Hasil yang diinginkan diinginkan Strategic Demand / IT dan Business Planning Perusahaan Supply Planning sepenuhnya terhubung dan meningkatkan strategic terintegrasi dan bottom-line impact dari investasi ITnya Tabel 2.2 Strategic Demand / Supply Planning 21 NIE Practice 2: Innovation o Goal: Secara eksplisit menerjemahkan peluang IT yang baru ke dalam keuntungan yang kompetitif dan hasil bottom-line. IT memiliki peran yang penting dan responbilitas untuk membawakan peluang yang inovatif ke bisnis yang dapat membentuk produk baru, layanan, dan proses. Dengan cara ini, Peran IT mencakup merespon terhadap Persyaratan yang mutakhir dan mempengaruhi Persyaratan yang akan datang. Proses Manajemen – Hasil yang Bisnis - Hasil yang diinginkan diinginkan Innovation IT-Enabled Innovation Perusahaan terus menerus mempengaruhi business planning meningkatkan produk, proses, dan menawarkan strategi baru dan bottom-line impact melalui investasi ITnya Tabel 2.3 Innovation NIE Practice 3: Alignment o Goal: IT spending yang dasar untuk kegiatan lights-on pada apa yang sebenarnya dibutuhkan untuk memenuhi strategis dan Kebutuhan operasional. Anggaran garis dasar bisa secara khusus ada di dasar “cost plus”, dengan hasil bahwa bagian Biaya IT yang utama ini bukanlah subject untuk Pengambilan keputusan berbasis strategi. Hasilnya adalah bahwa infrastruktur, dukungan, dan pengeluaran 22 operasi bisa berjalan ke usaha yang tidak lagi strategi bisnis yang mutakhir. Alignment Proses Manajemen – Hasil yang Bisnis - Hasil yang diinginkan diinginkan IT spend keseluruhan disesuaikan Perusahaan dengan strategi bisnis. IT Spend meningkatkan return keseluruhan ditaksir untuk quality, dari kegiatan IT nya teknologi, dan lain-lain dalam istilah bottom-line impact. Total IT Spend secara efektif terkendali Tabel 2.4 Alignment Gambar 2.6 Praktek NIE dalam Strategi Bottom-Line Value Chain Sumber : Benson (2004),p96 Selain itu, Menurut Robert J Benson (2004, p105), Berikut ini terdapat penggunaan konsep dasar dari dampak IT, portfolio, dan manajemen budaya dalam lima praktik terdiri dari sebagai berikut: 23 IT Impact Management o Goal: Mengimplementasikan praktik NIE dengan berhasil dan mencapai keterjangkauan dan sasaran alignment dari pengendalian IT Spending dan peningkatan Dampak Botom-Line IT. Menggunakan praktik NIE secara efektif memerlukan perencanaan dan koordinasi. Berhubungan dengan korporasi dan proses IT, dan kepastian bahwa hasil praktik muncul dalam anggaran dan performance measurement semuanya membutuhkan perhatian manajemen yang persisten dan konstan. Proses Manajemen – Hasil yang Bisnis - Hasil yang diinginkan diinginkan IT Impact Tim manajemen IT dan bisnis Management melaksanakan proses yang Total IT Spend secara efektif terkontrol. Kontribusi IT meningkatkan kontribusi IT terhadap bottom line impact terhadap kinerja bisnis ditingkatkan. Tabel 2.5 IT Impact Management Portfolios dan potfolio management o Goal: Semua Sumber daya IT (Aplikasi warisan dan infrastruktur serta development project yang baru) diarahkan pada strategi bisnis. Apakah manajemen memperhatikan alokasi yang tepat dari biaya IT yang berkelanjutan serta investasi aplikasi yang baru? Tanpa melihat pada IT Spend keseluruhan dari 24 perspektif Strategi bisnis, sumber daya akan disiasiakan. Proses Manajemen – Hasil Bisnis - Hasil yang diinginkan yang diinginkan Portfolio Perencanaan dan proses Total IT Spend secara efektif Management manajemen berfokus pada Investasi IT keseluruhan. terkontrol. Kontribusi IT terhadap bottom line impact ditingkatkan. Tabel 2.6 Portfolio Management Culture Management. o Goal: Tim manajemen memahami dampak dari IT dan mengelola bisnis untuk mencapainya. Sebuah budaya perusahaan bisa memiliki banyak segi yang menghambat kegunaan Sumber daya IT yang efektif, yang mencakup persetujuan pada apa yang penting, perencanaan apa dan perilaku manajemen untuk didorong, nilai bekerja sama di seluruh silos dan antara IT dan bisnis, dan lain-lain. Business Value Maturity Model o Goal: Mengatasi keterbatasan dan hambatan budaya manajemen perusahaan pada kemampuan perusahan untuk melaksanakan praktik NIE. Business Value Maturity Model menjelaskan hasil bisnis yang diinginkan untuk setiap area praktik NIE, dan “Maturity” digunakan sebagai ukuran apakah perusahaan bisa menghasilkan hasil berdasarkan pada kombinasi dari hambatan budaya dan kapabilitas perusahaan untuk bertindak atas hasil. 25 Proses Manajemen – Bisnis - Hasil yang diinginkan Hasil yang diinginkan Culture Manajer bisnis dan IT Kontribusi IT terhadap bottom-line Management berpartisipasi secara impact ditingkatkan melalui & The efektif dalam NIE- partisipasi manajer IT dan bisnis yang Maturity Enabled Process. efektif dalam proses NIE Model Tabel 2.7 Culture Management & The Maturity Model 2.2.3 Portfolio dalam Praktik NIE Menurut Robert J Benson (2004, p52), Pengembangan / peningkatan dan lights-on portfolio mendukung NIE Planning, Innovation, Prioritization, Alignment, dan Performance Measurement practices dengan informasi yang lengkap dan konsisten tentang Sumber daya IT. Informasi tersebut mencakup seluk beluk seperti berapa banyak aplikasi itu ada dan dimanakah itu digunakan, kualitas, dan tingkat layanan, dan informasi tentang dampak bisnis. 26 Gambar 2.7 Portfolio dalam Praktik NIE Sumber: Robert J Benson (2004, p53) Dari gambar di atas, Setiap praktik NIE membuat kegunaan portfolio information yang luas. Misalnya, praktik Perencanaan menggunakan penilaian kualitas dan layanan, dan dampak bottom-line dari portfolio aplikasi Lights-on, untuk mengembangkan Rencana Strategis IT. Manajemen Portfolio juga, dan barangkali sama pentingnya, menghubungkan hasil praktik NIE ke perencanaan tahunan dan proses anggaran dari perusahaan. 2.2.4 Konsep-konsep IT Portfolio Menurut Robert J Benson (2004, p56), Berikut ini terdapat 4 konsep IT Portfolio dalam praktik NIE: 27 Konsep 1: Manajemen Portfolio menerapkan pada sekumpulan sumber daya IT keseluruhan. 100 persen dari sumber daya IT, yang melibatkan pengoperasian dan anggaran kapital, dicakup dalam Portfolio IT. Manajemen Portfolio IT menerapkan pada semua IT, tidak hanya pengembangan aplikasi. Konsep 2: Sumber daya IT dibagikan ke dalam investasi yang baru dan lights-on expeditures. Kategori investasi adalah proyek, yang mencakup kedua capital dan anggaran biaya. Dana tersebut untuk diinvestasikan dalam segi proyek atau hardware yang baru / akuisisi software. Gambar 2.8 Total Sumber Daya IT yang dibagi ke dalam Portfolio Sumber : Benson (2004), p57 Konsep 3: Pembelanjaan Lights-On diklasifikasikan dari IT Perspective, dalam portfolios yang terkait pada technology management. Semua Sumber daya Lights-on IT dan pembelanjaan 28 diklasifikasikan ke dalam: Applications, Infrastructure, Services, dan Portfolio manajemen (resource pools). Gambar 2.9 4 Lights-on Portfolio Sumber : Benson (2004),p59 Konsep 4: Portfolio investasi yang baru diklasifikasikan dari perspektif bisnis, serupa dengan investasi keuangannya. Portfolio investasi yang baru diklasifikasikan ke dalam strategic, factory, mandated, dan future strategic portfolios. 29 Kategori Deskripsi Portfolio Nilai yang khas / Resiko Justifikasi yang khas NIE Strategic Investasi yang secara langsung mempengaruhi kinerja perusahaan yang kompetitif. Ini bisa sesederhana generasi revenue yang baru, atau serumit proses dasar reengineering - Revenue - Market Share - Innovation - Flexibility - Biaya yang Tinggi atau menjaga hambatan pada entry yang kompetitif, dan lain-lain Factory Investasi yang menjaga perusahaan berjalan. Ini biasanya dianggap sebagai “back office” investments. Perusahaan bergantung pada aplikasi dikurangi - Throughput yang ditingkatkan yang mendasari untuk menjaga ligtson serta melaksanakan fungsi Rendah - Waktu yang dikurangi dasarnya perusahaan - Individual Productivity Future Investasi yang akan mempengaruhi Sama seperti Strategic kinerja perusahaan yang akan datang, Strategic Tinggi khususnya bisnis baru, product / services yang baru, dan lain-lain. Mandated Secara legal atau board-mandated investments Tidak ada, atau sama seperti factory Tabel 2.8 Empat Deskripsi kategori Portfolio dalam Praktik NIE untuk pengembangan portfolio Sumber: Robert J Benson (2004, p61) Rendah 30 2.2.5 Keputusan yang tepat 2.2.5.1 Elemen-elemen keputusan yang tepat Menurut Robert J Benson (2004, p132), Dalam semua kasus ini, manajemen harus memutuskan antara alternatif dan memilih yang terbaik penggunaan sumber daya perusahaan. Keputusan strategis menentukan pilihan strategi dan penggunaan TI untuk memenuhi strategi tersebut. Keputusan selama perencanaan tahunan menentukan proyek yang akan dilakukan dan komponen anggaran lights-on harus didukung dan digunakan dalam operasi. Keputusan tentang anggaran menentukan tepat berapa banyak harus dikeluarkan dalam proyek dan lights-on. Kemungkinan hasil meliputi: Pengembangan Proyek. 1) Mengasuransikan tingkat tinggi dukungan strategi. 2) Membuat business case yang lebih kuat. 3) Meminimalkan dan / atau mengurangi risiko bisnis dan teknis. 4) Menyelaraskan portofolio proyek secara keseluruhan. Peningkatan Proyek. 1) Berinvestasi dalam aplikasi berdasarkan pada intensi strategis. 2) Berinvestasi dalam aplikasi yang berkinerja baik. 3) Menyelaraskan portofolio proyek secara keseluruhan. Lights-On. 1) Mengucilkan aplikasi yang berkinerja buruk. 2) Mengurangi dukungan aplikasi yang kurang dimanfaatkan. 3) Memahami di mana biayanya, dan mengendalikannya. Ketika Prioritas dan penyelarasan menekankan hasil ini, keputusan akhir terjadi dalam konteks proses manajemen yang digambarkan dalam istilah umum dalam Gambar 2.10. Anggaran 31 menentukan pengeluaran lights-on dan project pools keseluruhan. Rencana proyek tahunan menentukan pemilihan proyek yang akan dilakukan, berdasarkan faktor-faktor seperti penjadwalan, keterampilan yang tersedia, dan pengurutan yang diperlukan. Rencana strategis menentukan arah dasar untuk proyek-proyek pengembangan dan infrastruktur bangunan. Namun tujuan keseluruhan keputusan yang tepat adalah untuk memastikan bahwa lights-on dan anggaran proyek berada pada tingkat yang tepat dan bahwa pilihan dalam anggaran proyek dan lights-on mendukung arah strategis perusahaan. Keputusan yang tepat harus mengarah perusahaan ke dalam IT Improvement Zone, dimana IT spending secara efektif dikendalikan dan dampak bottom-line IT itu ditingkatkan. Gambar 2.10 Titik keputusan dalam Proses Value Chain Management 2.2.5.2 Anggaran Lights-on Menurut Robert J Benson (2004, p137), Keputusan yang tepat untuk anggaran lights-on adalah proses manajemen yang meneliti strategi investasi untuk setiap line item dalam 32 anggaran. dua pertanyaan diminta. Pertama, apakah tingkat dukungan anggaran yang tepat untuk aplikasi? Sebagai contoh, jika biaya terlalu tinggi untuk penyelarasan / kualitas aplikasi, maka aplikasi mungkin ditinggalkan, atau mendukung tingkat yang dikurangi. Kedua, apakah aplikasi harus diganti melalui outsourcing, akuisisi, atau desain / pengembangan? Pertimbangkan sebuah perusahaan yang telah mengklasifikasikan anggaran lights-on yang lengkap ke dalam 3 kelompok asset pools dasar: aplikasi, infrastruktur, dan services. Setiap asset pools ini kemudian dideskripsikan dalam sekumpulan line items yang membentuk asset pools. Misalnya, untuk aplikasi, setiap line item adalah aplikasi terpisah yang perusahaan menggunakan. Gambar 2.11 Penilaian portfolio untuk pengambilan keputusan 33 Pada Gambar 2.11, Ini menggambarkan Biaya Personil, penyelarasan, dan kualitas bersama-sama dalam rangka untuk memeriksa apakah alokasi personil ini tepat yang memperhitungkan Penyelarasan dan Kualitas setiap aplikasi. Manajer dapat melihat dengan cepat tingkat pengeluaran untuk setiap tingkat kualitas dan untuk setiap tingkat dukungan intensi strategis, dan mulai menyusun pertanyaan tentang mengapa uang dikeluarkan di beberapa daerah (misalnya kualitas yang rendah, dukungan intensi strategis yang rendah) dan tidak di daerah lain (dukungan intensi strategis yang tinggi, sebagai contoh). Gambar 2.12 Strategi investasi untuk Portfolio Aplikasi Lights-On Lima strategi investasi menangani aplikasi yang berada di berbagai penyelarasan / pasangan kualitas (Gambar 2.12). Dengan meneliti kombinasi penyelarasan dan kualitas untuk setiap aplikasi, manajemen dapat melakukan keputusan investasi tertentu, berdasarkan pada dampak bottom-line pada bisnis, tentang di mana dolar lights-on harus ditingkatkan, di 34 mana pengeluaran dapat dikurangi, dan di mana investasi akan memiliki dampak yang terbesar pada bisnis. Lihat Gambar 2.13. Gambar 2.13 Keputusan investasi dalam Portfolio Aplikasi Lights-On Catatan bahwa ini secara langsung mendukung tujuannya secara keseluruhan dari mengendalikan IT Spend dan meningkatkan (dan memaksimalkan) dampak bottom-line. Ini melalui realokasi tersebut atau keputusan pengabaian bahwa kita dapat meningkatkan kinerja anggaran lights-on keseluruhan. Ini menyoroti hanya dua kemungkinan di sini, yang lain termasuk dukungan tambahan untuk aplikasi yang berada dalam krisis, tetapi juga tinggi dalam keselarasan, dan karena itu layak mendapat perbaikan. Personil saat ini dalam kategori nonkritis yang stabil (kandidat mungkin untuk realokasi) dapat ditunjuk pada aplikasi dalam krisis. 35 Gambar 2.14 Penyelarasan Portfolio Aplikasi Lights-On Secara keseluruhan, tim kepemimpinan bisnis, dalam melihat asset pool aplikasi yang lengkap, dapat menentukan seberapa baikkah anggaran lights-on berkinerja. Sebagai contoh, Gambar 2.14 menunjukkan penyelarasan relatif dari semua line items, ini menunjukkan jumlah relatif dari lightson dalam dukungan langsung dari intensi bisnis strategis. Seperti dalam prioritas, penyelarasan lights-on dan proses penilaian penyelarasan tidak membuat keputusan. Tim kepemimpinan bisnis melakukan hal ini, menggunakan alat dan penilaian yang disediakan. 2.2.6 Analisis SWOT Menurut Rangkuti (2004, p18), Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Stengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat (Weaknesses) dan ancaman (Threats). meminimalkan kelemahan 36 Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi saat ini. Dan hal ini disebut Analisis Situasi. Model yang paling popular untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT. Gambar 2.15 Proses Pengambilan Keputusan Strategis Sementara Menurut David (Fred R. David, 2008, 8), Semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam area fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya atau lemahnya dalam semua area bisnis. Kekuatan/kelemahan internal, digabungkan dengan peluang/ancaman dari eksternal dan pernyataan misi yang jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi. Tujuan dan 37 strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi kelemahan. Berikut ini merupakan penjelasan dari SWOT (David,Fred R.,2005:47) yaitu: Kekuatan (Strenghts). Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keungulan-keungulan lain yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di pasar. Kelemahan (Weakness). Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja perusahaan. Keterbatasan tersebut daoat berupa fasilitas, sumber daya keuangan,kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat meruoakan sumber dari kelemahan perusahaan. Peluang (Opportunities). Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecendrungan – kecendrungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan meningkatnya hubungan antara perusahaan dengan pembeli atau pemasokk merupakan gambaran peluang bagi perusahaan. Ancaman (Threats). Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan perusahaan. Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang baru atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan. 38 2.2.6.1 Fungsi SWOT Menurut Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan. Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan adalah sebagai kerangka / panduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi altenatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan. 2.2.7 Matriks SWOT Menurut Rangkuti (2006), Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan altenatif strategis. 39 Tabel 2.9 Matriks SWOT Sumber: Rangkuti (2006) Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas : Strategi SO (Strength and Oppurtunity). Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar – besarnya. Strategi ST (Strength and Threats). Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity). Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WT (Weakness and Threats). Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. 40 2.2.7.1 Matriks Faktor Strategis Eksternal Matriks faktor strategi ekternal menurut Rangkuti (2004, p22), tahap pengembangan EFAS Matrix adalah sebagai berikut : 1. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman). 2. Berikan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. 3. Hitunglah rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh. Faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang (opportunity) bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai ancaman (Threats) adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, Ratingnya adalah 1. sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4. Berikut ini langkah-langkah Pemberian nilai ancaman: a) Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). b) Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis 41 eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama. Jika analisis faktor-faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman) telah selesai,maka faktor-faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan) juga harus dianalisis dengan cara yang sama. Jadi sebelum strategi diterapkan, perencanaan strategi harus menganalisis lingkungan eksternal untuk mengetahui berbagai kemungkinan peluang dan ancaman. Masalah strategis yang akan dimonitor harus ditentukan karena masalah ini dapat mempengaruhi perusahaaan di masa yang akan datang. Untuk itu, penggunaan metode-metode kuantitatif sangat dianjurkan untuk membuat peramalan (forecasting) dan asumsi, seperti ekstrapolasi, brainstorming, stastitical modelling, riset dan operasi,dan sebagainya. 2.2.7.2 Matriks Faktor Strategis Internal Setelah faktor-faktor strategi internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan factor-faktor strategis internal tersebut dalam kerangka Strength and Weakness perusahaan. Menurut Rangkuti (2004, p24), analisis IFAS dikembangkan dalam lima tahap yaitu : Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1. Berikan bobot masing-masing faktor tersebut dalam skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. (Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00) . 42 Hitunglah rating (dala kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut dalam kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan ratarata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya. Contohnya, jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan dibawah rata-rata industri, nilainya adalah 4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4 hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pada perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Skor total ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama. Setelah analisis faktor-faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman) diselesaikan, maka faktor-faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan) juga harus dianalisis dengan cara yang sama. Keunggulan perusahaan yang tidak dimiliki oleh perusahaan pesaing (distinctive competencies) harus diintegrasikan kedalam budaya organisasi sedemikian rupa sehingga perusahaan lain tidak mudah menirunya. Selanjutnya, sebelum suatu perencanaan strategis dikembangkan, manajemen puncak perlu menganalisis hubungan antara fungsi-fungsi manajemen perusahaan dengan mempelajari 3 hal sebagai berikut: 43 1) Struktur perusahaan Pada umumnya dapat diketahui dari stuktur organisasi perusahaan. Desain struktur perusahaaan tersebut menggambarkan kelebihan maupun kekurangan serta potensi yang dimiliki. Struktur organisasi ini merupakan kekuatan internal perusahaan yang bersangkutan. 2) Budaya perusahaan Budaya perusahaan merupakan kumpulan nilai, harapan serta kebiasaan masing-masing orang yang ada di perusahaan tersebut, yang pada umumnya tetap dipertahankan dari satu generasi ke generasi berikutnya 3) Sumber daya perusahaan Sumber daya perusahaan dalam hal ini tidak hanya berupa aset, seperti orang, uang, dan fasilitas, tetapi juga berupa konsep serta prosedur teknis yang biasa dipergunakan di perusahaan. Dengan demikian, analisis strategi internal dapat lebih dikenali berdasarkan kekuatan dan kelemahan sumber daya secara fungsional (pemasaran, keuangan, operasional, penelitian dan pengembangan, sumber daya manusia, sistem informasi).