abstract

advertisement
ISSN 0215 - 8250
17
IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONTEKSTUAL BERBATUAN LKS
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
SISWA KELAS II SLTPN 4 SINGARAJA
oleh
I Nyoman Gita
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran yang dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Subjek penelitian ini adalah
siswa kelas IIB3 SLTPN 4 Singaraja tahun ajaran 2004/2005 sebanyak 38 orang.
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga
siklus. Data penelitian tentang prestasi belajar matematika siswa dikumpulkan
dengan menggunakan tes. Data tentang tanggapan siswa terhadap pendekatan
pembelajaran yang diterapkan dikumpulkan dengan quesioner. Selanjutnya data
dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif.
Rerata tes prestasi belajar
pada akhir siklus I adalah 64,7 dan pada akhir siklus II reratanya 40,8. Terjadi
penurunan yang signifikan dari siklus I ke siklus II. Penurunan rerata pada akhir
siklus II disebabkan oleh sebagian besar siswa belum mampu mengaplikasikan
konsep yang sudah diajarkan. Pada akhir siklus III reratanya 60,1. Bila
dibandingkan dengan siklus II maka terjadi peningkatan yang signifikan Dari hasil
angket yang diisi oleh semua subjek penelitian sebanyak 38 orang diperoleh 23
orang (60,5%) memberi tanggapan positif, dan 15 orang (39,5%) memberi
tanggapan negatif.
Kata kunci : pendekatan pembelajaran kontekstual
ABSTRACT
The aim of the research was to increase learning quality which could
improve the students’ mathematic achievement. The subjects of the study were the
students of class IIB3 of SLTPN 4 Singaraja in academic year of 2004/2005. This
study was a classroom action research having tree cycles. The data of the study
were collected by means of test, while the data about students’ response were
collected by questionaire. Then they were analyzed by using descriptive statistic.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVIII Januari 2005
ISSN 0215 - 8250
18
In cycles I, the mean was 64.7 and in cycles II the mean was 40.8 The test result
showed the decrease from cycles I to cycles II This decrease because the students
do not know application of the concept. In cycles III the mean was 60.1.The test
results showed significant increase from cycles II to cycles III. The students’
responses to learning models were 60.5% positive and 39.5% negative.
Key Word : contextual teaching and learning.
1.Pendahuluan
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 4 Singaraja merupakan
SLTP Negeri di kecamatan Buleleng yang terletak di pinggiran Kota Singaraja,
dan termasuk SLTP Negeri yang kurang pavorit. Lulusan SD di sekitar sekolah ini
yang mempunyai NEM tinggi bukan memilih SLTP Negeri 4 Singaraja, tapi
cenderung memilih SLTP Negeri 1 Singaraja.
Berdasarkan informasi dari kepala sekolah dan rekan-rekan guru yang
menjadi panitia penerimaan siswa baru terungkap bahwa bahan baku (input) siswa
yang masuk ke SLTP Negeri 4 Singaraja NEM nya tergolong rendah, dan banyak
siswa lulusan SD yang NEM nya kurang dari 30 diterima di SLTP Negeri 4
Singaraja. Semua calon hampir bisa ditampung di sekolah ini. Rendahnya kualitas
input berimplikasi rendahnya kemampuan siswa.
Berdasarkan informasi dari Ibu Kartini, salah seorang guru matematika di
SLTPN 4 Singaraja diperoleh informasi bahwa hasil belajar matematika siswa
rendah. Rendahnya hasil belajar ini merupakan indikator rendahnya kemampuan
siswa dalam pemecahan masalah. Dengan kata lain, siswa mengalami banyak
kesalahan dalam pemecahan masalah (menjawab soal). Menurut Berg (1991),
kesalahan siswa dalam matematika dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu
: (1) ralat yang terjadi secara acak, tanpa pola (2) salah mengingat atau menghapal
dan (3) kesalahan yang terjadi secara konsisten, terus menerus atau kesalahan
yang menunjukkan pola tertentu. Kesalahan-kesalahan ini akan berdampak negatif
dalam mempelajari materi matematika lebih lanjut.
Lebih lanjut, dari informasi Ibu Kartini juga terungkap, banyak siswa
mengalami kesalahan konsep dan kesalahan menerapkan definisi. Kesalahankesalahan ini belum pernah ditangani secara terencana, sehingga hal ini
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVIII Januari 2005
ISSN 0215 - 8250
19
berdampak buruk dalam mengikuti pelajaran matematika berikutnya. Para guru
umumnya memfokuskan diri untuk menghabiskan materi yang ada pada
kurikulum dan berupaya menuangkan pengetahuannya kepada siswa sebanyakbanyaknya. Konsekuensi dari ini, guru merasa telah mengajar, tetapi mungkin
siswa belum belajar, sehingga hasil belajar siswa belum memuaskan.
Pandangan konstruktivistik menekankan bahwa ada banyak cara untuk
menstruktur makna dan makna itu berasal dari pengalaman individual.
Konstruktivisme merupakan suatu cara untuk menjelaskan bagaimana manusia
mengkonstruksi pengetahuannya. Berdasarkan hasil-hasil penelitiannya tentang
bagaimana anak-anak memperoleh pengetahuan, Piaget berkesimpulan bahwa
pengetahuan dibangun dalam diri anak (Dahar,1989). Nickson (dalam Grows,
1992) menyatakan pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivistik
membantu pebelajar untuk membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika
dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau
prinsip itu terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi
konsep-konsep/prinsip-prinsip baru. Sadia (1996) menyatakan, dalam pandangan
konstruktivistik terjadi pergeseran dari seseorang yang “mengajar” menjadi
seseorang fasilitator dan mediator. Hudojo (1998) menyatakan bahwa
pembentukan pengetahuan harus dibuat sendiri oleh si pebelajar atau orang yang
mau mengerti. Dari pendapat-pendapat di atas, dalam pembelajaran, siswa itulah
yang aktif berpikir merumuskan konsep dan mengambil makna.
Dalam proses pembelajaran, guru memulai dengan menjelaskan - memberi
contoh – latihan soal (latihan soal biasanya dikaitkan dengan penerapan rumus
tadi). Jadi, siswa secara langsung diberikan rumus-rumus matematika tanpa diberi
kesempatan untuk menemukan sendiri. Berbeda halnya dengan pembelajaran yang
berorientasi pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK), pembelajaran hendaknya
diawali dari dunia nyata dan rumus diharapkan ditemukan oleh siswa sendiri..
Sebagai contoh, sebelum menjelaskan sifat distributif, yaitu a x (b+c) =
(axb)+(axc), siswa diberi pertanyaan sebagai berikut. Wayan disuruh membeli
beras sebanyak 8 kg. Harga beras per kg Rp.2900,-. Berapa rupiah Wayan harus
membayar?. Cara siswa menjawab kemungkinan bervariasi. Beberapa
kemungkinan cara siswa menjawab adalah: 8 x (3000-100) = (8x3000) – (8x100),
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVIII Januari 2005
ISSN 0215 - 8250
20
atau (10-2)x2900 = (10x2900) – (2x2900) atau cara lainnya. Jadi jenis jawaban
dapat beragam
Pendekatan pembelajaran yang cocok dengan KBK adalah pendekatan
kontekstual atau contextusl teaching and learning (CTL). CTL adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan guru hendaknya mendorong siswa untuk membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari (Direktorat PLP,2002). Pada pembelajaran CTL,
guru tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi guru hendaknya
mendorong siswa untuk mengontruksi pengetahuan dibenak mereka
sendiri..Melalui CTL, siswa diharapkan belajar melalui ‘mengalami’ bukan
‘menghafal’.
Dalam pembelajaran, guru perlu memahami konsepsi awal yang dimiliki
siswa dan mengaitkan dengan konsep yang akan dipelajari. Konsepsi awal ini
dapat direkam dari pekerjaan siswa dalam LKS dan dari jawaban siswa terhadap
pertanyaan-pertanyaan guru yang disampaikan pada awal pembelajaran. Dalam
pembelajaran biasanya siswa malu atau takut bertanya kepada gurunya dan lebih
suka bertanya kepada teman-temanya. Oleh karena itu, implementasi pendekatan
kontekstual berbantuan LKS
perlu diterapkan. Pendekatan kontekstual
memudahkan siswa memahami materi karena proses pembelajaran diawali dari
dunia nyata dan rumus diharapkan ditemukan oleh siswa sendiri.
Tujuan dari penelitian ini adalah (a) meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas II SLTPN 4 Singaraja dalam matematika dengan implementasi pendekatan
kontekstual berbantuan LKS dan (b) mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap
implementasi pendekatan kontekstual berbantuan LKS.
2. Metode Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas II B3 SLTPN 4 Singaraja tahun
ajaran 2004/2005 sebanyak 38 orang.
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang berlangsung
tiga siklus. Rancangan masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu:
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVIII Januari 2005
ISSN 0215 - 8250
21
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, evaluasi dan refleksi (Kemmis &
Taggart, 1988).
Langkah-langkah dalam recana tindakan adalah seperti berikut. (a)
Penelitian ini diawali dengan mengadakan diskusi dengan guru matematika
SLTPN 4 Singaraja yaitu Ibu Kartini tentang keadaan siswa pada tahun-tahun
terdahulu. Hasil diskusi ini, antara lain : para siswa kurang termotivasi dalam
mengikuti pembelajaran, kurang dalam pemahaman konsep, belum diterapkan
pembelajaran kontekstual, tugas-tugas tentang materi yang sudah diajarkan, siswa
yang belum mengerti malu mengacungkan tangan. (b) Peneliti bersama-sama guru
matematika mendiskusikan kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi siswa. Dalam pertemuan ini disepakati
menerapkan tindakan berupa “implementasi pendekatan kontekstual berbatuan
LKS” karena tindakan di atas dipandang cukup efektif dalam pembelajaran.
Tindakan ini berlangsung tiga siklus. (c) Peneliti dan guru menyusun LKS. (d)
Peneliti dan guru menyusun tes prestasi belajar. Tes hasil belajar disusun dalam
bentuk esai untuk mengukur prestasi belajar siswa, sedangkan untuk mengetahui
tanggapan siswa terhadap model pembelajaran, siswa disuruh menulis tanggapan
dengan bebas pada selembar kertas lengkap dengan alasan.
Langkah-langkah dalam pelaksanaan tindakan adalah seperti berikut. (a)
Guru membagi kelas menjadi delapan kelompok. (b) Guru membagikan LKS
kepada siswa untuk dikerjakan secara berkelompok tentang materi yang belum
diajarkan. Tugas ini diperlihatkan pada awal pertemuan pada saat membahas
materi tersebut. (c) Selajutnya, guru menyampaikan kesalahan-kesalahan yang
dibuat pada tugas oleh masing-masing kelompok dan menggiring kelompok
lainnya agar bisa memberikan jawaban yang benar. (d) Guru menjelaskan materi
yang memang kira-kira tidak dapat dipahami oleh siswa dengan mempelajari
sendiri atau secara berkelompok.
Selama pelaksanaan tindakan, dilaksanakan observasi terhadap perilaku
siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Observasi dilakukan oleh
peneliti bersama praktisi. Selanjutnya, semua hasil observasi ini dievaluasi untuk
mengetahui ketepatan prosedur pelaksanaan tindakan atau kebermaknaan
tindakan.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVIII Januari 2005
ISSN 0215 - 8250
22
Hasil observasi dievaluasi dan direfleksikan. Penelitian ini dilaksanakan
dalam tiga siklus. Pada siklus pertama, dilakukan tiga kali refleksi yaitu sebelum
tindakan, di pertengahan tindakan dan di akhir tindakan.
Refleksi pada awal kegiatan pada siklus pertama bertujuan untuk
merencanakan tindakan. Refleksi pada pertengahan merupakan semi refleksi
dilakukan oleh peneliti bersama praktisi, bertujuan untuk melihat kelemahankelemahan tindakan sebelumnya agar tindakan berikutnya lebih sempurna.
Refleksi pada akhir siklus pertama yang dilakukan oleh peneliti bersama praktisi
dilakukan untuk mencermati dampak negatif dan dampak positif tindakan pada
siklus pertama dan digunakan sebagai bahan perbaikan perencanaan tindakan
siklus kedua.
Dalam penelitian ini, data tentang prestasi belajar matematika siswa
dikumpulkan dengan menggunakan tes, sedangkan untuk mengumpulkan data
tentang tanggapan siswa terhadap model pembelajaran yang diterapkan, siswa
menulis secara bebas pada selembar kertas lengkap dengan alasan.
Data tentang prestasi belajar siswa dianalisis dengan menghitung
reratanya. Data tentang tanggapan siswa terhadap tindakan yang dilakukan
dianalisis berdasarkan persentase siswa yang memberi tanggapan yang dapat
dikatagorikan positif atau negatif.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
3.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan
dalam tiga siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas II B3 SLTPN 4
Singaraja tahun ajaran 2004/2005 sebanyak 38 orang.
Materi yang dibahas selama siklus I adalah Teorema Pythagoras.
Pelaksanaan tindakan pada siklus I dari penelitian ini adalah sebagai berikut. (a)
Guru membagi kelas menjadi delapan kelompok. Tiap kelompok terdiri dari empat
atau lima orang. Dalam penentuan anggota kelompok siswa dibebaskan memilih
kelompok sesuai dengan keinginannya. (b) Guru membagikan LKS kepada siswa
untuk dikerjakan secara berkelompok tentang materi yang belum diajarkan. Tugas
ini diperlihatkan pada awal pertemuan pada saat membahas materi tersebut. (c)
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVIII Januari 2005
ISSN 0215 - 8250
23
Selajutnya, guru menyampaikan kesalahan-kesalahan yang dibuat pada tugas oleh
masing-masing kelompok dan menggiring kelompok lainnya agar bisa
memberikan jawaban yang benar. (d) Guru menjelaskan materi yang memang
kira-kira tidak dapat dipahami oleh siswa dengan mempelajari sendiri atau secara
berkelompok. (e) Setelah selesai membahas materi sesuai dengan yang telah
direncanakan selama siklus I, seperti yang telah diuraikan di atas, guru selanjutnya
memberikan tes. Tes yang diberikan berupa tes uraian yang nantinya akan
digunakan untuk memperoleh data tentang prestasi belajar siswa.
Rerata prestasi belajar pada siklus I adalah 64,7. Hal ini belum memenuhi
tuntutan kurikulum yaitu minimal reratanya 65. Bila dicermati lebih mendalam,
terdapat 7 siswa (18,4%) yang memperoleh skor lebih besar atau sama dengan 85
(tidak ada yang mendapat skor 100), terdapat 5 siswa (13,2 %) yang memperoleh
skor kurang dari 50.
Materi yang dibahas selama siklus II adalah garis-garis sejajar. Hasil yang
diperoleh pada siklus I cukup memuaskan. Proses pembelajaran pada siklus I
berjalan cukup baik namun dalam kelompok siswa masih ngumpul yang pintar
dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa maka dipandang perlu memperbaiki proses pembelajaran.
Pada siklus I sebagian besar siswa tidak berani mengemukakan pendapatnya atau
menjawab pertanyaan. Tampak hanya beberapa siswa saja yang mendominasi
mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan. Pada siklus II guru mengubah
susunan anggota kelompok sehingga pada setiap kelompok ada yang
kemampuannya baik dan ada yang kemampuannya kurang. Di samping itu, guru
lebih memfokuskan perhatiannya pada siswa yang nilainya sangat lemah pada
siklus I. Siswa yang kurang berani bertanya atau mengemukakan pendapat atau
menjawab pertanyaan dimotivasi supaya berani bertanya, mengemukakan
pendapat atau menjawab pertanyaan. Di samping itu, penunjukan wakil kelompok
untuk mengerjakan hasil diskusinya tidak lagi diserahkan kepada kelompok
tersebut, tetapi dilakukan oleh guru dengan mengutamakan anggota kelompok
yang jarang bertanya, mengemukakan pendapat atau menjawab pertanyaan.
Rerata prestasi belajar siswa pada siklus II adalah 40,8. Bila dibandingkan
dengan rerata prestasi belajar pada siklus I, terjadi penurunan yang cukup besar
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVIII Januari 2005
ISSN 0215 - 8250
24
yaitu dari 64,7 pada siklus I mejadi 40,8 pada siklus II. Pada siklus II terdapat 24
orang siswa (63,2%) yang memperoleh skor kurang dari 50.
Materi yang dibahas selama siklus III adalah jajar genjang. Hasil yang
diperoleh pada siklus II reratanya kurang memuaskan. Untuk itu pada siklus III
guru berusaha agar siswa mau mengemukakan pendapatnya dan menanyakan halhal yang belum dimengertinya. Penunjukkan wakil kelompok yang mengerjakan
di depan kelas hasil diskusinya masih dilakukan oleh guru dengan
memprioritaskan yang mendapat nilai kurang pada siklus II.
Rerata prestasi belajar siswa pada siklus III adalah 60,1. Bila
dibandingkan dengan rerata prestasi belajar pada siklus II maka terjadi
peningkatan yang cukup besar yaitu dari 40,8 pada siklus II mejadi 60,1 pada
siklus III. Pada siklus III terdapat dua orang siswa (5,3%) yang memperoleh skor
100. Bila dibandingkan dengan siklus II maka terjadi peningkatan yang
memperoleh skor 100 yaitu dari tidak ada siswa (0%) pada siklus II menjadi dua
orang siswa (5,3%) pada siklus III. Terdapat 10 orang siswa (26,3%) yang
memperoleh skor kurang dari 50. Prestasi belajar siswa pada siklus III masih lebih
rendah dari siklus I. Hal ini disebabkan oleh karakteristik materi pada siklus III
memerlukan tingkat penalaran yang lebih tinggi daripada materi pada siklus I.
Materi pada siklus III menyangkut beberapa konsep, sedangkan pada siklus I
hanya memuat konsep dasar.
Pada akhir siklus III, di samping diadakan tes prestasi belajar, siswa juga
disuruh menulis tanggapannya terhadap pendekatan pembelajaran yang diterapkan
lengkap dengan alasan. Dari 38 orang siswa, 23 orang (60,5%) yang memberi
tanggapan positif dan 15 orang (39,5%) yang memberi tanggapan negatif. Alasan
siswa yang memberi tanggapan positif adalah (a) menjadi lebih giat belajar, (b)
situasi belajar menyenangkan, (c) tahu kesalahan diri sendiri, (d) mudah
memahami, (e) tahu kemampuan diri sendiri, (f) cepat mengerti, (g) bisa saling
tanya jawab. Alasan siswa yang memberi tanggapan negatif adalah (a) belum
mengerti tanpa dijelaskan lebih dahulu, (b) belum mengerti tanpa dijelaskan lebih
dulu karena matematika sulit, (c) lambat mengerti, (d) tidak bisa mengerjakan.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVIII Januari 2005
ISSN 0215 - 8250
25
3.2 Pembahasan
Sebelum melaksanakan penelitian, sebagai tahap awal, peneliti
mengadakan diskusi dengan guru matematika SLTPN 4 Singaraja yaitu Ibu
Kartini tentang keadaan siswa pada tahun-tahun sebelumnya. Hasil diskusi ini,
antara lain : para siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran, kurang
dalam pemahaman konsep, belum diterapkannya pembelajaran kontekstual, tugastugas tentang materi yang sudah diajarkan, siswa yang belum mengerti malu
mengacungkan tangan untuk bertanya. Setelah kegiatan refleksi awal peneliti
bersama guru matematika mendiskusikan kemungkinan tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswa. Dalam pertemuan
tersebut disepakati menerapkan tindakan berupa implementasi pendekatan
kontekstual berbantuan LKS. Penelitian tindakan ini dilaksanakan dalam tiga
siklus. Pada akhir tiap siklus diadakan tes prestasi belajar dan khusus pada akhir
siklus III di samping dilaksanakan tes prestasi belajar siswa juga disuruh menulis
tanggapannya terhadap model pembelajaran yang diterapkan lengkap dengan
alasan pada selembar kertas.
Pada siklus I, diskusi kelompok belum berlangsung optimal. Tiap-tiap
kelompok masih tampak lebih mengutamakan penonjolan individu. Hal ini tampak
dari anggota kelompok yang lebih suka mengerjakan ke depan kelas sebelum
membantu pemahaman teman didalam kelompoknya. Untuk mengatasi hal ini,
guru berulang-ulang memberitahukan agar soal-soal yang diberikan didiskusikan
dulu didalam kelompoknya dan jika ada siswa yang belum mengerti supaya
menanyakan kepada teman sekelompoknya. Dari delapan kelompok yang ada,
tampak satu kelompok, yaitu kelompok III, yang kurang aktif dan kurang serius
mengikuti proses pembelajaran. Anggota kelompok pada siklus I dipilih sendiri
oleh siswa. Akibatnya, ada kelompok yang anggotanya pintar-pintar dan ada
kelompok yang anggotanya semuanya kurang dalam akademis. Pada akhir siklus I,
diadakan tes prestasi belajar. Berdasarkan analisis data diperoleh rerata prestasi
belajar siswa adalah 64,7. Bila dicermati lebih mendalam, terdapat 5 siswa (13,2
%) yang memperoleh skor kurang dari 50. Kesalahan yang dilakukan siswa
sebagian besar dalam menyelesaikan soal cerita.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVIII Januari 2005
ISSN 0215 - 8250
26
Pada siklus II, dalam diskusi kelompok, anggota kelompok yang sudah
mengerti mau memberi penjelasan kepada teman didalam kelompoknya yang
belum mengerti dan yang belum mengerti tidak malu-malu menanyakan kepada
teman sekelompoknya. Bahkan, siswa berani bertanya kepada guru bila semua
anggota kelompoknya belum yakin terhadap hasil diskusinya. Bila disuruh ke
depan kelas, hampir semua siswa mengacungkan tangan, walaupun, setelah
ditunjuk ke depan, ada yang salah. Ini berarti siswa sudah berani mengemukakan
pendapatnya tidak peduli salah atau benar. Pada siklus II ini guru lebih banyak
memberikan bimbingan kepada siswa yang nilainya kurang pada siklus I. Hasil tes
prestasi belajar pada akhir siklus II menunjukkan rerata kelas 40,8. Bahkan, bila
dicermati lebih mendalam terdapat 24 siswa (63,2 %) yang memperoleh skor
kurang dari 50. Rendahnya skor pada siklus II disebabkan oleh kurangnya
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang memerlukan analisis yang
cukup tinggi.
Pada siklus III, dalam diskusi kelompok, semua siswa sudah berani
mengemukakan pendapat maupun bertanya. Semua siswa tampak senang
mengikuti pembelajaran. Pada siklus III, guru lebih banyak memberi bimbingan
kepada siswa yang nilainya kurang pada siklus II. Hasil tes prestasi belajar pada
akhir siklus III menunjukkan rerata kelas 60,1. Bila dibandingkan dengan siklus II
terjadi peningkatan rerata yang cukup besar yaitu dari 40,8 menjadi 60,1. Bila
dicermati lebih mendalam, terdapat dua siswa (5,3 %) yang memperoleh skor 100.
Skor ini tak pernah dicapai, baik pada siklus I maupun pada siklus II.
Terhadap penerapan metode pembelajaran ini, 60,5% siswa memberi
tanggapan positif dan 39,5 persen memberi tanggapan negatif. Siswa yang
memberi tanggapan negatif beralasan mereka belum bisa mengerti tanpa
dijelaskan lebih dahulu. Sedangkan yang memberi tanggapan positip memberi
alasan bahwa model tersebut dapat memotivasi mereka untuk belajar lebih giat.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa merasa senang
dengan metode yang diterapkan yaitu implementasi pendekatan kontekstual
berbantuan LKS.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVIII Januari 2005
ISSN 0215 - 8250
27
4. Penutup
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa implementasi pendekatan kontekstual berbantuan LKS mengakibatkan
suasana akademik cukup kondusif. Hal ini tercermin dari banyaknya siswa yang
berani mengemukakan pendapat maupun mengajukan pertanyaan pada saat proses
pembelajaran. Bila dicermati prestasi belajar matematika siswa rerata pada akhir
siklus I adalah 64,7 pada akhir siklus II adalah 40,8 dan pada akhir siklus III
adalah 60,1. Prestasi untuk siklus I dan siklus III untuk ukuran SLTPN 4 Singaraja
sudah cukup baik mengingat kemampuan input siswa yang masuk ke sekolah ini
relatif lebih rendah dibandingkan SLTPN di kota Singaraja. Penurunan rerata hasil
prestasi dari siklus I ke siklus II disebabkan oleh sebagian besar siswa belum
mampu mengaplikasikan konsep yang diajarkan. Sebagian besar siswa memberi
tanggapan positif terhadap pendekatan pembelajaran yang diterapkan.
Berdasarkan simpulan di atas, dikemukakan saran-saran berikut.
(a) Disarankan kepada guru matematika untuk mencobakan model pembelajaran di
atas
dengan lebih banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengaplikasikan konsep-konsep yang diajarkan karena pendekatan pembelajaran
tersebut dan menciptakan suasana kelas yang kondusif. (b) Disarankan kepada
peneliti lain untuk mengembangkan model pembelajaran di atas dan mencobanya
di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Berg, VD. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi. Salatiga : Universitas Kristen
Satya Wacana.
Dahar, Ratna Wilis. 1989. Konstruktivisme dalam Mengajar dan Belajar. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada FP.MIPA IKIP Bandung.
Direktorat PLP. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning). Jakarta : Depdiknas.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVIII Januari 2005
ISSN 0215 - 8250
28
Grows, D.A. 1992. Handbook of Research on Mathematics Teaching and
Learning. New York : MacMillan.
Hudojo, Herman. 1998. Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan
Konstruktivistik. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional UpayaUpaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Menghadapi
Era Globalisasi. IKIP Malang, 4 April 1998.
Kemmis,W.C & Taggart, R.M. 1988. The Action Research Planner. Geelong
Victoria: Deakin University Press.
Sadia, Wayan. 1996. Model Konstruktivis Dalam Belajar dan Mengajar. Makalah
disampaikan dalam Seminar Metode Pembelajaran MIPA di Jurusan
Pendidikan MIPA STKIP Singaraja Tgl. 1 Maret 1996. Singaraja :
STKIP Singaraja.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVIII Januari 2005
Download