ISSN 0215-8250 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MELALUI METODE BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP-KONSEP KIMIA SMU oleh I Nyoman Selamat Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja ABSTRAK Penelitian tindakan kelas ini bertujuan meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada konsep-konsep kimia SMU. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I6 SMUN 3 Singaraja tahun ajaran 2000/2001 yang berjumlah 34 orang. Hasil penelitian dalam dua siklus menunjukkan bahwa pengetahuan awal siswa terhadap konsep-konsep sistem periodik dan ikatan kimia masih sangat rendah. Penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode bermain berbantuan LKS ternyata mampu meningkatkan proses belajar siswa. Hasil belajar siswa mengalami penurunan dari siklus I ke siklus II, tetapi hasil siklus II ini lebih baik daripada pengetahuan awalnya. Kata-kata kunci: pembelajaran kooperatif, metode bermain ABSTRACT This classroom action research is conducted to improve learning process and achievement of students. The subjects of the research involved 34 students of class I6 of SMUN 3 Singaraja in academic year 2000/2001. The results of the research, which was conducted in two cycles, showed that the application of the cooperative learning with playing methods using students’ worksheet could improve learning process of the students. However, the achievement of students decreased from cycle I to the cycle II, but the increase of concept mastery of students in cycle II was higher than that of cycle I toward pre-knowledge of students. Keywords: cooperative learning, playing method __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 1. Pendahuluan Konsep-konsep kimia merupakan konsep-konsep yang cukup sulit dipelajari dan dipahami oleh siswa karena bersifat abstrak, banyak rumus dan perhitungannya (Huddle, 1998; Wilson, 1998). Rendahnya penguasaan konsepkonsep kimia tidak terlepas dari peranan guru dalam proses belajar mengajar. Pada umumnya, dalam mengajarkan konsep-konsep kimia, guru masih menganut teori tabula rasa, yaitu memindahkan pengetahuan dari pikiran guru ke dalam pikiran siswa secara utuh. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah dengan menceramahkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan hukum-hukum dalam bentuk yang sudah jadi kepada siswa. Guru menganggap pembelajaran dengan cara ini sudah berhasil dan merasa puas, namun sesungguhnya siswa belum belajar secara aktif karena dalam pikiran siswa tidak terjadi perkembangan struktur kognitif. Pembelajaran dengan cara ini terbukti gagal membawa siswa untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. Dalam banyak hal, guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan yang telah dimilikinya. Rendahnya penguasaan konsep-konsep kimia tidak terlepas dari model pembelajaran yang dikembangkan. Guru kurang menerapkan model pembelajaran yang berorientasi pada “metode siswa aktif”, yaitu suatu model pembelajaran yang merangsang siswa untuk berpikir secara aktif membangun gagasan-gagasan dalam pikirannya sehingga menjadi konsep-konsep ilmiah. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa adalah rendahnya aktivitas, minat, dan motivasi belajar siswa. Hasil diskusi dengan guru kimia yang mengajar di kelas I SMUN 3 Singaraja menunjukkan bahwa pemahaman siswa terhadap konsepkonsep kimia dan aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari sangat rendah. Hal ini ditunjukkan juga oleh nilai hasil belajar siswa masih jauh dari harapan. Selain itu, aktivitas dan motivasi belajar siswa juga rendah. Pada umumnya, siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru baik secara mandiri maupun kooperatif. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu, siswa mampu untuk memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan diri, lingkungan fisik, dan lingkungan sosialnya. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang dibentuk dalam suatu kelompok kecil di mana siswa bekerjasama dalam mengoptimalkan keterlibatannya dan anggota kelompoknya dalam belajar. __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 Menurut Tantra dan Tengah (1999), dalam belajar kooperatif, siswa diberikan dua macam tanggung jawab yaitu, mempelajari dan menyelesaikan materi tugas yang diberikan serta meyakinkan dirinya bahwa hasil yang diperoleh mempunyai manfaat bagi diri dan anggota kelompok lainnya. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tingkatan sasaran, yaitu kooperatif, kompetisi, dan individualisasi. Ketiga sasaran ini penting dan harus diupayakan dalam proses pembelajaran. Sasaran kooperatif merupakan hal yang paling dominan dalam interaksi belajar mengajar. Tiga tingkatan sasaran dalam pembelajaran kooperatif tersebut di atas membedakan pembelajaran kooperatif dengan model belajar berkelompok biasa. Pengelolaan pembelajaran dengan metode bermain dapat meningkatkan aktivitas, minat, dan motivasi belajar siswa. Penerapan metode bermain dimaksudkan sebagai suatu proses interaksi yang melibatkan siswa secara fisik dan mental. Kegiatannya dipandu oleh tujuan pembelajaran, namun lebih ditekankan pada proses keterlibatan siswa dalam suasana belajar yang rekreatif dan menyenangkan (Malik, 1989, dalam Sudiarta, 1997). Penekanan kegiatan bermain terletak pada bagaimana menciptakan suasana belajar yang mampu membangkitkan dan mengembangkan minat dan motivasi belajar siswa terhadap kimia. Melalui kegiatan bermain siswa tidak menyadari bahwa mereka diajak terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat menimbulkan ketertarikan terhadap materi yang dipelajari (Selamat dan Redhana, 2001). Tercapainya tujuan pembelajaran akan terjadi dengan sendirinya seiring dengan peningkatan minat dan motivasi belajar karena minat belajar berkorelasi positif dengan hasil belajar (Rusffendi 1990, dalam Sudiarta, 1997). Faktor aktivitas, minat, motivasi, dan hasil belajar siswa yang masih rendah seperti yang diuraikan di atas merupakan faktor yang penting yang harus diperhatikan dalam merancang suatu model pembelajaran yang lebih berkualitas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang pada akhirnya dapat menstimulasi minat dan motivasi belajar serta meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk mencapai hal tersebut, model pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif melalui metode bermain menggunakan lembar kerja siswa (LKS). __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 2. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif oleh satu orang dosen dan satu orang guru kimia SMUN 3 Singaraja yang masing-masing merupakan perserta ASD (Academic Staff Deployment). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas I6 SMUN 3 Singaraja tahun akademik 2000/2001 yang berjumlah 34 orang, sedangkan objeknya adalah proses belajar siswa yang meliputi aktivitas, minat, dan motivasi belajar serta hasil belajar siswa. Penelitian tindakan ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta analisis dan refleksi tindakan. Siklus I meliputi konsep sistem periodik unsur dan siklus II meliputi konsep ikatan kimia. Hal-hal yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah 1) mempersiapkan dan menganalisis tes diagnostik untuk mengidentifikasi konsepsi awal siswa tentang konsep-konsep kimia, 2) membuat LKS yang berisi judul kegiatan, tujuan kegiatan, kegiatan permainan, pertanyaan pendalaman konsep, dan tugas aplikasi konsep, 3) membuat alat permainan, 4) membuat alat evaluasi yang terdiri dari lembar observasi, tes hasil belajar dan kuesioner, serta 5) membagikan LKS dan membentuk kelompok kerja seminggu sebelum pembelajaran. Pada tahap pelaksanaan tindakan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut. 1) Guru memberikan orientasi gambaran materi dan kegiatan permainan sesuai dengan petunjuk permainan yang terdapat dalam LKS. 2) Siswa melakukan diskusi kelompok dan mengerjakan tugas-tugas dalam LKS. 3) Siswa melakukan diskusi kelas dengan guru sebagai mediator dan fasilitator. 4) Siswa menyimpulkan dan menulis konsep-konsep penting. 5) Guru membagikan LKS dan memberikan tugas-tugas untuk topik yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Pemantauan dilakukan untuk memperoleh data tentang strategi pembelajaran yang diterapkan untuk diadakan perbaikan pada siklus berikutnya. Pemantau membuat catatan sesuai dengan pedoman observasi. Aspek yang diobservasi adalah kerjasama kelompok, interaksi siswa-siswa, dan interaksi siswa-guru. Minat dan motivasi belajar siswa diketahui dari kuesioner yang diedarkan pada setiap akhir siklus. Penguasaan konsep diukur dengan tes hasil belajar yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus. __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 Pada tahap analisis dan refleksi dianalisis hasil monitoring, kuesioner, dan tes hasil belajar siswa untuk menemukan kekurangan dan kelebihan dari model pembelajaran yang diterapkan serta merumuskan tindakan perbaikan. Data tentang aktivitas belajar siswa dianalisis secara deskriptif. Skor rata-rata tentang minat dan motivasi belajar siswa dari aspek yang diukur dikonversi sesuai dengan Tabel 1. Data hasil belajar siswa disajikan dalam skala 11 dan dicari rata-rata kelasnya. Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah meningkatnya proses belajar siswa yang meliputi aktivitas, minat dan motivasi, serta hasil belajar siswa. Tabel 1 Pedoman Konversi Skor Rata-rata Minat dan Motivasi Belajar Skor rata-rata Kategori 4,50-5,00 3,50-4,49 2,50-3,49 1,50- 2,40 1,00-1,49 sangat tinggi tinggi cukup tinggi rendah sangat rendah 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1 Aktivitas Belajar Siswa Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode bermain berbantuan LKS pada siklus I tampak bahwa masih banyak siswa tidak terlibat secara aktif dalam permainan. Demikian pula halnya pada saat diskusi kelas dan kelompok berlangsung, hanya beberapa siswa yang aktif bertanya maupun menjawab pertanyaan. Hal positif yang dapat diamati adalah adanya koreksi tehadap pendapat temannya yang salah. Secara umum aktivitas belajar siswa belum berlangsung dengan baik pada siklus I. Hal ini disebabkan oleh sulitnya siswa menyesuaikan diri dengan model pembelajaran yang baru. Siswa masih terbiasa dengan metode “tutur dan kapur” yaitu mendengar dan mencatat penjelasan dari guru. Kelemahan yang ditemukan pada siklus I selanjutnya digunakan untuk refleksi tindakan pada siklus II. Tindakan perbaikan yang dilakukan adalah mengintensifkan bimbingan pada siswa yang mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan bermain, diskusi kelompok dan kelas, serta __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 mengajukan pertanyaan terstruktur untuk mendorong siswa memberikan jawaban dan sekaligus mengajukan pertanyaan terhadap masalah yang dihadapi siswa. Tindakan lain yang dilakukan adalah memotivasi siswa agar lebih menyiapkan diri di rumah tentang materi pelajaran yang akan dibahas. Aktivitas belajar pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus I. Kegiatan bermain berlangsung sangat kondusif, kerjasama kelompok, diskusi kelompok dan kelas sudah berlangsung dengan baik. Model pembelajaran yang diterapkan mengkondisikan siswa dalam suasana belajar yang kondusif. Pembelajaran kooperatif memacu siswa untuk belajar memecahkan masalah secara bersama-sama. Siswa berinteraksi satu sama lain secara interaktif yang mendorong terjadinya belajar peer tutoring, yaitu siswa yang kemampuan akademiknya baik membimbing temannya yang kemampuan akademiknya kurang. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Wright (1996) bahwa pembelajaran kooperatif dapat membangun kerjasama, saling mengenal di antara siswa dan mendorong terjadinya interaksi sosial. Cooper (1995) juga menyatakan bahwa keunggulan pembelajaran ini adalah setiap siswa mempunyai tanggung jawab dan berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran dan siswa dapat mengembangkan keterampilan tingkat tinggi. 3.2 Minat dan Motivasi Belajar Siswa Penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode bermain berbantuan LKS pada konsep sistem periodik unsur dan ikatan kimia ternyata mampu menumbuhkembangkan baik minat dan motivasi belajar siswa. Pada siklus I evaluasi terhadap minat dan motivasi belajar siswa yang dikumpulkan dengan angket yang terdiri dari 8 pertanyaan diperoleh skor rata-rata 3,88. Hasil ini menunjukkan bahwa minat dan motivasi belajar siswa tergolong tinggi, sehingga tidak ada tindakan khusus yang dilakukan untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa pada siklus berikutnya. Pada siklus II terjadi peningkatan yang kecil skor rata-rata minat dan motivasi belajar siswa, yaitu sebesar 3,91. Ini menunjukkan bahwa setelah kesulitan dalam bermain dapat diatasi, siswa lebih tertarik dan termotivasi mengikuti pelajaran kimia. Belajar kooperatif dengan kegiatan bermain yang menyenangkan menyebabkan siswa tidak saja tertarik dengan pelajaran kimia tetapi juga termotivasi untuk mengikuti pelajaran. Hasil ini sesuai dengan yang __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 dikemukakan Darmajo dan Kaligis (1992) bahwa penggunaan LKS dapat meningkatkan minat belajar siswa. Malik (dalam Sudiarta, 1997) serta Selamat dan Redhana (2001) juga menyatakan bahwa kegiatan bermain dapat mengembangkan minat dan motivasi siswa terhadap pelajaran serta mengurangi kejenuhan siswa dalam belajar. 3.3 Hasil Belajar Siswa Pada siklus I, hasil belajar terhadap konsep sistem periodik yang dikumpulkan dengan tes hasil belajar menunjukkan rata-rata 6,7. Dari hasil ini tampak bahwa penguasaan konsep siswa terhadap konsep sistem periodik unsurunsur tergolong cukup baik. Perolehan hasil belajar ini mengalami peningkatan sebesar 39,58 % dibandingkan rata-rata pengetahuan awal siswa (4,8). Meskipun terjadi peningkatan yang cukup besar, namun penguasaan konsep siswa ini masih perlu diperbaiki pada silus II. Tindakan perbaikan tersebut adalah sebagai berikut. 1) Sebelum kegiatan inti, guru mengingatkan dan menjelaskan kembali dengan singkat konsep prasyarat yang mendukung kegiatan inti pembelajaran. 2) Guru mengajukan pertanyaan terstruktur untuk memotivasi siswa dalam memberikan jawaban dan mengajukan pertanyaan terhadap masalah yang dihadapi siswa. 3) Guru memotivasi siswa agar menyiapkan diri dengan baik dalam hal materi pelajaran yang akan dibahas. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II adalah 5,9. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar pada siklus I. Hal ini terjadi karena materi pelajaran pada siklus II, ikatan kimia ternyata lebih sulit dibandingkan materi pelajaran pada siklus I, sistem periodik unsur-unsur. Ini bisa dilihat dari rata-rata hasil tes pengetahuan awal siswa pada siklus II sebesar 2,7. Ini berarti bahwa terjadi kenaikan rata-rata hasil belajar siswa yang sangat besar (118,52 %) dari pengetahuan awal siswa. Penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode bermain berbantuan LKS ternyata sangat bermakna dalam pembelajaran karena dengan model pembelajaran ini siswa saling dapat mengisi kekurangan di antara mereka. Melalui pembelajaran kooperatif siswa akan mendapat sumbangan dari anggota kelompok lainnya. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Tantra dan Tengah (1999) bahwa peran setiap individu dapat dimaksimalkan dalam belajar kooperatif karena sumbangan setiap anggota __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 kelompok diakui dan siswa belajar mengintegrasikan dan mensintesis pandangan siswa lain dalam kelompoknya. Pembelajaran kooperatif juga mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan tingkat tinggi, meningkatkan daya ingat dan kemampuan berkomunikasi (Cooper, 1995). 4. Penutup Berdasarkan temuan yang didapat dalam penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Pengembangan pembelajaran kooperatif dengan metode bermain berbantuan LKS ternyata dapat meningkatkan aktivitas, minat dan motivasi belajar siswa. Hasil belajar siswa mengalami penurunan dari siklus I (6,7) ke siklus II (5,9), tetapi terjadi kenaikan rata-rata hasil belajar siswa yang sangat besar (118,52%) terhadap rata-rata pengetahuan awal siswa. Sesuai dengan hal tersebut di atas, disarankan kepada guru kimia yang mengalami permasalahan sejenis untuk mencoba menerapakan model pembelajaran ini pada konsep-konsep kimia yang sesuai. DAFTAR PUSTAKA Cooper, M. M. (1995) Cooperative Learning. Journal of Chemical Educatiuon 72 (2) : 162-164. Darmajo, H. dan Kaligis, Jenny R. E. (1992) Pendidikan IPA 2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. P2TK Jakarta. Huddle, B. P. (1998) “Conceptual Questions on LeChatelier’s Principle. Journal of Chemical Education 75 (9) : 1175. Selamat, I N. dan Redhana, I W. (2001) Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Bermain Menggunakan Lembar Kerja Siswa NonEksperimen untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Kimia Siswa SMU Laboratorium STKIP Singaraja. Aneka Widya 4 (XXXIV) : 104-116. Sudiarta, I G. P. (1997) Pemberian Rekreasi Matematika di Setiap Awal Pokok Bahasan Baru untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas I SMP. Aneka Widya 1(XXX) : 118-124. __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 Tantra, D. K. dan Tengah, D. P. (1999) Belajar secara Kooperatif. Makalah disampaikan dalam Rangka Pelatihan Operasional Perbaikan dan Peningkatan Sistem Pembelajaran di Sekolah pada tanggal 5-6 Oktober 1999. STKIP Singaraja. Wilson, A. H. (1998) Equilibrium : A Teaching/Learning Activity. Journal of Chemical Educatiuon 75 (9) : 1176-1177. Wright, J. C. (1996) Authentic Learning Environment in Analytical Chemistry Using Cooperative Methods and Open-Ended Laboratories in Large Lecture Courses. Journal of Chemical Education 73 (9) : 827-832. __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003