ISSN 0215-8250 RAGAM BAHASA POLITIK: SEBUAH KAJIAN SEMANTIK oleh Ida Bagus Putrayasa Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Negeri Singaraja ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna ragam bahasa politik dan tujuan penggunaannya. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, data yang bersumber dari harian Bali Post dikumpulkan dengan metode pencatatan dokumen. Data yang terkumpul dianalisis secara induktif. Berdasarkan analisis data, maka ditemukan beberapa makna ragam bahasa politik, yaitu: kiasan, eufemisme, penekanan, dan imbauan. Di samping itu, terdapat juga gabungan makna kiasan dan eufemisme, serta gabungan dari makna kiasan dan penekanan. Tujuan penggunaannya adalah untuk memvariasikan kalimat, menghargai atau menghormati, dan menekankan (menguatkan). Saran yang dikemukakan sehubungan dengan penggunaan ragam bahasa politik tersebut adalah agar para penguasa (pejabat) menggunakan kata-kata atau frase yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh masyarakat. Kata kunci: semantik, ragam politik ABSTRACT This research aimed to know the meaning of the varieties of political language and the significance of using them. Based on the data analysis, it was found out that there are a number of the varieties of political language, that is: figure of speech, euphemism, emphasizing, and appeal. Besides that, there was also a combination of meaning between figure of speech and euphemism, and combination of meaning between figure of speech and emphasizing found out. The significance of using these varieties is to vary sentences, to appriciate, and to give emphasis. In relation to the use of the varieties of political language, it is suggested that the authorities should use simple words or phrases, so that it is easy for the people to understand the language. Key words: semantics, political varieties. __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 1. Pendahuluan Bahasa digunakan untuk kegiatan interaksi sosial yang beragam. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra, politik, jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian, kedokteran, pendidikan, dan kegiatan keilmuan lainnya. Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaan ataui fungsinya itu disebut fungsiolek atau ragam atau register (Chaer, 1995; Sumarsono, 2002). Variasi bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini yang paling tampak cirinya ialah bidang kosakata. Setiap bidang kegiatan ini biasanya mempunyai sejumlah kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain. Variasi atau ragam bahasa sastra biasanya menekankan penggunaan bahasa dari segi estetis sehingga dipilih dan digunakanlah kosakata yang secara estetis memiliki ciri eufoni serta daya ungkap yang paling tepat. Demikian pula dalam bidang politik, kosakata yang digunakan adalah kosakata atau bahasa ragam politik. Ada anggapan atau pendapat bahwa ragam bahasa politik pada umumnya berkenaan dengan dua hal, yaitu kekuasaan dan susunan masyarakat. Di mana ada masyarakat di situ ada kekuasaan, dan kekuasaan itu menentukan hidup matinya seseorang. Bahasa politik yang umum digunakan adalah bahasa yang bisa dipakai untuk mengelak atau lari bila ada serangan, bahasa kemenangan, bahasa yang menjamin pemakainya tidak akan pernah terpojokkan. Misalnya, untuk menghindar dari tudingan menaikkan tarif, pemerintah menggunakan istilah ‘penyesuaian tarif’. Untuk mengelak dari tuduhan melakukan pelanggaran, dikatakan ‘kesalahan prosedur’ (Kawulusan, 1998; Fatah, 1999). Eufemisme pun mewarnai pemakaian bahasa yang serta merta mencerminkan kondisi sosial budaya masyarakat, yakni ketidakpastian menghadapi fakta; yang pada akhirnya substansi permasalahan menjadi tertutup kabut-kabut simbol bahasa. Eufe-misme merupakan ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasa lebih kasar atau tidak menyenangkan. Di samping contoh-contoh yang disebutklan di atas, dapat juga kita simak substansi kosakata korupsi dan kelaparan yang menjadi samar-samar setelah dibahasapolitikkan sebagai komersialisasi jabatan dan rawan pangan. Pihak yang bertanggung jawab pun menjadi aman berteduh di balik eufemisme ini. Sementara __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 itu, masyarakat menjadi kurang sensitif terhadap substansi permasalahan. Dengan kata lain, masyarakat menjadi kurang kritis. Eufemisme me-ngandung bahaya penumpulan rasa solidaritas sosial dan pembodohan masyarakat (Alwasilah, 1997). Ragam bahasa politik yang dikemukakan oleh penguasa disosialisasikan ke-pada masyarakat melalui media massa. Dengan menggunakan media massa (surat kabar) diharapkan informasi akan meluas, baik dalam jumlah orang maupun luas wilayah yang dapat dijangkaunya. Dalam mensosialisasikan bahasa politik melalui media massa, peran wartawan sangat diperlukan dalam menjembatani informasi yang dituturkan penguasa untuk disampaikan kepada masyarakat luas. Dalam hal ini war-tawan tidak harus menyalin bulat-bulat apa yang disampaikan oleh penguasa, tetapi sebaiknya menyaring terlebih dahulu dengan menggunakan kata-kata yang lebih sederhana tanpa mengubah arti yang dimaksudkan. Sehubungan dengan uraian di atas, peneliti ingin mengkaji ragam bahasa politik yang ada dalam surat kabar Bali Post dari segi semantik (makna). Permasalahan yang diajukan dalam artikel ini ada-lah: (1) Apa sajakah variasi bentuk ragam bahasa politik yang digunakan oleh para penguasa dalam surat kabar Bali Post?; (2) Makna apa sajakah yang terdapat dalam ragam bahasa politik yang digunakan oleh para penguasa dalam surat kabar Bali Post?; (3) Apakah tujuan penggunaan ragam bahasa politik oleh para penguasa dalam surat kabar Bali Post? 2. Metodologi Penelitian 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian kualitatif, yaitu usaha merencanakan dan menentukan segala kemungkinan dan perlengkapan yang diperlukan dalam suatu penelitian kualitatif (Lincoln & Guba, 1985). 2.2 Sumber Data Data penelitian diambil dari surat kabar Bali Post mulai Februari – Mei 2002, yang memuat bidang perekonomian, hukum, dan politik (pemerintahan). Diambilnya data penelitian dari surat kabar Bali Post pada bulan tersebut karena __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 memuat berita tentang situasi politik yang tidak kondusif (terutama di daerah Buleleng menjelang pemilihan bupati dan wakil bupati). Di samping itu, keadaan perekonomian negara tidak menentu. Bahasa politik yang diteliti adalah bahasa yang dituturkan oleh penguasa (pemerintah) yang berkenaan dengan kebijakan pemerintah terhadap kehi-dupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2.3 Teknik Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan dokumen (Denscombe, 1998). Dalam hal ini surat kabar Bali Post dijadikan sumber data. Adapun cara yang ditempuh adalah: (1) membaca dengan cermat surat kabar yang dijadikan sumber data; (2) menandai kalimat yang mengandung ragam bahasa politik dengan stabilo; (3) membuat kartu yang berukuran 8 cm x 15 cm; (4) mencatat kalimat-kalimat yang di dalamnya terdapat kata atau frase yang mengandung dua aspek makna dalam kartu. Untuk mengetahui kejelasan maknanya, dicatat pula beberapa kalimat yang mendahului dan mengikutinya; dan (5) data yang diambil dari surat kabar diberi kode. Misalnya, B4:5, artinya surat kabar Bali Post, bulan 4 (April), tanggal 5. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat contoh di bawah ini. (19) Kami sudah mengamankan kelima orang warga untuk diperiksa dan dimintai keterangannya. (B4:5). Kartu di atas menunjukkan bahwa data tersebut merupakan data 19 dengan bentuk asal aman dari surat kabar Bali Post, bulan April, tanggal 5. 2.4 Teknik Analisis Data Data penelitian kualitatif yang terkumpul dianalisis secara induktif (Lincoln & Guba, 1985). Artinya, hal-hal khusus yang ditemukan selama penelitian, dikelompok-kan bersama-sama, lalu dibuat abstraksinya (Bogdan & Biklen, 1990). Di samping itu, data yang terkumpul tidak digunakan untuk membuktikan atau menolak hipotesis yang dibuat sebelum studi dimulai, tetapi __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 digunakan untuk memudahkan pendes-kripsian data. Selanjutnya, data yang terkumpul dianalisis dengan cara: (1) menyusun secara alfabetis berdasarkan bentuk asal yang menjadi unsur inti kata atau frase yang akan dianalisis; (2) mengidentifikasi berdasarkan kriteria pilihan ragam bahasa politik yang berisi kebijakan perekonomian, pemerintahan, hukum yang mengandung dua aspek makna; (3) (a) mencari makna leksikal setiap kata dengan bantuan kamus; (b) merinci ciri semantik makna leksikal tersebut; (c) membuat interpretasi semantik dan interpretasi pragmatik. Interpretasi semantik berpedoman pada (i) apa yang dipersamakan dengan apa, (ii) tentang apa, (iii) mengapa hal itu dipersamakan, (iv) yang dipersamakan itu apakah yang konkret untuk yang abstrak, konkret-konkret, abstrak-abstrak, abstrak-konkret, (v) apakah yang dipersamakan itu yang hidup untuk yang mati, hidup-hidup, mati-hidup, atau matimati, selanjutnya dilengkapi oleh interpretasi pragmatik, yakni meninjau makna kata dan frase dalam konteks kalimat, dan menghubungkan dengan aspek lain yang melatarbelakangi penggunaan kata tersebut, seperti aspek sosial, budaya, dan sebagainya. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada koran Bali Post selama periode Februari – Mei 2002, maka diperoleh data penelitian sebanyak 15 buah ragam bahasa politik, yang tersebar dalam bidang perekonomian, hukum, politik (pemerintahan). Dalam data penelitian tersebut terdapat kata-kata yang sama, oleh karena itu, cukup dihitung dan dibahas sekali saja. Kelima belas data ragam bahasa politik ini diasum-sikan dapat menjawab masalah penelitian yang dirumuskan pada bagian pendahuluan. Selanjutnya, kelima belas data inilah yang dianalisis dan dibahas dalam penelitian ini. Kelima belas data penelitian tersebut disusun secara alfabetis seperti di bawah ini. (1) Alot a. Data: (1) Pemilihan bupati dan wakil bupati Buleleng yang diselenggarakan tanggal 7 Mei 2002 itu berjalan alot. (B5: 8). Kata alot pada kalimat di atas mengandung dua aspek makna, seperti yang __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 terlihat pada analisis di bawah ini. b. Analisis Alot berarti ‘liat’; tidak mudah putus/patah (KBBI, 1995; KUBIBZ, 1996). Di sisi lain, liat berarti ‘tidak mudah patah’; ‘tidak mudah dilenturkan’ seperti: besi baja, rotan; ‘tidak mudah diceraiberaikan’ seperti: tanah. Berdasarkan makna tersebut, kata alot dapat diungkapkan ciri-ciri semantisnya sebagai berikut. Alot + ajektif + tidak mudah putus + tidak mudah diceraiberaikan + dikenakan pada besi, rotan c. Pembahasan Alot biasanya dikenakan pada benda, seperti besi, rotan, yang sulit dihancurkan. Akan tetapi, pada kalimat data, alot digunakan untuk menyatakan proses pemilihan bupati dan wakil bupati. Hal ini berarti penggunaan kata di atas bermakna kiasan karena kata alot yang biasa dikenakan pada benda konkret seperti besi, rotan, dikenakan pada benda abstrak, yaitu pemilihan bupati dan wakil bupati. Karakteristik semantik yang paling menonjol dari kata alot tidak mudah putus atau tidak mudah diceraiberaikan. Karakteristik inilah yang dipersamakan dengan pemilihan bupati dan wakil bupati yang berjalan alot, yang berarti sulit diselesaikan atau diputuskan. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yang terjadi dalam proses pemilihan tersebut, sehingga prosesnya menjadi berlarut-larut dan memakan waktu yang lama. Data serupa dapat dilihat pada lampiran data nomor: (4), (6), (7), (8), (10), (11), (12), (14), dan (15). Di samping makna kiasan yang terdapat pada sebuah kata, juga sekaligus mengandung makna imbauan dan penekanan seperti yang tampak pada data nomor (7) dan (9). Kedua data tersebut dipaparkan setelah uraian data nomor (2) di bawah ini. __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 (2) Aman a. Data: (2) Kami sudah mengamankan kelima orang warga untuk diperiksa dan dimintai keterangannya. (B4: 5). Kata mengamankan pada kalimat di atas mengandung dua aspek makna. Oleh karena itu, data ini diambil sebagai ragam bahasa politik yang analisisnya dapat dilihat di bawah ini. b. Analisis Aman berarti ‘bebas dari gangguan/bahaya’ (KBBI, 1995), atau ‘sentosa’, ‘tenteram’, ‘tidak berbahaya’ (KUBIBZ, 1996). Mengamankan berarti ‘menyelamatkan’. Berdasarkan makna di atas, ciri-ciri semantis kata mengamankan dapat diungkapkan sebagai berikut. Mengamankan + verba + dikenakan pada benda konkret + merupakan proses + menjadikan tidak berbahaya + menimbulkan rasa tenteram c. Pembahasan Mengamankan biasanya dikenakan pada orang atau benda yang mengalami suatu bahaya. Akan tetapi, pada kalimat di atas, mengamankan dikenakan pada orang (orang yang melakukan suatu kejahatan), sehingga perlu ditahan untuk diperiksa dan dimintai keterangan. Dengan demikian, makna kata di atas adalah makna kiasan, karena kata mengamankan tidak merujuk pada arti sebenarnya, yaitu ‘bebas dari gangguan’. Di samping bermakna kiasan, juga mengandung penghalusan (eufemisme). (3) Bersih a. Data: (7) Pemerintah harus mencari pejabat yang bersih untuk mengelola Bank Indonesia. (B3: 16). __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 Data di atas mengandung ragam bahasa politik karena di dalamnya terdapat imbauan kepada pemerintah dalam menentukan pejabat. Selain itu, dalam data tersebut terdapat kata yang mengandung dua aspek makna, yaitu kata bersih seperti yang terlihat dalam analisis di bawah ini. b. Analisis Kata bersih dalam kalimat data bermakna kiasan karena digunakan untuk menyatakan keadaan pemegang jabatan. Kata bersih berarti (1)‘bebas dari kotoran’, (2) ‘bening tidak keruh (tentang air), tidak berawan (tentang langit)’; (3) ‘tidak tercemar (terkena kotoran)’; (4) ‘tulus, ikhlas’; (5) ‘tidak bernoda, suci’; (6) ‘tidak bercampur dengan unsur atau zat lain, tulen, asli’; (7) ‘jelas dan rapi’; (8) ‘neto (pendapatan, berat, isi, dan sebagainya sesudah diambil biaya-biaya, pembungkus, dan sebagainya)’ (KBBI, 1995). Berdasarkan makna di atas, ciri-ciri semantis kata bersih dapat diungkapkan sebagai berikut. Bersih + ajektif + dikenakan pada benda konkret dan mati + bebas dari kotoran + masih asli, tulen + tidak bercampur dengan zat lain Dari ciri-ciri semantis tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata bersih biasanya dikenakan pada benda konkret dan mati, seperti air, langit, tetapi dalam kalimat data dikenakan pada jabatan yang bersih. Artinya, selama menduduki jabatan ia tidak pernah melakukan hal-hal yang dapat mencemarkan nama baiknya, tidak melakukan hal-hal yang tercela seperti korupsi atau kolusi. Dengan demikian, ia dapat dikatakn bersih selama melakukan tugasnya. (4) Logika Politik a. Data: (9) Sudharmaja kembali mengingatkan pernyataan dukungan DPP PDI-P terhadap dirinya harus dilihat sebagai logika politik. Sebagai kekuatan sosial politik yang memenangkan pemilu, memang harus duduk di __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 pimpinan dewan. (B3: 20). Data di atas merupakan ragam bahasa politik karena di dalamnya terdapat pernyataan Sudharmaja bahwa dukungan terhadap dirinya sebagai pimpinan dewan sebagai logika politik atas kemenangan PDI-P dalam pemilu. b. Analisis Ada dua kata yang perlu dianalisis maknanya, yaitu kata logika dan politik. Logika berarti (1) ‘pengetahuan tentang kaidah berpikir’; (2) ‘jalan pikiran yang masuk akal’ (KBBI, 1995). Sementara itu, politik bermakna (1) ‘pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti: tentang sistem pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan)’; (2) ‘segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain)'; (3) ‘cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah)’; ‘kebijaksanaan’ (KBBI, 1995). Berdasarkan makna di atas, ciri-ciri semantis kata logika dan politik dapat diungkapkan sebagai berikut. Logika + nomina + cara berpikir + dapat diterima akal sehat + sesuatu yang wajar Politik + nomina + menyangkut negara, pemerintahan + membuat kebijakan + cara mengambil keputusan c. Pembahasan Logika politik merupakan suatu pikiran atau cara berpikir yang masuk akal tentang kebijakan politik yang dibuat oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan kalimat data, bahwa yang dimaksudkan dengan logika politik adalah suatu __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 kewajaran bila DPP PDI-P mendukung Sudharmaja untuk duduk di pimpinan dewan, yang merupakan kekuatan sosial politik yang menang dalam pemilu. Kalimat di atas bertujuan untuk menegaskan atau menguatkan pernyataan bahwa bila orang atau partai sudah berhasil memenangkan pemilu, sudah sepantasnyalah ia duduk di pimpinan dewan. Hal ini sesuai dengan cara berpikir politik atau sudah merupakan aturan main dalam berpolitik. Jadi, hal itu bukan merupakan sesuatu yang tidak berdasar, melainkan sesuatu yang harus dilaksanakan. 4. Penutup Berdasarkan data penelitian, analisis, dan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik beberapa simpulan seperti yang dikemukakan di bawah ini. Ragam bahasa politik sebagai data penelitian yang terdapat pada koran Bali Post, ada yang berbentuk kata dan ada pula yang berbentuk frase. Data yang paling banyak diperoleh adalah data yang berbentuk kata jika dibandingkan dengan yang berbentuk frase. Ini berarti bahwa para pejabat (penguasa) lebih banyak mengguna-kan bentuk kata daripada frase dalam menyampaikan kebijakannya. Bentuk kata dan frase tersebut terdiri atas kategori nomina (frase nomina), verba (frase verba), dan ajektif (frase ajektif). Di samping itu terdapat juga istilahistilah yang berbentuk frase digunakan dalam bidang hukum (seperti, asas praduga tak bersalah), bidang perekonomian (seperti, penyesuaian harga), dan bidang politik atau pemerintahan (seperti, logika politik). Hasil analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa kata-kata dalam ragam bahasa politik sebagian besar maknanya tidak merujuk pada makna kamus. Makna kamus yang dimaksudkan adalah makna leksikalnya. Kridalaksana (1993) menyata-kan bahwa makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lainnya. Makna leksikal ini dimiliki oleh unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya. Berdasarkan temuan tersebut, dapat dikatakan bahwa ragam bahasa politik yang digunakan oleh pejabat (penguasa) dalam media cetak (Bali Post) cenderung mengalami __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 pergeseran atau perubahan makna. Makna yang terkandung dalam ragam bahasa politik berupa kiasan (makna ini yang paling banyak), kemudian disusul eufemisme (penghalusan), penekanan, dan imbauan. Di samping itu terdapat juga gabungan dari makna kiasan dan eufemisme, atau gabungan dari kiasan dan penekanan. Tujuan penggunaan ragam bahasa politik dalam media cetak (Bali Post) adalah memvariasikan kalimat yang digunakan oleh penguasa (pejabat), untuk meng-hormati atau menghargai, untuk menghaluskan, dan untuk penekanan/penguatan maksud. Di samping itu, ada juga yang bertujuan untuk variasi kalimat sekaligus menghaluskan, atau variasi kalimat sekaligus penguatan. Berdasarkan uraian di atas, beberapa saran dapat diungkapkan sebagai berikut. Dalam mengemukakan kebijakan-kebijakan politik kepada masyarakat, para pe-nguasa (pejabat) sebaiknya menggunakan kata-kata atau frase yang sederhana atau bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat. Hal ini sangat penting dan bermanfaat agar program-program atau kebijakan yang dibuat dapat dipahami dan berjalan lancar tanpa tanggapan yang berbeda dari masyarakat. Di sisi lain, wartawan sebagai pengasuh media cetak hendaknya mampu menyaring bahasa-bahasa yang akan dimuat agar apa yang dimaksudkan tidak menyimpang. Bahasa surat kabar harus singkat, sederhana, dan jelas agar mudah dipahami oleh pembaca yang memiliki tingkat intelektual yang beragam. Oleh karena itu, para wartawan dituntut berperan aktif dalam mengemas berita atau informasi yang akan dipublikasikan. Untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam menciptakan bahasa yang komunikatif, kontribusi para pakar bahasa sangat diharapkan untuk memberikan masukan atau kritik yang membangun terhadap penggunaan bahasa dalam surat kabar, khususnya ragam bahasa politik yang dituturkan oleh para penguasa atau pejabat. DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A.C. (1997). Politik Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Badudu, J.S. (1995). Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima. __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003 ISSN 0215-8250 Badudu – Zein. (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Bogdan, R.C. & Biklen, S.K. (1990). Penelitian Kualitataif untuk Pendidikan. Jakarta: Pusat Antar Universitas. Chaer, A. & Agustina, L. (1995). Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta. Denscombe, M. (1998). The Good Research Guide. Philadelphia: Open University Press. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Endra, W.S. (1979). Kamus Politik. Surabaya: Studi Group. Fatah, E.S. (1999). Otoritarianisme dan Distorsi Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa. Kawulusan, H.E. (1998). Bahasa Politik dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Kridalaksana, H. (1993). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Lincoln, Y.S. & Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. New Delhi: Sage Publication. Sumarsono & Partana, P. (2002). Sosiolinguitik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. __________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI April 2003