BAB I

advertisement
ISSN 0215-8250
MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA
MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN STRATEGI
PEMECAHAN MASALAH
oleh
I Wayan Redhana
Jurusan Pendidikan Kimia
Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja
ABSTRAK
Aktivitas belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa SMUN 4 Singaraja
Kelas II1 masih rendah. Rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa ini
ditunjukkan oleh rendahnya hasil belajar siswa. Untuk meningkatkan aktivitas
belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa diterapkan pembelajaran kooperatif
dengan strategi pemecahan masalah melalui penelitian tindakan kelas. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas II1 semester 1 SMUN 4 Singaraja tahun pelajaran
2001/2002, terdiri dari 44 orang siswa. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan
dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan evaluasi, dan refleksi tindakan. Temuan dari penelitian
ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa tergolong baik. Siswa telah
menunjukkan kerjasama dan interaksi belajar yang baik. Kegiatan peer tutoring
juga berlangsung dengan baik. Keterampilan berpikir kritis siswa yang dilihat dari
rata-rata hasil belajar siswa tergolong baik dengan skor 6,93  1,44. Menurut
siswa pembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah ini sangat
membantu siswa untuk melatih keterampilan berpikirnya secara kritis. Siswa
merespon pembelajaran ini dengan sangat positif dan mereka berharap agar
pembelajaran ini dapat diteruskan untuk mengajarkan konsep-konsep kimia yang
lainnya. Dari temuan ini direkomendasikan kepada guru-guru, khususnya guruguru kimia, yang mempunyai permasalahan sejenis agar menggunakan
pembelajaran ini untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Kata kunci : keterampilan berpikir kritis, pembelajaran kooperatif, strategi
pemecahan masalah
ABSTRACT
Learning activities and critical thinking skill of class II1 students of SMUN
4 Singaraja at semester I in academic year 2002/2003 were still low. The recent
level of the students’ critical thinking skill was showed by the students’ learning
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
outcomes which are still low. To improve the learning activities and students’
critical thinking skill, cooperative learning with problem solving strategy was
applied through the classroom based-action research. The subjects of the research
were 44 students of class II1 SMUN 4 Singaraja at semester I in academic year
2002/2003. The research was conducted in two cycles; each cycle consisted of
planning, implementation, observation and evaluation, and reflection phase. The
finding of the research showed that the learning activities were good. The students
showed good cooperation and learning interaction. Peer tutoring activities also
took place well. The students’ critical thinking, which was seen from the average
of students’ learning outcomes, was good with score of 6.93  1.44. According to
the students’ opinion, the cooperative learning with problem solving strategy could
help them to practice the critical thinking skill. They responded the learning
positively and they hoped that the learning could be continued for the other
chemical concepts. It recommended that teachers, especially chemistry teachers,
who have similar problems, could use this type of learning to overcome the
problem faced.
Keywords : critical thinking skill, cooperative learning, problem solving strategy
1. Pendahuluan
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memiliki posisi yang menentukan
keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru adalah merancang,
mengelola dan mengevaluasi pembelajaran (Gagne, 1989). Ausubel (1963)
menyatakan bahwa guru bertugas mengalihkan seperangkat pengetahuan yang
terorganisasi sehingga pengetahuan tersebut menjadi bagian dari sistem
pengetahuan siswa. Guru mempunyai kedudukan yang sangat strategis dan
menentukan dalam kegiatan belajar mengajar. Kedudukannya strategis karena
guru menentukan kedalaman dan keluasan materi subjek dan bersifat menentukan
karena gurulah yang memilah dan memilih materi subjek yang akan disajikan
kepada siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhi guru dalam memperluas dan
memperdalam materi subjek adalah rancangan pembelajaran yang dibuat atau
dipilihnya. Melalui kondisi ini, proses pembelajaran yang efektif, efisien, menarik
dan hasil pembelajaran yang bermutu tinggi akan dapat dicapai oleh setiap guru.
Agar terjadi pengkonstruksian pengetahuan secara bermakna, guru
haruslah melatih siswa agar berpikir secara kritis dalam menganalisis maupun
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
dalam memecahkan suatu permasalahan. Siswa yang berpikir kritis adalah siswa
yang mampu mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengkonstruksi argumen serta
mampu memecahkan masalah dengan tepat (Splitter, 1991). Siswa yang berpikir
kritis akan mampu menolong dirinya atau orang lain dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi. Upaya untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis
siswa sering luput dari perhatian guru. Hal ini tampak dari kegiatan pembelajaran
yang dilakukan guru yang lebih banyak memberi informasi, diikuti oleh diskusi
dan latihan dengan frekuensi yang sangat terbatas.
Pembelajaran kimia di SMU yang umumnya dilakukan oleh guru lebih
banyak menekankan pada aspek pengetahuan dan pemahaman, sedangkan aspek
aplikasi, analisis, sintesis, dan bahkan evaluasi hanya sebagian kecil dari
pembelajaran yang dilakukan. Hal ini menyebabkan siswa kurang terlatih untuk
mengembangkan daya nalarnya dalam memecahkan permasalahan dan
mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata.
Siswa kurang dilatih untuk menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi suatu
informasi, data, atau argumen sehingga kemampuan berpikir kritis siswa kurang
dapat berkembang dengan baik. Hal ini terbukti ketika siswa sudah tamat dari
SMU, kebanyakan tidak dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dan juga tidak dapat mengambil keputusan
dengan tepat, walaupun siswa tersebut telah menyelesaikan pendidikannya dari
SMU dengan nilai yang baik. Keadaan yang dilematis ini tidak terlepas dari
pembelajaran oleh guru yang selama ini lebih banyak memberi ceramah dan
latihan mengerjakan soal-soal dengan cepat tanpa memahami konsep secara
mendalam.
Hasil diskusi peneliti dengan guru kimia yang mengajar di kelas II1 SMUN
4 Singaraja diperoleh hasil bahwa : 1) siswa cukup sulit memahami konsep-konsep
kimia karena banyak dari konsep-konsep kimia tersebut bersifat abstrak, 2) siswa
tidak banyak yang siap atau menyiapkan diri sebelum pembelajaran dimulai
walaupun materi pelajaran yang akan diajarkan pada pertemuan berikutnya sudah
diketahui, 3) aktivitas siswa dalam proses pembelajaran masih rendah, dan 4)
siswa belum mampu memecahkan suatu permasalahan dengan baik, yang
mencerminkan keterampilan berpikir secara kritis masih rendah. Tyler (1949,
dalam Karlimah, 1999) berpendapat bahwa pengalaman atau pembelajaran yang
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh keterampilanketerampilan dalam pemecahan masalah dapat merangsang keterampilan berpikir
kritis siswa. Berpikir kritis merupakan suatu aktivitas evaluatif untuk
menghasilkan suatu simpulan (Cabrera, 1992). Gerhard (1971) mendefinisikan
berpikir kritis sebagai suatu proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan
penguasaan data, analisis data, dan evaluasi data dengan mempertimbangkan
aspek kualitatif dan kuantitatif serta melakukan seleksi atau membuat keputusan
berdasarkan hasil evaluasi. Berpikir kritis diperlukan dalam rangka memecahkan
suatu permasalahan sehingga diperoleh keputusan yang cepat dan tepat.
Mencermati permasalahan yang dikemukakan di atas, melalui penelitian
tindakan kelas ini diterapkan suatu pembelajaran yang diharapkan mampu
mengkondisikan siswa sedemikian rupa sehingga siswa dapat secara terlibat aktit
dalam pembelajaran, memupuk kerjasama di antara siswa, serta melatih
keterampilan berpikir siswa secara kritis sehingga siswa mampu memecahkan
permasalahan yang dihadapi. Untuk itu, pembelajaran yang diterapkan berupa
pembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah. Tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas belajar dan
keterampilan berpikir siswa secara kritis serta mengetahui pendapat siswa terhadap
pembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah yang diterapkan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat : (1)mengubah pola dan sikap guru
dalam mengajar yang semula berperan sebagai pemberi informasi menjadi
berperan sebagai sebagai fasilitator dan mediator yang dinamis sehingga kegiatan
belajar mengajar yang dirancang dan diimplementasikan menjadi lebih efektif,
efisien, kreatif dan inovatif; (2) menghasilkan suatu pembelajaran yang
berorientasi pada adanya kerjasama di antara siswa dalam memecahkan masalah
yang dapat melatih dan merangsang siswa untuk mengembangkan daya nalarnya
secara kritis; (3) memberi peluang kepada siswa untuk mengoptimalkan
kemampuannya dalam rangka meraih hasil belajar yang sebaik-baiknya dan siswa
terdorong untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran, berinteraksi dengan
teman sebayanya yang cukup heterogen dalam suasana yang dinamis, interaktif,
dan kooperatif, (4) mengubah paradigma belajar siswa yang selama ini lebih
banyak sebagai “konsumen ide” menjadi “produsen ide”.
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
2. Metode Penelitian
2.1 Subjek Penelitian dan Objek Penelitian
Penelitian tindakan ini dilakukan pada pembelajaran kimia di SMUN 4
Singaraja. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas II1 SMUN 4 Singaraja,
berjumlah 44 orang, pada semester I tahun ajaran 2002/2003. Objek penelitian ini
adalah aktivitas belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa yang diketahui dari
hasil belajar siswa.
2.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dan guru kimia.
Penelitian yang dilaksanakan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas
(yang dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart (2000). Tindakan yang
diterapkan pada penelitian tindakan kelas ini adalah pembelajaran kooperatif
dengan strategi pemecahan masalah sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas
belajar dan keterampilan keterampilan berpikir kritis siswa. Penelitian ini
dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi, dan refleksi tindakan. Siklus I
meliputi konsep termokimia, dan siklus II meliputi konsep laju reaksi.
2.2.1 Tahap Perencanaan Tindakan
Tahap perencanaan merupakan persiapan yang dilakukan sebelum
pembelajaran dilaksanakan, sebagai berikut. Persiapan penelitian meliputi
pembuatan perangkat pembelajaran, terdiri dari rencana pengajaran (RP), program
satuan pelajaran (PSP), lembar kerja siswa (LKS) dan instrumen penelitian
(fieldnotes, kuesioner, tes hasil belajar). Keterampilan berpikir kritis siswa
ditentukan dengan tes hasil belajar.
2.2.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan
Sebelum pembelajaran kimia dimulai, guru membagikan LKS sebagai
bahan pembelajaran dan merujuk buku-buku sumber yang digunakan. Pada saat ini
juga dibentuk kelompok belajar, yang terdiri dari empat orang siswa. Setiap siswa
ditugaskan mempelajari konsep-konsep yang akan dibahas pada pertemuan
berikutnya dan mempelajari LKS.
Pembelajaran kimia dilakukan oleh guru kimia, peneliti bertugas
mengobservasi kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan
melalui tahapan berikut.
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
1) Tahap orientasi, guru memberikan orientasi umum dan rasional tentang
konsep yang akan dipelajari, membangkitkan minat dan motivasi belajar
siswa, serta sekaligus memusatkan perhatian siswa terhadap materi yang akan
dibahas.
2) Tahap restrukturisasi ide, guru merestrukturisasi ide-ide siswa dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbimbing dan mengajukan masalahmasalah yang terdapat dalam LKS. Siswa dalam kelompok mendiskusikan
pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang diajukan guru secara
kooperatif. Tahapan pemecahan untuk masalah-masalah yang bersifat
kuantitatif mengikuti tahapan yang dikembangkan oleh Heller, dkk. (1992),
terdiri diri visualisasi masalah, deskripsi kimia, rencana solusi, pelaksanaan
rencana, pengecekan dan evaluasi. Tahap ini siswa mengecek lengkapnya
solusi, tanda dan satuan dari jawaban, serta mengevaluasi apakah besarnya
bilangan masuk akal atau tidak. Untuk masalah-masalah yang bersifat
kualitatif, pemecahan masalahnya dilakukan dengan mengidentitifasi
pertanyaan, mengidentifikasi konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
diperlukan untuk memecahkan masalah, dan menjelaskan hubungan antara
konsep yang satu dengan konsep yang lain.
Setelah siswa mendiskusikan permasalahan-permasalahan dalam
kelompok, salah satu kelompok ditunjuk untuk menyampaikan jawabannya
dan kelompok lain ditugaskan memberi tanggapan. Guru dapat
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali gagasan-gagasan
siswa dan membimbing siswa untuk memahami suatu konsep. Pada
restrukturisasi ide ini, guru dapat menggunakan analogi konsep,
pengungkapan contoh lawan dan/atau alat peraga untuk dapat membangun
konsep-konsep ilmiah dalam pikiran siswa.
3) Tahap pemantapan konsep, guru menugaskan siswa mengerjakan latihanlatihan pada LKS untuk memantapkan konsep yang telah dipelajari dan lebih
membangun keyakinan siswa.
4) Tahap sistematisasi dan perluasan, guru menugaskan setiap kelompok
membuat jalinan konsep yang sudah dipelajari dalam bentuk peta konsep.
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
Pada tahap ini pula setiap kelompok ditugaskan mengaplikasikan konsepkonsep yang telah dipelajari pada situasi baru dengan menjawab masalahmasalah yang sedikit lebih sulit dan terpadu.
2.2.3 Tahap Observasi dan Evaluasi Tindakan
Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap proses belajar mengajar yang
sedang berlangsung untuk mengetahui aktivitas belajar siswa serta untuk
mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan
pembelajaran. Pada setiap akhir siklus dilakukan pengukuran terhadap
keterampilan berpikir kritis siswa (dengan hasil belajar siswa) dan pendapat siswa
terhadap pembelajaran yang diterapkan (dengan angket).
Data yang diperoleh dari penelitian tindakan ini terdiri dari dua jenis, yaitu
data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa pendapat siswa dari
angket tertutup, dan hasil belajar siswa, sedangkan data kualitatif berupa aktivitas
belajar siswa dan pendapat siswa dari hasil angket terbuka.
Hasil belajar dianalisis dengan statistik deskriptif dengan menghitung ratarata dan simpangan bakunya. Data pendapat siswa tentang pembelajaran yang
diterapkan dari angket tertutup disajikan dalam bentuk prosentase dan dianalisis
dengan membandingkan jumlah prosentase yang memilih setuju terhadap jumlah
prosentase yang memilih tidak setuju. Pendapat siswa dikatakan positif terhadap
pembelajaran yang diterapkan bila perbandingan jumlah prosentase yang memilih
setuju lebih besar daripada jumlah prosentase yang memilih tidak setuju.
Data kualitatif tentang aktivitas belajar dan pendapat siswa dari hasil
angket terbuka dideskripsikan secara naratif untuk selanjutnya ditarik simpulan
secara umum.
2.2.4 Tahap Refleksi Tindakan
Refleksi tindakan dilakukan dengan mengumpulkan hasil evaluasi terhadap
aktivitas dan hasil belajar siswa. Selanjutnya, dikaji hasil-hasil yang diperoleh dan
hambatan-hambatan atau kelemahan-kelemahan yang dihadapi selama
pembelajaran untuk dicarikan solusi alternatifnya dalam rangka perbaikan pada
siklus berikutnya.
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
3.1 Hasil Penelitian
Hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa selama diskusi kelompok
pada siklus I menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa belum berlangsung
dengan baik. Kerjasama siswa dalam kelompok masih perlu ditingkatkan,
demikian juga dengan interaksi belajar siswa. Pada diskusi kelompok, siswa masih
miskin dengan pertanyaan-pertanyaan dan pendapat-pendapat. Siswa yang pintar
lebih banyak mendominasi diskusi kelompok, sedangkan siswa lainnya lebih
banyak sebagai pendengar. Kegiatan peer tutoring belum berlangsung dengan
baik, yakni siswa yang pintar belum secara penuh membimbing atau membantu
temannya yang kurang kemampuan akademiknya. Pada kegiatan diskusi kelas,
secara umum siswa belum mempunyai keberanian untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan sehingga jumlah siswa yang berpartisipasi dalam dikusi kelas masih
sedikit jumlahnya. Kegiatan bertanya dan menjawab pertanyaan lebih banyak
didominasi oleh siswa yang pintar.
Keterampilan berpikir kritis siswa pada siklus I dilihat dari rata-rata hasil
belajar siswa sebesar 6,45  1,50 (skala 11). Siswa masih belum mampu
memvisualisasikan masalah, merumuskan deskripsi kimia maupun merencanakan
pemecahan masalah dengan baik. Setelah mendapatkan hasil dari pemecahan
masalah, siswa sering tidak mengecek dan tidak mengevaluasi hasil yang
diperoleh.
Perbaikan tindakan yang dilakukan pada siklus II mengacu pada
kekurangan-kekurangan yang masih dijumpai pada siklus I. Tindakan-tindakan
yang sudah baik tetap dipertahankan. Tindakan perbaikan yang dilakukan adalah
mengubah anggota kelompok. Siswa diberikan kebebasan memilih anggota
kelompoknya, dengan catatan bahwa setiap kelompok tetap jumlahnya empat
orang dan siswa yang pintar harus merata terdapat dalam setiap kelompok. Dengan
cara demikian diharapkan siswa dapat bekerja sama dan berinteraksi dengan baik.
Aktivitas belajar siswa dalam diskusi kelompok pada siklus II sudah
berlangsung dengan baik dan ada peningkatan dari siklus sebelumnya, siklus I.
Kerjasama siswa dalam kelompok dan interaksi di antara siswa sudah berlangsung
dengan baik. Jumlah siswa yang bertanya maupun yang menjawab pertanyaan
sudah lebih banyak dan lebih merata dari siklus sebelumnya. Siswa yang pintar
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
sudah terlibat secara aktif membimbing temannya yang mempunya kemampuan
akademik kurang. Pada diskusi kelompok muncul beragam pendapat. Pendapatpendapat setiap anggota kelompok ada yang sejalan dan ada yang bertentangan.
Setiap anggota kelompok berusaha untuk memadukan pendapat-pendapat yang
muncul untuk menghasilkan pendapat terbaik bagi kelompoknya. Pada kegiatan
diskusi kelas, siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan diskusi. Hal ini tampak
dari jumlah siswa yang bertanya maupun yang menjawab pertanyaan jauh lebih
banyak daripada siklus sebelumnya. Siswa sudah berani mengemukakan pendapat
dan berbeda pendapat dengan siswa lainnya.
Keterampilan berpikir kritis siswa pada siklus II dilihat dari rata-rata hasil
belajar siswa sebesar 6,93  1,44 (skala 11). Siswa sudah mampu membuat
tahapan-tahapan pemecahan masalah secara sistematis seperti yang dirumuskan
dalam penelitian ini, yaitu memvisualisasi masalah, membuat deskripsi kimia,
merencanakan solusi, melaksanakan rencana, melakukan pengecekan dan evaluasi.
Siswa memberikan respon yang sangat positif terhadap pembelajaran
kooperatif dengan strategi pemecahan masalah yang diterapkan. Siswa
berpendapat bahwa pembelajaran ini dapat menumbuhkan kerjasama,
meningkatkan tanggung jawab, menumbuhkan kesetiakawanan, memupuk sikap
saling tolong menolong, mendorong dan membantu siswa mengemukakan
pendapat, memecahkan masalah secara terstruktur dan bertahap, memudahkan
memahami konsep-konsep kimia, memotivasi siswa belajar lebih aktif baik di
sekolah maupun di rumah, melatih siswa berpikir kritis, mendorong proses belajar
lebih teratur dan terstruktur, meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah, dan memudahkan memecahkan masalah. Namun demikian, siswa juga
menunjukkan kekurangan dari pembelajaran ini, antara lain memerlukan cukup
banyak waktu. Siswa berharap agar pembelajaran kooperatif dengan strategi
pemecahan masalah ini dapat diteruskan untuk mengajarkan konsep-konsep kimia
yang lainnya dengan mengadakan perbaikan terhadap-kekurangan-kekurangan
yang masih dijumpai.
3.2 Pembahasan
Pada siklus I, aktivitas belajar siswa belum berlangsung dengan baik
sehingga masih perlu ditingkatkan lagi guna mengoptimalkan pembelajaran.
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
Jumlah siswa yang bertanya maupun menjawab pertanyaan masih sedikit dan
terbatas pada siswa yang pintar. Kegiatan peer tutoring belum berlangsung dengan
baik. Kerjasama kelompok dan interaksi siswa masih berlangsung secara kaku dan
kurang harmonis. Semuanya ini disebabkan oleh kebiasaan belajar siswa
sebelumnya, yaitu siswa lebih banyak mendengarkan dan mencatat informasi yang
disampaikan oleh guru dan sering menunggu penjelasan guru. Kebiasaan ini masih
terbawa ketika mereka sedang mengikuti pembelajaran kooperatif dengan strategi
pemecahan masalah yang diterapkan. Sesungguhnya diakui bahwa aktivitas belajar
siswa pada pembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah ini
mengalami peningkatan dibandingkan dengan aktivitas belajar siswa sebelumnya.
Pada siklus II, aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I.
Kerjasama dan interaksi belajar siswa berlangsung dengan baik dan jumlah siswa
yang bertanya maupun yang menjawab pertanyaan lebih banyak dan lebih merata.
Di samping itu, kegiatan peer tutoring juga berlangsung dengan baik. Hal ini
disebabkan oleh dua hal. Pertama, siswa sudah mempunyai pengalaman mengikuti
pembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah pada siklus I
sehingga siswa sudah mampu beradaptasi dengan pembelajaran serupa pada siklus
II. Kedua, penetapan anggota kelompok oleh siswa sendiri memungkinkan siswa
dapat memilih anggota kelompok yang bisa diajak bekerja sama sehingga kegiatan
diskusi kelompok dapat berlangsung dengan baik.
Pembelajaran kooperatif dapat mengoptimalkan peran siswa dalam
berinteraksi sosial dengan siswa yang lain maupun dengan guru. Juga siswa dapat
berkomunikasi secara ilmiah dalam suatu kegiatan diskusi, memupuk kerjasama
tim, membangun rasa tanggung jawab, menggiatkan kegiatan peer tutoring,
meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah dan memudahkan
pemahaman terhadap konsep-konsep kimia. Temuan ini sejalan dengan temuan
peneliti sebelumnya yang membuktikan bahwa pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan prestasi akademik, keterampilan kerja, keterampilan berkomunikasi,
ketekunan, aktivitas belajar, motivasi belajar, dan kemampuan memecahkan
masalah (Towns, Kreke, dan Fields, 2000; Houghton dan Kalivas, 2000).
Pada diskusi kelompok siswa dapat memadukan pendapat-pendapat siswa
lainnya dan menyusun kembali pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan
suatu pendapat yang terbaik bagi kelompoknya. Pada kegiatan diskusi, siswa
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
berhadapan dengan ide-ide lain yang sejalan dengan idenya. Keadaan ini dapat
menumbuhkan keyakinan pada siswa, sebaliknya siswa juga berhadapan dengan
ide-ide lain yang bertentangan dengan idenya. Keadaan ini akan menyebabkan
siswa mengkonstruksi kembali ide-idenya. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Driver dan Oldham (dalam Suastra, dkk. 1998) yang
menyatakan bahwa siswa yang berhadapan dengan ide-ide lain dapat
menyebabkan siswa terangsang untuk mengkonstruksi gagasan-gagasannya kalau
idenya tidak sesuai, atau sebaliknya menjadi lebih yakin bila idenya sesuai.
Sementara itu Kyllen (1998) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
mengkondisikan siswa dapat mempertukarkan ide-ide atau gagasan-gagasannya,
berpikir kritis, dan bekerja dalam tim. Menurut Kyllen (1998), pembelajaran
kooperatif dapat mengubah pola interaksi siswa sehingga siswa dapat
berkomusikasi secara verbal yang diyakini berkorelasi secara positif dengan
peningkatan prestasi belajar siswa.
Melalui strategi pemecahan masalah siswa dapat memecahkan masalah
secara terstruktur dan bertahap sehingga diperoleh hasil pemecahan masalah yans
tepat dan cepat. Di samping itu, dengan strategi pemecahan masalah siswa terlatih
untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengevaluasi permasalahan dengan
cermat sehingga siswa dapat mengembangkan daya nalarnya secara kritis untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Ini sesuai dengan temuan Christensen dan
Martin (1992, dalam Kyllen, 1998) bahwa strategi pemecahan masalah dapat
mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan siswa dalam
mengadaptasi situasi pembelajaran yang baru. Tyler (1949, dalam Karlimah, 1999)
berpendapat bahwa pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam pemecahan masalah akan
dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Hanson dan Wolfskill (2000)
menyatakan bahwa pemecahan masalah melalui kerja tim dapat meningkatkan
keterampilan siswa dalam berpikir kritis, mengurangi miskonsepsi, mencari
informasi dan mengkonstruksi pemahaman secara aktif serta terampil memberikan
alasan tingkat tinggi.
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
4. Penutup
Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh pada penelitian tindakan kelas
ini, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar dan keterampilan berpikir kritis
siswa dapat ditingkatkan melalui penerapan pembelajaran kooperatif dengan
strategi pemecahan masalah. Siswa menyambut dengan sangat positif
pembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah yang diterapkan dan
mereka berharap agar pembelajaran ini dapat dilanjutkan untuk mengajarkan
konsep-konsep kimia yang lain. Dari hasil penelitian ini dapat direkomendasikan
bahwa bagi guru-guru yang menghadapi permasalahan sejenis dapat menggunakan
pembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Ausubel, D. P. 1963. The Psycology of Meaningful Verbal Learning and
Introduction to school Learning. New York : Grune and Straton Publisher.
Cabrera, G. A. 1992. A Framework for Evaluating the Teaching of Critical
Thinking. Education 113 (1) : 59-63.
Gagne, R. M. 1989. Essentials of Learning for Instruction. New York : Holt
Renihart and Winston.
Gerhard, M. 1971. Effective Teaching Strategies with the Behavioral Outcomes
Approach. New York : Parker Publishing Company, Inc.
Hanson, D. and Wolfskill, T. 2000. Process Workshop-A New Model for
Instruction. Journal of Chemical Educatiuon 75 (1) : 120-130.
Heller, P., Keith, R., and Anderson, S. 1992. Teaching Problem Solving through
Cooperative Grouping . Part 1: Group versus Individual Problem Solving.
American Association of Physics Teachers 60 (7) : 627-636.
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
ISSN 0215-8250
Houghton, T. P. and Kalivas, J. H. 2000. Implementation of Traditional and RealWorld Cooperative Learning Techniques in Quantitative Analysis
Including Near Infrared Spectroscopy for Analysis of Live Fish. Journal of
Chemical Educatiuon 75 (10) : 1314-1323.
Karlimah. 1999. Pembelajaran Konsep Benda melalui Model Siklus Belajar untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Konservasi Kuantitas dan Berat Siswa
Kelas III SD. Tesis. Tidak Dipuplikasikan. Program Pasca Sarjana IKIP
Bandung.
Kemmis, S. and McTaggart, R., 2000. The Action Research Planner. 3rd Edition.
Victoria : Deakin University Press.
Kyllen, R. 1998. Effective Teaching Strategies : Lessons from Research and
Practice. Katoomba NSW : Social Science Press.
Splitter, L. J. 1991. Critical Thinking : What, Why, When, and How. Educational
Philosophy and Teory 23 (1). 89-109.
Suastra, I W., Sadia, I W., Wirta., I M., Santyasa, I W., Lidyastuti, N. M. D., Reta,
N., dan Sarini, K. 1998. Pengembangan Strategi Perubahan Konseptual
(Conceptual Change) dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama. Laporan Penelitian. Proyek PGSM.
Towns, M. H., Kreke, K., and Fields, Amanda. 2000. An Action Research Project :
Student Perspectives on Small-Group Learning in Chemistry. Journal of
Chemical Educatiuon 77 (1) : 111-115.
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003
Download