ISSN 0215-8250 MEMAKNAI DAN MENGEMBANGKAN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI oleh Naswan Suharsono Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Pendidikan IPS, IKIP Negeri Singaraja ABSTRAK Pembelajaran dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dimaknai sebagai upaya memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai standar kompetensi minimal yang dapat dimanfaatkan sebagai bekal hidup di masyarakat. Kompetensi itu dikembangkan secara bertahap melalui tahapan proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang berorientasi kepada proses dan hasil belajar secara berkelanjutan dari teori ke aplikasi. Di dalamnya terdapat skenario tentang bagaimana perangkat kompetensi yang telah dirumuskan dalam satuan-satuan pelajaran diterjemahkan dalam perangkat kegiatan yang dapat memberi peluang belajar kepada peserta didik untuk mencapai perangkat kompetensi kognitif, afektif, kinerja, hasil, dan kompetensi eksplorasi dalam bentuk-bentuk pengalaman belajar yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup bersama di bumi. Sementara itu kegiatan belajar dapat berlangsung dalam suatu proses interaksi satu arah, dua arah, maupun banyak arah sesuai dengan jenis kompetensi yang dipelajari, ketersediaan sarana belajar yang ada, dan tuntutan akuntabilitas pengelolaan satuan-satuan pendidikan di wilayah lokal. Kata-kata kunci: kompetensi, interaksi, belajar, pembelajaran, tujuan belajar ABSTRACT The teaching leaning process in the context of Competency Based Curriculum is an effort of giving a chance to learners to master the minimum standard competency that can be used in the society. The competency is developed gradually through the process of planning, action, and evaluation in which the orientation focuses on the process,while the output should continuously be developed from theory to application. In the curriculum, the scenario of how to perform the activity from the syllabus is given. The scenario enables the learners to be more active, so that they will be able to perform the cognitive, affective, psychomotor, and explorative competences in the form of life skills. The learning process can be in the form of either one way, two ways, or multiple ways, _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 depending on the competence that is going to be learnt, the availability of facilities, and the accountability of the education units at the local region. Keywords: competency, interaction, learning, instruction, learning objective 1. Pendahuluan Pengembangan struktur kurikulum berbasis kompetensi (KBK) di Indonesia dilakukan untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan amanat konstitusi dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Makna kecerdasan itu bersifat multi dimensi, bertumpu pada kekuatan otak dan hati nurani sebagai satu kesatuan agar dapat digunakan sebagai modal dasar untuk meningkatkan martabat dan kualitas kehidupan di bumi. Sebagaimana dirumuskan Unesco-1994, pendidikan hendaknya dapat memberi kesempatan kepada setiap peserta untuk belajar mengetahui dan melakukan sesuatu agar bisa menjadi diri sendiri dan bisa hidup bersama dalam konteks masyarakat belajar sepanjang hayat. Oleh karena itu, proses pendidikan ditekankan pada penguasaan aspek pengetahuan teoritik dan pemberian kesempatan untuk mengaplikasikannya dalam praktek kehidupan nyata sehari-hari. Upaya penyelenggaraan pendidikan bagi pemenuhan hak azasi itu dapat dilihat dari terlahirnya kaum muda terdidik yang unggul di berbagai bidang keahlian sebagai bekal hidup di lingkungan masyarakatnya. Tipologi manusia unggul yang dimaksud dapat dideskripsikan sebagai sosok pribadi yang memiliki ciri mampu berpikir sistematik, dapat bekerja mandiri dalam arti individu maupun bersama kelompok, kritis dalam berpikir, serta mampu mengembangkan alternatifalternatif pemecahan masalah dalam bidang keahlian dan masalah-masalah sosial yang ada di sekitarnya sebagai perwujudan dari tanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat. Sejalan dengan pemikiran dan ciri-ciri di atas, Mendiknas telah mencanangkan Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan 2 Mei 2002, sebagai penegasan dari program pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Pada tataran operasional proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah harus diarahkan pada dua utama yang dinamakan akuntabilitas dan otonomi pendidikan yang lebih besar kepada pengelola pendidikan di tingkat lembaga pendidikan _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 bersama lingkungan sekolah untuk mengembangkan strategi pembelajaran sebagai bagian dari upaya mengoptimalkan potensi lokal. Sementara itu, sesuai dengan semangat PP No. 25 tahun 2000 bidang pendidikan dan kebudayaan, pemerintah pusat memiliki wewenang untuk menetapkan standar komperensi siswa- warga belajar dan standar materi pelajaran pokok (Depdiknas, 2002). Konsekuensi dari kebijakan pemerintah tersebut adalah adanya kesempatan yang lebih luas kepada pengelola pendidikan di tingkat lembaga persekolahan untuk secara bersama-sama dengan komite sekolah dan PEMDA setempat merumuskan kebijakan operasional agar setiap peserta didik mendapatkan layanan pendidikan yang optimal. Kualitas layanan pendidikan itu akan tampak dari besarnya kesempatan bagi peserta didik untuk mengaktualkan potensi diri dengan memanfaatkan prasarana dan sarana belajar yang ada. Pertanyaan adalah, sejauh mana para guru sebagai ujung tombak pelaksanaan manajemen pendidikan berbasis sekolah dengan KBK-nya itu dapat melaksanakan otonomi yang diberikan? Secara teoritik, otonomi dalam pengelolaan pendidikan merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kepada komite sekolah sebagai katalisator dari kelompok masyatakat yang terkait langsung dengan sekolah, sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap proses pendidikan yang berlangsung di lingkungan sekitarnya. Komite sekolah itu sendiri dalam rangka peningatan kualitas layanan dan hasil pendidikan di sekolah berperan sebagai pendukung, pendorong, pengontrol, penampung aspirasi dan partisipasi, serta penghubung sekolah dengan masyarakat terkait dengan akuntabilitas penyelenggaraan program pendidikan yang bermutu (Tim Pascasarjana UNY, 2003:11). Implementasi KBK itu sendiri secara operasional menuntut kerjasama yang optimal di antara para guru dalam nuansa kesejawatan dengan harapan agar sekolah dapat melakukan proses pembelajaran yang efektif, dapat mencapai tujuan yang diharapkan dengan materi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, berorientasi pada hasil (output) dan dampak (outcome), serta dapat melakukan pembaharuan yang terus-menerus secara berkelanjutan (Mulyasa, 2003: 11). Kerjasama itu sendiri menjadi sangat penting dalam proses pendidikan oleh karena akhir-akhir ini sistem persekolahan di Indonesia mengalami perubahan yang _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 sangat pesat baik dari aspek manajerial maupun aspek instruksional sebagai perwujudan dari pemenuhan tuntutan masyarakat untuk mendongkrak mutu dan kinerja sistem pendidikan yang makin memprihatinkan. Namun demikian, perlu kiranya disadari bersama bahwa kebijakan penerapan manajemen pendidikan dengan proses belajar-mengajar (PBM) pola KBK ini tidak akan bisa digunakan untuk memecahkan seluruh opermasalahan pendidikan, karena kehadirannya memang lebih dimaksudkan sebagai upaya memberi makna yang lebih signifikan terhadap upaya perbaikan sistem pendidikan. Hal ini dapat difahami karena kenyataan sejarah pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa rangkaian inovasi sistem pendidikan dalam 30 tahun terakhir melalui perubahan kurikulum 1975, 1984, dan 1994 dengan suplemen 1999 yang ada masih belum bisa berhasil mengentaskan kemiskinan mental-intelektual dan krisis moral anak-anak bangsa ini. Kebijakan inovasi sistem pendidikan melalui instrumen kurikulum 1984 itu sendiri sebenarnya juga disertai dengan kebijakan inovasi sistem pendidikan guru berdasarkan kompetensi (PGBK) di lembaga produsen tenaga kependidikan guru (LPTK). Bahkan, pada saat yang sama juga didukung dengan pengangkatan puluhan ribu tenaga guru di sekolah-sekolah negeri dan bantuan guru DPK ke sekolah-skolah swasta di SD/MI, SLTP dan SLTA. Akankah implementasi kurikulum berbasis kompetnsi itu nanti akan bisa berhasil atau malah berubah menjadi kurikulum berakhir konyol? 2. Pembahasan Secara teoritik, keberhasilan pendidikan pada tingkat lembaga sangat ditentukan oleh keterpaduan kinerja komponen operasional kurikulum di lapangan dengan empat indikator yang saling berkaitan sebagaimana tercermin dalam ketepatan pemilihan jenis kompetensi, materi esensial, pola skenario kegiatan belajar-mengajar (KBM), dan teknik-teknik evaluasi pembelajaran maupun hasilhasilnya. Perangkat kompetensi dengan segala ragamnya tertuang dalam rumusan tujuan pembelajaran, sedangkan jenis materi esensial dimuat dalam silabi dan GBPP kurikulum. Sementara itu, pengembangan variasi-alternatif pola KBM dan instrumen evaluasi pengukur tingkat keefektivan pembelajaran harus _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 dikembangkan para guru baik secara individual maupun dalam tim sebagaimana biasa dilakukan dalam MGMP selama ini. Sebagai pelaksana keputusan inovasi di tingkat operasional, sudah sewajarnya apabila lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan berharap agar dapat ikut mengukir sejarah dengan menjadikan KBK-2004 sebagai salah satu kurikulum yang bisa berhasil dilaksanakan di sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah bersama stafnya harus melakukan upaya ekstra keras untuk merancang pola manajemen persekolahan dan pola-pola pembelajaran yang berorientasi KBK dengan fokus utama pada upaya pengembangan variasi alternatif pola kegiatan belajar-mengajar (KBM) dan pola evaluasi PBM lebih bermakna bagi peningkatan kualitas hasil pendidikan yang relevan dengan tuntutan zaman. Implementasi kurikulum dala konteks KBK dapat dimaknai sebagai suaru proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum dalam rangkaian kegiatan pembelajaran, sehingga peserta didik bisa menguasai perangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan (Mulyasa, 2003: 93). Pengembangan KBK itu sendiri mencakup komponen program tahunan, semester, satuan modul atau pokok bahasan, mingguan, harian. Di samping itu juga ada program pengayaan dan remedial yang menjadi komponen integral dalam KBK sebagai perwujudan dari prinsip persamaan setiap subyek peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan dan pengakuan adanya perbedaan individu. Berikut ini dibahas lebih lanjut empat pilar komponen kurikulum pada tahapan implementasinya di lapangan: 2.1 Implementasi Kurikulum dalam Rumusan Tujuan Pembelajaran Taksonomi tujuan belajar yang dikembangkan dalam KBK pada tahapan sekarang masih merupakan sintesis dari dari taksonomi Bloom dkk, Gagne dkk, dan Merril dengan memasukkan perangkat kompetensi kinerja, produksi, dan kecakapan khusus yang dapat diekspresikan secara beragam oleh setiap individu. Sebagaimana dipaparkan Mulyasa, 2003: 74) taksonomi tujuan belajar itu meliputi: (a) kompetensi kognitif, yaitu pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran yang spesifik, (b) kompetensi afektif yang terkait dengan aspek nilai, sikap, interes, dan apresiasi terhadap obyek tertentu; (c) kompetensi kinerja psikomotorik dalam bentuk perilaku yang dapat didemonstrasikan; (d) kompetensi konsekuensi _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 atau hasil, dan (e) kompetensi eksploratoris atu ekspresif dalam bentuk pengalaman hidup yang bermanfaat. Kompetensi hasil dapat diindikasikan dengan adanya produk barang dan jasa atau benda yang memiliki nilai guna, sedangkan kompetensi eksploratoris atau ekspresif bisa dicari indikatornya pada bentuk-bentuk karya cipta yang bisa digelar atau dipamerkan kepada publik seperti halnya kesenian dan karya tulis ilmiah, sebagai bagian dari produk kreativitas yang dapat dipatenkan. Kedua jenis kompetensi tersebut terkait dengan standar kompetensi penampilan (performance standard), sedangkan tiga jenis kompetensi lainnya dalam bahasa KBK dicakup dalam standar isi (content standard) yang mengambil ukuran standar kompetensi akademik ilmu yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan materi pelajaran. 2.2 Penyiapan dan Pengembangan Materi Esensial Setelah tujuan pembelajaran dirumuskan dengan kompetensi yang tersurat didalamnya, pekerjaan selanjutnya adalah pemilihan dan penyiapan materi esensial pembelajaran. Materi esensial yang dimaksud adalah pokok-pokok materi yang harus dikuasai oleh peserta didik sebagai subyek belajar sebagai sarana pencapaian kemampuan dasar yang telah ditetapkan dalam rumusan tujuan pembelajaran. Jenis materi esensial ini ditinjau dari formatnya dapat berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat ditampilkan dalam bentuk-bentuk tindakan konkrit seperti presentasi, berenang, demonstrasi menentang pelanggaran HAM sebagaimana tampak pada formulasi pokok dan subpokok bahasan dalam GBPP. Bentuk format kedua pengorganisasian materi dalam konteks KBK adalah pembagian menurut jenis atau jenjangnya, seperti urutan hierarchis mulai dari fakta, konsep, prinsip, prosedur, teori dan model teoritik dalam disiplin keilmuan tertentu. Atau kombinasi antara materi yang bersifat teoritik dengan aspek-aspek praktik penerapan teori di lapangan, seperti topik materi esensial tentang realitas, akses informasi, obyek-obyek orang beraktivitas sehari-hari. Setelah itu, materi pelajaran dikaitkan dengan pengembangan kompetensi hasil dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu yang dapat dipakai sebagai dasar acuan pencapaian kompetensi level aplikasi Sebagaimana telah dibahas dalam KBK Rumpun Pelajaran Ilmu Sosial (Depdiknas, 2002), penyajian materi lintas bidang disiplin _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 keilmuan di rumpun Ilmu Sosial dapat meningkatkan wawasan sosial para peserta didik. 2.3 Memvariasikan pola Interaksi Kegiatan Belajar-Mengajar Dalam kaitanya dengan upaya mengoptimalkan hasil belajar melalui proses interaksi guru-peserta didik di sekolah, hambatan-hambatan pshikologis dan yang bersifat teknis masih saja terjadi. Para peserta didik umumnya sulit mengemukakan buah pikiran dan pandangan-pandangan autentiknya di muka kelas ketika perkuliahan sedang berlangsung. Padahal pencapaian prestasi belajar optimal mempersyaratkan insentifitas proses komunikasi dan interaksi di antara guru selaku pembelajar dan peserta didik selaku pelajar, dalam asuhan dan tanggung jawab pembina matakuliah. Sejalan dengan cara pandang terhadap tiga tipologi peserta didik tersebut, maka dapat dipastikan bahwa proses pembelajaran yang baik adalah yang tugastugasnya banyak, pertemuan pembelajarannya intensif dalam arti tidak banyak kosong, serta menuntut peserta didik banyak membaca dan berpikir. Jika ternyata para peserta didik telah mengikuti pembelajaran seperti yang telah dipersyaratkan dalam buku pedoman dan dapat menyelesaikan semua tugas pembelajaran yang sudah di programkan, maka yang bersangkutan akan lulus dengan predikat sangat memuaskan. Suatu pola pembelajaran sebagai suatu sistem, di samping memiliki kelebihan karena dapat memberikan peluang yang besar kepada setiap peserta didik untuk mengembangkan segenap potensinya dan pada akhirnya juga peluang besar untuk lulus, tetapi juga mengundang kerawanan-kerawanan khususnya dalam hal mengembangkan rasa tanggung jawab dan kejujuran di kalangan peserta didik. Pertanyaan yang ternyata sering muncul di kalangan para guru adalah, apakah para peserta didik kita dapat di percaya bahwa mereka memang mengerjakan sendiri tugas-tugasnya itu? Apakah para peserta didik yang ketahuan tidak jujur (misalnya menyontek pekerjaan orang lain, ngerpek pada saat tentamen, menyuruh oarng lain mengerjakan tugas-tugas itu, dsb) setelah nilai izasah keluar masih bisa dibatalkan? Pertanyaan itu wajar diajukan mengingat bahwa kejujuran dan pengembangan rasa tanggung jawab bukanlah harga mati dan sama pada setiap _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 orang. Hal ini tampak dari adanya tiga tipologi mahaiswa Indonesia yang telah di bahas di muka, lebih-lebih juga kalau peserta didik tipe OO relatif banyak jumlahnya, bisa membikin para guru repot dan stres !!. Lebih-lebih lagi kalau para peserta didik cenderung mengambil pilihan tugas yang paling ringan, maka pupuslah harapan dan idealisme untuk menjadikan peserta didik sebagai elit kaum muda terdidik yang unggul di bidangnya. Pertanyaan yang lebih produktif untuk diajukan saat ini barangkali adalah, apakah proses belajar mengajar di lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat) kita sejauh ini sudah sampai pada tingkat keefektifan yang optimal? Jawabanya terpulang pada semua guru dan peserta didik yang terlibat didalamnya. Hasil penelitian eksploratoris Suharsono dkk. (1994) menemukan adanya antar kaitan yang sangat erat antara pola pembelajaran yang ditransaksikan guru dengan tingkat partisipasi belajar mahpeserta didik di kelas pada saat PBM sedang berlangsung. Hasil penelitian Suharsono (1997, 2002) menemukan adanya tiga pola pembelajaran yang mendasari interaksi pembelajar dan peserta didik ketika proses belajar mengajar berlangsung yaitu pola pembelajaran teori (klasikal), pola seminar kelas, dan pola laboratorium. Pola pembelajaran teori didominasi oleh komunikasi satu arah dari guru ke peserta didik, sedangkan pola pembelajaran laboratorium menampakkan ciri-ciri belajar penemuan (discoveri learning) yang menonjol. Adapun pola seminar kelas ditandai oleh adanya pembagian tugas dan tingkat keaktivan yang kurang lebih seimbang antara guru pembina dan ketuaketua kelompok penyusun bahan-bahan seminar kelas. Di dalam seminar, tingkat partisipasi peserta didik dalam pembelajaran cenderung mengikuti garis kontinue, mulai sangat aktif sampai sangat tidak aktif. Dan ada indikasi kuat bahwa tempat duduk peserta didik ada kaitannya dengan tingkat partisipasinya terhadap aktivitas pembelajaran, termasuk di dalamnya pada saat mengikuti tentamen. Artinya, peserta didik yang tidak serius peserta didikan cendrung mengambil tempat duduk di belakang, demikian juga mereka yang tidak siap mengikuti tes tengah atau akhir semester. Sebaliknya, para peserta didik yang serius mengikuti pelajaran justru cenderung memilih tempat duduk di bagian depan . Mereka lebih aktif dalam tanya jawab dan diskusi serta justru lebih sering konsultasi dengan para guru _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 bidang studi. Tentang kesulitan-kesulitannya di dalam mengerjakan tugas-tugas pelajaran di bandingkan dengan mereka yang kurang atau tidak serius belajar. Kelompok peserta didik yang ‘serius’ itu pada umumnya bisa meraih prestasi belajar yang tinggi. Mengapa kenyataan tersebut bisa terjadi? padahal seharusnya mereka yang banyak mengalami kesulitan di dalam pembelajaran justru lebih sering berkomunikasi dengan para gurunya pada akhir pelajaran atau di kantor guru? Keluhan yang banyak dilontarkan para guru di sekolah selama ini adalah, masih banyaknya peserta didik yang mengerjakan tugas-tugas semaunya sendiri, tanpa mau berkonsultasi ketika proses pekerjaan sedang berlangsung Jika kondisi ini terus berlangsung akan menimbulkan salah pengertian dan ketidak percayaan. Ketidak percayaan adalah awal dari ketidak tahuan dan ketidak tahuan adalah awal dari kegagalan, sedangkan banyaknya kegagalan pada mata pelajaran adalah awal dari ketidak percayaan diri, kemudian stres dan frustasi. Lalu apakah yang tersisa?. Agar peserta didik tidak stress dan frustrasi, berikut ini disajikan empat variasi alternatif pola interkasi dalam pembelajaran dengan pendekatan KBK, yang juga telah teruji keterlaksanaannya di lapangan dalam upaya pengembangan kompetensi hasil di lambaga pendidikan profesional. Alternatif Pola Interaksi KBM-1: Guru Kegiatan BM Alternatif Pola Interaksi-KBM-2: Guru Media Kegiatan BM Mahawiswa _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 Alternatif Pola Interaksi KBM-3: Guru Lingkungan Kegiatan BM Media Teman Sejawat Alternatif Pola Interaksi-KBM-4: Guru Media Kegiatan BM Pola KBM Alternatif-1, sebagaimana ditampakkan dalam bagan di atas dapat menunjukkan adanya interfensi langsung dari guru kepada peserta didik yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran, dengan skenario KBM yang ditetapkan pihak guru sepenuhnya. Pola KBM Alternatif-1 tersebut umumnya terjadi di kelaskelas besar untuk mengembangkan kompetensi umum dengan metode yang sama bagi semua orang. Demikian juga halnya dengan Pola KBM alternatif-4. Hanya saja pada pola alternatif-4 situasi belajar berlangsung dalam setting pembelajaran individual dan fungsi utama guru digantikan oleh media sehingga lazim dinamakan poka KBM guru media saja. Hasil pengujian Suharsono (2003) dalam setting program pendidikan profesional menunjukkan adanya variasi hasil belajar yang setiap pokok bahasan dikontribusi oleh penguasaan kompetensi dasar yang telah dicapai pada pokok bahasan terdahulu. Hanya saja, adanya variabel perbedaan tingkat kecerdasan umum subyek didik relatif besar pengaruhnya terhadap ketahanan mereka dalam menggunakan media secara mandiri. Akan tetapi, pemilahan antara kegiatan pembelajaran melalui tatap muka dan non-tatap muka secara teknis masih sulit diwujudkan dalam menentukan kontribusinya terhadap output dan outcome, _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 walaupun sekedar pada tingkat prediksinya dalam menunjang keberhasilan program pengembangan kecakapan spesific life skills (SLS). 2.4 Menyiapkan dan Melakukan Evaluasi Pembelajaran Dalam implementasi KBK, kerjasama sekolah dengan lingkungan dan antar sejawat guru bidang studi serumpun sangat penting terutama untuk mendapatkan kesepakatan tentang bahan ajar, strategi pembelajaran yang dipolakan dalam skenario KBM, dan pengembangan teknik evaluasi dengan instrumen yang memenuhi standar profesi. Kenyataan empirik menunjukkan adanya kecenderungan kalangan guru untuk mengadakan evaluasi ‘on the spot’ dan kurang memberi kesempatan kepada peserta didi untuk memperbaiki diri. Akibatnya, skor angka-angka penilaian tidak bisa mencerminkan perkembangan perolehan pengetahuan dan kompetensi dasar yang secara teoritik memang harus dikembangkan secara bertahap dan dievaluasi secara berkala. Di samping itu, penilaian bukan hanya sekedar menaksir kemampuan secara parsial, melainkan harus ditaksir secara menyeluruh. Termasuk di dalamnya juga menaksir besarnya peluang yang telah diberikan kepada subyek didik untuk merekonstruksi hasil pengalaman belajarnya. Sebagaimana disitir Degeng (2001: 5), dalam paradikma teori konstruktivistik, pengetahuan seseorang bersifat temporer, terus berkembang, terbentuk dengan mediasi masyarakat dan budaya, yang dibangun melalui proses konflik kognitif pada saat yang bersangkutan memperolah pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan kegiatan melakukan refleksi. Dengan demikian, kegiatan evaluasi berdimensi proses mengevaluasi diri, mengatasi konflik kognitif, dan momentum belajar membiasakan diri berada pada situasi yang tidak sebagaimana diharapkan. Untuk memberikan makna yang lebih baik dan nilai guna yang lebih tinggi terhadap kegiatan evaluasi, maka selain bentuk tes-tes tertulis, hendaknya juga dikembangkan sistem penilaian berbasis portofolio. Penilaian portofolio dalam KBK dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mendapatkan berbagai macam informasi secara berkala tentang perkembangan dan pertumbuhan lima jenis kompetensi dasar kompetensi yang telah dibahas di muka, serta kemungkinan interaksinya dingan pengalaman belajar bidang lain yang relevan sehingga dapat _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 meningkatkan wawasan pengetahuan teoritik dan praktik kehidupan riel di lapangan. Sebagai sintesis dapatlah kiranya ditekankan bahwa di samping sebagai wahana pembentukan kompetensi bekal hidup, pembelajaran juga menjadi bagian dari proses kebudayaan, fungsi pendidikan dapat dipandang sebagai pemertahanan dan pembaharuan kebudayaan agar mereka kelak bisa menjadi anggota masyarakat sesuai dengan pandangan hidup atau falsafah bangsa dan negara. Sehubungan dengan hal itu, maka lembaga pendidikan dipandang sebagai agen pewarisan nilai dan sekaligus sebagai institusi penggerak awal pembangunan masyarakat yang berbudaya. Hal-hal inilah yang umumnya menjadi sumber acuan untuk menentukan 'efek pengiring' (nurturant effect) dari proses pendidikan di balik 'efek pembelajaran' (instructional effect) yang terkandung dalam rumusan tujuan-tujuan pembelajaran pada tingkat makro, meso dan mikro. 3. Penutup Keberhasilan pendidikan dan pembelajaran pada tingkat lembaga sangat ditentukan oleh keterpaduan kinerja operasional para pelaksana kurikulum lapangan dengan empat indikator yang saling berkaitan sebagaimana tercermin dalam ketepatan pemilihan jenis kompetensi, materi esensial, pola skenario kegiatan belajar-mengajar, serta pengembangan teknik-teknik evaluasi PBM dan hasil belajar sebagai satu kesatuan. Implementasi kurikulum dalam rumusan tujuan yang dikembangkan dalam KBK merupakan sintesis dari dari taksonomi Bloom dkk, Gagne dkk, dan Merril dengan memasukkan perangkat kompetensi kinerja, produksi, dan kecakapan khusus yang dapat diekspresikan secara beragam oleh setiap individu. taksonomi tujuan belajar itu meliputi: (a) kompetensi kognitif level pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran yang spesifik; (b) kompetensi afektif yang terkait dengan aspek nilai, sikap, interes dan apresiasi; (c) kompetensi kinerja psikomotorik dalam bentuk perilaku yang dapat didemonstrasikan; (d) kompetensi dalam bentuk hasil, dan (e) kompetensi eksploratoris atu ekspresif dalam bentuk pengalaman hidup yang bermanfaat. Jenis materi esensial dalam konteks KBK ditinjau dari formatnya dapat berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat ditampilkan dalam _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 bentuk-bentuk tindakan konkrit seperti presentasi, berenang, demonstrasi menentang pelanggaran HAM sebagaimana tampak pada formulasi pokok dan subpokok bahasan dalam GBPP. Bentuk format kedua dalam KBK adalah pembagian menurut jenis atau jenjangnya, seperti urutan hierarchis mulai dari fakta, konsep, prinsip, prosedur, teori dan model teoritik dalam disiplin keilmuan tertentu Implementasi KBK dalam pengembangan KBM menawarkan empat alternatif pola pembelajaran yang dapat dipertimbangkan sebagai pilihan. Alternatif-1, menunjukkan adanya interfensi langsung dari guru kepada peserta didik yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran dengan skenario KBM yang ditetapkan pihak guru sepenuhnya. KBM Alternatif-2 dan Alternatif-3 membagi peran dan tanggung jawab sajian informasi antara guru dan media. Pada alternatif2, peran utama pengelolaan skenario KBM dibantu perangkat alat bantu pembelajaran seperti handout dan sarana belajar yang sejenisnya. Sebaliknya, di dalam pola alternatif-3 sudah ada pembagian peran dan tanggung jawab antara guru dengan media, baik perangkat media yang dirancang di laboratorium maupun media yang tinggal dimanfaatkan saja dari sumber belajar yang ada di lingkungan sekitarnya. Adapun pola KBM alternatif-4 situasi belajar berlangsung dalam setting pembelajaran individual dan fungsi utama guru digantikan oleh media sehingga lazim dinamakan poka KBM guru media saja. Di dalam konteks KBK penilaian bukan hanya sekedar menaksir kemampuan secara parsial, melainkan harus secara menyeluruh. Termasuk di dalamnya juga menaksir besarnya peluang yang telah diberikan kepada subyek didik untuk merekonstruksi hasil pengalaman belajarnya. Sebagaimana dijelaskan dalam paradikma teori konstruktivistik, pengetahuan seseorang bersifat temporer, terus berkembang, yang terbangun melalui proses konflik kognitif pada saat yang bersangkutan memperolah pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan kegiatan melakukan refleksi. Dengan demikian, kegiatan evaluasi berdimensi proses mengevaluasi diri, mengatasi konflik kognitif, dan belajar membiasakan diri bisa tahan berada tahan pada situasi yang tidak seindah harapan. _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003 ISSN 0215-8250 DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004. Standar Kompetensi. Mata Pelajaran Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Gafur, A. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pedoman Penyusunan Materi Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Mulyasa, E. 2003. Kuriklum Berbasis Kompetensi. Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya Sudana Degeng, I Nyoman. 2001.Teori Belajar dan Pembelajaran. Malang: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran (LP3), Universitas Negeri Malang Suharsono, Naswan dkk 1994. Respons dan Tindakan Peserta didik di Kelas. Studi Eksploratoris di STKIP Singaraja. Laporan Hasil Penelitian. tidak diterbitkan. Suharsono, Naswan 1997. Pengaruh Variasi Pola Struktur Interaksi Terhadap Keefektivan Proses Belajar-mengajar. Aneka Widya. 5(30), Okt. 1997: 19-29 Suharsono, Naswan. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Buku Teks Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Suharsono, Naswan. 2003. ‘Pengujian Bahan Ajar dengan Pola PATRIOT untuk Meningkatkan Kemampuan dasar Profesional Peserta didik di Bidang Bisnis. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. No. 2(XXXV) April 2003, p.56-66 Tim Pascasarjana UNY. 2003. Manajemen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003