ISSN 0215-8250 60 KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK) BERPENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN KECAKAPAN HIDUP oleh R. RUDIYANTO Jurusan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Negeri Singaraja ABSTRAK Tulisan ini mencoba memaparkan keterkaitan antara Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual dan Pendidikan Kecakapan Hidup. Dalam dunia pendidikan keberadaan kurikulum merupakan ‘conditio sine qua non’ sebab tanpa kurikulum, pendidikan tidak memiliki wahana atau kendaraan yang dapat menyampaikan pesan, membawa makna, dan meneruskan nilai-nilai kepada generasi muda. Berbicara mengenai kurikulum pikiran kita hanya tertuju pada apa yang terjadi di sekolah karena sesungguhnya kurikulum merupakan salah satu bagian dari pendidikan secara keseluruhan. Seiring dengan perkembangan dan perubahan jaman, kurikulum sekolah harus selalu diperbaharui setelah diimplementasikan selama kurun waktu tertentu. Mengingat keadaan dan kebutuhan peserta didik di masa sekarang dan yang akan datang sangat berbeda dengan sebelumnya, maka pemerintah telah menyiapkan pengganti kurikulum lama dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dengan KBK ini diharapkan dapat membekali peserta didik untuk menghadapi tantangan kehidupan secara mandiri, cerdas, kritis, rasional dan kreatif. Untuk maksud itu implementasi KBK idealnya menggunakan pendekatan pengajaran dan pembelajaran kontekstual dan pendidikan kecakapan hidup. Kata kunci : Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual, Pendidikan Kecakapan Hidup. ABSTRACT This article has attemted to explain the close link between Competency Based-Curriculum (CBC) and Contextual Teaching and Learning (CTL) and Life Skill Education. In education, the existence of a curriculum is ‘conditio sine qua non’ since without a curriculum, education has no vehicle, nothing through which to transmit its messages, to convey its menings, to transmit its values to the young generation. Talking about curriculum our thought is simply directed to what is __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 61 going on in schools or other educational institutions, due to the fact that it is merely a part of time, a school curriculum should therefore be improved after being implemented for a certain period of time. Remembering that the student’s present and future conditions and needs differ so greatly compared to those earlier ones, the government has prepared to change the old curriculum with the new one known as Competency Based-Curriculum (CBC). With the advent of CBC it is expected that students would be become capable, critical, rational, creative and self-help. To put this intention into reality, the implementation of CBC ideally uses Contextual Teaching and Learning (CTL) and Life Skill Education. Key Words : Competency Based-Curriculum (CBC), Contextual Teaching and Learning (CTL), Life Skill Education. 1. Pendahuluan Dalam dunia pendididkan, pembaharuan kurikulum merupakan suatu hal yang harus ditempuh dan dilaksanakan, mengingat bahwa jaman selalu berkembang dan berubah. Pembaharuan kurikulum selama ini didorong oleh hasrat serta keinginan untuk mewujudkan dasar Pancasila dalam pendidikan, menjadikan pendidikan sebagai suatu alat pembagunan bangsa, dan menyesuaikan isi pendidikan dan kurikulum dengan nilai-nilai kebudayaan dan kebutuhan bangsa yang senantiasa berubah dan berkembang menurut tingkat perjuangan masyarakat dan bangsa Indonesia dalam mencapai aspirasi nasional Pembaharuan kurikulum umumnya dilaksanakan bukan semata-mata karena suasana politik, tetapi lebih jauh dari itu adalah dalam rangka usaha meningkatkan mutu, relevansi, dan efisiensi serta efektivitas pendidikan sebagai suatu pembangunan nasioanl, khususnya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional seperti yang telah digariskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Sepanjang perkembanan sejarah pendidikan di Indonesia, pemerintah sudah beberapa kali mengadakan usaha-usaha pembaharuan kurikulum antara lain: Tahun 1947 : disebut Rencana Pelajaran; Tahun 1964 : disebut Rencana Pendidikan; Tahun 1968 : disebut Kurikulum 1968; Tahun 1975 : disebut Kurikulum 1975; Tahun 1984 : disebut Kurikulum 1984; Tahun 1994 : disebut Kurikulum 1994. Dalam perjalanannya kurikulum 1994 sebenarnya sudah mengalami perubahan yaitu disempurnakan pada tahun 1997 di lengkapi dengan __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 62 suplemen. Akan tetapi karena tuntutan kemajuan jaman, dalam hal ini adalah keadaan dan kebutuhan peserta didik di masa sekarang dan yang akan datang yang sangat berbeda dengan sebelumnya, maka kurikulum pendidikan dasar tahun 1994 akan digantikan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang akan diluncurkan ke masyarakat pada tahun ajaran 2004. Kehadiran KBK ini tentu saja diharapkan dapat membekali peserta didik untuk menghadapi tantangan kehidupan secara mandiri, cerdas, kritis, rasional dan kreatif. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan ulasan ringkas tentang apa, bagaimana dan mengapa KBK, serta implementasinya yang harus menggandeng pendekatan kontekstual (contextual teaching learning) dan pendidikan kecapan hidup (life skill education). 2. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) KBK dapat didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai peserta didik, penilaian, kegitan belajar mengajar (KBM), dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Pada dasarnya KBK berorientasi pada dua hal penting yaitu 1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pembelajaran yang bermura pada pengalaman belajar yang bermakna, dan 2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya. Dengan kata lain, titik tolak KBK adalah kompetensi seperti yang seharusnya dimiliki siswa setelah menyelesaikan pendidikannya. Kompetensi yang dimaksud adalah berupa pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Karena itu kompetensi ini dirumuskan dalam pernyataan tentang apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan peserta didik dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah, dan sekaligus menggambarkan kemajuan mereka yang diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi seseorang yang kompeten. Dalam KBK, kompetensi tamatan (KT) dan pemeringkatan prestasi siswa atau level dikelompokan sebagai berikut: __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 Kompetensi Tamatan TK & RA Kompetensi Tamatan SD & MI 63 Level 0 setelah selesai TK& RA Level 1 selesai kelas 2 SD & MI (akhir tahun ke-2) Level 2 selesai kelas 4 SD & MI (akhir tahun ke-4) Level 3 selesai SD & MI (akhir tahun ke-6) Kompetensi Tamatan SMP & MTs Level 4 selesai kelas 2 SMP & MTs (akhir tahun ke-8) Level 4A selesai kelas 3 SMP & MTS atau wajib belajar (akhir tahun ke-9) Kompetensi Tamatan SMA & MA Level 5 selesai kelas 1 SMA & MA (akhir tahun ke-10) Level 6 selesai kelas 3 SMA & MA (akhir tahun ke-12) (Sumber: Puskur BPP, Departemen Pendidikan Nasional). Pada level 0, kompetensi dan hasil belajar dari setiap rumpun pelajaran dan mata pelajaran diintegrasikan ke dalam bidang pengembangan TK & RA. Level ini merupakan tingkatan pencapaian prestasi anak setelah menyelesaikan pendidikan prasekolah melalui TK & RA, dan bukan merupakan prasyarat yang harus dicapai sebelum masuk sekolah dasar. Pada level 1, penekanan hasil belajar terletak pada kemampuan literasi. Level ini merupakan bagian dari pendidikan usia dini di sekolah dasar sehingga penetapan hasil belajar pada beberapa mata pelajaran, misalnya : Agama, Bahasa Indonesia, kewarganegaraan, Kesenian, Keterampilan, Pendidikan Jasmani, Sains dan Pengetahuan Sosial sangat diperlukan. Pada level 2, (akhir tahun ke-4) para siswa SD & MI diorientasikan untuk lebih menguasai konsep-konsep yang lebih abstrak secara bertahap. Pada level ini mata pelajaran yang disebut di level 1 diberikan secara berdiri sendiri tetapi dengan tetap memperhatikan keterkaitan dengan mata pelajaran lainnya. Pada level 3, penekanan hasil belajar adalah hasil penguasaan kompetensi tamatan SD & MI sebagai persiapan untuk beralih ke jenjang sekolah menengah. Pada level ini kompetensi mata pelajaran yang diberikan bertujuan untuk melatih meningkatkan kemandirian siswa dalam setiap aspek dalam masalah kehidupan yang di hadapinya sehari-hari. Pada level 4, kompetensi mata pejaran yang diberikan lebih diarahkan untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir dan penalaran proses __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 64 abstraksi siswa melalui konsep-konsep yang dipelajari serta penerapannya dalam memecahkan masalah sehari-hari. Pada level 4A yang diutamakan adalah pencapaian prestasi yang selaras dengan tujuan wajib belajar sembilan tahun serta pencapaian kompetensi tamatan SMP & MTs sebagai persiapan untuk beralih jenjang sekolah menengah atas. Pada level 5, akhir tahun ke-10, penekanan hasil belajar terletak pada pencapaian prestasi peserta didik untuk keperluan penjurusan di SMA & MA, di mana kompetensi dan hasil belajarnya masih pada penguasaan dasar-dasar kompetensi secara generik. Sedangkan untuk level 6, pencapaian prestasi siswa diarahkan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. Disamping itu para siswa juga diberikan penambahan pemantapan pembekalan keterampilan hidup agar mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif, baik sebagai mahasiswa, tenga kerja maupun individu. Secara rinci dan jelas, di dalam peta kompetensi TK & RA sampai dengan akhir tahun ke-12 telah diformulasikan rumusan kompetensi dasar dan hasil belajar sehingga guru sebagai curriculum implementer dapat menggunakannya sebagai pedoman dalam rangka melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). 3. Ciri-Ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Secara substansial cirri-ciri kurikulum berbasis kompetensi dapat dipaparkan sebagai berikut : (1) KBK menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. (2) KBK berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. (3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, serta menggunakan berbagai sumber belajar. (5) KBK berorientasi pada siswa agar dapat mandiri. (6) KBK menekankan penilaian proses untuk mengetahui ketercapaian kompetensi dan hasil belajar dengan tampilan indikator yang nyata. (7) KBK berorientasi pada standar mutu yaitu ukuran minimal yang ditetapkan tentang kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang harus diketahui, dilakukan dan dimahirkan oleh peserta didik pada setiap tingkatan secara maju dan berkelanjutan sebagai upaya kendali dan jaminan mutu. __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 65 Di samping ciri-ciri KBK seperti dipaparkan di atas, kurikulum berbasis kompetensi ini merupakan suatu sistem yang memiliki empat komponen yaitu: (1) Kurikulum dan Hasil Belajar, (2) Penilaian Berbasis Kelas, (3) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), dan (4) Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah. Secara ringkas masing-masing komponen dapat dijelaskan sebagai berikut : Kurikulum dan Hasil Belajar memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai umur 18 tahun, yaitu kompetensi tamatan TK & RA, kompetensi tamatan SD & MI, kompetensi tamatan SMP & MTs, dan kompetensi tamatan SMA & MA, dan sekaligus mencakup delapan macam pemeringkatan prestasi siswa atau level. Untuk pelaksanaan kurikulum di lapangan, terutama guru harus mencermatinya dengan baik sehingga dia dapat menentukan substansi silabus, kompetensi yang harus diajarkan, hasil belajar yang harus dicapai, standar untuk menilai pencapaian belajar siswa, dan perbaikan program. Sedangkan bagi pengambil keputusan, kurikulum dan hasil belajar ini dapat digunakan untuk ‘benchmarking’. Perbaikan program perencanaan dan pengembangan, penentuan akuntabilitas kinerja pelaksana pendidikan. Penilaian berbasis kelas memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan (on-going assesment) secara lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi dan hasil belajar yan telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai, serta peta kemajuan belajar peserta didik dan pelaporan. Kegiatan belajar mengajar (KBM) memuat gagasan-gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran yang dirancang untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkn serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik. Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Agar mutu hasil belajar dapat ditingkatkan maka di dalam pengelolaan kurikulum berbasis sekolah diperlukan adanya pembentukan jaringan kurikulum (school board/cirriculum council) atau tim perekayasa kurikulum, __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 66 pengembangan perangkat kurikulum (silabus), pembinaan dan pengembangan profesional tenaga kependidikan, dan pengembangan sistem informasi kurikulum. 4. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Proses pembelajaran berlangsung alamiah di mana siswa bekerja dan mengalami, sehimgga hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Implementasi kurikuklum berbasis kompetensi dengan contextual teaching and learning (CTL) mengarah pada upaya meningkatkan mutu pengajaran dan pembelajaran di tingkat pendidikan dasar dan menengah untuk mempersiapkan para peserta didik menghadapi tantangan masa depan. Walaupun dalam melaksanakan KBK ini terdapat banyak pekerjaan dan kegiatan akademik yang harus dikerjakan oleh guru, siswa serta anggota masyarakat lainnya, tetapi yang paling banyak terlibat adalah guru. Dalam hal ini gurulah yang paling banyak mengambil keputusan dan menjadi pelaksana operasional program kegiatan pendidikan sebagai pelaksana pendidikan yang langsung berhadapan dengan peserta didik, maka guru menduduki posisi yang sangat strategis. Dalam melaksanakan KBK guru dituntut harus profesional dan kreatif. Guru harus mampu menterjemahkan KBK yaitu mewujudkan rencana dan tujuan yang terkandung dalam KBK menjadi rencana dan tujuan yang nyata dalam bentuk rencana pengajaran atau satuan pengajaran secara tertulis yang pada tahap selanjutnya rencana dan tujuan tertulis ini akan ditransaksikan dengan peserta didik di kelas. Karena itu, rencana dan tujuan harus dirumuskan secara cermat dengan mengikuti rambu-ranmbu yang berlaku, misalnya : guru harus menyatakan tujuan secara jelas dengan mencantumkan kompetensi yang harus dicapai anak didik. Banyak hal yang harus dipertimbangkan, antara lain seberapa banyak, seberapa luas atau seberapa dalam kompetensi itu harus dicapai. Untuk pengajaran __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 67 bahasa misalnya, perlu secara jelas disebutkan kompetensi berbahasa dalam bentuk keterampilan atau kecakapan berbahasa apa dan seberapa banyak untuk jenjang program mana. Demikian pula halnya dengan cara untuk mencapai kompetensi tersebut juga harus direncanakan, dipilih serta dipersiapkan dengan baik agar kegiatan pembelajaran menjadi bermakna, bermanfaat dan menarik bagi siswa. Disamping itu, guru harus pula memilih berbagai variasi teknik belajar dan mengajar dan menyesuaikan dengan tujuan pembelajaran, materi serta kebutuhan pembelajar. Tak kalah pentingnya adalah pemilihan media untuk menujang kegiatan-kegiatan pembelajaran. Misalnya untuk pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara apakah diperlukan alat audio atau tidak, apakah diperlukan media visual atau tidak, atau mungkin langsung dihadapkan dengan benda-benda yang ada di lingkungan peserta didik. Untuk keterampilan membaca dan menulis, sarana apa saja yang dibutuhkan, apakah bahan-bahan otentik (authentic teaching material) atau ‘teacher-made material’, atau mungkin juga siswa ikut mencari bahan-bahan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Bahan-bahan ajar tersebut seyogianya bermanfaat dan bermakna bagi siswa dalam arti dapat menambah pengetahuan baru berdasarkan pengatahuan awal siswa (prior knowledge) melalui pengalaman-pengalaman belajar mereka dan proses seperti ini dalam CTL disebut konstruktivisme (constructivism). Hal yang perlu diperhatikan adalah guru dapat membawa siswa ke dalam situasi belajar yang dapat menghubungkan apa saja yang diperoleh di sekolah atau kelas dengan apa saja yang ada di kehidupan nyata mereka. Seringkali terjadi atau timbul pertanyaan di benak siswa atas apa yang terjadi di sekelilingnya (questioning), sehinga timbul keingintahuan (inqury) dengan tidak melupakan untuk melakukan refleksi (reflection) atas apa yang telah dikerjakan. Proses pembelajaran yang mencerminkan CTL, baik guru atau siswa atau bahkan nara sumber lain dapat menjadi model (modeling) yang dapat ditiru. Guru juga harus memfasilitasi dan mendorong para siswa untuk dapat saling membantu dan berbagi pengalaman dalam kelompok masyarakat belajar (learning community), dan dengan cara demikian akan terjadi hasil pembelajaran yang diperoleh berkat kerjasama antar teman, antar kelompok, antar mereka yang tahu ke mereka yang belum tahu. __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 68 Dalam CTL kemajuan belajar dinilai dari proses. Karena itu penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik. Dalam hal ini, guru perlu mengetahui gambaran perkembangan belajar siswa agar dia dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu: konstruktivisme (consturctivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Sebuah kelas diwarnai CTL apabila ketujuh komponen tersebut diterapkan dalam pembelajaran. Secara garis besar penerapan CTL dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah sebagai berikut : (1) Guru harus menanamkan pemikiran kepada peserta didik bahwa belajar akan lebih bermakna dengan bekerja sendiri, menemukan sendiri serta mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru. (2) Guru harus mendorong peserta didik agar sedapat mungkin mereka melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik. (3) Guru harus mengembangkan sifat atau rasa ingin tahu peserta didik dengan bertanya. (5) Guru harus menciptakan masyarakat belajar dengan membentuk kelompok-kelompok. (6) Guru harus menghadirkan model untuk digunakan sebagai contoh pembelajaran. (7) Guru harus mendorong peserta didik agar melakukan refleksi setiap akhir pembelajaran. (8) Guru melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara untuk mengetahui apakah peserta didik memang belajar. 5. Pendidikan Kecakaan Hidup (Life Skill Education) Kecakapan hidup merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang dalam menjalani hidup dan kehidupannya dalam statusnya sebagai mahkluk individu dalam konteks alam sekitar. Pada dasarnya kecakapan hidup ini diaktualisasikan terutama dalam kemampuan bersikap, kemampuan bertindak, dan kemampuan berperilaku dalam kehidupan nyata. Kecakapan hidup merupakan representasi nilai-nilai yang dimiliki seseorang sebagai konsekuensi logis adanya keluasan program pendidikan yang __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 69 dimiliki kandungan kecakapan hidup. Agar program pendidikan dapat menunjang pengembangan kecakapan hidup bagi setiap peserta didik, maka diperlukan suatu kurikulum yang berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup. Kurikulum yang demikian ini adalah kurikulum yang berdasarkan konsep kompetensi kecakapan hidup, dan hal ini telah difasilitasi oleh kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Hubungan yang erat antara kurikulum berbasis kompetensi dan pendidikan lingkungan hidup tampak adanya kerangka pengembangan pendidikan kecakapan hidup dan aspek-aspek kecakapan hidup sebagaimana dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasioanal (lihat Lampiran 1) Pada dasarnya terdapat tiga macam pola yang digunakan dalam menjabarkan kecakapan hidup di mana masing-masing pola memilki rincian aspek-aspek kecakapan hidup yang agak berbeda satu dengan yang lainnya tetapi intinya sama. Yang jelas bahwa kecakapan dasar atau generik yang diperlukan siapa saja harus ada pada diri orang tersebut, apapun pekerjaan seseorang maka harus ada kecakapan spesifik yang hanya terkait dengan pekerjaan tertentu. Pola 1 Kecakapan Hidup : a. Kecakapan Dasar : 1. Belajar mandiri. 2. Membaca, menulis, dan berhitung. 3. Kecakapan berkomunikasi. 4. Kecakapan berpikir. 5. Kecakapan kalbu 6. Kecakapan mengelola raga. 7. Kecakapan merumuskan kepentingan dan mencapainya. 8. Kecakapan berkeluarga dan sosial. b. Kecakapan Instumental 1. Kecakapan memanfaatkan teknologi. 2. Mengelola sumberdaya 3. Bekerjasama dengan orang lain. 4. Memanfaatkan informasi. 5. Menggunakan sistem. __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 70 6. Berwirausaha. 7. Kecakapan kejujuran. 8. Memilih dan mengenbangkan karier. 9. Menjaga harmoni dengan lingkungan. 10. Menyatukan bangsa. Pola 2 Kecakapan hidup a. General Life Skill 1. Kesadaran Diri : a. Sadar sebagai makhluk Tuhan b. Sadar akan potensi diri (fisik dan psikologik) c. Sadar sebagai mahkluk sosial d. Sadar sebagai mahkluk lingkungan 2. Kecakapan Berpikir : a. Kecakapan menggali informasi b. Mengelola informasi c. Menyelesaikan masalah secara kreatif dan arif d. Mengambil keputusan secara cepat dan tepat 3. Kecakapan Sosial: a. Kecakapan berkomunikasi b. Kecakapan bekerjasama b. Specific skill: Kecakapan yang terkait dengan pekerjaan yang ada di lingkungan dan ingin ditekuni. Pola 3 Kecakapan Hidup a. Personal Skill : 1. Kecakapan memelihara sukma atau roh 2. Memelihara raga b. Sosial Skill : 1. Memelihara hubungan dengan masyarakat umum 2. Memelihara hubungan dengan masyarakat khusus c. Environmental Skill : __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 71 1. Memelihara lingkungan nyata 2. Memelihara lingkungan gaib d. occupational skill: menguasai salah satu pekerjaan yang halal Seiring dengan kehadiran kurikulum berbasis kompetensi yang akan mewarnai pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah dalam waktu dekat, maka ada pertanyaan yang mendasar : Bagaimanakah implementasi pendidikan lingkungan hidup (life skill education) dalam pembelajaran ? Sesungguhnya pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup dapat dilakukan secara fleksibel tanpa harus mengubah kurikulum. Aspek-aspek kecakapan hidup dapat diintegrsikan dengan mata pelajaran atau pokok bahasan. Aspek-aspek yang telah diintegrasikan dapat dijadikan topik yang secara sengaja dikembangkan dan diukur hasilnya sebagai hasil pembelajaran. Adapun kegiatan-kegiatan yang mungkin dapat dilaksanakan dalam rangka implementasi pendidikan lingkungan hidup di sekolah berkisar pada hal-hal sebagai berikut : (1) Reorientasi pembelajaran : dari orientasi ke mata pelajaran semata menjadi kecakapan hidup. (2) Pengembangan dan penciptaan iklim sekolah yang kondusif bagi berkembangnya kecakapan hidup, khususnya yang terkait dengan sikap, karakter, dan kesadaran diri. (3) Penerapan manajemen sekolah yang diarahkan untuk mengembangkan pendidikan kecakapan hidup. 6. Penutup Tulisan dengan judul “Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan Kecakapan Hidup” telah mencoba mengulas tentang apa, bagaimana, dan mengapa KBK, serta implementasinya dengan mengedepankan pendekatan pengajaran dan pembelajaran kontekstual, dan pendidikan lingkungan hidup. Dengan kehadiran kurikulum berbasis kompetensi sebagai kurikulum baru, pengganti kurikulum lama, diharapkan bahwa guru sebagai ‘curriculum implementer’ di lapangan dapat memahami apa dan mengapa ada kurikulum baru, sekaligus memahami apa isi kurikulum baru tersebut sehingga mereka dapat menterjemahkan dengan sebaik-baiknya. Bagaimanpun guru tetap menduduki __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 72 posisi yang sangat strategis karena di dalam pengimplementasian kurikulum baru, guru menjadi ujung tombak. Keberhasilan pengimplementasian ini sangat tergantung pada kesiapan, semangat, dedikasi serta keiklasan guru itu sendiri. Semoga tulisan ini dapat memberikan secercah iluminasi bagi pelaksana pendidikan di lapangan terutama para guru di tingkat pendidikan dasar dan menengah, dalam memahami aspek-aspek yang ada pada pengajaran dan pembelajaran kontekstual (CTL) dan pendidikan kecakapan hidup (Life Skill Education) dalam kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning-CTL). Jakarta : Balai Pustaka. ------------ (2002) Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta. ------------ (2002) Kurikulum dan Hasil Belajar : Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMP & MTs. Jakrta : Puskur Balitbang Depdiknas. Johnson, E.B. (2002) Contextuel Teaching and Learnigng. Thousand Oaks, California : Corwin Press, Inc. Kasihani (2002) Authentic Assessment (Penilaian Otentik) Dalam Pembelajaran Bahasa. Makalah TOT-CTL Bidang Studi Bahasa Inggris P3G-IPS Malang. -------------- (2003) Pelaksanaan KBK Berpendekatan CTL & Life Skill. Makalah TOT-CTL Bidang Studi Bahasa Inggris. P3G-IPS Malang. Yasin, A. (1987) Pembaharuan Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan. Jakarta : Balai Pustaka. Yulaealawati, E. (2002) Kurikulum Berbasis Kompetensi : Kurikulum & Hasil Belajar (KHB). Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 ISSN 0215-8250 __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 73 ISSN 0215-8250 __ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003 74