PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN PENERAPANNYA DALAM KBK Dr. Nur Hadi, Dkk. BAB I PEMBARUAN PENDIDIKAN Sebuah Tuntutan A. Mengapa Perlu Pembaruan Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan, oleh karena itu, pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Nasional yang diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai itu, pendidikan harus adaptif dan terhadap perubahan zaman. Memasuki abad ke- 21 ini, keadaan sumber daya manusia kita sangat tidak kompetitif, menurut catatan Human Development Report tahun 3003 versi UNDP, peringkat HDI (Human Development Index) atau kualitas sumber daya manusia Indonesia berada diurutan 112. Indonesia jauh berada dibawah Filipina (85), Thailand (74), Malaysia (58), Brunai (31), Korsel (30), Singapira (28). Interbational Education Achievement (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada diurutan 38 dari 39 Negara yang disurvei. Sementara itu, Third Matemathics and science study (TIM 55), lembaga yang mengukur hasil pendidikan didunia, melaporkan bahwa kemampuan mamtematika siswa SMP kita berada diurutan ke- 34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan LPA siswa SMP kita berada diurutan ke- 32 dari 38 negara. Jadi keadaan pendidikan kita memang memprihatinkan. Untuk itu, pembaruan pendidikan harus terus dilakukan. Dalam konteks pembarua pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu disoroti, yaitu pembaruan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektifitas metode pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus konfrehensif dan renponsif terhadap dinamika sosial, relevan, tidak overload, dan mampu mengakomodasikan keragaman keperluan dan kemajuan tegnologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Dan secara mikro, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif dikelas, yang lebih memberdayakan potensi siswa. Ketiga hal itulah yang sekarang menjadi fokud pembaruan pendidikan Indonesia. B. Pembaruan Dalam Bidang Kurikulum Berbagai usaha telah dilakuakan DEPDIKNAS untuk mempernaiki mutu pendidikan Nasional. Salah satunya adalah berbasis kompetensi (KBK), sebagai penyempurnaan kurikulum Penyempurnaan kurikulum sebelumnya, yang cenderung content-based. memang harus dilakuakan untuk merespons tutuntan terhadap kehidupan kehidupan berdemokrasi, globalisasi dan otonomi daerah. Diera yang aka datang, fungsi pendidikan diperluan mencakup hak asasi manusia yang mendasar, modal ekonomi, sosial dan politik; alat pemberdayaan kelompok yang kurang beruntung , landasa budaya damai dan sebagai jalan utama menuju masyarakat belajar sepanjang hayat. Atas dasar pemikiran diatas, kurikulum perlu dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi, agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu Nasional dan internasional. Sistem pendidikan nasional harus dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, tegnologi, dan seni serta program pembelajarannya terhadap kepentingan daerah dan karakteristik peserta didik serta tetap memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan kurikulum yang berdiversifikasi. Dilihat dari tujuannya, kurikulum berbasis kompetensi ini ingin memusatkan diri pada pengembangan seluruh kompetensi siswa. Dengan KBK akan dibawa memasuki kawasan pengetahuan maupun penerapan pengetahuan yang didapatkan melalui pembelajaran. Selama ini hasil pendidikan hanya nampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkatan hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya. Tetapi pada kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam subtansi materinya. C. Megapa Pembelajaran Kontekstual Pola pikir sentralistik, dan uniformistk mewarnai pengemasan dunia pendidikan kita keputusan selalu dilaksanakan berdasarkan hierarky-birokrasi. Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih berma’na jika anak “mengalami” sendiri apa yang dialaminya, bukan “mengetahui” -nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dari kompetensi “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang, pendekatan kontekstual (contextual teaching abd learning/CTL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari karakteristiknya memenuhi harapan itu. Alasan mengapa pembelajaran kontekstual dikembangka sekarang ini: a. penerapan kontek budaya dalam pengembangan silabus, penyusunan buku pedoman guru, dan buku teks akan mendorong sebagian siswa untuk tetap tertarik dan terlibat dalam kegiatan pendidikan. b. penerapan penyusunan konteks buku sosial dalam pedoman, dan pembangunan buku teks yang silabus, dapat meningkatkan kekuatan masyarakat memungkinkan banyak anggota masyarakat untuk mendiskusikan berbagai isu yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat. c. penerapan konteks personal yang dapat meningkatkan keterampilan komunikasi, akan membantu lebih banyak siswa untuk secara penuh terlibat dalam kegiatan pendidikan dan masyarakat. d. penerapan konteks peningkatan ekonomi kesejahteraan akan sosial berpengaruh politik dapat terhadap meningkatkan kesejahteraan sosial. e. Penerapan konteks politik dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang berbagai isu yang dapat berpengaruh terhadap masyarakat. D. Apakah Pemdekatan Konstektual Itu Pendekatan konstektual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Hasil pembekajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berfikir kritis danmelaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Kontekstual hanyalah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, konstektual dikebangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif danbermakna. Pendekatan konstektual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. BAB II HAKIKAT PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL A. Latar Belakang Penerapan pembelajaran kontekstual di Amerika Serikat bermula dari pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916 mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progresivisme John Dewey. Intinya siswa akan belajar dengan baik apabila apa yangmereka pelajari berhubungan dengan apa yang mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif melatar belakangi pula filosofi pembelajaran kontekstual. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Melalui landasan konstruktivisme “CTL”dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi “CTL” siswa diharapkan belajar melalui mengalami, dengan menghafal. Menurut filosofi konstruktivisme, pengetahuan berdifat non-obyektif, temporer dan selalu berubah. Belajar adalah pemaknaan pengetahuan, bukan perolehan pengetahuan dan mengajar diartikan sebagai kegiatan atau proses menggali makna, bukan memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar. Hakikat teori konstruktivisme adalah bahwa siswa harus menjadikan informasi itu menjadi miliknya sendiri. Teori ini memandang siswa secara terus menerus memeriksa informasi-informas baru yang berlawanan dengan aturanaturan lama danmemperbaiki aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi – teori konstruktivis menuntut siswa berperan aktif dalam pembelajaran mereka sendiri. Karena itulah strategi ini disebut pengajaran yang terpusat pada siswa (student-centered intruction). Dalam pandangan konstruktivistik, kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan karena kontrol belajar dipegang oleh siswa itu sendiri. Tujuan pembelajaran ini menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktifitas yang kreatif dan produktif dalam konteks nyata. Dengan demikian, paham ini menolak pandangan behavioristik. B. Pengertian Pembelajaran Kontekstual Dewasa ini pembelajaran kontekstual telah berkembang dinegara-negara maju dengan berbagai nama. Di Negeri belanda berkembang apa yang disebut dengan Realistic Matematics Education (RME), yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di Amerika berkembang apa yang disebut Contekstual Teaching an Learning (CTL) yang intinya membantu guru ubtuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Sementara itu di Michigan juga berkembang Bonnected Matematics Project (MP) yang bertujuan mengintregasikan ide matematika kedalam konteks kehidupan nyata denga harapan siswa dapat memahami apa yang dupelajarinya dengan baik dan mudah. Definisi yang mendasar tentang pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilannya dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memcahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. C. Kunci dasar pembelajaran kontekstual The Northwest Regional Educarion Laboratory USA mengidentifikasikan adanya enam kunci dasar dari pembelajaran kontekstual, sebagai berikut: 1. Pembelajaran berma’na; pemahaman, dan penalaran pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa dalam mempelajari isi materi pelajaran. 2. Penerapan pengetahuan; adalah kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tataran kehidupan da fungsi dimasa sekarang atau dimasa yang akan dating. 3. Berfikir tingkat tinggi; siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berfikir kreatifnya dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan pemecahan suatu masalah. 4. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standart; isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar local, provinsi, nasional, perkembangan Iptek serta dunia kerja. 5. Responsif terhadap budaya; guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, ddan kebiasaan siswa, teman, pendidik dan masyarakat tempat ia mendidik 6. Penilaian autentik; penggunaan berbagai strategi penalarannya yang akan merefleksikan hasilbelajar sesungguhnya. BAB III TREN PAMIKIRAN TENTANG BELAJAR DAN PERAN PEMBELAJARAN KONSTEKTUAL A. Fokus Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa didalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan factor kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal berikut: 1. Belajar berbasis masalah (problem - based learning), yaitu suatu pendekatan pengajaran yangn menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tenrang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran 2. Pengajaran autentik (authentic intruction) yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna 3. Belajar berbasis inquiri (inquiry-based learning) yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metidologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna 4. Belajar berbasis proyek/tugas (project-based learning) yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehebsif dimana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalama materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. 5. Belajar berbasis kerja (work-based learning) yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa mrnggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbsis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali ditempat kerja. 6. Belajar berbasis jasa-layanan (service learning) yang memerlukan penggunaan metodelogi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa-layanan tersebut. 7. Belajar kooperatif (cooperative learning) yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa intuk bekerja sama dalam mencapai tujuan belajar. B. Lima Strategi Umum Pembelajaran Kontekstual Center menyampaikan Of Occupational lima strategi Reseach bagi And pendidik Development dalam rangka (CORD) penerapan pembelajaran kontekstual, yang disingkat react, yaitu: 1. Relating nyata. : Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan 2. Experiencing : Belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan (invention). 3. Applying : Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam konteks pemanfaatannya. 4. Cooperating : Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama dan sebagainya. 5. Transferring : Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi atau konteks baru. BAB IV STRATEGI PENGAJARAN YANG BERASOSIASI DENGAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL A. Pengajaran Berbasis Masalah. 1. ciri-cirinya pengajian pertanyaan atau masalah berfokus pada keterkaitan antar disiplin penyelidikan autentik menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya 2. Tujuan pembelajaran dan hasil belajar. Pengajaran memberikan berbasis informasi masalah sebanyak- dirancang banyaknya untuk kepada membantu siswa. Pengajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, memecahkan guru masalah, untuk dan keterampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui perlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri. 3. Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen. Lingkungan belajar dan sistem manajemen dalam pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh sifatnya yang terbuka, ada proses demokrasi, dan peranan siswa yang aktif. Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran yang terstruktur dan dapat diprediksi dalam pengajaran berbasis masalah, norma disekitar pelajaran adalah nama inkulri ternika dan bebas mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan peranan sentral siswa, bukan guru yang ditekankan. B. Pengajaran Kooperatif 1. Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif Saling ketergantungan positif Interaksi tatap muka Akuntabilitas individual Keterampilan untuk menjalin hubungan antara pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan 2. Perbedaannya dalam pembelajaran tradisional Kelompok belajar kooperatif Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalamam memimpin para anggota kelompok Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal Kelompok belajar heterogen, baik dari kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan lain sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan Kelompok belajar tradisional Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas Kelompok belajar biasanya homogen 3. Bagaimana cara melaksanakan pembelajaran kooperatif a. Metode STAD (Student Teams Achrevement Divisions) Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin Dkk dari Universitas John Hopkins dengan metode ini para giri mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis. b. Metode Jiq Saw Metode ini dikembangkan oleh Eilio Aronson dkk, dari Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dkk dengan metode ini kelas dibagi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks, ditiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. c. Metode GI (Group Investigation) Dikembangkan oleh Herbert Thelen, diperluas dan diperbaiki oleh shavan dkk dari Universitas Tel. AVIV. Metode ini sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif GI melibatkan siswa sejak perencanan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investidasi d. Metode struktural Dikembangkan oleh Spencer Kagen dkk, metode ini menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Untuk meningkatkan penguasaan isi akademik ada struktur yang memiliki tujuan umum dan ada pola struktur yang tujuannya Numbered mengajarkan Head meningkatkan keterampilan adalah penguasaan striktur sosial. yang akademik, Think-pair-share dapat sedangkan dan digunakan untuk struktur Active Listening dan Time Tokens adalah struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial. Think- Pair- Share Dikembangkan oleh Frank lyman dkkdari Universitas Maryland yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Metode ini memberikan pada para siswa waktu untuk berfikir dan merespon serta saling Bantu satu sama lain Numbered Head Together Dikembangkan oleh Spancer Kagan (1993) dengan melobatkan para siswa dalam mereviw bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. C. Pengajaran berbasis Inkulri Dalam pembelajaran dengan penemuan/inkulri, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorongnya siapa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Siklus Inkulri adalah (1) observasi; (2) bertanya (Question); (3) mengajukan dugaan (hipotesis); (4) pengumpulan data (data gathering); dan (5) penyimpulan (conclusion). Inkulri atau suatu proses yang bergerak dari langkah observasi sampai langkah pemahaman. BAB V MEMAHAMI KERANGKA DASAR KURIKULUM 2004 A. Mengapa kurikulum berbasis kompetensi menjadi pilihan Pokok pikiran yang melandasi KBK adalah: 1. Menyadari bahwa peningkatan mutu pendidikan selama ini belum mencapai pada taraf yang memadagi (critical mass) yang mampu meningkatkan taraf kegidupan masyarakat pada umumnya 2. Referensi mengenai mutu pendidikan perlu didudukkan secara utuh yang mencakup dimensi manusia Indonesia seutuhnya 3. Selama ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan makna mutu pendidikan yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif. B. Kerangka dasar kurikulum 2004 1. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum 2004 - Peningkatan keimanan, budi pekerti luhur, dan penghayatan nilai-nilai budaya - Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika - Penguatan integritas Nasional - Perkembangan pengetahuan dan tegnologi informasi - Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlanjut sepanjang hayat 2. Prinsip-prinsip pelaksanaan - Kesamaan memperoleh kesempatan - Pendekatan menyeluruh dan kemitraan - Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan - Standar kompetensi disusun pusat dan cara pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing daerah atau sekolah dimadrasah. BAB VI IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM KBK A. Apakah KBK itu? KBK adalah perangkat rencana dan pengaturan tentang Kompetensi dan hasil belajar siswa yang ingin dicapai Strategi belajar – mengajar yang digunakan Sistem penilaian yang diacu Pemberdayaaan sumber daya pendidikan B. Bagaimana karakteristik utamanya Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi Kurikulum dapat diperluas, diperdalam dan disesuaikan – potensi siswa (normal, sedang, dan tinggi) Berpusat pada siswa Orientasi pada proses dan hasil Pendekatan pada metode yang digunakan beragam, bersifat kontekstual Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetaguan Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar Belajar sepanjang hayat Belajar mengetahui (learning how to know) Belajar melakukan (learning how to do) Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be) Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to leave together) C. Bagaimana sistem penilaiannya Berorientasi kompetensi hasil belajar dan indikatornya Penilaian berbasis kelas menilai apa yang seharusnya dinilai, bukan apa yang diketahui siswa Menekankan proses dan hasil belajar Berkelanjutan dan komprehensif Alat penilaian Tes kinerja : disiplin, kerjasama, kepemimpinan, dan inisiatif dikelas Hasil karya : laporan, gambar, bangun, tulisan, benda, karya seni. Tes tertulis : hasil ulangan Proyek : bekerja dalam tip Portofolio : kumpulan belajar siswa dalam, satu pembelajaran, yaitu semester/pertahun D. Hierarky tujuan pendidikan Nasional apa yang dicapai Tujuan pendidikan nasional dijabarkan menjadi: 1. kompetensi nilai kurikulum 2. kompetensi tamatan 3. kompetensi rumpun mata pelajaran 4. kompetensi dasar mata pelajaran kompetensi kompetensi dasar hasil belajar indicator hasil belajar E. Bagaimana kedudukan pendekatan kontekstual dalam KBK? Kontekstual merupakan sebuah pendekatan pendekatan pembelajaran yang berpijak pada keinginan untuk menghidupkan kelas, kelas yang hidup adalah kelas yang memberdayakan siswa dengan segala aktifitas belajarnya untuk mencapai kompetensi yang diinginkan. Sementara secara umum berisi daftar kompetensi minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk semua jenjang pendidikan Dlam hubungan semacam itu, pendekatan kontekstual berperan sebagai strategi untuk mencapai, sedangkan KBK sebagai acuan kompetensi minimal. Jadi, kontekstial adalah sebuah strategi pembelajaran. KBK merupakan pedonam yang berisi gambaran tujuan pendidikan Nasional, pengaturan jejnang sekolah, dan skripsi bidang studi, daftar kompetensi perbidang studi yang ingin dicapai, sistem penilaian, dan pengelolaa sekolah. F. Lalu, kapan pendekatan kontekstual telah diterapkan dalam KBK? Ketika guru mengajarkan apa yang harus diajarkan! Bukan hanya sekedar pengetahuan tentang “X”. Ketika guru ingin mencapai kompetensi dasar yang ditargetkannya, bukan “menyelesaikan materi”. Ketika pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari Ketika siswa mencari, menemukan, dan menkontruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilanya. Ketika kelas “hidup” (siswa bekerja dan berlatih), bukan guru acting dipanggung murid menonton. Ketika setiap pelajaran akan dimulai, siswa berteriak “Hore, pelajaran IPA!” “Hore, pelajaran matematika!” “ asyik, pelajaran Al- Qur’an!” “Asyik, pelajaran bahasa inggris” Ketika guru menilai apa ysng seharusnya dinilai, bukan melulu menilai pengetahian siswa. Ketika guru mengumpulkan nilai dari proses, produk, kinerja dan tes. BAB VII MERANCANG PELATIHAN (TOT) Pembelajaran kontekstual A. Hakikat Pelatihan Kontekstual DEPDIKNAS saat ini sedang mensosialisasikan kurikulum KBK dan mengembangkan pembelajaran berbasis konteks. Kedua pendekatan itu jelas memiliki benang merah sengan semangat otonomi saat ini. Harapan utamanya adalah agar hasil pendidikan lebih berma’na bagi kehidupan siswa. Saat ini, KBK dan perangkat pendukungnya menjadi harapan para ahli dalam upaya ‘memberdayakan’ siswa secara maksimal. Kelas yang “diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi diluar sekolah yang demikian cepat. Kurikulum tersebut menyempurnakan dari kurikulum 1994. dengan pernyataan sederhana, perubahan kurikulum 1994 menjadi KBK, dalam rangka menrubah pandangan dari ‘anak tahu apa’ kepandangan “anak bisa apa”. Uuntuk mencapai itu, perlu dikembangkan setrategi belajar yang relevan. Ada banyak pilihan konsep pembelajaran yang efektif. Dan, semuanya dari salah satunya adalah pendekatan kontekstual, yang sekarang sedang dikembangkan. Sebagai pendekatan baru, pendekatan kontekstual perlu dikenal para guru. Untuk itu TOT, pelatihan, lokakarya, seminar, perlu dilakukan diberbagai daerah sesuai dengan karakteristik pembelajarannya yang mengutamakan aktifitas siswa, pelatihan kontekstual dirancang penuh dengan aktifitas, bekerja, demonstrasi, pemodelan, bernyanyi, dan menghasilkan karya. B. Prinsip Pelatihan Pembelajaran Kontekstual Pada hakikatnya, pelatihan kontekstual adalah memperkenalkan strategi pembelajaran yang dikenal senagi pendekatan kontekstial. Itu artinya tutor memperkenalkan bagaimana kelas pembelajaran kontelstial itu dirancang, permodelan pembelajran menjadi strategi kunci. Dalam pemodelan itu, para guru mengnal ketujuh komponen pembelajaran kontekstual sertta landasan filosofisnya yaitu contructivism, inquiry, question, learning, community, modeling, reflection, dan authentic assesmant. Sebuah pembelajaran dikatakan berbasis kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen itu. Prinsip yang mendasari pelatihan pembelajaran kontekstual, antara lain: 1. Inti dari pembelajaran kontekstual adalah incuiry (menemukan). Jadi, pembelajaran harus selalu dikemas dalam format “siswa menemukan sendiri”. Demikian pula pelatihannya, pelatihan pembelajaran kontekstial harus didesain agar para peserta bekerja dan menemukan sendiri. 2. Ciri dari pelatihan pendekatan kontekstual kontekstial, peserta adalah harus bekerja diajak sesuai dengan meemukan ciri sendiri bagaimana pembelajaran kontekstual dilaksanakan dikelas. Untuk itu, metode pelatihanya menekankan ada contoh aplikasinya atau pemodelan (modeling).