masalah-masalah penerapan model pembelajaran sains dengan

advertisement
ISSN 0215-8250
MASALAH-MASALAH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS
DENGAN PENDEKATAN STARTER EKSPERIMEN (PSE) DALAM
PEMBELAJARAN SAINS DI SEKOLAH DASAR
oleh
I Wayan Subagia
Jurusan Pendidikan Kimia
Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja
ABSTRAK
Salah satu masalah yang sering luput dalam penerapan sebuah model
pembelajaran inovatif di sekolah adalah masalah-masalah yang dihadapi guru di
sekolah. Dalam menerapkan sutau model pembelajaran baru, guru berhadapan
dengan sejumlah masalah yang bersumber dari keadaan pribadi guru dan keadaan
lingkungan sekolah. Seorang guru yang telah lama mengajar mengalami kesulitan
dalam mempelajari maupun dalam menerapkan model pembelajaran baru karena
mereka telah terbiasa dengan cara pembelajaran yang digunakan sebelumnya.
Lingkungan sekolah yang meliputi terbatasnya waktu efektif pembelajaran di
kelas, terbatasnya fasilitas pembelajaran yang tersedia, dan jumlah siswa perkelas
yang terlalu banyak, membuat guru tidak berdaya dan harus memilih cara
pembelajaran yang paling efisien tanpa memperhatikan proses belajar siswa. Oleh
karena itu, kegagalan penerapan sebuah model pembelajaran sering bukan
disebabkan oleh ketidaksesuaian model tersebut, melainkan karena model tersebut
belum diterapkan dengan baik sesuai dengan lingkungan pembelajaran yang
dituntut dalam model.
Kata kunci: model pembelajaran, sains, sekolah dasar.
ABSTRACT
One of the problems usually ignored in introducing a new model of
teaching and learning in schools is teachers’ problems. In using a new model of
teaching and learning, teachers face with a number of problems, which come from
them selves and from their schools environment. A teacher who already taught for
a few years has problems in learning and implementing a new model of teaching
and learning because he or she is already familiar with the model used earlier on.
The environment of the schools, such as limited effective time of teaching in class,
limited school facilities, and a big number of students in one class, makes the
teacher feels miserable and chooses the most efficient model of teaching ignoring
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003
ISSN 0215-8250
the process of learning of the students. Therefore, the unsuccessful of the
implementation of a model of teaching and learning often is not determined by the
inappropriateness of the model, but due to the model itself has not been used
properly according to the school environment required for the model.
Key words: model of teaching and learning, science, primary schools.
1. Pendahuluan
Akhi-akhir ini banyak sekali terdapat berbagai inovasi model pembelajaran
yang dikembangkan oleh para pakar pendidikan. Namun demikian, peningkatan
kualitas pembelajaran tidak tampak meningkat secara signifikan. Hampir setiap
pengembangan atau pengenalan model pembelajaran baru diawali oleh dua
argumentasi yang menyatakan bahwa rendahnya mutu pembelajaran disebabkan
oleh guru umumnya masih menggunakan model “konvensional” dalam
pembelajaran dan
bahwa model pembelajaran yang diperkenalkan atau
dikembangkan mempunyai keunggukan-keunggulan komparatif dibandingkan
dengan model “konvensional.” Di pihak lain, model pembelajaran yang
dinyatakan “konvensional” tidak terdefinisikan dengan jelas. Hal tersebut memberi
indikasi bahwa ada kesenjangan antara gagasan teoritis sebuah model
pembelajaran dengan realita pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
Untuk mengetahui dan memahami masalah-masalah penerapan sebuah
model pembelajaran “inovatif” di sekolah, maka dalam penelitian ini dikaji secara
mendalam masalah-masalah penerapan model pembelajaran sains dengan PSE
dalam pembelajaran sains di sekolah dasar. Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi dalam menerapkan
sebuah model pembelajaran di sekolah.
Hasil kajian dari penelitian ini memberikan manfaat praktis baik kepada
para peneliti atau pengembang model pembelajaran ataupun kepada para guru
sebagai praktisi pembelajaran di sekolah. Para peneliti atau pengembang model
pembelajaran dapat menggunakan temuan ini sebagai panduan dalam merancang
model agar model yang disusun bernilai praktis, artinya dapat dengan mudah
diterapkan oleh guru di sekolah. Para guru sebagai pelaksana pembelajaran di
sekolah dapat menggunakan temuan penelitian ini sebagai acuan dalam melakukan
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003
ISSN 0215-8250
atau menghadapi inovasi pembelajaran yang harus terjadi dalam perkembangan
pendidikan sehingga tidak selalu mempunyai pikiran dan perasaan pisimis
terhadap keberhasilan sebuah inovasi. Sebaliknya, sebuah inovasi pembelajaran
hendaknya dapat digunakan sebagai tantangan dalam pengembangan karir sebagai
guru.
Secara teoritis, sains yang dipelajari di sekolah terdiri atas dua aspek utama
sains, yaitu sains sebagai produk dan sains sebagai process (Lawson, 1995).
Produk sains yang menjadi bahan ajar berupa fakta, konsep, prinsip atau
generalisasi, teori, dan hukum (Martin, 1997). Berdasarkan hasil penelitian
Subagia, dkk. (2002), produk pengetahuan sains yang menjadi isi materi ajar sains
sekolah dasar (SD) terdiri atas: 12,7% fakta, 40,7% konsep, 35,6% prinsip atau
generalisasi, dan 11% aplikasi konsep. Teori dan hukum tidak termasuk
pengetahuan sains yang menjadi materi ajar di SD, walaupun gejala-gejala alam
yang dipelajari di SD merupakan gejala yang dapat dijelaskan berdasarkan hukum,
misalnya gejala terapung, melayang, dan tenggelam berhubungan dengan Hukum
Archimedes. Proses sains dikemas dalam model pembelajaran dengan PSE yang
meliputi pembelajaran keterampilan-keterampilan sains. Keterampilanketerampilan sains yang diajarkan dengan PSE antara lain keterampilan
mengamati, merumuskan masalah, merumuskan dugaan, menyusun desain
percobaan, melakukan percobaan pembuktian, dan melaporkan temuan hasil
percobaan (Subagia, dkk., 2003).
PSE merupakan model pembelajaran yang mengetengahkan gejala alam
sebagai percobaan awal yang berfungsi sebagai media bagi anak melatih
keterampilan melakukan pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan, siswa secara berturut-turut dilatih untuk merumuskan masalah,
merumuskan jawaban sementara dari masalah yang dirumuskan (hipotesis),
mendesain percobaan, melalukan percobaan, dan melaporkan hasil percobaan.
Masing-masing tahapan disertai dengan diskusi kelas yang dipandu guru untuk
mengklarifikasi tahapan-tahapan yang telah dilakukan. Tahapan selanjutnya
dilakukan apa bila tahapan sebelumnya telah dipahami bersama. Dalam
pembelajaran ini, guru berperan sebagai manajer dan fasilitator pembelajaran,
sedangkan siswa berperan aktif sebagai pelaku pembelajaran dalam setiap langkah
pembelajaran. Dapat dinyatakan bahwa pembelajaran sains dengan PSE
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003
ISSN 0215-8250
menggeser pusat pembelajaran dari pembelajaran yang berpusat pada guru
(teacher centered) menuju pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (students
centered) (Subagia, 2003).
Dalam kurikulum baru (Kurikulum Berbasis Kompetensi), aspek
keterampilan proses sains mendapat penekanan tersendiri sebagai salah satu materi
pokok pelajaran dengan nama “melakukan kerja ilmiah.” Materi tersebut menuntut
sasaran pembelajaran berupa kompetensi kerja ilmiah yang antara lain menuntuk
kemampuan siswa untuk melakukan penyelidikan ilmiah, berkomunikasi ilmiah,
menunjukkan kreativitas dalam memecahkan masalah, dan mampu bersikap ilmiah
(Depdisnas, 2003).
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 2 buah SD yang ada di kota Singaraja, yaitu SD
3 Banjar Jawa dan SD 1 Kampung baru. Guru yang terlibat dalam penelitian ini
sebanyak 6 orang, yaitu mereka yang mengajar sains di kelas 3, 4 dan 5 dimasingmasing sekolah.
Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahapan pokok, yaitu pelatihan guru
tentang pembelajaran sains dengan PSE dan pelaksanaan pembelajaran sains
dengan PSE dimasing-masing sekolah. Pada tahap pertama, keenam orang guru
diberikakan pelatihan tentang pembelajaran sains dengan PSE selama satu minggu.
Kegiatan pelatihan guru terdiri atas 1) penjelasan tentang hakikat PSE, 2)
demonstrasi pembelajaran sains dengan PSE, 3) diskusi guru dengan peneliti
tentang PSE, 4) persiapan pembelajaran dengan PSE, dan 5) latihan pembelajaran
dengan teman sejawat (peer teaching). Pada tahap kedua, guru melakukan
pembelajaran sains dengan PSE di sekolah masing-masing. Tiap-tiap guru
melakukan pembelajaran dalam dua pokok bahasan yang berbeda, yaitu pokok
bahasan tumbuhan dan benda di kelas 3, pokok bahasan air dan batuan di kelas 4,
dan pokok bahasan makanan dan cahaya di kelas 5.
Pengambilan data dilakukan melalui observasi kelas dan wawancara.
Observasi kelas dilakuka untuk melihat pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi tentang perasaan dan pikiran
yang dialami guru selama mencobakan model pembelajaran. Informasi yang
diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan metode interpretatif. Hasil-hasil
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003
ISSN 0215-8250
penelitian yang telah dimaknai oleh peneliti disajikan secara deskriptif sesuai
dengan masalah-masalah pokok yang ditemukan.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran di kelas difokuskan pada
tiga aspek, yaitu kemampuan guru mengelola pembelajaran sesuai dengan PSE,
tahapan pelaksanaan pembelajaran, dan partisipasi anak dalam pembelajaran.
Secara umum, kemampuan guru-guru dalam mengelola pembelajaran
sudah baik. Tahapan-tahapan pembelajaran yang dilakukan adalah sebagai berikut.
(1) Guru mendata kehadiran siswa. (2) Guru menyiapkan SE di depan kelas. (3)
Guru mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok dan memberikan LKS.
(4) Guru menyuruh siswa secara berkelompok melakukan pengamatan terhadap
SE yang ada di depan kelas. (5) Guru mendiskusikan hasil pengamatan siswa
secara bersama-sama dengan menuliskan hasil pengamatan mereka di papan. (6)
Guru menyampaikan permasalahan kepada siswa untuk diberikan jawaban
sementara (hipotesis). (7) Guru menyuruh siswa untuk membuat cara (desain)
percobaan pembuktian. (8) Guru menyuruh siswa membuktikan dugaannya
melalui percobaan. (9) Guru meminta siswa untuk menyampaikan hasil yang
diperoleh. (10) Guru mendiskusikan hasil percobaan siswa dan memberikan
klarifikasi sambil menyajak siswa mengerjakan LKS.
Namun demikian, tidak semua tahapan pembelajaran dapat dilakukan
dengan baik oleh semua guru. Beberapa guru masih mengalami beberapa
hambatan dalam menerapkan model pembelajaran dengan PSE pada langkahlangkah tertentu. Adapun langkah-langkah yang belum dapat dilaksanakan secara
sempurna adalah (1) merespon hasil pengamatan siswa, (2) mengajukan masalah
berdasarkan hasil pengamatan siswa, (3) membimbing siswa mendesain
percobaan, dan (4) menyimpulkan/mengklarifikasi temuan-temuan siswa. Faktafakta tersebut menunjukkan bahwa guru kurang mempunyai keterampilan
mendayagunakan situasi pembelajaran yang muncul di kelas secara tiba-tiba.
Dalam melanjutkan pelajaran, guru cenderung terpaku pada persiapan
pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Sebagai akibatnya, hal-hal inovatif
atau hasil kreativitas siswa yang muncul belum dapat dimanfaatkan sebagai bagian
dari proses pembelajaran secara utuh.
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003
ISSN 0215-8250
Hambatan-hambatan lain yang terpantau dalam observasi kelas, antara lain
kemampuan guru mengatur siswa yang jumlahnya banyak, merespon tanggapan
siswa, dan menggunakan respon siswa sebagai acuan menuju tahapan
pembelajaran selanjutnya. Dalam tahap pengamatan awal, siswa yang jumlahnya
relatif banyak memerlukan waktu pengamatan yang cukup lama. Dalam hal ini
guru telah mengatasi dengan pelaksanaan pengamatan secara berkelompok, namun
dengan jumlah kelompok antara 5 – 7 kelompok hasil pengamatan tiap-tiap
kelompok tidak dapat ditampung di papan tulis. Kejadian semacam ini pada
pembelajaran berikutnya diperbaiki dengan menuliskan hasil pengamatan siswa di
papan tulis secara acak dengan mengambil 3 atau 4 kelompok dari 7 kelompok
yang ada.
Dalam merespon tanggapan siswa terhadap hasil pengamatannya guru
belum sigap. Sebagai contoh dapat diilustrasikan pada kegiatan belajar berikut.
Pada pokok bahasan tumbuhan di kelas tiga, guru memberikan starter
eksperimen (SE) berupa tanaman bunga kembang kertas dalam pot.
Setelah siswa dikelompokkan, masing-masing kelompok disuruh
mengamati tanaman dalam pot yang ditaruh di depan kelas. Secara
bergiliran, siswa mengamati dan mencatat hasil pengamatannya
bersama kelompok. Setelah semua kelompok selesai melakukan
pengamanan, guru meminta siswa menyebutkan hasil pengamatannya
dan guru menuliskan hasil pengamatan tersebut di papan tulis. Secara
umum, hasil pengamatan siswa adalah daun, batang, bunga, duri,
cabang. Beberapa kelompok mencantumkan akar sebagai salah satu
hasil pengamatannya selain yang ditulis di atas.
Hasil pengamatan siswa yang mencantumkan akar sebagai salah satu hasil
pengamatan adalah sebauah masalah karena pada tanaman pot yang diamati siswa
akarnya tidak kelihatan. Hal ini berarti siswa tidak benar-benar menulis hasil
pengamatannya, melainkan menulis hasil interpretasinya. Dalam hal ini, guru
bersangkutan tidak memberikan komentar terhadap hasil pengamatan siswa yang
kurang tepat. Oleh karena itu, guru dipandang belum mampu memberikan respon
atas tanggapan siswa yang bermanfaat untuk pembelajaran.
Dalam melanjutkan pembelajaran, guru belum banyak memanfaatkan
respon-respon siswa, mereka lebih banyak melanjutkan pelajaran dengan
menggunakan strategi yang mereka telah persiapkan sebelumnya. Misalnya,
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003
ISSN 0215-8250
dengan menyimak ilustrasi di atas, kekeliruan yang dibuat siswa dengan
mencantumkan akar sebagai hasil pengamatan dapat ditindaklanjuti sebagai suatu
dugaan yang perlu dibuktikan. Siswa diberikan tugas untuk membuktikan apakah
setiap tumbuhan mempunyai akar. Pembuktian terhadap dugaan tersebut akan
membawa kajian materi pada simpulan yang diinginkan, yaitu tumbuhan terdiri
atas akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji.
Dari sisi proses belajar yang dialami siswa, pelaksanaan pembelajaran
dengan PSE telah mampu mengubah proses belajar yang monotun yang
didominasi guru menjadi sebagian dilakukan oleh siswa. Siswa tampak sangat
antusias untuk melakukan pengamatan secara berkelompok dan membandingkan
pengamatannya dengan hasil pengamatan kelompok-kelompok lainnya. Tidak
jarang, di kelas terjadi fenomena saling “ejek” antar kelompok siswa karena ada
siswa yang menyampaikan hasil pengamatan yang tidak sesuai, kurang, atau
menggunakan bahasa daerah karena istilah tersebut belum diketahui anak.
Hampir semua aktivitas anak dalam pembelajaran dapat dinyatakan positif.
Namun, karena siswa sangat kreatif terkadang guru kewalahan memberikan
tanggapan. Rasa kewalahan guru disebabkan oleh pengetahuan guru yang terbatas
dan guru merasa terdesak oleh waktu untuk menyelesaikan materi pelajaran.
Sehubungan dengan dua hal tersebut, maka pendidikan atau pengetahuan guru
perlu ditingkatkan baik yang berhubungan dengan isi materi pelajaran maupun
cara pembelajarannya. Di samping itu, dapat dinyatakan bahwa jika dalam
mpembelajaran ingin memberikan penekanan lebih banyak pada proses belajar,
maka secara otomatis matari pembelajaran hendaknya dapat diharmonisasi. Dalam
hal ini, pemerintah melalui draf kurikulum baru telah melakukan harmonisasi isi
materi pelajaran dengan orientasi pembelajaran diarahkan pada pembentukan
kompetensi hasil belajar (Depdiknas, 2001).
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru diperoleh beberapa informasi
penting yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Informasiinformsi tersebut antara lain 1) penggunaan waktu efektif untuk pembelajaran, 2)
waktu guru untuk menyiapkan materi pelajaran, dan 3) penguasaan guru terhadap
materi pelajaran.
Pada saat penelitian ini dilakukan, waktu siswa belajar tergolong kurang.
Banyak waktu belajar digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain, seperti pertemuan
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003
ISSN 0215-8250
guru, mengikuti lomba-lomba, dan upacara penyambutan pejabat yang
menyebabkan waktu belajar tidak dapat digunakan untuk belajar. Sebagai
akibatnya, guru merasa waktu pembelajarannya kurang, sehingga dalam
melaksanakan pembelajaran terkesan tergesa-gera karena takut materi pelajaran
yang diprogramkan pada semester bersangkutan tidak habis.
Secara jujur guru mengakui bahwa mereka tidak mempunyai banyak waktu
untuk mempersiapkan materi pelajaran, sehingga ketika diperkenalkan modelmodel pembelajaran baru mereka merasa agak tertekan karena harus mempelajari
dan memahami model tersebut dan kemudian mencoba menerapkannya di kelas.
Beberapa guru menggunakan waktu luangnya untuk melakukan kegiatan lain
untuk menolong ekonomi keluarga. Fakta lain yang mendukung temuan tersebut
adalah ditemukannya data bahwa beberapa guru tidak mau mengajar pada jenjang
kelas yang berbeda dengan alasan tidak mau mempelajari materi yang baru lagi.
Fakta-fakta tersebut berkaitan dengan temuan ketiga, yaitu banyak guru
yang kurang menguasai materi pelajaran. Hal tersebut terungkap ketika guru
diajak berdiskusi tentang materi pelajaran. Sebagai akibat dari kekurangfahaman
guru terhadap materi pelajaran, guru cendrung tidak banyak memberikan
kesempatan siswa untuk bertanya dalam pembelajaran dan berusaha
mengembalikan pembelajaran seperti yang disiapkan dari rumah atau sesuai
dengan materi yang ada di buku. Kreativitas siswa yang didorong oleh rasa ingin
tahu mereka tidak mendapat tempat dalam pembelajaran. Banyak guru merasa
aman mengajar dengan cara eksposisi karena dengan cara tersebut guru secara
tidak langsung dapat memperlihatkan superioritasnya terhadap siswa. Tentu,
pikiran semacam itu hendaknya diminimalkan dalam pembelajaran modern karena
superioritas guru dalam menguasai bahan ajar tidak perlu ditunjukkan dan yang
lebih penting untuk dilakukan adalah usaha-usaha guru untuk memfasilitasi anak
untuk belajar sehingga anak-anak terdorong untuk belajar secara menyenangkan
(joyful learning).
4. Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam merapkan
model pembelajaran baru di sekolah guru mempunyai berbagai masalah yang
menyebabkan penerapan model pembelajaran yang diyakini secara teoritis lebih
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003
ISSN 0215-8250
baik menjadi tidak memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan di kelas. Hal
tersebut terjadi bukan disebabkan oleh model pembelajaran yang diperkenalkan
terlalu “idealis,” melainkan kerena belum dipraktekkan sesuai dengan tuntutan
teoritisnya. Beberapa masalah yang dihadapi guru di sekolah adalah jumlah waktu
efektif siswa untuk belajar di kelas, waktu guru mempersiapkan materi pelajaran,
penguasaan guru terhadap materi pelajaran, jumlah siswa, keadaan sarana dan
prasarana yang jauh di bawan standar pelayanan minimal, dan kemauan guru
untuk meningkatkan diri, baik dalam menguasai materi pelajaran maupan
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Berkenaan dengan temuan tersebut, kepada para pengembang model
pembelajaran disarankan agar dalam menguji model pembelajaran diperhatikan
dan dipenuhi dengan baik syarat-syarat yang dituntut oleh sebuah model.
Misalnya, untuk mengembangkan model belajar kelompok jumlah anggota
kelompok dan jumlah kelompok yang ada harus sesuai dengan kemampuan guru
mengelola, untuk mengembangkan model pembelajaran mandiri harus
memperhatikan kemampuan anak-anak untuk madiri dan fasilitas pembelajaran
yang disediakan. Kepada para guru disarankan agar meningkatkan kemauan untuk
mempelajari dan menggunakan model-model pembelajaran inovatif dalam
pembelajaran sains.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata pelajaran Sains Sekolah
Dasar. Jakarta.
Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi: Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menengah
Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta.
Lawson, Anton E. 1995. Science Teaching and the Development of Thinking.
Belmont: Wadsworth Publishing Company.
Martin, D. J. 1997. Elementary Science Methods: A Constructive Approach.
Albany: Delmar.
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003
ISSN 0215-8250
Subagia, dkk. 2002. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains Sekolah Dasar
dengan Pendekatan Stanter Eksperimen (PSE). Laporan penelitian tahap I.
Lembaga Penelitian IKIP Negeri Singaraja.
Subagia, dkk. 2003. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains Sekolah Dasar
dengan Pendekatan Stanter Eksperimen (PSE). Laporan penelitian Tahap
II. Lembaga Penelitian IKIP Negeri Singaraja.
Subagia, dkk. 2003. Model Pembelajaran Sains Sekolah Dasar dengan Pendekatan
Stanter Eksperimen (PSE). Jurnal Pendidikan MIPA TH. I Oktober 2003
FPMIPA IKIP Negeri Singaraja (dalam Proses).
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVI Oktober 2003
Download