PERBANDINGAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS TEORITIS KENDALI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA MENGELOLA KINERJA ORGANISASI Oleh : Parlagutan Silitonga Dosen STEIN, Jakarta Abstract The impact of management of human resources in managing the corporate performance is the core of this study by analyzing the previous study. The analysis in organization life cycle has fixed the steps to be taken in developing the output at all stages of life cycle. It is found that the role of human resource management in developing competencies and in controlling high performance culture and inisiative to set up individual performance are the key to contribute to corporate performance and staff as well. Key words: management, human resource. Organization life cycle, core, impacts. A. LATAR BELAKANG Kinerja manusia dengan kinerja perusahaan pada daur hidup organisasi tertentu guna mengetahui apa yang harus dilakukan, siapa yang melakukan dan pada tahap mana harus melakukannya serta apa pilihan yang tersedia. Pilihan merupakan hasil ilmiah yang menjadi praktek baik dalam organisasi yang bermuara pada praktek terbaik dalam industri tertentu. B. TUJUAN Studi tentang modal manusia mempengaruhi kinerja perusahaan merupakan inti studi ini. Studi dilakukan untuk menentukan apa yang terbaik bagi perusahaan dalam menggunakan sumber daya manusia yang terbatas dengan memastikan input, proses dan output. C. STUDI KENDALI MSDM 1. Penelitian Snell & Youndt Di Taiwan Berikut pekerjaan Snell (1992) dan Snell & Youndt (1995) studi yang berfokus pada mekanisme birokrasi secara eksklusif. Praktek MSDM ini dapat dikombinasikan ke dalam 3 tipe sistem kendali: kendali perilaku, keluaran, dan masukan. Menurut Snell dan Youndt (1995) kendali perilaku berarti bahwa tanggung jawab distandarkan dan diberlakukan dari atas ke bawah dengan menyampingkan prosedur dan metode. Pegawai akuntabel atas tindakannya, abai hasilnya. Penilaian didasarkan pada observasi supervisor atas perilaku bawahannya. Umpan balik dijadikan perangkat remedial. Kendali keluaran/output merujuk pada sasaran kinerja yang telah dirancang bersama. Penilaian kinerja bawahan didasarkan pada hasil-hasil yang dicapai dan imbalan berupa uang berkaitan erat dengan hasil kinerjanya. Kendali masukan mengacu pada kekuatan seleksi karyawan masuk dan pelatihan yang membantu mensosialisasikan kepada pegawai memastikan bahwa mereka memiliki kemampuan yang dipersyaratkan begitu juga dengan tujuan sosialisasi memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai dan sasaran organisasi. Dengan cara ini mereka dimungkinkan dapat bertindak untuk kepentingan diri sendiri dan organisasi. Banyak perusahaan-teknologi tinggi menggunakan praktek MSDM menarik dan menahan orang-orang kreatif (Balkin & GomezMejia, 1987). Tahapan dalam DHO merupakan kunci penentu praktek MSDM dan efektifitasnya dalam mencapai sasaran perusahaan. Dewasa ini, hubungan antara kendali MSDM (perilaku, input, output) dan kinerja individu tidak dapat hanya datang dari suatu kesimpulan konsisten. Hal itu berlaku bahwa hubungan tetap berada pada variabel lain seperti tahap DHO. Karena itu, hipotesis dibuat sbb.: H1, DHO memoderasi hubungan antara kendali perilaku dan kinerja H2, DHO memoderasi hubungan antara kendali output dan kinerja H3, DHO memoderasi hubungan antara kendali input dan kinerja Desain penelitian Mencegah kemungknan perusahaan memiliki beberapa sistem kendali yang Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010 1 berbeda lintas unit bisnis yang sama, maka hanya perusahaan dengan unit bisnis tunggal yang dipilih. Data studi ini dikumpulkan dari industri peralatan dan mesin di Taiwan. Pada umumnya, pilihan industri ini tepat karena perusahaan sesuai dengan kerangka kerja strategi bisnis yang dipilih. Lebih lanjut bahwa industri ini mempunyai struktur pasar yang sama dan mereka tunduk pada ketidakpastian lingkungan yang sama. Homogenitasnya lingkungan operasinya mengurangi kemungkinan kontaminasi dari sudi industri ganda dan meningkatkan varian kendali penelitian dalam lingkungan eksternal (Ward and Duray, 2000). Sejumlah 576 perusahaan terdaftar dalam direktori 1. Sampel tercatat dalam Kelompok Bisnis Taiwan, terbit 2003 2. Penjualan tiap perusahaan di atas NTD. 10 juta 3. Jumlah pegawainya 60 orang ke atas 4. Tiap perusahaan mempunyai prosedur MSDM 5. Dari 576 responden, hanya 215 orang (Direktur Utama) yang mengembalikan kuesioner 6. Dari 215 yang kembali hanya 207 (35.9%) yang valid 7. Responden ditanyakan posisi daur hidup organisasinya pada saat kuesioner diterima Kendali MSDM Variabel ini mengukur penggunaan/ pemanfaatan MSDM mengatur kinerja dengan melibatkan 3 sistem kendali yaitu perilaku, output dan input. Skala Likert digunakan mengukur ketiganya dengan range, sbb.: 1. Variabel perilaku dengan skala 1 sd 6 ( top – down), koefisien alpha 0.89 2. Variabel output dengan skala 1 sd 12 mengukur kinerja dari hasil yang dicapai dengan hasil koefisien alpha 0.80 3. Variabel input dengan skala 1 sd 7 menekankan prosedur penempatan staf. Koefisien alpha, 0.87 Kinerja 1. Perbandingan kinerja perusahaan responden dibandingkan dengan kinerja pesaingnya dengan skala 1 s.d. 7 menurut indikator pasar (pangsa pasar, pertumbuhan keuntungan, ROI, pertumbuhan penjualan) 2. Hasil skor keempat variabel dirata-ratakan, hasil koefisiennya 0.84 Variabel Pengendali Ukuran perusahaan berpengaruh pada kinerja. Untuk itu hubungan antara ukuran jumlah staf perusahaan dan kompleksitas struktur organisasi, dipertimbangkan. Hasil penelitian 1. Hasil analisis bagaimana DHO memoderasi hubungan antara kendali MSDM dan kinerja hasilnya R^sup^=0.02 (F=0.04), p = ns untuk kinerja. Terbukti kendali perilaku berdampak positif pada kinerja, b=0.26 pada p<0.01. Kendali input . lebih positif dengan b=0.47, 0<0.001 2. Interaksi DHO dan kendali MSDM dimasukkan. Ketiga interaksi dimasukkan sekaligus untuk mencegah multikolinearitas, di antara variabel. Hasilnya, DHO sungguh memoderasi hubungan kinerja-kendali MSDM. Interaksi kendali perilaku dan DHO pada kinerja, positif, b=0.31, p<0.05 Sementara hubungan antara kendali output dan DHO, negatif dengan b = - 0.37, 0<0.001. 3. Secara menyeluruh temuan menunjukkan bahwa dampak langsung kinerja kendali MSDM. Bahwa perusahaan dapat berkinerja lebih baik jika menekankan baik kendali perilaku maupun kendali input. Namun, temuan juga menunjukkan bahwa perusahaan berkinerja lebih baik pada tahap terakhir dari DHO, daripada tahap awal. Sebaliknya, kendali output akan menurun pada tahap akhir dan pengaruhnya lebih baik kinerjanya pada tahap awal. Dengan demikian maka perusahaan harus selalu menggunakan rencana kontijensi. Pendekatan ini memperhitungkan tahapan DHO, dengan demikian H1 dan H2 didukung. 4. Tujuan utama penelitian ini adalah menguji dampak kesesuaian antara DHO dan kinerja kendali MSDM. Pada tahap awal, sasaran cendrung mendua. Komunikasi dan struktur lebih baik informal. Sebaliknya, pada perusahaan yang berapa pada tahap akhir DHO, aturan formal dan prosedur diterapkan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dampak kendali MSDM dan kesesuaian DHO didukung, ada. Dampak kinerja dapat positif dapat pula negatif. Perbedaan pola bervariasi dari variabel ke variabel. Untuk itu para manajer dapat memaksimalkan kinerja terbaik dengan memadankan orientasi perilaku ini ke Kendali MSDM dan tahap DHO. Untuk perusahaan yang berada pada tahap akhir, para manajer harus mengerti hubungan sebab-akibat untuk membuat proses Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010 2 transformasi. Dengan demikian para manajer dapat menyusun tindakan untuk meningkatkan kinerja dengan menggunakan hubungan sebab akibat ini. 2.Studi di Perusahaan Jasa Profesional oleh Stephen T.T Teo 1. Tujuan : Untuk menguji dampak pengadopsian pendekatan strategis kepada MSDM dalam perusahaan jasa profesional. Bukti empiris diperoleh melalui perbandingan dan pemaparan adopsi suatu pendekatan strategis pada MSDM dalam dua Perusahaan Jasa Profesional (PJP) di Australia. 2. Desain: Suatu pendekatan studi kasus kualitatif diadopsi. Data dikumpulkan dari beberapa sumber. Data sekunder terdiri dari laporan tahunan, siaran pers, laporan industri. Wawanacara semi-terstruktur dilakukan kepada 40 orang partner – senior, staf profesional, Manajer SDM dan mantaan karyawan dua perusahaan itu. 3. Metode penelitian Studi ini dilaksanakan mulai dari pertengahan tahun 2004 hingga awal 2005 di dua Perusahaan Jasa Profesional (PJP1, dan PJP 2) berlokasi di Sydney, Australia. Nama perusahaan tidak disebut untuk menjaga anonimitasnya, keduanya beroperasi di 142 negara dan mempunyai 125,000 tenaga profesional. Alasan pemilihan karena keduanya mempunyai perbedaan dalam pendekatan dan pengelolaan pekerja berpengetahuan. Metode kualitatif yang diadopsi adalah multi-method in focus. Menggunakan suatu pendekatan interpretatif naturalistik pada pokok masalah. Studi tentang orang dan peristiwa dalam keadaan natural dan mencoba membuat makna penomena khusus dengan menguji makna dan arti kehadiran manusia dalam organisasi dalam peristiwa seperti itu. Dengan observasi yang dalam dan wawancara perusahaan dari sisi studi kasus ini. Metode pengumpulan data dan analisis memberikan informasi kontekstual yang mendalam yang diperlukan untuk memahami keadaan dan status fungsi MSDM di manajemen strategis pekerja berbasis pengetahuan di dua PJP tersebut. Triangulasi untuk mengecek silang data interpretatif digunakan agar konvergensi dan persetujuan sebagai alat meningkatkan reliabilitas (konsistensi internal) dan validas data kualitatif yang diperoleh. Pengumpulan data: Data dikumpulkan dari beberapa sumber. Sumber sekunder terdiri dari laporan keuangan, siaran pers resmi dan laporan industri. Tim peneliti menganalisis data primer yang diperoleh dari wawancara semi-terstrstruktur, 40 orang (21 orang dari PJP 1 dan 19 orang dari PJP2), mereka adalah partner senior, staf profesional, Manajer SDM dan mantan pegawai dari kedua PJP. Lama wawancara, lebih dari satu jam per orang, kesemuanya direkam dengan tape recorder setelah itu diketik untuk bahan analisis. Analisis wawancara-semi-terstruktur. Pertama-tama isu tematis diberi kode dan dianalisa peneliti kedua yang diikuti tim peneliti berikut dengan konfirmasi tema kode. Matriks Konseptual dibangun untuk memberi ruang bagi para peneliti melakukan eksperimen mendalam atas asosiasi antar tema. Metodologi ini memungkinkan peneliti menganalisis isu tematik di dalam dan lintas dua perusahaan dan menginterpretasikan kekayaan kehidupan organisasi kedua perusahaan tersebut. Temuan: Temuan menyarankan bahwa perbedaan dalam kinerja PJP dapat dijelaskan oleh sistem kendali organisasi seperti kendali personil dan budaya. Data kualitatif dihasilkan oleh dua kasus PJP memberi bukti untuk mendukung nuansa MSDM strategis merupakan suatu faktor penting dalam menjelaskan kinerja perusahaan. Temuan memberikan dukungan empiris akan pentingnya pendekatan MSDM strategis. 4. Hasil penelitian 4.1. PJP 1 merupakan salah satu perusahaan terbesar di dunia yang memberikan jasa profesional yang cakupannya luas kepada aneka klien. Mempekerjakan individu kaliber tinggi, sarjana berkualitas dan yang masih akan meningkatkn pendidikannya. PJP 2 hampir sama dengan PJP 1 di tingkat global. Merekrut orang dari sumber yang sama dengan PJP 1 dan memberikan pelatihan lanjut kepada pegawai baru dalam rangka membekali kualifikasi profesional. 4.2. Kendali struktural Para mitra di PJP 1 mengendalikan bisnis melalui dua cara, pertama melalui orang dan manajemen klien. Yang pertama para mitra terlibat mengendalikan manusia dengan mengembangkan, menginspirasi Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010 3 dan memberikan pekerjaan tantangan kepada para pegawai tersebut. Direktur memonitor laporan profesional dan menganalisisnya, inilah kendali karena segera memberikan pengukuran berupa umpan balik. Remunerasi diberikan kepada profesional berdasarkan kemampuannya memenuhi harapan klien (40%). Sementara yang lain memeroleh 30% dan perusahaan mendapatkan 30%. 4.3. Kendali budaya Di PJP 1, perubahan perilaku terjadi sebagai hasil dari suatu inisiatif budaya yang mengacu pada gerakan “Budaya Kinerja Tinggi” disingkat BKT. Budaya ini diberlakukan 2 tahun lalu, atas penemuan seorang mitra profesional dengan judul “Voyage of self discovery”. PJP 1 yakin bahwa perubahan tidak cukup dari pelatihan. Cara lama harus dihentikan dalam mengelola pegawai, jika ingin melakukan perjalanan self discovery. Harus ada ruang bagi pegawai bertumbuh dengan risiko dan peluang. Ada juga subbudaya yang berbeda, sesuai jenis pekerjaannya masing-masing. Karena itu diuji juga gaya hidup kepribadian mitra ini. Bagaimana seseorang dapat mempengaruhi yang lain, itulah yang disebut dengan inisiatif budaya baru sebagai jalan menuju “self discovery”. Di PJP 2, bukti daya tahan kuat kendali budaya tidak diidentifikasi. Perusahaan ini mengadopsi seperangkat makna berbagi dan budaya perusahaan bergabung menjadi suatu nilai-nilai dengan batasan tertentu. Namun karena adanya serangkaian perubahan di kepemimpinan tim manajemen senior maka daya tahan perlahan-lahan punah. Seorang manajer senior berucap: dalam teori, perubahan berkelanjutan pada posisi manajemen puncak dapat memicu ketidakmenentuan dihilangkan di dalam kasus di Sydney, halnya tidak demikian. Pegawai ketika ditanya, apa budaya perusahaan, jawabnya: tidak tau. Kendali budaya tidak berpengaruh di sini. 4.4. Kendali MSDM PJP 1 dan PJP 2 sepakat akan adanya kendali MSDM, melalui rekrutmen, seleksi, sistem manajemen kinerja dan operasional MSDM. PJP 1 ini membangun staf melalui kerja di lapangan, untuk semua level. Sesungguhnya karyawan dilatih dengan program pelatihan soft skill guna memenuhi kebutuhan klien. PJP 2 mengendalikan MSDM melalui proses SDM mulai dari rekrutmen, sleksi, pelatihan dan pengembangan dan operasional SDM. PJP 2 mengendalikan manajemen SDM dalam semua proses Peran MSDM terpaku pada proses rekrutmen, seleksi, pelatihan dan penempatan. Tidak pernah melakukan pelatihan dan menganggap bahwa ini bukan tugas MSDM. 4.5. Manajemen kinerja Struktur manajemen kedua perusahaan sama. Partner profesional dirotasikan dari satu tempat ke tempat lain. Proses pengakuan mitra sangat lama, terlalu formal. Hubungan dan job description diformalkan. Pada PJP2 hubungan lebih tidak formal. Di PJP 1 pertumbuhan 8%, PJP 1 hanya 5%. Turnover staf di PJP 1 kurang dari 1% sementara di PJP 2 18%. PJP 1 selalu dipantau secara struktural berdasarkan kinerja. Ini merupakan pemenuhan budaya kerja atau perilaku bekerja yang sudah berubah. Fungsi MSDM sebagai operasional bisnis. PJP 2 terus memastikan masalah cepat diatasi dengan restrukturisasi organisasi ke dalam divisi atau tim memungkinkan peran mitra strategis. Implikasi penelitian. Aplikasi penelitian ini tidak dapat digenerelasikan ke populasi yang lebih luas. Disarankan penelitian longitudinal dengan mengadopsi desain ini menguji hubungan antara sistem MSDM, sistem kendali dan kinerja perusahaan. Pergeseran dari era berbasis industri ke era berbasis informasi meningkatkan keinginan perusahaan berbasis Pengetahuan (Robertson and Swan, 2004). Sebelumnya hanya Wright et al, 2001 yang mengungkap hal ini. Diskusi dan implikasi Kedua perusahaan mampu mengelola profesional berbasis pengetahuan dengan cara yang berbeda dan hasil yang berbeda walau skala cabang dan pegawai serupa. Studi menunjukkan bahwa menjadi penting menjelaskan bagaimana penggabungan antara struktur dan MSDM dapat menjadi penting dalam menjelaskan bagaimana PJP berkinerja. Suatu sistem manajemen kinerja yang kokoh memerlukan pegawai merancang sasarannya sendiri yang hampir sama dengan sasaran perusahaan. Penggabungan ini mendorong pegawai berkinerja sesuai etika profesional guna mencapai tujuan individu dan perusahaan. Untuk itu pegawai harus diberi imbalan. Umpan Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010 4 balik berkelanjutan kepada profesional sebagai bagian integral elemen sistem pengelolaan staf dan kinerja. Selain itu, kendali budaya harus kuat dengan norma prsuasif. Proses ini akan membakar semangat mereka menapai sasaran diri dan perusahaan. Pentingya SMSDM yang dikaitkan dengan MSDM dan kinerja perusahaan. Hasil lainnya menunjukkan pula bahwa kendali personel dapat dilakukan dengan cara berbeda. Dalam hal ini MSDM perlu direstrukturissi dengan peran yang lebih guna melibatkan Manajer MSDM dalam proses pengambilan keputusan. PJP juga disarankan menggunakan kendali personil dan kendali budaya untuk mencapai kinerja ke tingkat lebih tinggi lagi. Untuk itu SDM harus diperlakukan sebagai aset paling bernilai. Keterbatasan studi ini untuk studi lanjutan tidak dapat disamakan dengan perusahaan lain. Karena metode yang digunakan hanya kepada dua perusahaan yang memberi jasa konsultasi dan pekerjanya, berpengetahuan tinggi. Studi selanjutnya disarankan dilakukan kepada lebih banyak lagi perusahaan. Kesimpulan Perbedaan kinerja perusahaan berbasis pengetahuan dapat dijelaskan dengan sistem kendali organisasi. Dalam studi ini ada dua kendali yaitu: Kendali personil dan kendali budaya. Studi selanjutnya menunjukkan pentingnya modal manusia guna mengadaptasi era berbasis pengetahuan. Model kompetensi D. TINJAUAN TEORI Daur Hidup Organisasi (DHO) menurut Quinn & Cameron (1983) dimulai dari tahap kewirausahaan, kolektivitas, formalisasi, pengendalian dan elaborasi struktur. Ada juga yang menambahkan bahwa tahap keempat dari hidup organisasi ini adalah pertumbuhan perusahaan berbasis teknologi. Tahap pertama merupakan tahap konsepsi dan pengembangan mencakupi penemuan dan pengembanan suatu produk atau teknologi, pada tahap ini belum ada struktur formal dan prosedur formal dan semua kegiatan diputuskan pengusaha. Tahap kedua merupakan tahap komersialisasi, pada tahap ini harus ada struktur formal dan sistem kerja selain pengembangan produk. Pada tahap ketiga, yang merupakan tahap pertumbuhan yang ditandai dengan pertumbuhan tinggi dalam penjualan maupun dalam jumlah pegawai. Suatu hirarki dan pengembangan fungsional pada spesialisasi tertentu. Tahap keempat, merupakan tahap stabilitas, berkonsentrasi pada pengembangan produk generasi berikut, menurut Shermon (2011) merupakan koleksi kompetensi yang berkaitan erat atau yang dikembangkan berkaitan erat satu sama lain, diklasifikasikan menjadi satu klaster yang membentuk suatu kerangka kerja (Framework) dengan menghubungkan satu unit kompetensi dengan unit kompetensi yang lain yang harus dapat diukur dan dievaluasi terhadap suatu pekerjaan atau tugas di tempat kerja. Selanjutnya Shermon menjelaskan bahwa suatu klaster kompetensi dilandasi rumusan aspek spesifik berkaitan dengan klaster. Aspek yang dikaitkan, misalnya, hubungan antar manusia, pola pikir strategis, apresiasi bisnis dan orientasi hasil. Dalam hal ini klaster kompetensi disebut juga dengan kompetensi meta yang menguraikan apa saja isi dari suatu klaster. Suatu klaster kompetensi dilengkapi dengan batasan variabel berlakunya di dalam konteks apa saja, peralatan yang digunakan beserta bahannya dan peraturan menggunakannya disertai dengan panduan asesmen serta aspekaspek kritisnya. Kendali personel merupakan salah satu variabel penting dalam penelitian ini di mana PJP 1 berbasis proyek sementara PJP 2 berbasis rekrutmen, seleksi, pelatihan dan penempatan dengan sistem ini PJP 2 kinerjnaya lebih rendah. Kinerja personil dalam kedua PJP diakui perannya karena itu personil tersebut telah memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dengan kinerja tinggi. Untuk itu model kompetensi dapat diterapkan. membangun posisi pasar dan mencari peluang bertumbuh pesat. Setiap tahap akan memanifestasikan komplementariat saling mendukung di antara lingkungan variabel, strategi, struktur dan metode pengambilan keputusan. Pertumbuhan organisasi dan kompleksitas lingkungan meningkat akan menyebabkan tiap tahap menunjukkan bentuk perbedaan signifikan tertentu semua tahap selama 4 tahap itu mempunyai variabel penentu tersendiri. Model DHO dalam studi ini memilih 4 tahap daur hidup model pertumbuhan yang dimodifikasi dari Kazanjian (1988), dimana pada model ini, tahap pertama merupakan tahapan pengembangan konsep, termasuk invensi dan pengembangan produk atau tekonologi. Struktur dan prosedur formal secara virtual tidak ada, dan semua kegiatan diputuskan pengusaha. Tahap kedua merupakan tahap komersialisasi, pertumbuhan yang ditandai dengan pertumbuhan tinggi penjualan setelah pengembangan produk. Tahap ketiga, tahap pertumbuhan ditandai dengan Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010 5 pertumbuhan dalam baik jumlah penjualan maupun jumlah pegawai. Suatu hirarki dan spesialisasi fungsional dikembangkan. Tahap keempat, tahap stabilitas, berkonsentrasi pada pengembangan produk generasi kedua, mendirikan suatu posisi pasar dan mencari peluang pertumbuhan lain. E. PERBANDINGAN TEMUAN PENEILITI DENGAN PENDAPAT PARA AHLI. Gary S. Becker (1982) menyatakan bahwa human capital adalah kekayaan perusahaan bukan hanya gedung, uang di bank atau aset tangible lainnya. Human capital berupa pendidikan, pelatihan, kursus komputer, kursus bahasa, ketepatan hadir di kantor, disiplin, dan kejujuran adalah modal manusia yang turut serta memproses produk atau jasa di perusahaan sehingga mempunyai nilai di pasar. Dengan semua pembangunan modal manusia itu, maka seseorang memperoleh gaji yang lebih tinggi, asuransi kesehatan, perilaku yang lebih baik dan kebiasaan lebih baik. Jadi pendidikan, pelatihan, asuransi karyawan adalah human capital yang diinvestasikan ke dalam diri manusia. Manusia dengan pendidikan lebih tinggi, kompetensi lebih banyak akan mendapatkan upah, bonus yang lebih tinggi, karena hubungan industrial sudah lebih baik. Dalam sistem sosial dan neo liberalisme hal ini dimungkinkan. Berbeda dengan sistem komunisme, yang duduk sama rata dan berdiri sama tinggi, demi kejayaan negara. Lebih lanjut aplikasi teori Becker bahwa kemajuan teknologi hanya bermanfaat bagi negara yang di dalamnya terdapat tenaga kerja trampil dan berpengetahuan. Hal ini terjadi karena adanya sinergy antara human capital dan teknologi maju. Menurut Spencer(1993), strategi korporat lahir dari kompetensi. Strategi korporat pada pokoknya merupakan pilihan arah berdasarkan kompetensi korporat untuk seluruh perusahaan. Kendati perusahaan kecil atau besar. Nasional atau multinasional. Strategi korporat mengarahkan semua unit atau anak perusahaan untuk memaksimalkannilai korporat (Hal 8). Untuk itu Strategi Korporasi mencakup keputusan berkaitan dengan arus keuangan dan semua sumber daya korporasi, lini produk, dan SBU dirancang dengan mengumpulkan semua sumberdaya dan kapabilitas yang diperlukan, untuk meraih nilai. Strategi pengarahan untuk membangun berdasarkan kompetensi dengan menjawab pertanyaan berikut,al: Apakah arah strategi itu berkaitan dengan kompetensi inti? Haruskah berekspansi, mengurangi kegiatan, atau mundur? Kalau mau mengembangkan bisnis, dari mana dananya? Apakah orang dalam organsisasi kemampuannya sinkron dengan kompetensi yang sesuai dengan strategi korporasi? Strategi pengarahan untuk membangun berdasarkan kompetensi. sasaran kompetensi: merupakan suatu kunci keberhasilan kritis dalam mencapai misi,visi dan strategi organisasi yang jika tidak tercapai, akan mengakibatkan penurunan drastis pada kepuasan pelanggan, kinerja sistem, kepuasan pegawai atau retensi pegawai atau pengelolaan keuangan efektif. orientasi tujuan: tingkat sasaran dinyatakan dalam kegiatan yang dapat diukur terhadap capaian nyata yang dapat dibandingkan secara perilaku dapat diukur. pengukuran kriteria: suatu karakteristik kinerja baik kualitatif atau kuantitatif. Pengukuran yang didemonstrasikan: suatu proses mengases proses kemajuan capaian sasaran yang telah ditetapkan terlebih dahulu, termasuk informasi efisiensi yang mentransformasikan sumber daya ke dalam barang dan jasa (output) termasuk kualitas output. Pengelolaan kompetensi: Penggunaan informasi pengukuran kompetensi untuk mempengaruhi suatu perubahan positif dalam budaya organisasi, sistem dan proses dengan membantu mengatur sasaran yang disepakati, mengalokasikan dan memprioritaskan sumber daya, menginformasikan para manajer untuk memastikan atau merubah kebijakan saat ini atau arah program untuk memenuhi sasaran dan membagikan hasil-hasil kinerja mengejar sasaran. Pengukuran output: suatu kalkulasi atau pencatatan kegiatan atau upaya yang dapat diwujudkan dalam suatu paparan kuantitatif atau kualitatif. Pengukuran outcome: suatu asesmen hasil-hasil suatu program, dibandingkan dengan tujuan awalnya yang telah diidentifikasi. Di bawah ini saya adaptasi peran Sumber Daya Manusia dalam membangun suatu organisasi berdaya saing. Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010 6 Gambar 2.1. Peran HR dalam Membangun suatu organisasi berdaya saing Fokus strategis/masa depan MANAJEMEN MANAJEMEN TRANSFORMASI Strategi SDM DAN PERUBAHAN People/ karyawan Proses MANAJEMEN INFRASTRUKTUR MANAJEMEN KONTRIBUSI KARYAWAN PERUSAHAAN Fokus operasional/harian Dari gambar 2.1. di atas, maka peran MSDM merupakan kunci keberhasilan proses, transformasi dalam menghasilkan output. Selanjutnya Spencer membuat peran manajemen strategis seperti tabel di bawah ini. Tabel 2-2 Manajemen SDM Strategis Peran manajemen SDMstrategis dalam menggabungkan dan mengkaitkan strategi SDM dan praktek strategi bisnis. Dalam penggabungan strategi ini, maka Profesional HR harus bekerja sebagai mitra kerja eksekutif operasional. Peran Hasil yang dapat diraih Mitra kerja dan Bentuk Kinerja Manajemen HR strategis Melaksanakan strategi Mitra strategis Manajemen infrastruktur Membangun efisien Ahli administratif Manajemen karyawan kontribusi Meningkatkan komitmen dan kapabilitas pegawai Karyawan juara Manajemen transformasi perubahan Menciptakan suatu organisasi yang diperbaharui Agen perubahan infrastruktur Shermon (2011) dalam bukunya, MSDM Berbasis Kompetensi, menjelaskan bagaimana cara mengembangkan kompetensi. Ada tiga tahapan dalam proses pengembangan kompetensi, mulai dari analisis data dan Kegiatan Bergabung dgn strategi bisnis: diagnose organisasi Merekayasa proses organisasi “Berbagi Pelayanan” Mendengar dan menanggapi karyawan :Memberikan SD kpd karyawan Mengelola transformasi dan perubahan: Menjamin kapasitas untuk perubahan validasi. Hal itu dimulai dari pemahaman dan apresiasi peran dan tugas, mengidentifikasi kategori ketrampilan dan mendefinisikan level kompetensi yang diperlukan. Tahap berikut termasuk meninjau ulang daftar kompetensi Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010 7 yang mungkin ada, mengkonstruksi definisi yang tepat untuk serangkaian kompetensi dan memetakan proses dan kemajuan proses untuk mengintensifkan profisiensi, keberulangan pada aspek kritis atau kompetensi mega dan selanjutnya merumuskan apa yang dibutuhkan. Pengembangan kompetensi dapat berupa konteks dan kegiatan yang harus dijalalankan para manajer dari waktu ke waktu dalam rangka merefleksikan pengalaman masa lampau dan eksperimen yang telah dilakukan dengan pembelajaran dan pelatihan dalam pengembangan diri karyawan. Semua itu harus menguntungkan bagi perusahaan dan pegawai. Menurut Noe (2010), Pengembangan mengacu pada pendidikan formal, pengalaman kerja, hubungan, dan asesmen kepribadian dan kemampuan yang membantu pegawai bekerja lebih efektif dalam tugasnya saat ini dan pekerjaan di masa mendatang dan proyek perusahaan di masa depan. Banyak perusahaan menggabungkan kegiatan pengembangan. Selanjutnya Ulrich et.al., (2008) menjelaskan bahwa MSDM bekerja erat dengan manajemen mengindentifikasi dan mengasses angkatan kerja yang ada saat ini terhadap model baru. Di Taco Bell misalnya, cara lama ditinggalkan untuk menjual produknya. Diminta agar para lulusan MBA yang ada mencari kreatifitas mencari saluran distribusi dan penjualan barang. Demi kreatifitasnya, para pegawai diberi imbalan. ANTA (Australian National Training Authority ) mendefinisikan bahwa kompetensi merupakan kemampuan mewujudkan tugas-tugas dan kewajiban sesua dengan yang diharapkan standar pekerjaan . Jadi dalam hal ini standar menjadi acuan untuk mengukur kinerja seseorang. Sementara Kementerian Tenaga Kerja Chile merumuskan definisi kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk mewujudkan suatu fungsi produktif dalam suatu keragaman konteks, sesuai persyaratan kualitas yang diharapkan dalam suatu sektor produktif. F. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Ketersediaan SDM dari ragam budaya untuk perusahaan skala nasional, internasional dan global. 2. Ketrampilan, pengetahuan dan sikap SDM yang sesuai dengan kebutuhan 3. Supplai tenaga kerja ke lokasi perusahaan di negara lain di luar kantor pusat. Menurut jurnal, keterbatasan terletak pada dua perusahaan berskala internasional berbasis pengetahuan yang tidak dapat berlaku bagi perusahaan lain di luar perusahaan sejenis top 10 dunia. Atau top 5 dunia. 4. Menurut Gary Becker, modal manusia diperoleh dari pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Faktor pendidikan sudah terpenuhi pada perusahaan PJP 1 namun pelatihan dan pengalaman belum diperoleh. Karena itu pengabaian pelatihan langsung mencari pengalaman masih perlu diklarifikasi latihan, pembimbingan atau pendampingan pegawai baru yang diterjunkan langsung ke proyek. Kinerja PJP 2 ternyata lebih kecil daripada PJP 1, hal ini pun dari teori Organization Life Cyle, perlu penjelasan pada tahap mana dan berapa jumlah Input dalam perusahaan. Saran 1. Kendali budaya kerja tinggi dapat dilakukan dengan keterlibatan staf membuat target dan mencapainya dengan aturan yang tepat. Karena itu disarankan agar pegawai diberikan kebebasan membuat target sasaran kinerja organiasi dan sasaran buat dirinya agar reward yang diharapkan adil dan kepuasan dapat dicapai karena dia ikut serta membuat nasibnya. Dengan demikian kinerja organisasi dan kinerja karyawan sama-sama tercapai. 2. Untuk memampukan karyawan mempunyai kemampuan, percaya diri menetapkan target dan meraihnya diperlukan proses pengembangan modal manusia melalui pelatihan, pendidikan dan pemagangan. 3. Studi lanjutan tentang perbedaan keuntungan karena PJP 1 mengutamakan reward, menjadi sangat menarik. Kebutuhan MSDM perusahaan mengendalikan kinerja,al: Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010 8 DAFTAR PUSTAKA DeSimone,R., Harris, D., 1998, Human Resources Development, Second Edition, he Dryden Press, Philadelpia Noe,R., 2010, Employee Taining and Development , Fith Edition, Mc Graw Hill nternational Edition, Printed in Singapore Palmer,I., Dunford,R., Akin, G., 2009, Managing Organization Change, McGrawhill International Edition, Boston. Spencer, L., 1993, Competence at Work, Models for superior performance, John Wiley & Sons,Ltd, New York Ulrich,Dave,1997, Human Resource Champions The Next Agenda For Adding Value And Delivering Results, Harvard Business Schoolpress, Boston Ulrich,D.,Brockbank,W.,Johnson,D., ounger,J., 2008, HR Competencies : Mastery at the Intersection of People and Business, SHRM, USA. Shermon, G., (2011), Competency Based HRM: A Stratrategc resource for competency mapping, assessment and development centres, Tata McGraw Hill Education Private Limited, New Delhi. Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010 9