PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS KONTEKSTUAL UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2016/2017 ARTIKEL ILMIAH Oleh: ANNA MARIA DWI WATI UTOMO NPM 4012073 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU 2016 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 2 PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS KONTEKSTUAL UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Oleh Anna Maria Dwi Wati Utomo1 Fadli2 dan Rani Refianti3 Email: [email protected] Penelitian ini bertujuan untuk menentukan proses desain dan pengembangan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika serta menemukan data empirik hasil pengembangan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika kelas XI IPA SMA Negeri 1 Lubuklinggau tahun pelajaran 2016/2017. Jenis Penelitian yang digunakan adalah Research and Development dengan menggunakan model pengembangan Dick and Carey. Populasi Penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Lubuklinggau tahun pelajaran 2016/2017, yang terdiri dari 233 siswa dan sebagai sampel adalah kelas XI IPA 5 yang diambil secara acak 40 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket, wawancara dan tes kemampuan komunikasi matematika. Bahan pembelajaran tersebut sudah dapat dikatakan valid, praktis, dan efektif dilihat dari penilaian dari para ahli yaitu: ahli materi, ahli media dan ahli bahasa yang menunjukkan bahwa bahan pembelajaran matematika memiliki kriteria sangat baik dengan persentase 82,35%. Selain itu, dari 37 siswa yang mengikuti tes kemampuan komunikasi matematika terdapat 31 siswa yang berhasil menempuh tes tersebut dengan persentase 83,78% dan 76,7% menunjukkan respon positif siswa terhadap bahan pembelajaran berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika. Dengan demikian bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika kelas XI IPA SMA Negeri 1 Lubuklinggau tahun pelajaran 2016/2017 sudah valid, praktis dan efektif. Kata Kunci: Bahan Pembelajaran, pendekatan kontekstual, matematika, Research and Development. komunikasi PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun penalarannya mempunyai peran penting dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu sebagai suatu ilmu menurut Rachmayani (2014:14) matematika juga melayani kebutuhan ilmu pengetahuan dalam Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 3 pengembangan dan operasionalnya sehingga melihat begitu pentingnya matematika di segala bidang ilmu pengetahuan, matematika dimasukan kedalam semua jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Alvian, dkk,. (2014:7) mengatakan Pembelajaran matematika yang diberikan di sekolah dari jenjang pendidikan SD hingga kelas XII memerlukan standar pembelajaran yang berfungsi untuk menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis, kemampuan penalaran matematis, sistematis, serta kritis. National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (dalam Shadiq, 2014:9) menyatakan bahwa standar pembelajaran matematika sekolah meliputi standar isi (mathematical content) dan standar proses (mathematical processes). Standar isi adalah standar yang memuat konsep-konsep materi yang harus dipelajari oleh siswa. Sedangkan standar proses adalah kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa untuk mencapai standar isi. Standar proses meliputi: pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), penelusuran pola atau hubungan (connection), dan representasi (Representation) (Rachmayani, 2014:14). Salah satu dari standar proses pembelajaran adalah komunikasi (communication). Dengan komunikasi siswa dapat meningkatkan kosakata, mengembangkan kemampuan berbicaranya, menulis ide-ide secara sistematis, dan memiliki kemampuan belajar yang lebih baik (Ramellan, 2012:77). Komunikasi mempunyai hubungan yang kuat dengan proses-proses matematika yang lain dimana komunikasi diperlukan untuk melengkapi dari setiap proses matematika yang lain (Izzat, 2010:721). Kesadaran Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 4 akan pentingnya memperhatikan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan menggunakan matematika yang dipelajari di sekolah perlu ditumbuhkan, sebab salah satu fungsi pelajaran matematika adalah sebagai cara mengkomunikasikan gagasan-gagasan secara praktis, sistematis dan efisien (Umar, 2012:3). Menurut Mahmudi (2009:1) salah satu isu penting dalam pembelajaran matematika saat ini adalah pentingnya pengembangan kemampuan komunikasi matematika siswa. Kemampuan membaca dan menulis ide matematika merupakan kemampuan awal yang dibutuhkan untuk dapat memahami dengan baik ide matematika (Mahmudi, 2009:4), Hasil menulis kepada teman sebaya di kelas merupakan suatu aktivitas mental yang tinggi dan akan membantu siswa dalam mengonstruksi makna. Oleh karena itu maka kemampuan komunikasi matematika siswa perlu diberdayakan melalui pembelajaran kontekstual (Haji, 2012:115). Salah satu pembelajaran matematika yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka adalah pembelajaran kontekstual (Hamdayama, 2014:51) diharapkan pada proses pembelajaran ini berlangsung alamiah sehingga hasil belajar lebih bermakna bagi siswa. Hidayat, dkk,. (2014:88) menyatakan bahwa komunikasi didasarkan pada sistem konseptual yang sama dan digunakan dalam berpikir dan bertindak sehingga bahasa merupakan sumber bukti dan digunakan untuk menunjukkan dasar untuk konseptualisasi pengalaman. Kemampuan berpikir jelas, logis, analitis dan kreatif dapat dibentuk melalui proses pembelajaran. Faktor yang mendukung Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika dalam proses 5 pembelajaran, diantaranya guru, siswa dan alat pendidikan (Hasbullah, 2012:9). Alat pendidikan merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam pendidikan. Hasbullah (2012:27) mengatakan bahwa salah satu alat pendidikan adalah bahan pembelajaran. Matematika merupakan ilmu yang erat dengan kehidupan seharihari, maka pembelajaran akan efektif dan praktis apabila bahan pembelajaran yang digunakan berkaitan dengan konteks nyata siswa. Pembelajaran kontekstual menghendaki materi pembelajaran tidak semata-mata dikembangkan dari buku teks, tetapi materi juga dikembangkan dari konteks lingkungan kehidupan siswa sehari-hari (Komalasari,2011:27). Oleh karena itu, bahan pembelajaran kontekstual sangat diperlukan dalam memfasilitasi kemampuan komunikasi siswa untuk belajar. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Menentukan proses desain dan pengembangan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika di SMA Negeri 1 Lubuklinggau tahun Pelajaran 2016/2017; 2) Menemukan data empirik hasil pengembangan bahan pembelajaran matematika berbasis kontektual pada pokok bahasan peluang untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017 yang valid, praktis dan efektif. Penelitian ini diharapkan memberi manfaat: 1) Bagi siswa dengan menggunakan bahan pembelajaran berbasis kontekstual untuk memfasilitasi komunikasi matematika diharapkan siswa siswa dapat: a) mengkomunikasikan langsung pengetahuan yang diterima dengan penerapan dan pemanfaatan dari Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 6 materi tersebut khususnya dalam kehidupan nyata; b) meningkatkan minat dalam mempelajarai materi matematika; 2) Bagi guru diharapkan pengembangan bahan pembelajaran matematika berbasis kontektual pada pokok bahasan peluang untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika dapat mengurangi kesulitan dalam mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari, serta bisa mempermudah mengkomunikasikan ide-ide yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran kepada siswa; 3) Bagi sekolah, sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pendidikan menjadi lebih baik; 4) Bagi peneliti, mengimplementasikan ilmu pembelajaran yang didapat selama perkuliahan serta menambah wawasan tentang bahan pembelajaran matematika DASAR TEORI. Berikut ini adalah beberapa deskripsi teori yang digunakan dalam penelitian. Beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Menurut Hamalik (dalam Sanjaya, 2008:6) sistem pembelajaran adalah suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai tujuan. Menurut Sanjaya (2008:2) sistem merupakan suatu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. desain sistem pembelajaran adalah prosedur yang terorganisir yang meliputi langkah-langkah penganalisisan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaian pembelajaran (Yaumi, 2013:17). Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 7 menurut Haryati (2012:19-20) model adalah suatu desain menggambarkan bekerjanya suatu sistem dalam bentuk bagan yang yang menghubungkan bagan atau tahapan-tahapan sepesifik dan dapat dipergunakan mengukur keberhasilan untuk tujuan mengembangkan keputusan secara valid. Menentukan model rancangan untuk mengembangkan sistem pembelajaran memerlukan pertimbangan perancangan terhadap model yang akan dipilih atau digunakan. Hal ini disebabkan banyaknya model rancangan untuk mengembangkan sistem pembelajaran. Dengan demikian pengembangan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika menggunakan model Dick and Carey. Bahan pembelajaran adalah segala bahan (baik informasi, alat maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai oleh peserta didik dan digunakan dalam proses kegiatan pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Menurut Hamdayama (2014:51) Contextual Teaching Learning adalah (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Menurut Trianto (2009:111-119) pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen utama yaitu: konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Selain itu Son (2015:4) mengatakan bahwa kemampuan komunikasi matematika adalah proses mengekspresikan ide-ide dan pemahaman Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 8 matematika secara tertulis menggunakan angka, symbol aljabar, gambar, grafik, diagram, dan kata-kata. Indikator komunikasi matematika menurut Cai, Lane dan Jacobsin (dalam Fachrurazi, 2011:81) adalah sebagai berikut: 1) menulis secara matematika; 2) menggambar secara matematika; 3) ekspresi matematika. Untuk mengatasi keterbatasan waktu dan kemampuan dalam mengembangkan bahan pembelajaran berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika, maka desain pengembangan yang digunakan adalah model Dick and Carey sampai langkah kedelapan yaitu evaluasi formatif. Secara umum menurut Fadli (2014:101) model ini dapat dijabarkan dalam tiga tahap yaitu: 1) tahap mengidentifikasi; 2) tahap mengembangkan; dan 3) tahap evaluasi dan revisi. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian ini adalah Research and Development (R&D). Menurut Putra (2011:67) penelitian pengembangan (Research and Development) adalah metode penelitian yang secara sengaja dan sistematis, bertujuan/ diarahkan untuk mencaritemukan, merumuskan, memperbaiki, mengembangkan, menghasilkan, menguji keefektifan produk model, metode/strategi/cara, jasa, prosedur tertentu yang lebih unggul, baru, efektif, efisien, produktif dan bermakna. Penelitian ini menghasilkan produk berupa bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika. Desain dan pengembangan bahan pembelajaran menggunakan model pengembangan Dick and Carey. Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 9 Langkah-langkah pengembangan bahan pembelajaran berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika pada penelitian ini menggunakan model Dick and Carey, yaitu: Identifikasi kebutuhan pembelajaran, identifikasi pembelajaran, identifikasi perilaku awal dan karakteristik siswa, menulis tujuan pembelajaran khusus, menulis tes acuan patokan, mengembangkan strategi pembelajaran, mengembangkan bahan pembelajaran dan mendesain serta melaksanakan evaluasi formatif. Secara umum model ini dapat dijabarkan dalam tiga tahap, yaitu: 1) tahap mengidentifikasi; 2) tahap mengembangkan; 3) tahap evaluasi dan revisi (Fadli, 2014:101). Tahap mengidentifikasi terdiri dari identifikasi kebutuhan pembelajaran, identifikasi pembelajaran, identifikasi perilaku awal dan karakteristik siswa. Tahap mengembangkan yaitu: menulis tujuan pembelajaran khusus, menulis tes acuan patokan, mengembangkan strategi pembelajaran, mengembangkan bahan pembelajaran. tahap terakhir yaitu tahap evaluasi dan revisi yang terdiri dari valid ahli, evaluasi one to one, evaluasi uji kelompok kecil, uji lapangan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket, wawancara dan tes kemampuan komunikasi matematika. Analisis data yang dilakukan yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif terdiri dari dari dua bagian, yaitu analisis data angket dan analisis data hasil tes kemampuan komunikasi matematika. Pemberian skor kemampuan komunikasi matematika dapat diukur sesuai dengan bobot permasalahan dan kriteria jawaban yang diinginkan oleh guru. Cai, Lane dan Jacobsin (dalam Sijabat, 2015:5) mengemukakan pedoman penskoran Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 10 kemampuan komunikasi matematika melalui “Holistic Scoring Rubrics” ada pun pedoman penskoran seperti pada tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematika No. 0. 1. 2. 3. 4. Menulis (Written Text) Menggambar (Drawing) Ekspresi Matematika (Mathematical Exspression) Tidak ada jawaban kalau ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa Hanya sedikit dari Hanya sedikit dari gambar, Hanya sedikit dari penjelasan yang benar. diagram, atau tabel yang model matematika benar. yang benar. Penjelasan secara Melukiskan gambar, Membuat model matematis masuk akal digram, atau tabel namun matematika dengan namun hanyasebagaian kurang lengkap dan benar. benar, namun salah lengkap dan benar. dalam mendapatkan solusi. Penjelasan secara Melukiskan gambar, Membuat model matematis masuk akal digram, tabel secara matematika dengan dan benar, meskipun lengkap dan benar. benar, kemudian tidak tersusun secara melakukan logis atau terdapat perhitungan atau sedikit kesalahan mendapatkan solusi bahasa. secara benar dan lengkap. Penjelasan secara matematis masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis. Skor Maksimal = 4 Skor Maksimal = 3 Skor Maksimal = 3 (Sumber : Cai, Lane dan Jacobsin (dalam Sijabat, 2015:5)) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengembangan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika melalui tiga tahap, yaitu tahap mengidentifikasi, tahap mengembangkan dan tahap evaluasi dan revisi. Tahap-tahap dilakukan bertujuan untuk menghasilkan bahan pembelajaran Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 11 matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika yang valid, praktis dan efektif. Tahap Mengidentifikasi 1) Tahap awal dalam pengembangan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika adalah mengidentifikasi yang terdiri dari tiga langkah identifikasi, yaitu: a) mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran, b) mengidentifikasi pembelajaran, c) mengidentifikasi perilaku dan karakteristik siswa. Mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran siswa dilakukan untuk mengetahui kemampuan kompetensi yang perlu dimiliki siswa setelah menempuh pembelajaran menggunakan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika. Mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dilakukan untuk mengidentifikasi tujuan pembuatan bahan pembelajaran dan mengidentifikasi kesenjangan keadaan sekarang dan yang diharapkan. Langkah-langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran yaitu: 1) Mengidentifikasi tujuan pembuatan bahan pembelajaran, pada langkah ini, analisis yang dilakukan adalah mengidentifikasi pemakai yang akan menggunakan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika yaitu: guru, siswa dan mengidentifikasi dimana bahan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kontekstual akan digunakan yaitu di SMA Negeri 1 Lubuklinggau kelas XI IPA semester ganjil. Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 12 2) Mengidentikasi kesenjangan keadaan sekarang dan keadaan yang diharapkan. Kesenjangan keadaan sekarang dan keadaan yang diharapkan, dijabarkan dalam tabel 2.1. Tabel 2.1 Kesenjangan Keadaan Sekarang dan yang Diharapkan Sekarang Yang diharapkan Belum adanya bahan pembelajaran Adanya bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika di SMA Negeri 1 matematika di SMA Negeri 1 Lubuklinggau. Lubuklinggau. Siswa masih sulit mengaplikasikan Dengan adanya bahan pembelajaran menghitung banyak cara yang matematika berbasis kontekstual untuk digunakan pada aturan pengisian memfasilitasi kemampuan komunikasi tempat yang tersedia, faktorial dan matematika ini diharapkan siswa dapat permutasi ke dalam kehidupan seharimengaplikaiskan materi dalam hari. kehidupan sehari-hari. Pembelajaran langsung memberikan Pembelajaran mengajak siswa untuk hasil dari suatu konsep kepada siswa. berpikir menemukan suatu konsep yang telah ada. Identifikasi pembelajaran, setelah melakukan identifikasi kebutuhan pembelajaran, selanjutnya adalah melakukan identifikasi pembelajaran. identifikasi pembelajaran dilakukan untuk menentukan keterempilan dan pengetahuan siswa untuk mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran. Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk kelas XI IPA semester ganjil terdapat satu standar kompetensi (SK) dan 6 kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai. Mengatasi keterbatasan waktu dan biaya, peneliti peneliti mengembangkan hanya pada bahasan menggunakan aturan perkalian dan permutasi dalam pemecahan masalah. Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 13 Selain melakukan identifikasi pembelajaran, hal yang perlu dilakukan adalah identifikasi perilaku dan karakteristik siswa. Identifikasi terhadap perilaku dan karakteristik siswa SMA Negeri 1 Lubuklinggau di kelas XI IPA meliputi kemampuan yang dimiliki oleh siswa, gaya belajar, minat siswa, respon siswa dan sikap siswa terhadap aktivitas siswa. Jadwal pelajaran matematika hanya ada hari senin dan selasa sehingga dalam seminggu ada empat jam dengan masing-masing perjam 45 menit dan dilaksanakan ada yang pagi dan ada yang sesudah istirahat. Tahap Mengembangkan Tahap mengembangkan yang dilakukan dalam pengembangan ini adalah sebagai berikut: a) menulis tujuan pembelajaran khusus dengan mengembangkan pembelajaran tujuan pembelajaran khusus (TIK) dari kompetensi dasar yang merupakan tujuan pembelajaran umum. (TIU). TIU dan TIK dirumuskan menggunakan format ABCD (Audience, Behavior, Condition, and Degree). TIU : Menggunakan aturan perkalian, faktorial dan permutasi dalam pemecahan masalah. TIK : 1. Setelah diberikan masalah berbasis kontekstual, siswa dapat menyusun aturan pengisian tempat yang tersedia dengan menggunakan aturan perkalian. 2. Setelah menyusun aturan pengisian tempat yang tersedia, 76 % siswa dapat menghitung banyaknya cara yang terjadi dari suatu peristiwa dengan menggunakan aturan perkalian. 3. Setelah diberikan masalah berbasis kontekstual siswa dapat mendefinisikan notasi faktorial. Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 14 4. Setelah mengetahui definisi notasi faktorial, 76% siswa dapat menghitung nilai n dari bentuk faktorial serta mengubah perkalian kebentuk notasi faktorial. 5. Setelah diberikan masalah berbasis kontekstual, siswa dapat mendefinisikan jenis-jenis permutasi. 6. Setelah mengetahui definisi jenis-jenis permutasi, 76 % siswa dapat menghitung banyaknya cara yang terjadi dengan menggunakan jenis-jenis permutasi. Menulis tes acuan patokan yang mampu mengukur pencapaian hasil kemampuan komunikasi matematika siswa dengan memperhatikan tujuan pembelajaran khusus yang telah dirumuskan. Tes acuan patokan dibuat berdasarkan TIK pada TIU. Menyusun strategi pembelajaran, berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya, peneliti dapat menentukan strategi yang akan digunakan agar bahan pembelajaran yang telah dirancang dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pembelajaran yang telah dikembangkan adalah bahan pembelajaran berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika. Langkah awal yang dilakukan yaitu mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk mengembangkan materi dalam bahan pembelajaran ini. RPP yang dikembangkan berupa RPP yang menggunakan pendekatan kontekstual dan dibantu dengan model Discovery Learning (Penemuan). Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 15 Mengembangkan bahan pembelajaran, Bahan Pembelajaran berupa materi aturan perkalian dan permutasi yang dikembangkan berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika siswa berdasarkan sumbersumber buku matematika kelas XI IPA semester ganjil. Bahan Pembelajaran matematika ini berupa bahan pembelajaran cetak yang dibuat menggunakan photoshop, paint, dan Microsoft word. Bahan pembelajaran yang dikembangkan terdiri dari dua buku yaitu: buku siswa dan buku guru. Buku guru memuat materi, contoh soal dan soal latihan beserta penyelesaiannya. Sedangkan buku siswa hampir sama dengan buku guru tetapi bedanya dalam buku siswa tidak ada penyelesaian dari soal latihan. Buku Gambar 1.1 Buku Guru dan buku siswa Tahap Evaluasi Dan Revisi Tahap terakhir dalam pengembangan bahan pembelajaran matematika, yaitu, tahap evaluasi dan revisi ini dilakukan dalam uji coba, yaitu: a) evaluasi ahli, b) evaluasi one to one, c) evaluasi uji kelompok kecil, d) uji lapangan. Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 16 Evaluasi ahli dilakukan terhadap ahli materi, ahli bahasa, dan ahli media. Instrumen yang digunakan adalah angket terbuka, berdasarkan indikator dan saran yang dibutuhkan dalam pengembangan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika. Evaluasi ahli materi dilakukan untuk mengetahui kelayakan cakupan materi, akurasi materi dan kontekstual serta memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika yang terdiri dari 15 pernyataan. Dari hasil yang diperoleh pada penilaian materi bahwa komponen keakurasi materi termasuk dalam kategori sangat baik dengan presentase yaitu 93,33 %. Evaluasi ahli bahasa dilakukan untuk mengetahui keterbacaan materi, tata bahasa, dialog interaktif yang terdiri dari 10 pernyataan. Dari hasil yang diperoleh pada penilaian ahli bahasa bahwa komponen kelayakan bahasa termasuk dalam kategori baik dengan presentase yaitu 70,00 %. Evaluasi ahli media dilakukan untuk mengetahui kelayakan penyajian bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika yang disajikan dalam angket tertutup dengan 10 pernyataan, sehingga hasil yang diperoleh dari penilaian ahli media dalam kategori baik dengan persentase 77,778%. Berdasarkan penilaian dari ketiga ahli terhadap bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika yang sudah diuraikan di atas menunjukkan penilaian yang sangat baik. Rekapitulasi hasil keseluruhan dari tiga ahli diperoleh penilaian yang sangat baik dengan persentase 82,35%. Evaluasi one to one dilaksanakan pada tanggal 20 Juli 2016, dengan melakukan wawancara kepada tiga orang siswa. Agar tidak mengganggu pelajaran Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 17 lain evaluasi one to one dilakukan di dalam kelas pada saat jam pulang sekolah. Langkah-langkah yang dilakukan dalam evaluasi one to one adalah: 1) siswa diminta untuk membaca atau melihat-lihat sekilas bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika; 2) siswa diminta untuk memperhatikan materi yang diambil secara acak sebagai sampel untuk ditanyakan; 3) setelah itu siswa ditanya secara lisan tentang materi yang di tanya, apabila jawaban siswa sama seperti apa yang kita pikirkan artinya keterbacaannya tinggi, produk yang dihasilkan praktis dan materi yang disajikan mudah dimengerti. Hasil validasi one to one pada bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika dilakukan pada empat indikator yaitu: a) kemenarikan bahan pembelajaran; b) keterbacaan isi materi; c) penyajian gambar; d) penyajian materi dalam bahan pembelajaran matematika tersebut. Pelaksanaan evaluasi one to one dilakukan guna melihat kepraktisan penggunaan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika. Evaluasi kelompok kecil Evaluasi kelompok kecil dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2016, dengan memberikan angket yang terdiri dari 10 butir pernyataan kepada enam siswa yang diambil seacara acak. Pembelajaran dilakukan seperti keadaan sesungguhnya. Pada tahap ini, evaluasi yang digunakan sama dengan evaluasi one to one, yaitu untuk mendapatkan informasi mengenai tanggapan siswa tentang keterbacaan materi, kemenarikan bahan pembelajaran matematika serta fokus materi. Bedanya instrument yang digunakan berupa Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 18 angket tertutup, sedangkan evaluasi one to one digunakan instrument wawancara. Evaluasi kelompok kecil ini dilakukan guna melihat kepraktisan bahan pembelajaran matematika untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika. Dari angket yang diberikan kepada siswa, bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika sudah dapat dikatakan praktis dengan persentase 85% yang sangat setuju, 13 % setuju dan selebihnya tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual unuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika sudah praktis dan siap digunakan tanpa adanya perbaikan, tidak ada saran atau masukan guna kebaikan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika. Uji coba lapangan, dilakukan pada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Lubuklinggau. Pada tahap akhir ini, evaluasi yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang menyeluruh tentang kualitas produk bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika. tahap uji coba lapangan merupakan tahap praktikalitas yang dilakukan pada kelas XI IPA 5 dengan jumlah 40 orang. Hal ini dilakukan untuk melihat keefektifan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika. pelaksanaan uji coba lapangan dalam 5 kali pertemuan. Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi matematika siswa setelah menggunakan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 19 komunikasi matematika. berdasarkan kriteria hasil tes kemampuan komunikasi matematika dapat dicapai dengan baik atau efektif apabila mendapat nilai akhir . Setelah diadakan pelaksanaan tes kemampuan komunikasi matematika, dari 37 siswa yang mengikuti tes kemampuan komunikasi matematika terdapat 31 siswa yang nilainya di atas skor 60, dan 6 siswa yang nilainya belum mencapai skor diatas 60. Dengan demikian bahan pembelajaran berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika sudah dapat dikatakan efektif yaitu dengan presentase 83,78 %. Selanjutnya, pada pertemuan keempat sebelum melaksanakan tes kemampuan komunikasi matematika yaitu pemberian angket yang dilakukan lima belas menit setelah pembahasan soal-soal yang kurang mengerti. Angket tersebut terdiri dari 25 butir pernyataan yang bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika. Hasil angket respon siswa pada uji lapangan terhadap bahan pembelajaran berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika terbilang positif dengan persentase 76,7%. Hal ini menunjukkan respon yang baik terhadap penggunaan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Lubuklinggau tahun pelajaran 2016/2017. SIMPULAN DAN SARAN Persentase keseluruhan komponen dari penilaian validator terhadap bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 20 komunikasi matematika adalah 82,35% sehingga bahan pembelajaran dikatakan valid dan memenuhi kriteria sangat baik. Respon siswa pada saat uji lapangan terbilang positif dengan persentase sebesar 76,7%. Selain itu tes kemampuan komunikasi matematika yang diikuti siswa sebanyak 37 siswa sudah terbilang sangat baik sesuai kriteria dengan 31 orang yang mendapat skor di atas 61 dan 6 orang yang mendapat skor di bawah 60, hal ini menunjukkan bahwa bahan pembelajaran berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika sudah valid, praktis, dan efektif untuk digunakan. Adapun saran pemanfaatan dan pengembangan produk lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1. Penulis menyarankan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika dapat digunakan dalam pembelajaran peluang dengan materi aturan perkalian dan permutasi karena telah mendapat penilaian sangat baik dan layak digunakan. 2. Bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika bisa dikolaborasikan dengan model pembelajaran yang lain selama masih menyertakan komponen kontekstual. 3. Penulis menyarankan bahan pembelajaran matematika berbasis kontekstual untuk memfasilitasi kemampuan komunikaisi matematika dapat membantu guru memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika dalam menyampaikan materi. Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 21 Daftar Pustaka Alvian, dkk,. 2014. Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Matematika Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel untuk SMP Kelas VIII Berdasarkan Standar Proses NCTM. Jurnal KADIKMA. 5(3), 79-88. Fadli. 2014. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Web pada Pelajaran Matematika di Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang. Disertasi tidak diterbitkan. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. [online]. http://jurnal.upi.edu/file/8-Fahrurazi.pdf [19 April2016] Haji, S. 2012. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP Bengkulu. Jurnal Exacta. 10(2), 115-118. Hamdayama, J. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia. Haryati, S. 2012. Research and Development (R&D) Sebagai Salah Satu Model Penelitian dalam Bidang Penelitian. Jurnal Pendidikan Matematika. 37(1), 11-26. Hasbullah, dkk. 2012. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hidayati, dkk,. 2014. Keefektifan Model-FSLC dengan Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis siswa. Journal of Mathematics Education. 3(2), 87-92. Izzati & Suryadi. 2010. Komunikasi Matematika dan Pendidikan Matematika Realistik. Jurnal Pendidikan Matematika. (1)1, 721-729. Komalasari, K. 2011. Pembelalajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: Repika Aditama. Mahmudi, A. 2009. Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal MIPMIPA UNHALU. 8(1), 1-9. Putra, N. 2011. Research & Development. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Ramellan, Musdi dan Armiati. 2012. Kemampuan Komunikasi Matematis & Pembelajaran Interaktif. Jurnal Pendidikan Matematika. 1(1), 77-82. Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika 22 Rachmayani, D. 2014. Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika dan Kemandirian Belajar Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan UNSIKA. 2(1), 13-23. Sanjaya, W. 2008. Perencanaan & Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Shadiq, F. 2014. Strategi Permodelan pada Pemecahan Masalah Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu. . 2014. Pembelajaran Matematika; Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir. Yogyakarta: Graha Ilmu. Son, A.L. 2015. Pentingnya Kemampuan Komunikasi Matematika bagi Mahasiswa Calon Guru Matematika. Jurnal GEMA WIRALODRA. 7(1), 1-8. Sijabat, dkk,. 2015. Pengaruh Model Reciprocal Teaching terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 3 Lubuklinggau. [online].http://mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel%20Ilmiah %20eva%20ok.pdf. [13 April 2016] Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Yaumi, M. 2013. Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika