1 PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI L SIDOHARJO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 liana, S.Pd1, Anna Fauziah, M.Pd2, Dona Ningrum M, M.Pd3. Email: [email protected] PMIPA, Pendidikan Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau ABSTRACT This thesis entitled "influence of discovery learning methods social interactions against results of learning math grade VIII SMPN L Sidoharjo in the year 2015/2016 lessons’’. The outline of this research issue was’’. Whether thera was influence of discovery learning methods soc interactions against results of learning math grade VIII SMPN Sidoharjo in the year 2015/2016 lesson?”. This research aims to know the influence of method of the invention of social interactions against results of learnig math grade VIII SMPN L Sidoharjo in the year 2015/2016 lessons. This type of research is purely experimental the population of the entire grade VIII SMP L Sidoharjo in 2015/2016 totaled 196 students and as her sample is a class VIII.2 as class experiments and class VIII.6 as the class of the control. Data collection is carried out by an engineering test. The data collected was analyzed using t-test. Based on the results of the analysis of the t-test on a significant level a = 0,05 can be concluded that there is significant influence social interactions results of the discovery method of learning math grade VIII SMPN L Sidohajo in the year 2015/2016 lessons. The average value of the ultimate test of experiment classes and control classes 84,85 amounted to 79,09. PENDAHULUAN Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan sehari-hari yang melibatkan individu secara keseluruhan baik fisik maupun psikis untuk mencapai tujuan. Pembelajaran merupakan interaksi antara belajar dan mengajar, suatu kegiatan dikatakan pembelajaran apabila terjadi interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa. Belajar matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang pasti diberikan kepada setiap tingkat pendidikan anak mulai SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi. Siswa dibekali dengan kemampuan berpikir logis, kritis, analitis, sistematis, kreatif serta kemampuan bekerjasama sehingga akan terbentuk siswa yang cerdas dan mampu memecahkan setiap persoalan yang dihadapinya pada mata pelajaran matematika, bukan hanya kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, dan prinsip saja melainkan suatu proses penemuan. Mata pelajaran matematika 1 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 2 diarahkan untuk mendorong siswa lebih berpikir kritis sehingga mendapatkan pemahaman yang mendalam. Menurut Mulyono (2010:251), masih banyak siswa yang memandang matematika sebagai mata pelajaran yang sulit. Meskipun demikian, mata pelajaran matematika harus dipelajari oleh setiap siswa. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru mata pelajaran matematika bahwa di kelas VIII SMP Negeri L Sidoharjo, diperoleh pada ulangan harian matematika masih banyak siswa belum mencapai KKM (Kriteria Ketutasan Minimal). Dari keseluruhan siswa kelas VIII sebanyak 196 orang, terdapat 80 siswa (40,82%) yang mencapai KKM dan sebanyak 116 siswa (59,18%) yang belum mencapai KKM. Sedangkan KKM yang telah ditetapkan disekolah tersebut sebesar 75. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan berpikir siswa dalam mata pelajaran matematika masih lemah, sehingga mereka yang belum mencapai KKM harus mengikuti ujian remedial atau perbaikan. Sesuai dengan hasil pengamatan peneliti di SMP Negeri L Sidoharjo salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika, maka guru harus berusaha mencari strategi dalam menggunakan model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan materi yang sedang dipelajari agar siswa mampu menangkap pelajaran dengan mudah, menguasai konsep dan memicu siswa untuk berperan lebih aktif lagi dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Berdasarkan permasalahan di atas, perlu salah satu cara untuk mewujudkan siswa yang aktif, kreatif dan inovatif yaitu dengan menggunakan metode penemuan terbimbing dalam proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah. Menurut Hamalik (dalam Nurcholis, 2013:33), metode penemuan terbimbing adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek, dan eksperimentasi siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Siswa didorong untuk berfikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru dan guru hanya sebagai fasilitator atau pembimbing saja. Metode 1 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 3 penemuan terbimbing ini mampu melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran dan mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi proses pembelajaran. Itu sebabnya metode penemuan terbimbing ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh metode pembelajaran penemuan terbimbing terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri L Sidoharjo semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016’’ LANDASAN TEORI Jauhar (dalam Hamiyah, 2014:180) metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya, sedangkan Wilcolx (dalam Suprihatiningrum, 2013:241), mengatakan bahwa metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah suatu metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk belajar aktif melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsipprinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Menurut Suherman (2001:178), metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah sebagai metode mengajar merupakan penemuan yang dilakukan oleh siswa. Dalam belajarnya ini menemukan sendiri sesuatu hal yang baru. Ini tidak berarti hal yang ditemukan itu benar-benar baru sebab sudah diketahui oleh orang lain. Menurut Suryosubroto (2009:178), metode penemuan (discovery) diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi, Metode penemuan ini terbagi menjadi 2 jenis menurut Hariyadi (2009:4), yaitu penemuan murni dan penemuan terbimbing. Menurut Meir (dalam Hariyadi, 2009:4), menyebutkan bahwa penemuan murni adalah apa yang hendak ditemukan oleh siswa, jalan atau proses semata-mata ditentukan oleh siswa itu sendiri. Peran guru dalam penemuan murni hanya sebagai penyaji masalah dan meminta siswa untuk mengkaji fakta-fakta atau relasi yang terdapat pada masalah tadi. Penemuan murni ini memungkinkan siswa tidak terarah, sehingga akan menyita banyak waktu untuk setiap proses penemuannya. Di 1 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 4 samping itu, penemuan tanpa bimbingan dapat memakan waktu berhari-hari dalam pelaksanaannya atau bahkan siswa tidak berbuat apa-apa karena tidak tahu jalan penemuannya. Jelas bahwa metode ini kurang tepat untuk siswa. Mengingat hal itulah metode penemuan terbimbing menjadi sebuah pilihan yang lebih baik. Menurut Hamalik (dalam Nurcholis, 2013:33), metode penemuan terbimbing adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Sutrisno (dalam Nurcholis, 2013:33), mengemukakan bahwa pembelajaran dengan penemuan terbimbing memberikan kesempatan pada siswa untuk menyusun, memproses, mengorganisir suatu data yang diberikan guru. Melalui proses penemuan ini, siswa dituntut untuk menggunakan ide dan pemahaman yang telah dimiliki untuk menemukan sesuatu yang baru, sehingga pemahaman konsep matematis siswa dapat meningkat. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing ini adalah: a) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran; b) Guru membagi siswa menjadi kelompok kecil 4-5 orang secara heterogen; c) Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada setiap kelompok; d) Guru mengarahkan siswa menyelesaikan masalah yang ada di dalam Lembar Kerja Siswa (LKS); e) Siswa melakukan percobaan dan guru membimbing siswa untuk mendapatkan informasi melalui percobaan bersama kelompoknya masing-masing; f) Guru mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang diselidiki dan ditemukan; g) Setelah selesai siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok; h) Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:250), hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Hasil belajar merupakan hal yang dipandang dari dua sisi yaitu: 1) dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik; 2)dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikanya 1 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 5 bahan pelajaran. Menurut Bloom (dalam Suprijono, 2009:6) hasil belajar mencakup kemampuan: 1) Aspek kognitif, mencakup ingatan atau pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. 2) Aspek afektif, mencakup penerimaan, penanggapan, penghargaan, pengorganisasian, dan pengkarakterisasian. 3) Aspek psikomotorik, mencakup persepsi, kesiapan respon terbimbing, mekanisme, respon nyata kompleks, penyesuaian, dan penciptaan. Adapun Bloom (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:202), menyatakan hasil belajar pada aspek kognitif meliputi: Pengetahuan (C1) Merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsipprinsip dalam bentuk seperti mempelajari. Kata kerja yang dapat dipakai: mengutip, menyebutkan, menjelaskan, menggambar, mengidentifikasi, mengulang, menghafal, menulis, menunjukkan. Pemahaman (C2) merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan memahami/mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya. Kata kerja yang dapat dipakai: menterjemah, memperkirakan, nyatakan kembali, mendiskusikan, menjelaskan, menguraikan, menghitung. Penggunaan atau penerapan (C3) Merupakan kemampuan mengunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi konkret dan/atau situasi baru. Kata kerja yang dapat dipakai: menugaskan, mengurutkan, menerapkan, menyesuaikan, menggunakan, mendemontrasikan, mempraktekkan, mengoperasikan, menjadwalkan. Analisis (C4) Merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang menjadi unsur pokok. Kata kerja yang dapat dipakai: menganalisis, memisahkan, membedakan, menghitung, cobakan, tes bandingkan, kritik, meneliti, debatkan, menghubungkan, memecahkan, mengkategorikan. Sintesis (C5) Merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru. Kata kerja yang dapat dipakai: mengatur, menganimasi, mengumpulkan, mengkode, menyusun, merancang, merencanakan, merumuskan, merangkum. Evaluasi (C6) Merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu. Kata kerja yang dapat dipakai: membandingkan, menyimpulkan, menilai, mengarahkan, mengkritik, memutuskan, memperjelas, 1 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 6 menafsirkan. Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan model pembelajaran adalah suatu rencana yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas pada pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya dan sistem pengelola. Tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa hasil belajar adalah semua perubahan prilaku seseorang secara keseluruhan setelah melalui proses belajar yang meliputi dalam kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam hal ini, hasil belajar yang diteliti pada penelitian ini adalah kemampuan siswa pada aspek kognitif yang terdiri dari tahap menerapkan (C3) pada kemampuan kognitif siswa setelah penerapan metode pembelajaran penemuan terbimbing. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah True Experimental design, yaitu eksperimen yang dianggap sudah baik karena sudah memenuhi persyaratan dalam eksperimen, yaitu dengan adanya kelompok lain yang tidak mengalami eksperimen yang diamati dan disebut dengan kelompok kontrol, sehingga perubahan yang terjadi antara sebelum penelitian dan setelah penelitian banar-benar terlihat. Dengan menggunakan Control group pre-testpost-test Design, tes dilakukan sebanyak masing-masing dua kali pada tiap kelompok, yaitu pada kelompok eksperimen, pretest (O1) dilakukan sebelum eksperimen, dan posttest (O2) dilakukan setelah eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol pretest dan posttest diberikan tanpa diselangi dengan eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan bentuk Control group pre-testpost-test Design, menurut Sugiyono (2013:112) digambarkan sebagai berikut: E O1 X O2 K O3 Y O4 Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknis tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lainnya yang digunakan untuk 1 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 7 mengukur keterampilan pengetahuan inteligansi kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Arikunto (2010:53) menyatakan tes adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Tes dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pada materi yang diajarkan. Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, sedangkan tes akhir diberikan untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Tes yang diberikan berbentuk soal uraian (essay) sebanyak 6 soal mengenai materi sistem persamaan linear dua variabel. Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu berupa data dari hasil belajar siswa yang didapat dari nilai tes siswa. sesuai dengan desain penelitian maka teknik analisis data terhadap hasil belajar yang akan dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: data kelompok yang digunakan pembelajaran dengan penemuan terbimbing dengan yang tidak menggunakan pembelajaran penemuan terbimbing. Untuk menganalisis hipotesis tersebut diperlukan pasangan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha) sebagai berikut: Ho : 1 2 : Rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen kurang dari atau sama dengan hasil belajar matematika siswa kelas kontrol. Ha : 1 2 : Rata-rata hasil belajar matematika siwa kelas eksperimen lebih dari hasil belajar matematika siswa kelas kontrol. PEMBAHASAN Pelaksanaan penelitian ini dilakukan sebanyak lima kali pertemuan dengan rincian satu kali pre-test (tes awal) pada awal pertemuan, tiga kali pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing dan pertemuan akhir post-test (tes akhir) untuk mengetahui hasil belajar setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Tahap pelaksanaan proses pembelajaran pada pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2015 dengan materi sistem persamaan 1 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 8 linear dua variabel. Sebelum proses pembelajaran dimulai, peneliti menjelaskan secara singkat bentuk dari proses pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran lalu peneliti membagi siswa menjadi kelompok kecil terdiri dari 4-5 orang secara heterogen. Kemudian peneliti membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada setiap kelompok dan mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah yang ada di dalam Lembar Kerja Siswa (LKS). Siswa melakukan percobaan dan peneliti membimbing siswa untuk mendapatkan informasi melalui percobaan bersama kelompoknya masing-masing. Peneliti mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang diselidiki dan ditemukan, setelah selesai siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan peneliti membimbing siswa dalam membuat kesimpulan. Menurut Sutrisno (2012:214-215), yaitu selama proses pembelajaran, kelas dibentuk menjadi beberapa kelompok diskusi untuk memudahkan membimbing siswa, selama diskusi berlangsung siswa bertanya kepada peneliti saat mengalami kesulitan. Namun pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak langsung dijawab oleh peneliti. Peneliti meminta siswa lebih cermat mendiskusikan hal yang ditanyakan, jawaban harus ditemukan sendiri oleh siswa. Oleh karena itu peneliti membimbing siwa dengan petunjuk tambahan untuk membantu mengarahkan menemukan jawaban pertanyaan atau konsep yang dipelajari, petunjuk tidak diberikan hanya kepada kelompok yang bertanya saja, tetapi kepada semua siswa dikelas. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pegulangan pertanyaan oleh siswa/kelompok lain. Dengan demikian, proses pembelajaran benar-benar terpusat pada siswa, siswa berusaha mencari ide untuk menemukan suatu konsep dimana dalam proses penemuan ini siswa dibantu oleh LKS yag diberika dan bimbingan peneliti. Pada pertemuan pertama kerjasama dalam kelompok belum terlaksana dengan baik, karena siswa masih bekerja sendiri-sendiri dalam menemukan konsep, serta adanya kekacauan dalam kelas karena siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang secara heterogen. Sehingga banyak siswa kurang senang untuk bekerjasama dengan siswa yang lain dan hanya ingin berkelompok dengan teman yang di inginkannya. 1 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 9 Untuk mengatasinya peneliti membimbing dan memotivasi kepada siswa agar dapat bekerjasama dalam kelompoknya untuk mengetahui konsep dari materi sistem persamaan linear dua variabel. Selanjutnya peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi guna untuk memberikan rangsangan kognitif kepada siswa, lalu siswa siswa diminta untuk berdiskusi. Siswa yang belum menemukan konsep sistem persamaan linear dua variabel di haruskan aktif bertanya dalam kelompoknya. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan diharuskan membantu siswa yang belum memahami konsep pada materi tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh karim (2011:30), yaitu dalam melakukan aktifitas penemuan, siswa berinteraksi dengan siswa lainnya. Proses pembelajaran pada pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2015. Pada pertemuan kedua proses pembelajaran sudah lebih baik dari pertemuan sebelumnya, siswa sudah mulai menjalankan perannya masingmasing terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Dapat dilihat dari kesiapan belajar dan rasa ingin tahu mereka dalam menemukan konsep dari materi sistem persamaan linear dua variabel selama proses pembelajarannya. Akan tetapi, dalam kerjasama antar kelompok masih terdapat keributan dan tergantung hanya kepada siswa yang lebih mampu. Namun, ada sebagian siswa yang telah memahami metode penemuan terbimbing sehingga mampu untuk menemukan konsep pada materi yang dipelajari. Proses pembelajaran pada pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2015. Proses pembelajarannya sudah berjalan dengan sangat baik dan siswa menyukai pembelajaran matematika dengan menggunakan metode penemuan terbimbing dengan materi sistem persamaan linear dua variabel. Selama proses pembelajaran hambatan-hambatan yang terjadi pada pertemuan pertama tidak terulang kembali sehingga ada peningkatan siswa untuk belajar menggunakan metode penemuan terbimbing serta adanya kerjasama yang sangat baik antar anggota kelomponya masing-masing. Menurut Winataputra (2008:62), dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa seseorang akan mengingat dan menggunakan kembali pengetahuan yang diperoleh apabila 1 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 10 pengetahuan tersebut dihasilkan dari upaya mengkonstruksi sendiri melalui pengalaman (learning by doing ) dalam bentuk eksplorasi dan manipulasi. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2, tes akhir yang dijadikan tolak ukur dalam melihat hasil dari pengaruh yang ditimbulkan setelah pemberian perlakuan dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Adapun nilai rata-rata tes akhir pada kelas eksperimen = 84,85 lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-rata tes akhir kelas kontrol = 79,09. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri L Sidoharjo dengan menggunakan metode penemuan terbimbing secara signifikan lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan pembelajaran konvensional. Adapun hambatan yang dialami peneliti selama melakukan penelitian adalah sulinya siswa memahami maksud dan tujuan soal penemuan yang berbentuk cerita, rendahnya rasa ingin tahu siswa terhadap materi yang disampaikan, sebagian siswa rebut saat proses pembelajaran bahkan cenderung tidak memperhatikan. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut peneliti melakukan pendekatan terhadap siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang rendah tersebut dan membimbing serta mengarahkannya kemudian siswa tersebut teratarik untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan, sehingga proses pembelajaran pun tetap efektif. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh metode pembelajaran penemuan terbimbing terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri L Sidoharjo Tahun Pelajaran 2015/2016. Berdasarkan hasil penelitian serta kesimpulan, maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1) Penggunaan metode penemuan terbimbing pada kegiatan pembelajaran dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru matematika untuk meningkatkan hasil belajar. 2) Bagi 1 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 11 peneliti-peneliti lain diharapkan dapat mencoba menggunakan metode penemuan terbimbing pada materi lain. 3) Peneliti sebagai fasilitator dalam mengajarkan suatu materi dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. DAFTAR PUSTAKA Hamalik, Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Haryadi, Ahmad. 2009. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. Surabaya: Temprina Media Grafika Surabaya. Hamiyah, N dan Muhamad Jauhar. 2014. Strategi Belajar-Mengajar di Kelas. Jakarta:Prestasi Pustakaraya. Karim, Asrul. 2011. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berfikir Kritis siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan [Online].edisi Khusus No. 1, Agustus 2011. http://jurnal.upi.edu./file/3Asrul-Karim.pdf. [24 Februari 2013] Sani, R. A. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suherman, Erman. 2001. Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Sukardi. 2010. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Rus Media. Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah: Wawasan Baru, Beberapa Metode Pendukung, dan Beberapa Komponen Layanan Khusus. Jakarta: Rineka Cipta. Sutrisno. 2012. Efektifitas Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan matematika. [online]. Volume. 1, No. 4. Tersedia: http://fkip.unila.ac.id/ojs/data/journals/11/JPMUVol1No4/016Sutrisno.pdf. [5 september 2013] Winataputra, Udin, S. dkk,. 2008. materi dan Pembelajaran PKN SD. Jakarta: Universitas Terbuka. 1 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 12 1 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika