UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA KELAS X IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING PADA POKOK BAHASAN FUNGSI EKSPONEN DAN LOGARITMA ARTIKEL JURNAL PENELITIAN Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat sidang Magister Pendidikan Matematika Oleh : YENNY ERMAYANTI NPM. 148060058 MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS PASCA SARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN 2016 0 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA KELAS X IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING PADA POKOK BAHASAN FUNGSI EKSPONEN DAN LOGARITMA Oleh : Yenny Ermayanti ABSTRAK Yenny Ermayanti. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMA kelas X IPA Melalui Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Pada Pokok Bahasan Fungsi Eksponen dan Fungsi logaritma. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah dan mendeskripsikan apakah pembelajaran Penemuan Terbimbing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa, apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model penemuan Terbimbing lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, apakah kemandirian belajar siswa yang mendapat pembelajaran dengan model penemuan Terbimbing lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, bagaimanakah gambaran mengenai kemandirian belajar siswa pada pembelajaran Fungsi Eksponen dan Logaritma yang mendapatkan model pembelajaran Penemuan Terbimbing dan pembelajaran konvensional, dan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara kemampuan berpikir kritis dengan kemandirian belajar siswa. Penelitian didasarkan pada kenyataan bahwa kemandirian belajar siswa kelas eksperimen lebih baik daripada di kelas kontrol. Metode penelitian yang digunakan adalah metode campuran (Mixed Metod) Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas X IPA4 dan X IPA5 SMA Negeri 1 Ciruas Tahun Pelajaran 2016-2017 pada pokok bahasan Fungsi Eksponen dan Logaritma. Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus atau tujuh pertemuan. Instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah: tes kemampuan berpikir kritis matematis yang telah dikonsultasikan dengan dosen, Pedoman wawancara, angket kemandirian belajar siswa dan observasi. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa: 1) Pembelajaran Penemuan Terbimbing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis. 2) Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis yang mendapatkan Pembelajaran Penemuan Terbimbing tidak lebih baik dari pembelajaran konvensional. 3) Kemandirian Belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Penemuan Terbimbing lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 4). Salah satu gambaran mengenai kemandirian belajar siswa pada materi Fungsi Eksponen dan Logaritma yang memperoleh model pembelajaran Penemuan Terbimbing adalah tingkat kepercayaan diri yang tinggi (Self concept) dibandingkan dengan siswa yang 1 memperoleh pembelajaran konvensional. 5) Tidak ada korelasi antara kemandirian belajar dengan berpikir kritis matematis. Kata Kunci: Pembelajaran Penemuan Terbimbing,kemampuan berpikir kritis matematis, dan kemandirian belajar siswa. PENDAHULUAN Sejak tahun 2002 penulis mengajar di Sekolah Menengah Atas dengan menggunakan model pembelajaran konvensional (teacher centered), guru menerangkan materi, memberikan contoh, guru menulis dipapan tulis, siswa menyalin di buku tulisnya, kadang-kadang beberapa siswa bertanya jika materi tidak mengerti, lalu guru pun mengulangi untuk menerangkan kembali, terkadang tanpa memberi kesempatan kepada siswa lain untuk menjelaskan pertanyaan temannya. Tetapi sejak penulis melanjutkan kuliah program Magister Pendidikan Matematika di Universitas Pasundan (UNPAS) Bandung, penulis mulai menyadari bahwa seorang guru profesional harus kreatif dalam mendidik siswanya di kelas. Konsep-konsep matematika yang diajarkan kepada siswa Sekolah Menegah Atas bertahun-tahun selalu sama, namun karakteristik siswanya setiap tahun berbeda-beda, sehingga model pembelajaran pun harus disesuaikan. Hasil Survey yang dilakukan penulis tiga tahun terakhir di suatu Sekolah Menengah Atas kelas X IPA, siswa mengalami kesulitan menggambar sketsa grafik Fungsi Eksponen dan Fungsi Logaritma. Ada siswa yang mengalami kesulitan memetakan (x,y) pada diagram cartesius, belum mengetahui sumbu vertikal dan sumbu horizontal, masih bingung menggambar grafik Fungsi Eksponen dan grafik Fungsi Logaritma ketika soal yang dibuat diulangan berbeda dengan yang dijelaskan di contoh soal. Bagi siswa kelas X SMA ini adalah materi baru bagi mereka. Mengingat pokok bahasan Fungsi Eksponen dan Logaritma membutuhkan tingkat kemampuan berfikir yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata ulangan harian pokok bahasan Fungsi Eksponen dan Logaritma yang masih dibawah KKM. Hasil rekapitulasi nilai ulangan harian bab Fungsi Eksponen dan Logaritma sebagai berikut: 2 Tabel 1 Nilai rata-rata Ulangan Harian No. Tahun Jumlah siswa KKM Rata-rata Jumlah Persentase siswa Ketuntasan Tuntas (%) 1 2013/2014 150 70 62,5 40 27 2 2014/2015 204 75 67,8 42 20 3 2015/2016 245 75 64,8 56 23 Berdasarkan fakta dilapangan, ketika penulis mewawancarai 3 orang guru pada saat Ujian Tengah Semester semester genap bulan maret tahun 2016, dapat disimpulkan bahwa mereka masih mengajar dengan model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional ini, dimana proses pembelajaran berpusat pada guru, hanya satu arah, guru hanya memberi materi kepada siswa tanpa melibatkan siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran cenderung membosankan, siswa mendengarkan materi dari guru, pembelajaran terpusat pada guru (teacher centered), pasif, akan menciptakan kesan bahwa belajar matematika adalah hal yang membosankan, padahal guru diharapkan dapat membuat siswa menjadi senang dengan pelajaran matematika. Menyikapi keadaan tersebut, sangat dibutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat membantu siswa lulus KKM. Guru harus mempunyai ide-ide kreatif agar siswa dapat memahami dan menerapkan konsep Fungsi Eksponen dan Fungsi Logaritma dengan benar, sehingga siswa dapat memahami dan menerapkan konsep tersebut dan menyelesaikan masalah berkaitan dengan sketsa grafik Fungsi Eksponen dan Fungsi Logaritma. Siswa harus mulai dibiasakan dapat belajar mandiri dan kreatif, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan matematika baik disekolah maupun tugas di rumah (PR). Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan 3 bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Arus globalisasi yang bergerak sangat cepat membawa perubahan kehidupan sosial politik keseluruh penjuru dunia, termasuk dunia pendidikan. Diakui atau tidak, pendidikan telah menjadi alat politik rezim yang berkuasa. Dengan munculnya era reformasi, semuanya berubah. Begitu pula dengan kurikulum, perubahan dari kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013. Hal ini juga tidak bertentangan dengan visi pendidikan tahun 2025 yaitu menciptakan insan Indonesia yang kompetitif. Cerdas yang dimaksud adalah cerdas komprehensif yaitu cerdas secara spiritual dan cerdas sosial atau emosional dalam ranah sikap, cerdas intelektual dalam ranah pengetahuan, serta cerdas kinestetis dalam ranah keterampilan. Sehingga guru diharapkan dapat melakukan pembelajaran yang aktif dan kreatif, berpusat pada siswa (Student centered) bukan berpusat pada guru, dimana guru hanya sebagai fasilitator agar proses pembelajaran berjalan menyenangkan. Oleh karena itu penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan menerapakan model pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) di tingkat Sekolah Menengah Atas. Ada tiga model Pembelajaran di kurikulum 2013 yaitu Discovery Learning, Problem Based Learning, dan Inquiry Learning. Guided Discovery merupakan bagian dari Discovery learning. Kurikulum menurut Parker harus dimulai dari apa yang pernah dialami siswa seperti pengalaman dalam keluarga, lingkungan fisik dan lingkungan sosial mereka serta hal-hal yang ada disekeliling mereka. Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam mengantar anak didik sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan. Sekolah berfungsi untuk mempersiapkan siswa dapat membiasakan diri berpikir kritis terhadap suatu permasalahan matematika agar mereka dapat berperan aktif di masyarakat. Oleh karna itu, kurikulum sebagai alat dan pedoman dalam proses pendidikan disekolah harus relevan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian kurikulum 2013 telah dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi 4 dan warganegara beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Namun hasil yang ada dilapangan, ternyata nilai rata-rata Ulangan Harian siswa untuk pelajaran matematika di salah satu SMA masih dibawah standar KKM. Begitu pula berdasarkan hasil wawancara dengan teman sejawat, ternyata penulis melihat fenomena masih banyak siswa yang belum bisa diajak berpikir kritis dan siswa belum nampak kemandirian belajar (Self Regulated Learning). Bahkan penulis mengamati jika siswa diberi pekerjaan rumah masih banyak yang menyalin dari temannya, ini artinya siswa belum memiliki kesadaran untuk menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Padahal tujuan pembelajaran matematika di sekolah menurut Permendiknas no. 22 tahun 2006 adalah agar peserta didik memiliki kemampuan berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat efisien dan tepat dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah Dari tujuan pembelajaran matematika tersebut, kedudukan matematika sangat penting dalam kehidupan. Siswa adalah manusia yang sangat unik. Seorang guru harus menciptakan kondisi pembelajaran yang membuat siswa berpikir kritis, logis, sistematis dalam memecahkan masalah dengan menyenangkan. Oleh karena itu, perlunya suatu penerapan yang tepat dalam memilih metode pembelajaran agar keterampilan berpikir kritis dapat diterapkan dalam pelajaran matematika Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan tadi, penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dan Self Regulated Learning Siswa 5 SMA kelas X IPA melalui Model Pembelajaran Guided Discovery pada pokok bahasan Fungsi Eksponen dan logaritma” METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan Mix Methods Research Yaniawati, 2014). dengan Penelitian Tidakan Kelas (Indrawan dan Penelitian terdiri dari dua kelompok siswa yaitu kelas eksperimen diberi perlakuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan model pembelajaran Guided Discovery dan kelompok kelas kontrol dengan model pembelajaran Konvemsional. Pada kelas eksperimen yang diberi perlakuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri dari 3 siklus dengan enam kali pertemuan. B. Desain Penelitian Desain Penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Kelas eksperimen : O Kelas kontrol : O X O O Keterangan: O = Pretes dan Postes tes kemampuan berpikir kritis matematis X = Perlakuan dengan model pembelajaran Guided Discovery Desain Penelitian tersebut sesuai dengan tujuan penelitian, dalam pelaksanaanya untuk kelas eksperimen , penulis menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing, sedangkan untuk kelas kontrol mnggunakan pembelajaran konvensional. HASIL PENELITIAN Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan berpikir kritis matematis dan data hasil skala sikap kemandirian 6 belajar siswa. Selanjutnya, peneliti mengolah data tersebut sesuai dengan langkah-langkah yang telah dilakukan pada BAB III. 1. Analisis Peningkatan berpikir kritis matematis di Kelas Penemuan Terbimbing dan Kelas Konvensional Hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis terdiri dari skor pretes dan postes. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis dilihat dari skor gain. Rekapitulasi data skor tes yang berkaitan dengan peningkatan dari kemampuan berpikir kritis matematis dapat dilihat: Tabel 4.9 Indeks Gain Kemampuan berpikir kritis matematis Data Statistik Berpikir Kritis Matematis Kelas Penemuan Kelas Terbimbing Konvensional Rata-Rata Indeks Gain 22,18 23,13 Standar Deviasi 7,718 5,247 Nilai Minimum Indeks Gain 4 8 Nilai Maksimum Indeks Gain 32 31 0,61 0,65 Sedang Sedang Gain Berdasarkan Tabel 4.9 hasil indeks gain kemampuan berpikir kritis matematis dari kedua kelompok mempunyai rata-rata yang berbeda, tercatat bahwa untuk kelas Penemuan Terbimbing rata-rata indeks gain nilai sebesar 22,18 dengan standar deviasi 7,718 nilai minimum indeks gain 4, nilai maksimum indeks gain 32 dan gain 0,61 dengan kategori 7 sedang. Sedangkan hasil gain berpikir kritis matematis untuk kelas konvensional tercatat bahwa rata-rata indeks gain nilai sebesar 23,13 dengan standar deviasi 5,247 nilai minimum indeks gain 8, nilai maksimum indeks gain 31 dan gain 0,65 dengan kategori sedang. a. Uji Normalitas Kemampuan Berpikir kritis matematis Menguji normalitas antara kelas Penemuan Terbimbing dan kelas konvensional. Uji normalitas terhadap dua kelas tersebut dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk dengan software IBM SPSS statistics 21 dengan taraf signifikansi 0,05. Setelah dilakukan pengolahan data, tampilan output dapat dilihat pada Tabel 4.10 Tabel 4.10 Uji Normalitas Data Gain Berpikir Kritis Matematis Kelas Penemuan Terbimbing Konvensional Statistic 0,926 0,950 Shapiro-Wilk df 39 39 Sig. 0,014 0,080 Berdasarkan Tabel 4.10 di atas, gain berpikir kritis matematis di kelas Penemuan Terbimbing 0,014 < 0,05 dan kelas konvensional 0,080 > 0,05. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa gain kemampuan berpikir kritis matematis di kelas Penemuan Terbimbing dan kelas konvensional tersebut tidak berdistribusi normal (Priyatno, 2010: 40). Pengujian normalitas dapat dilihat dari Grafik Q-Q Plots di bawah ini: 8 Grafik 4.5 Grafik 4.6 Normalitas Q-Q Plots Normalitas Q-Q Plots Gain Kemampuan Berpikir Kritis Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis kelas Penemuan Matematis Kelas Konvensional Terbimbing Dari grafik dapat diartikan bahwa hasil gain siswa kelas Penemuan Terbimbing dan kelas konvensional berada “Jika sampel data berasal dari suatu populasi yang berdistribusi normal, maka titik nilai data akan terletak kurang lebih dalam suatu garis lurus (Uyanto, 2009:41).” Dari grafik 4.5 dan 4.6 dapat disimpulkan bahwa data kelas Penemuan Terbimbing dan kelas konvensional berasal dari data indeks gain yang tidak berdistribusi normal. “jika kedua kelas atau salah satu kelas tidak berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji nonparametrik (Russefendi, 2006: 271).” Uji non-parametrik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Mann-Whitney. “Uji MannWhitney merupakan parametrik dari uji-t dua sampel independen (Uyanto, 2009:321).” b. Uji Kesamaan Dua Rerata Indeks Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis (Uji –t) 9 Untuk menguji hipotesis penelitian maka dilakukan uji dua rata-rata yaitu uji kesamaan dua rerata indeks gain melalui uji non parametrik program software IBM SPSS statistics 21 menggunakan uji Mann-Whitney dengan taraf signifikasi 0,05. Hipotesis tersebut dirumuskan dalam bentuk hipotesis parametrik (uji dua pihak) sebagai berikut : Ho:µ1 = µ2 (Peningkatan rata-rata skor gain kelas Penemuan Terbimbing tidak lebih baik dari pada kelas konvensional) Ha:µ1 > µ2 (Peningkatan rata-rata skor gain kelas Penemuan Terbimbing lebih baik daripada kelas konvensional). Karena skor gain berasal dari populasi yang berdistrusi tidak normal maka dilakukan uji parametrik, yaitu uji Mann-Whitney dengan taraf signifikan 5%. Untuk kriteria pengujiannya yaitu: Ho ditolak jika nilai sig. (2-tailed) < 0,05 dan Ho diterima jika nilai sig. (2-tailed) ≥ 0,05. Hasil Uji Mann-Whitney pada skor gain disajikan pada tabel 4.11 berikut: Tabel 4.11 Uji Mann-Whitney U Data Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Gain Berpikir Kritis Matematis Mann-Whitney U 753,500 Wilcoxon W 1533,500 -0,70 Z 10 0,944 Asymp.Sig. (2-tailed) Berdasarkan Tabel 4.11 Kemampuan Peningkatan Berpikir kritis lebih besar dari 0,05 yang berarti Ha ditolak. Dengan kata lain Peningkatan rata-rata skor gain kelas Penemuan Terbimbing tidak lebih baik daripada kelas konvensional. 2. Analisis korelasi antara Berpikir kritis matematis dengan Kemandiirian belajar Untuk melihat ada tidaknya korelasi antara berpikir kritis matematis dengan kemandirian belajar siswa digunakan Correlate Bivariate dengan hasil pengujian sebagai berikut: Tabel 4.13 Korelasi antara Berpikir Kritis Matematis dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas Penemuan Terbimbing Berpikir Kritis Matematis Pearson Correlation Sig. (2-tailed) Berpikir Kritis Matematis 1 39 N Kemandirian Pearson Correlation Sig. (2-tailed) Belajar Siswa N 0,29 0,860 39 Kemandirian Belajar Siswa 0,29 0,860 39 1 39 Berdasarkan Tabel 4.13 korelasi antara berpikir kritis matematis dengan kemandirian belajar siswa di kelas Penemuan Terbimbing dengan 11 nilai sigfikansi 0,860 > 0,05 maka Ho diterima, yang artinya tidak ada korelasi antara berpikir kritis matematis dengan kemandirian belajar siswa di kelas Penemuan Terbimbing Tabel 4.14 Korelasi antara Berpikir Kritis Matematis dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas Konvensional Berpikir Kritis Matematis Berpikir Kritis Matematis Kemandirian Belajar Siswa Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kemandirian Belajar Siswa 1 0,061 39 0,061 0,711 39 1 0,711 39 39 Berdasarkan Tabel 4.14 korelasi antara berpikir kritis matematis dengan kemandirian belajar siswa di kelas konvensional dengan nilai sigfikansi 0,711 > 0,05 maka Ho diterima, yang artinya tidak ada korelasi antara berpikir kritis matematis dengan kemandirian belajar siswa di kelas Konvensional. 3. Analisis Data Kemandirian Belajar Siswa Kelas Penemuan Terbimbing dan Kelas Konvensional Hasil pengolahan data kemandirian belajar siswa dengan rentang nilai dari 0 sampai dengan 100, dari masing-masing kelompok dideskripsikan dalam tabel dibawah ini: Tabel 4.15 12 Deskrispsi Kemandirian Belajar Siswa Kemandirian Belajar Data Statistik Kelas Penemuan Kelas Konvensional Terbimbing Rata-Rata 49,23 48,80 Standar Deviasi 4,738 4,165 Nilai Minimum 41 37 Nilai Maksimum 60 58 Berdasarkan Tabel 4.15 hasil Kemandirian Belajar siswa siswa dari dua kelompok memiliki rata-rata yang berbeda, tercatat bahwa untuk kelas Penemuan Terbimbing rata-rata nilai sebesar 49,23 dengan standar deviasi 4,738 nilai minimum 41 dan nilai maksimum 60. Sedangkan hasil Kemandirian Belajar siswa kelas konvensional rata-rata nilai sebesar 48,80 dengan standar deviasi 4,165 nilai minimum 37 dan nilai maksimum 58. a. Uji normalitas kemandirian belajar siswa Menguji normalitas data kemandirian belajar siswa di kelas Penemuan Terbimbing dan kelas konvensional. Uji normalitas terhadap dua kelas tersebut dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk dengan Software IBM SPSS Statistics 21 dengan taraf signifikansi 0,05. Setelah dilakukan pengolahan data, tampilan output dapat dilihat pada Tabel 4.16 Tabel 4.16 Uji Normalitas Data Kemandirian Siswa Shapiro-Wilk Kelas Statistic Df Penemuan 0,966 39 Terbimbing Konvensional 0,952 39 13 Sig. 0,278 0,093 Berasarkan Tabel 4.16 di atas, Kemandirian Belajar siswa di kelas Penemuan Terbimbing adalah 0,966 > 0,05 dan kelas konvensional 0,952 > 0,05. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa Kemandirian Belajar siswa kelas Penemuan Terbimbing dan kelas konvensional tersebut berdistribusi normal (Priyatno, 2010: 40). Penguji normalitas dapat di lihat dari Grafik Q-Q Plots di bawah ini: Grafik 4.7 Grafik 4.8 Normalitas Q-Q Plots Normalitas Q-Q Plots Kemandirian Siswa Kelas Penemuan Kemandirian Siswa Kelas Konvensional Terbimbing Dari Grafik 4.7 dan Grafik 4.8 terlihat garis lurus dari kiri bawah ke kanan atas. Tingkat penyebaran titik di suatu garis menunjukan normal tidaknya suatu data. “Jika sampel data berasal dari suatu populasi yang berdistribusi normal, maka titik-titik nilai data akan terletak kurang lebih dalam suatu garis lurus (Uyanto, 2009:41).” Dari grafik di atas terlihat bahwa data terletak di sekeliling garis lurus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data skor Kemandirian Belajar 14 siswa untuk siswa kelas Penemuan Terbimbing dan kelas konvensional berasal dari populasi yang berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Dua Varians Menguji homogenitas dua varians antara kelas Penemuan Terbimbing dan kelas konvensional dengan uji Levene’s pengolahan data dengan menggunakan software IBM SPSS statistics 21 dengan taraf signifikansi 0,05. Setelah dilakukan pengolahan data, tampilan output dapat dilihat pada Tabel 4.17 Tabel 4.17 Homogenitas Dua Varians Kemandirian Belajar Siswa Kelas Penemuan Terbimbing dan Kelas Konvensional Levene Statistic 1,344 df1 1 df2 76 Sig. 0,250 Berdasarkan hasil Output uji Homogenitas Varians dengan menggunakan uji Levene’s pada Tabel 4.17 nilai signifikansinya adalah 0,250. Karena nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa siswa kelas Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) dan kelas konvensional berasal dari populasi yang mempunyai varians yang sama atau kedua kelas tersebut homogen. c. Uji Anova. Karena kedua kelas Penemuan Terbimbing dan Konvensional Homogen maka dilanjutkan dengan uji Anova. Uji Anova ini menggunakan uji software IBM SPSS statistics 21 dengan taraf 15 signifikansi 5%. Setelah dilakukan pengolahan data, tampilan output dapat dilihat pada tabel 4.18 Tabel 4.18 UJI ANOVA Kemandirian Belajar Sum of Squares Between Groups df Mean Square 16,615 1 16,615 Within Groups 1512,000 76 19,895 Total 1528,615 77 Berdasarkan Tabel 4.18 dapat F Sig. ,835 diketahui bahwa ,364 nilai signifikansi 0,364 > 0,05 maka Ho diterima, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Kemandirian Belajar siswa kelas Penemuan Terbimbing tidak lebih baik dari pada kelas konvensional. B. Implementasi Pembahasan Dalam bab ini, penulis menguraikan hasil penelitian pembelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) pada pokok bahasan Fungsi Eksponen dan Logaritma di kelas X IPA4 SMA Negeri 1 Ciruas sebagai kelas eksperimen dan kelas X IPA5 sebagai kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan kelas (Classroom Action Research) dilaksanakan dalam 7 (tujuh) pertemuan yang dibagi dalam 3 (tiga) siklus. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 13 Oktober 2016 sampai tanggal 1 Desember 2016. 16 1. Deskripsi Awal (Gambaran Umum Awal Pelaksanaan Penelitian). Kelas yang digunakan untuk penelitian adalah kelas X IPA4 SMAN 1 Ciruas, terdiri dari 39 orang siswa, 14 orang siswa laki-laki dan 25 orang siswa perempuan sedangkan kelas X IPA5, terdiri dari 39 orang siswa, 11 orang siswa laki-laki dan 28 orang siswa perempuan . Kondisi siswa kelas X IPA4 dan kelas X IPA5 tingkat kemampuan kognitifnya cenderung sama. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Model pembelajaran Penemuan Terbimbing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. 2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis yang mendapatkan Pembelajaran Penemuan Terbimbing tidak lebih baik dari pembelajaran konvensional. 3. Kemandirian Belajar siswa yang mendapatkan model pembelajaran Penemuan Terbimbing lebih baik daripada siswa yang mendapatkan lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 4. Salah satu gambaran mengenai kemandirian belajar siswa pada materi Fungsi Eksponen dan Logaritma yang memperoleh model pembelajaran Penemuan Terbimbing adalah tingkat kepercayaan diri yang tinggi (Self concept) dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 17 5. Tidak ada korelasi antara kemandirian belajar siswa dengan kemampuan berpikir kritis. Saran-Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Untuk di Lapangan 1) Hasil penelitian menunjukan kemampuan berpikir kritis matemtis siswa masih berada dalam klasifikasi sedang, bagi peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk meneliti lebih dalam lagi faktor-faktor yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matemtis siswa dengan pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan bantuan media pembelajaran yang lebih menarik lainnya. 2) Untuk siswa, agar dibiasakan dan dilatih mengerjakan masalah penerapan Fungsi Eksponen dn Logaritma. 3) Hasil penelitian menunjukan model pembelajaran Penemuan Terbimbing memberikan suasana kelas yang kondusif dan baik terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis. Suasana belajar yang menyenangkan yang menuntut siswa untuk aktif dalam mengkonstruksi sendiri pemahamannya memudahkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan. Berdasarkan temuan dalam penelitian, siswa menunjukan sikap yang positif terhadap penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing dalam pembelajaran matematika, Oleh karena itu, model pembelajaran dapat dijadikan alternatif bagi guru dalam 18 melaksanakan pembelajaran untuk menciptakan suasana belajar yang aktif, efektif, dan menyenangkan. 2. Untuk Peneliti Selanjutnya 1) Penelitian ini diusulkan dilakukan lebih jauh dengan memperhatikan yang berikut ini : a. menentukan materi yang tepat dengan model pembelajaran b. Kompetensi guru dan perencanaan untuk melaksanakn pembelajaran Penemuan Terbimbing harus dipersiapkan dengan baik. c. Siklus pembelajaran diperbanyak. d. Kegiatan peserta didik diamati lebih dalam dan dianalisis. 2) Bagi peneliti selanjutnya diharapkan model pembelajaran Penemuan Terbimbing diterapkan pada materi lainnya karena mengingat pada kesempatan kali ini peneliti hanya memberikan model pembelajaran Penemuan Terbimbing kepada siswa SMA Negeri 1 Ciruas dengan materi Fungsi Eksponen dan Logaritma . Selain itu disarankan untuk melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing ini terhadap kompetensi matematika yang lain atau bahkan melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing jika dipadankan dengan pembelajaran selain model pembelajaran kemampuan Penemuan Terbimbing, karena mengingat berpikir kritis matematis penting bagi siswa, dan untuk mengetahui kemampuan-kemampuan matematika yang lainnya. 19 DAFTAR PUSTAKA Djamarah, B Syaiful. (2006) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta Rineka Cipta Ennis, R. H.(1996). Critical Thinking. USA: Prentice Hall,Inc Fahinu, (2007). Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemandirian Belajar Matematika pada siswa melalui pembelajaran Generatif. Disertasi pada SPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan Halimah, Lilim. (2015). Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan matematis dan analisis kemandirian belajar siswa SMP dengan model pembelajaran berbasis masalah, Bandung:UNPAS Indrawan, R., & Yaniawati, R.P (2014). Metodologi Penelitian Kuantitaif, Kualitatif, dan Campuran untuk Menejemen, Pembangunan dan Penedidikan,. Bandung:Refika Aditama. Mulyani, Has. (2015). Penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Dan Pengaruhnya terhadap Self Regulated Learning Siswa Sekolah Menengah Pertama Bandung. UNPAS Bandung : tidak dipublikasikan Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito Sanjaya,Wina. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Kencana Prenada Media Group 20 Slavin, E Robert. (2009). Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta : Indeks Sugianto, (2016). Meningkatkan komunikasi Matematis dan Berpikir Kritis serta Dampaknya Terhadap Motivasi Berprestasi Siswa Dengan Menerapkan Model pembelajaran Problem Based Learning Di Sekolah Menengah Atas. Tesis UNPAS Bandung: Tidak Diterbitkan Suherman, Erman. (1990) Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Tarsito Sulipan. (2008). Penelitian Tindakan Kelas Classroom Action Research. Online. http://pdf-search-engine.com/penelitian-tindakan-kelas-pdf-html, diakses 10 Maret 2010 Sumarmo, Utari. (1987) Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi S3: UPI Sumarmo,U. (2002). Pengukuran dan Evaluasi dalam Pendidikan. Makalah. Bandung : PPS UPI Sumarmo,U. (2004). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. Makalah disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di jurusan Matematika FMIPA UNY, tanggal 8 Juli 2004: tidak diterbitkan. Suryosubroto, B. (2002). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Walle, De Van. (2006). Elementry nd Middle School Mathematics. Sixt Edition. Jakarta:Erlangga 21 22