PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 4 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 ๐๐๐ฌ๐ข ๐๐ฐ๐ข ๐๐ฌ๐ญ๐ฎ๐ญ๐ข๐ , ๐๐ฎ๐ค๐๐ฌ๐ง๐จ๐ , ๐๐ฌ ๐๐ฅ๐ฅ๐ฒ ๐ ๐ STKIP-PGRI Lubuklinggau Email : [email protected] ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Penerapan Model Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau”. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau setelah diterapkan model kooperatif tipe Group Investigation secara signifikan tuntas?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar setelah diterapkan model kooperatif tipe Group Investigation pada pembelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau. Jenis penelitiannya berbentuk eksperimen semu. Populasinya seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau berjumlah 217 siswa dan sebagai sampel kelas VIII.F berjumlah 31 siswa. Pengumpulan data dilakukan teknik tes. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t pada taraf signifikan ๏ก ๏ฝ 0,05 , diperoleh ๐กโ๐๐ก๐ข๐๐ (5,45) > ๐ก๐ก๐๐๐๐ (1,69). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation secara signifikan tuntas. Nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 83,23 dan persentase jumlah siswa yang tuntas mencapai 87,09%. Kata Kunci: Group Investigation (GI), Hasil belajar, Cooperative learning. PENDAHULUAN Pendidikan bagi bangsa Indonesia saat ini merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntunan pembangunan secara tahap demi tahap. Pendidikan juga sebagai pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, kualitas kehidupan bangsa juga meningkat. Di dalam meningkatkan kualitas pembelajaran guru di tuntut untuk dapat mempermudah siswa belajar bukan mempermudah guru dalam mengajar. Hamalik (2010:45) menyatakan dalam kegiatan belajar-mengajar, guru dianggap yang paling berkuasa dan murid selalu 1 2,3 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau bertindak sebagai penerima. Suasana yang demikian membuat siswa pasif, dan membosankan dalam pembelajaran sehingga siswa malas belajar. Sikap siswa yang pasif tersebut akan mempengaruhi pemahaman mata pelajaran disekolah termasuk pemahaman terhadap mata pelajaran matematika. Cockrof (dalam Abdurrahman, 2012:204) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilam matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan dan; (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Berbagai alasan perlunya sekolah mengajarkan matematika kepada siswa pada hakikatnya dapat diringkaskan karena masalah kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, matematika menjadi salah satu mata pelajaran penting yang harus diajarkan di sekolah, mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang pendidikan tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh Abdurrahman (2012:206) ada empat pendekatan yang paling berpengaruh dalam pembelajaran matematika, (1) urutan belajar yang bersifat perkembangan, (2) belajar tuntas, (3) strategi belajar, (4) pemecahan masalah. Salah satu pendekatan yang berpengaruh dalam pembelajaran matematika adalah belajar tuntas. Ini menandakan bahwa belajar tuntas merupakan salah satu pendekatan yang sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran matematika. Namun kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa SMP masih rendah. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti di SMP Negeri 4 Lubuklinggau diperoleh data bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau masih rendah. Nilai rata-rata ulangan harian matematika sebesar 60,67 sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan pada sekolah tersebut yaitu 75. Dari jumlah siswa kelas VIII sebanyak 217 siswa, jumlah siswa yang tuntas hanya 93 orang atau (42,85%) dan jumlah siswa yang tidak tuntas sebanyak 124 orang atau (57,14%). 1 2,3 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar matematika di kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau menggunakan metode ceramah. Metode yang digunakan guru tersebut cenderung kurang membangkitkan semangat siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, dan siswa akan memperoleh pengetahuan yang sifatnya hafalan, mudah dilupakan serta aktivitasnya dalam pembelajaran rendah. Hal ini terlihat dalam pembelajaran, siswa kurang berani menjawab maupun mengajukan pertanyaan kepada guru, tampak saat guru memberikan pertanyaan hanya beberapa siswa yang berani untuk menjawab dan ketika guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya, sebagian besar siswa cenderung diam. Serta pada saat latihan soal, sebagian siswa malas mengerjakan sendiri, mereka hanya menyalin jawaban siswa yang bisa tanpa memahaminya. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika cenderung rendah. Mencermati fakta di atas, diperlukan suatu cara untuk dapat mengubah suasana pembelajaran siswa kearah yang memungkinkan siswa aktif dalam belajar dan meningkatkan hasil belajar matematika. Salah satu model pembelajaran yang mengarah siswa aktif dalam belajar adalah model kooperatif. Menurut Kauchak (dalam Trianto, 2009:58), pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama dan siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah. Salah satu pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan diatas yaitu Group Investigation. Menurut Hamzah (2014:277) Group investigation merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif. Metode pembelajaran Group Investigation merupakan metode pembelajaran berkelompok yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi pelajaran dan siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (Trianto, 2009:79). 1 2,3 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau Rumusan masalah penelitian ini adalah ”Apakah hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau setelah diterapkan model kooperatif tipe Group Investigation secara signifikan tuntas?หฎ LANDASAN TEORI Menurut Slameto (2010:2), belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009:15) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah di pahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Jerome Brunner (dalam Trianto, 2009:15) bahwa belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang sudah dimilikinya. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Suprijono, 2009:5). Sedangkan menurut Hamalik (2010:30) hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspekaspek yaitu pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresesi, emosional, hubungan social, jasmani, etis dan sikap. Menurut Scot (dalam Hamzah, 2014:159) pembelajaran koopratif merupakan suatu proses penciptaan lingkungan pembelajaran kelas yang memungkinkan siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Sedangkan Djajadisastra mendifinisikan pemebalajaraan kooperatif adalah metode kerja kelompok atau lazimnya metode gotong royong yang merupakan suatu metode mengajar di mana siswa disusun dalam kelompokkelompokpada waktu menerima pelajaran atau mengerjakan soal-soal atau tugastugas (Hamzah, 2014:160). Tujuan pembelajaran kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok, Jhonson (dalam Trianto, 2009:57). Sedangkan menurut Suprijono tujuan pembelajaran kooperatif 1 2,3 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keberagaman dan pengembangan keterampilan sosial. Menurut Suyatno (2009:56) model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja menggunakan inkuiri kooperatif, perencanaan, proyek, dan diskusi kelompok dan kemudian mempresentasikan penemuan mereka kedepan kelas. Menurut Slavin (2005:218), dalam Group Investigation, para siswa bekerja melalui enam tahap yaitu: a) Mengidentifikasi topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok, b) Merencanakan tugas yang akan dipelajari, c) Melaksanakan investigasi, d) Menyiapkan laporan akhir, e) Mempresentasikan laporan akhir, f) Evaluasi. Adapun langkah-langkah model group investigation, yaitu: (1) Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-6 orang secara heterogen, (2) Siswa diberi penjelasan maksud dari pembelajaran dan tugas-tugas siswa di dalam kelompoknya, (3) Ketua kelompok mengklarifikasikan topik permasalahan yang akan dibahas, dengan topik permasalahan yang berbeda untuk setiap kelompok, (4) Setiap anggota kelompok dibebaskan untuk menggali dan mengungkapkan pendapat sebanyak-banyaknya berkaitan dengan strategi pemecahan masalah yang dihadapi melalui penyelidikan, (5) Setiap kelompok membuat kesimpulan dari hasil investigasi yang telah dilaksanakan, (6) Siswa bersama kelompoknya mempresentasikan hasil investigasinya, sedangkan kelompok lain tetap mengikuti. Model pembelajaran Group Investigation sebagai salah satu alternatif yang dipakai dalam penyampaian materi pembelajaran selama proses belajar mengajar juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Anggraini (2010:9) menyatakan adapun kelebihan model pembelajaran Group Investigation yaitu (1) Dengan model pembelajaran investigasi kelompok siswa bebas untuk mengeluarkan pendapatnya, kalau ada yang bingung mereka bisa bertanya dengan ketua kelompok yang memang lebih pandai, (2) Guru tidak repot untuk menjelaskan materi, sebab semuanya mereka temukan sendiri, jika ada yang bertanya guru tidak langsung memberi tahu tapi dengan cara menggali informasi dari siswa, (3) Siswa berlomba-lomba untuk mendapatkan nilai terbesar saat tes, 1 2,3 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau karena mereka bangga apabila dipilih ketua kelompok. Ini berarti memotivasi siswa untuk belajar lebih giat, (4) Mengajarkan siswa supaya berani tampil di depan kelas dan berbicara di depan kelas. Sedangkan kelemahan model pembelajaran Group Investigation yaitu (1) Kadang pembentukan kelompok anggotanya tidak berubah, anggota-anggotanya orang yang sama sehingga tidak memberi kesempatan dengan siswa lain untuk bergabung, (2) Ketua kelompok yang terpilih merasa terbebani sebab dia merasa penyelesaian itu merupakan tanggung jawab. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen semu. Eksperimen semu yaitu eksperimen yang tidak sebenarnya, karena eksperimen yang dapat dikatakan ilmiah mengikuti peraturan-peraturan tertentu (Arikunto, 2010:123) Adapun desain eksperimen yang digunakan berbentuk Pre-test and Post Test Group (Arikunto, 2010:124) yang dapat digambarkan sebagi berikut: O1 X O2 Keterangan: a. O1 = Pre-test b. X = Pembelajaran dengan model Group Investigation (GI). O2 = Post-test Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random atau acak dengan cara pengundian. Dari 7 kelas terpilih satu kelas yaitu kelas VIII.F yang berjumlah 31 siswa. Teknik pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Tes yang diberikan sebanyak tujuh soal berbentuk essay dengan materi relasi dan fungsi. Tes dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum (pretest) dan sesudah (post-test) materi yang diajarkan. Tes awal diberikan sebelum proses model pembelajaran Group Investigation, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Tes akhir dilakukan setelah proses pembelajaran 1 2,3 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa setelah setelah diberikan model pembelajaran Group Investigation (GI). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016, dengan materi relasi dan fungsi. Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan lima 5 kali pertemuan yaitu dengan rincian satu kali pemberian pre-test, tiga kali pembelajaran dengan model pembelajaran group investigation dan satu kali pemberian post-test. Pelaksanaan pre-test ini berfungsi untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran group investigation dengan materi relasi dan fungsi. Berdasarkan hasil perhitungan data pre-test dapat dilihat nilai rata-rata siswa sebesar 19,19 dengan simpangan baku 9,00. Dari 31 siswa di kelas VIII.F nilai tertinggi adalah 40 dan terendah 0, dengan demikian belum ada siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang sudah ditentukan sebesar 75. Post-test dilakukan untuk melihat hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation (GI) pada materi relasi dan fungsi. Berdasarkan hasil perhitungan data post-test diketahui nilai rata-rata siswa pada post-test sebesar 83,23 dengan simpangan baku 8,45 dan nilai tertinggi adalah 100 sedangkan nilai terendah adalah 63. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kemampuan akhir siswa setelah penerapan model kooperatif tipe Group Investigation sudah tuntas, karena nilai rata-rata yang diperoleh lebih dari atau sama dengan 75. Berdasarkan hasil pre-test dan post-test, nilai rata-rata pre-test sebesar 19,19 dan nilai rata-rata post-test sebesar 83,23. Besarnya peningkatan hasil belajar siswa sebesar 76,94%. Dan besar ketuntasan belajar siswa sebesar 87,09%. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata post-test lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata pre-test. 1 2,3 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau Berdasarkan hasil perhitungan uji-t diperoleh ๐กโ๐๐ก๐ข๐๐ = 5,45. Selanjutnya ๐กโ๐๐ก๐ข๐๐ dibandingkan dengan nilai ๐ก๐ก๐๐๐๐ pada distribusi t dengan derajat kebebasan dk = n-1 = 31-1 = 30, ๐ผ = 0,05 diperoleh ๐ก๐ก๐๐๐๐ = 1,69. Dengan demikian ๐กโ๐๐ก๐ข๐๐ (5,45) > ๐ก๐ก๐๐๐๐ (1,69), hal ini berarti ๐ป0 ditolak dan ๐ป๐ diterima. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa setelah penerapan model kooperatif tipe Group Investigation pada pembelajaran matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau secara signifikan tuntas. Pembahasan Sebelum penyampaian materi dengan model kooperatif tipe Group Investigation, peneliti mengadakan pre-test (tes awal). Siswa diberikan perlakuan dengan model kooperatif tipe Group Investigation sebanyak tiga kali pertemuan. Pada pertemuan pertama materi yang disampaikan adalah pengertian relasi dan fungsi. Dengan jumlah siswa 31 orang yang dibagi menjadi 6 kelompok. Pada pertemuan pertama, siswa masih belum terbiasa mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Group Investigation dikarenakan model pembelajaran tersebut masih bersifat baru bagi siswa sehingga diperlukan penyesuaian terlebih dahulu. Pada pertemuan pertama ini belum ada kelompok yang dapat melakukan investigasi dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada saat diskusi kelompok dan persentasi kelompok, siswa mengalami kesulitan melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri konsep dari suatu materi yang sedang dipelajari, hal ini disebabkan karena siswa masih terbiasa menerima materi pelajaran yang diberikan guru yang harus diingat dan dihafalkan tanpa harus mengetahui konsep atau tujuan dari suatu materi. Dalam kegiatan kelompok ada beberapa kelompok yang kurang kompak dalam satu kelompok, sebagian lagi ada siswa yang mendominasi dan ada siswa yang tidak ikut bekerja dalam diskusi. Untuk mengatasinya, guru membimbing dan memotivasi siswa agar dapat bekerjasama melakukan investigasi dalam kelompoknya. Selanjutnya, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan guna untuk memberikan rangsangan kognitif 1 2,3 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau kepada siswa, lalu siswa diminta untuk berdiskusi. Setelah siswa menemukan pengetahuannya, guru meminta salah satu perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil investigasi kelompoknya masing-masing, kemudian guru memperjelas kembali hasil investigasi yang telah dipresentasikan, lalu siswa diminta untuk menarik kesimpulan dari hasil investigasi yang telah mereka ketahui mengenai materi relasi dan fungsi. Pada pertemuan ini, keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan perlu ditingkatkan, beberapa siswa masih kurang berani mengemukakan pendapat atau ide dari hasil kelompok mereka di depan teman-temannya. Hal ini terlihat pada saat mempresentasikan hasil diskusi kelompok, siswa masih takut dan ragu untuk menyajikan hasil dikusi kelompoknya. Pada pertemuan kedua, proses pembelajaran sudah lebih baik dari pertemuan pertama, siswa mulai menjalankan perannya masing-masing dan siswa sudah mulai menunjukkan respon yang positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe group investigation, hal ini ditunjukkan dengan kesiapan belajar mereka dan rasa keingintahuan mereka sebelum memulai pembelajaran, serta dilihat dari cara ketertarikan mereka dalam menginvestigasi konsep materi menghitung nilai fungsi selama proses pembelajaran. Namun, pada pertemuan kedua ini ada dua kelompok yang masih belum dapat melakukan investigasi dengan baik. Hal ini ditunjukkan dalam melaksanakan kerjasama dengan anggota kelompok keributan dan ketergantungan dari siswa yang lemah kemampuannya masih terjadi. Akan tetapi, empat kelompok lainnya telah memahami penerapan model kooperatif tipe group investigation yang dilakukan selama pembelajaran, sehingga pelaksanaan dari model kooperatif tipe group investigation sudah mulai berjalan dengan cukup baik. Sedangkan pada pertemuan ketiga, proses belajar mengajar sudah berjalan dengan sangat baik dan siswa semakin menyukai pembelajaran matematika melalui model kooperatif tipe group investigation dengan materi grafik fungsi. Hal ini terlihat dari setiap kelompok sudah dapat melakukan investigasi dengan baik. Masalah-masalah yang terjadi pada petemuan sebelumnya tidak terulang kembali, sehingga adanya peningkatan siswa untuk belajar dengan menggunakan 1 2,3 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau model kooperatif tipe group investigation serta adanya kerjasama yang baik antara anggota dalam kelompok masing-masing. Pada pertemuan akhir siswa diberikan tes akhir (post-test) setelah diterapkan model pembelajaran Group Investigation (GI). Dari hasil post-test diketahui nilai rata-rata siswa sebesar 83,23 dengan simpangan baku 8,45 dan nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendah adalah 63. Dengan demikian secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kemampuan akhir siswa setelah penerapan model kooperatif tipe Group Investigation sudah tuntas, karena nilai rata-rata yang diperoleh lebih dari atau sama dengan 75. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan data tentang penerapan model kooperatif tipe Group Investigation (GI) pada pembelajaran matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau dengan materi pokok relasi dan fungsi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) pada pembelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau secara signifikan tuntas. Nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 83,23 dan persentase jumlah siswa yang tuntas mencapai 87,09%. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Kesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Anggraini, Lela. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII-4 SMP Negeri 27 Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika. (4):1. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik, Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara. Hamzah, Ali. 2014. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Slavin, Robert E. 2005. Cooperatif Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media 1 2,3 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Suyatno. 2009. Pustaka. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Buana Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana. 1 2,3 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau