stkip-pgri lubuklinggau pengaruh model discovery learning

advertisement
PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL
BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7
LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Oleh:
Efrina Santya1, Anna Fauziah2, Dona Ningrum3
STKIP-PGRI Lubuklinggau
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau”. Rumusan masalah:
(1) Apakah ada pengaruh model discovery learning terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau? (2) Bagaimana respon
siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model discovery
learning. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh model
discovery learning terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP
Negeri 7 Lubuklinggau, (2) respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan model discovery learning. Jenis penelitian ini adalah eksperimen
murni dengan desain yang digunakan adalah control gruop pre-test-post-test.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) rata-rata tes akhir kelas eksperimen sebesar
79,02 dan kelas kontrol sebesar 62,41, (2) respon siswa terhadap model discovery
learning sangatlah positif. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t.
Berdasarkan hasil analisis uji-t pada taraf signifikan   0,05 dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh model discovery learning terhadap hasil belajar matematika
siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau.
Kata Kunci: Discovery Learning, Hasil Belajar, Respon Siswa.
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 1
A. Latar Belakang
Mata pelajaran matematika diarahkan untuk mendorong siswa lebih
berpikir kritis sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam. Menurut
Mulyono (2010:251), masih banyak siswa yang memandang matematika sebagai
mata pelajaran yang paling sulit. Meskipun demikian, mata pelajaran matematika
harus dipelajari oleh setiap siswa. Hal ini dikarenakan matematika merupakan
ilmu dasar yang diperlukan oleh siswa dalam mempelajari mata pelajaran lain.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti
dengan guru mata pelajaran matematika bahwa di kelas VIII SMP Negeri 7
Lubuklinggau, diperoleh pada ulangan harian matematika masih banyak siswa
yang belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Dari keseluruhan
siswa kelas VIII sebanyak 235 orang, terdapat 95 siswa (40,43%) yang mencapai
KKM dan sebanyak 140 siswa (59,57%) yang belum mencapai KKM, sedangkan
KKM yang telah ditetapkan di sekolah tersebut sebesar 75. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan berpikir siswa dalam pembelajaran matematika masih lemah,
sehingga mereka yang belum mencapai KKM harus mengikuti ujian remedial
atau perbaikan.
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika adalah terletak
pada proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
Hal ini juga dapat mempengaruhi kurangnya respon siswa terhadap matematika
karena munculnya sikap apatis, kurang peduli dan tidak aktif sehingga siswa
malas untuk diajak berpikir analisis pada materi pembelajaran matematika.
Berdasarkan
kondisi
tersebut,
maka
menyebabkan
siswa
tidak
dapat
mengembangkan konsep sendiri dalam belajar sehingga memungkinkan siswa
hanya diberikan ilmu tanpa mereka ketahui dari mana konsep itu didapatkan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar
siswa pada pembelajaran matematika, maka guru harus berusaha mencari strategi
dalam menggunakan model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan materi yang
sedang dipelajari agar siswa mampu menangkap pelajaran dengan mudah,
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 2
menguasai konsep dan memicu siswa untuk berperan lebih aktif lagi dalam
kegiatan belajar-mengajar di kelas.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
yang berjudul “Pengaruh Model Discovery Learning terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2015/2016.
Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah: 1) Apakah
ada pengaruh model discovery learning terhadap hasil belajar matematika siswa
kelas VIII SMP Negeri 7 lubuklinggau ? 2) Bagaimana respon siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning?
Kemudian dengan adanya penelitian ini, manfaat yang diharapkan adalah:
(1) dapat melatih untuk terlibat aktif dalam pembelajaran matematika dan proses
berpikirnya, (2) dapat meningkatkan pengetahuan guru sebagai solusi alternatif
model baru dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran
matematika, (3) sebagai fasilitator dalam mengajarkan suatu materi dengan
menggunakan model discovery learning.
B. TEORI
Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa “belajar matematika
akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan
struktur-struktur yang tersebut dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping
hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur” (dalam
Suherman, dkk., 2001:44). Menurut Bruner, dengan mengenal konsep dan
struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, siswa akan
memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi
yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan
diingat siswa.
Selanjutnya menurut Suherman, dkk., (2001:21) “matematika sebagai ilmu
deduktif”. Ini berarti proses pengajaran matematika harus bersifat deduktif.
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 3
Matematika tidak menerima generalilasi berdasarkan pengamatan (induktif),
tetapi harus berdasarkan pembuktian deduktif. Meskipun demikian untuk
membantu pemikiran, pada tahap-tahap permulaan sering kali kita memerlukan
bantuan contoh-contoh khusus atau ilustrasi geometris. Matematika sekolah
adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di
Pendidikan Dasar (SD dan SMP) dan Pendidikan Menengah (SMU dan SMK).
Fungsi mata pelajaran matematika, yaitu sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau
pengetahuan. Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan acuan
dalam pembelajaran matematika disekolah, terutama di SMP (Sekolah Menengah
Pertama).
Ada dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran
matematika, yaitu pembentukan sifat dengan berpikir kritis dan kreatif. Dua hal
tersebut harus dipupuk dan ditumbuhkembangkan. Siswa harus dibiasakan untuk
diberi kesempatan bertanya dan berpendapat, agar siswa dapat belajar aktif
sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih bermakna. Prinsip
belajar aktif inilah yang diharapkan dapat menumbuhkan sasaran pembelajaran
matematika yang kreatif dan kritis.
Tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar
siswa. Hasil belajar siswa merupakan tolak ukur yang digunakan untuk
menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam memahami konsep belajar. Hamalik
(2008:7) menyatakan bahwa hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan
melainkan pengubahan kelakuan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3), hasil
belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.
Menurut Suprijono (2009:5) “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Sedangkan
menurut Slameto (2010:15), hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku
yang secara keseluruhan sebagai pengalamannya sendiri dalam berinteraksi.
Dalam hasil belajar terdapat tiga aspek yaitu: kognitif, afektif, dan
psikomotor. Aspek kognitif merupakan pusat dan mempunyai peran yang sangat
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 4
penting dalam pengembangan kurikulum dan pengembangan evaluasi berupa tes.
Aspek kognitif (Dimyati dan Mudjiono, 2006:26) terdiri dari enam tahap yang
tersusun mulai dari kemampuan berpikir paling rendah sampai pada kemampuan
berpikir paling tinggi (kompleks). Keenam tahap tersebut adalah mengingat (C1),
memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mensintesis (C5), dan
mengevaluasi (C6). Afektif adalah hal-hal yang berhubungan dengan sikap
sebagai perwujudan dari minat, motivasi, kecemasan, apresiasi perasaan,
penyesuaian diri, bakat. Perwujudan dari sikap tersebut dapat bermacam-macam,
bisa bersikap menerima, memberikan respon, menilai, mengorganisasikan, dan
karakteristikasi, karena kegiatan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang
disadari, maka perubahan tingkah laku siswa dalam bidang afektif pun harus
disadari oleh guru maupun oleh siswa sendiri. Evaluasi bidang afektif
dikategorikan ke dalam evaluasi non-tes, misalnya angket skala sikap. Daerah
psikomotorik yang berkenaan dengan keterampilan yang sifatnya fisik.
Menurut Slameto (2010:54), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Kedua
faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga
menentukan kualitas hasil belajar. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri
individu yang sedang belajar. Yang termasuk faktor intern adalah: (1) faktor
jasmani yang terdiri dari faktor kesehatan dan cacat tubuh, (2) faktor psikologis
yang terdiri dari intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan
kesiapan, (3) faktor kelelahan fisik maupun psikis.
Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Yang tergolong faktor
ekstern adalah: (1) faktor keluarga yang terdiri dari cara orang tua mendidik,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar
belakang kebudayaan, (2) faktor sekolah yang terdiri dari atas metode mengajar,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, metode belajar, dan
tugas rumah, (3) faktor masyarakat yang terdiri atas kegiatan siswa dalam
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 5
masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat, yang semuanya
mempengaruhi belajar.
“Respon adalah tanggapan” (Dalyono, 2010:204). Keterlibatan siswa atau
respon siswa terhadap guru yang mengajar bisa meliputi berbagai bentuk seperti
perhatian, tindakan nyata dalam bentuk partisipasi kegiatan belajar. Menurut
Zulhelmi (2009:11) menyatakan bahwa respon siswa adalah penerimaan,
tanggapan dan aktivitas yang diberikan siswa selama pembelajaran berlangsung.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa respon siswa adalah penerimaan atau
tanggapan siswa yang timbul karena adanya perangsang dengan cara
berpartisipasi dalam berbagai bentuk seperti perhatian serta tindakan nyata siswa
selama proses pembelajaran berlangsung.
Pemilihan model yang digunakan oleh guru sangat dipengaruhi oleh sifat
dari materi yang akan diajarkan juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai
dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan siswa. Selain itu juga setiap
model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap yang dilakukan oleh dengan
bimbingan guru. Oleh karena itu guru perlu menguasai dan dapat menerapkan
berbagai model pembelajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan.
Model discovery learning merupakan model pembelajaran kognitif yang
menuntut guru untuk lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat siswa
belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri (Sani, 2013:221). Menurut Hosnan
(2014:280) “model discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan
cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil
yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah
dilupakan siswa”.
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen
murni. Pada eksperimen murni, penelitian dilakukan pada dua kelas, yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol. “Variabel penelitian adalah objek penelitian atau
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 6
apa saja yang menjadi titik perhatian suatu penelitian” (Arikunto, 2010:94).
Dalam penelitian ini, terdiri dari dua variabel yang terdiri atas variabel bebas dan
variabel terikat. Adapun yang menjadi variabel bebas adalah model discovery
learning dan konvensional, sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar
matematika.
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berbentuk Random, Pre-test, Post-test Group Desain yang melibatkan dua
kelompok yang dapat digambarkan sebagai berikut:
E
O1
X
O2
O3
−
O4
R
K
(Arikunto, 2010:126)
Keterangan:
E
= Kelas eksperimen
K
= Kelas kontrol
X
= Pembelajaran dengan model discovery learning
O1O3 = Pre-test
O2O4 = Post-test
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VIII SMP Negeri 7
Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 6 kelas yang dianggap
memiliki kemampuan yang sama. Teknik dalam pengambilan sampel dilakukan
secara sampel random atau acak sederhana dengan cara pengundian. Kelas yang
terpilih sebagai kelas eksperimen yaitu kelas VIII.1 yang berjumlah 39 siswa dan
kelas yang terpilih sebagai kelas kontrol yaitu kelas VIII.2 yang berjumlah 38
siswa.
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data
kuantitatif adalah data dari keseluruhan skor hasil belajar siswa. Sedangkan data
kualitatif adalah saran dan kritik validator terhadap respon siswa setelah
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning.
Sehingga teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah berupa data tes dan
angket.
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 7
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.
HASIL PENELITIAN
Penelitian model discovery learning ini telah dilaksanakan di kelas VIII
SMP Negeri 7 Lubuklinggau pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 dengan
menggunakan materi faktorisasi aljabar. Penelitian ini dimulai dari tanggal 29 Juli
2015 sampai 29 Agustus 2015. Jumlah pertemuan tatap muka yang dilakukan
adalah lima kali pertemuan dengan rincian satu kali pemberian tes awal (pre-test)
untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum dilakukan penelitian yang diikuti
oleh, tiga kali pelaksanaan kegiatan pembelajaran atau tatap muka dengan
menggunakan model discovery learning, dan setelah melaksanakan kegiatan
pembelajaran peneliti mengadakan tes akhir (post-test) pada pertemuan kelima.
Data hasil tes akhir digunakan untuk mengetahui pengaruh model discovery
learning terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 7
Lubuklinggau 2015/2016.
a.
Kemampuan Awal
Kemampuan awal siswa sebelum mengikuti pembelajaran materi
faktorisasi aljabar merupakan data penelitian yang didapat dari pre-test atau
sebelum dilakukan pembelajaran. Pre-test dilakukan pada pertemuan pertama
tanggal 04 Agustus 2015 yang diikuti oleh 39 siswa di kelas eksperimen dan 39
siswa di kelas kontrol. Soal yang digunakan berbentuk essay yang terdiri dari
enam soal. Rekapitulasi hasil pre-test siswa dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1.
Rata-rata Nilai (𝒙) dan Simpangan Baku (s) Pre-test Siswa
Kelas
Eksperimen
Kontrol
N
Rata-rata (𝑥 )
Simpangan Baku (S)
39
39
37,82
35,96
10,33
9,07
b. Kemampuan Akhir
Kemampuan akhir siswa diperoleh melalui post-test (tes akhir). Hasil posttest diukur dengan memberikan soal yang sama diberikan pada saat pre-test,
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 8
dengan demikian dapat diketahui peningkatan hasil belajar siswa setelah
mengikuti pembelajaran yang diterapkan baik pada kelas eksperimen maupun
kelas kontrol. Post-test dilakukan pada pertemuan terakhir yaitu pertemuan kelima
pada tanggal 29 Agustus 2015, yang diikuti oleh 39 siswa di kelas eksperimen dan
39 siswa dikelas kontrol. Rekapitulasi hasil post-test siswa dapat dilihat pada tabel
2 berikut.
Tabel 2.
Rata-rata Nilai (𝒙) dan Simpangan Baku (s) Post-test Siswa
Kelas
Eksperimen
Kontrol
N
Rata-rata (𝑥 )
Simpangan Baku (S)
39
39
79,02
62,41
11,75
9,71
Berdasarkan hasil pre-test dan post-test dapat disimpulkan bahwa nilai
rata-rata post-test pada kelas eksperimen mengalami peningkatan sebesar 71,79%
dan rata-rata post-test pada kelas kontrol mengalami peningkatan sebesar 12,82%.
Hal ini berarti peningkatan rata-rata nilai pada kelas eksperimen lebih tinggi
dibandingkan kelas konrol. Rata-rata pre-test dan post-test kelas ekperimen dan
kelas kontrol dapat dilihat pada grafik 1.
100
79,02
80
62,41
60
40
37,82
Kelas Eksperimen
35,96
Kelas kontrol
20
0
Pre-test
Post-test
Grafik 1.
Rata-rata Nilai Hasil Pre-test dan Post-test
Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika
menggunakan model discovery learning, di lima belas menit terakhir pada
pertemuan kelima tanggal 29 Agustus 2015, siswa diminta untuk mengisi angket
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 9
respon siswa yang terdiri dari dua puluh empat item, sebanyak 19 butir untuk
pernyataan positif dan 5 butir untuk pernyataan negatif. Angket yang diberikan
kepada diolah dengan menggunakan skala Guttman, kemudian diambil
persentasenya. Rekapitulasi angket respon siswa terhadap pembelajaran
menggunakan model discovery learning dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 3.
Rekapitulasi Hasil Analisis Data Respon Siswa
No
1
2
3
Jenis
Penilaian
Jumlah
Skor
%
Pemakaian model pembelajaran
38
97,44
Materi pembelajaran
38
97,44
Ketertarikan terhadap model pembelajaran
39
100
Manfaat yang didapat dengan model
pembelajaran
39
100
Penilaian
terhadap
pelaksanaan
pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran
39
100
Pengelolaan kelas
39
100
Kendala selama proses pembelajaran
39
100
Penilaian
terhadap alat
peraga
Perintah dalam menggunakan alat peraga
39
100
Materi
39
100
Penilaian
terhadap
model
pembelajaran
Indikator
Rata-rata
2.
99,79
PEMBAHASAN
Penelitian dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau Tahun
Pelajaran 2015/2016. Penelitian diawali dengan pemberian tes awal (pre-test) dan
di akhiri dengan tes akhir (post-test). Berdasarkan hasil pre-test siswa dapat
disimpulkan bahwa kemampuan awal siswa pada pengetahuan awal sama-sama
masih rendah dan tidak ada perbedaan yang begitu besar antara kelas eksperimen
dan kelas kontrol sedangkan hasil post-test siswa, terdapat perbedaan kemampuan
akhir antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen memperoleh
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 10
peningkatan rata-rata nilai sebesar 71,79% sedangkan pada kelas kontrol sebesar
12,82%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan di kelas eksperimen lebih tinggi
dibandingkan dengan peningkatan di kelas kontrol. Berdasarkan hasil analisis data
respon siswa memperoleh rata-rata sebesar 99,79% siswa memberikan respon
yang sangat baik terhadap pembelajaran menggunakan model discovery learning.
Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka dilakukan uji prasyarat analisis
terlebih dahulu. Uji prasyarat analisis tersebut adalah uji normalitas dan uji
homogenitas. Hasil perhitungan uji normalitas, menunjukkan bahwa nilai
 2 hitung   2 tabel hal ini menunjukkan bahwa data kedua kelas berdistribusi
normal. Begitu juga dengan hasil perhitungan uji homogenitas, karena pada pretest Fhitung  Ftabel , begitu juga dengan post-test Fhitung  Ftabel , dengan demikian
kedua varians pre-test dan post-test untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol
adalah homogen.
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas dan uji homogenitas yang
telah dilakukan, maka kedua kelas tersebut berdistribusi normal dan homogen
sehingga uji hipotesis yang digunakan adalah uji-t. Pada perhitungan pre-test,
t hitung  t tabel maka H0 diterima, dengan kata lain rata-rata kelas eksperimen dan
rata-rata kelas kontrol adalah sama. Sedangkan hasil post-test didapat
t hitung  ttabel sehingga H0 ditolak, dengan kata lain rata-rata hasil belajar
matematika pada kelas eksperimen lebih dari kelas kontrol. Dengan demikian
hipotesis yang berbunyi “Ada pengaruh model discovery learning terhadap hasil
belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau” dapat diterima.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kelas VIII SMP Negeri 7
Lubuklinggau dengan menggunakan model discovery learning dalam materi
faktorisasi aljabar, siswa terlihat lebih aktif dan cenderung siap dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran dengan mengetahui terlebih dahulu tujuan pembelajaran
menggunakan model discovery learning.
Melalui model discovery learning, siswa dapat membangun konsep dan
prinsip sehingga siswa menemukan pengetahuannya sendiri tanpa penjelasan dari
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 11
guru, selain itu guru lebih banyak bertindak sebagai pembimbing atau
memberikan pengarahan kepada siswa dalam belajar. Perubahan ini dapat dilihat
pada pertemuan pertama hingga pertemuan berikutnya, hasil kegiatan belajar
mengajar dengan menggunakan model discovery learning semakin meningkat.
Untuk menciptakan situasi yang dapat membuat siswa belajar aktif menemukan
pengetahuannya sendiri, guru memberikan alat peraga yang berkaitan dengan
materi faktorisasi aljabar. Contoh alat peraga yang digunakan dapat dilihat pada
gambar 4.1.
Gambar 4.1
Alat Peraga untuk Faktorisasi Aljabar
Pada tahap pertama, kerjasama dalam kelompok belum terlaksana dengan
baik, karena siswa masih bekerja sendiri-sendiri dalam menemukan konsep, serta
adanya kekacauan dalam kelas karena siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok
kecil yang beranggotakan antara 4-5 orang secara heterogen sehingga banyak
siswa yang kurang senang untuk bekerja sama dengan siswa yang lain, dan hanya
ingin berkelompok dengan teman yang dipilihnya sendiri.
Selanjutnya,
guru
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
guna
untuk
memberikan rangsangan kognitif kepada siswa, lalu siswa diminta untuk
berdiskusi. Siswa yang belum menemukan konsep operasi-operasi aljabar, harus
aktif bertanya sesama kelompoknya atau bertanya kepada guru. Sedangkan siswa
yang memiliki kemampuan harus membantu siswa yang belum menemukan
konsep pada materi tersebut.
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 12
Setelah siswa menemukan pengetahuannya, guru meminta salah satu
perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil discovery (penemuan),
kemudian guru memperjelas kembali hasil discovery (penemuan) yang telah
dipresentasikan, lalu siswa diminta untuk menarik kesimpulan dari hasil discovery
(penemuan) yang telah mereka ketahui mengenai materi faktorisasi aljabar. Pada
pertemuan ini, respon siswa menggunakan model discovery learning belum
terlihat, siswa belum menunjukkan respon yang baik terhadap pembelajaran
tersebut. Selama proses pembelajaran siswa telah memberikan respon yang sangat
baik yang terlihat pada penilaian angket dengan menunjukkan nilai rata-rata
respon sebesar 99,79%.
Berdasarkan analisis secara statistik terbukti bahwa pembelajaran
matematika dengan menggunakan model discovery learning dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang diajukan dalam
penelitian ini dapat diterima kebenarannya, maka dapat disimpulkan bahwa ratarata hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau
dengan model discovery learning lebih baik daripada siswa yang menggunakan
pembelajaran konvensional.
3.
Keterbatasan Penelitian
Adapun kendala yang ditemukan oleh peneliti dalam proses pembelajaran,
yaitu:
1.
Kondisi kelas yang kacau karena siswa dibentuk menjadi kelompokkelompok kecil secara heterogen dan masih banyak siswa yang kurang serius
dalam melakukan tahap-tahap model discovery learning.
2.
Segi waktu, yaitu alokasi waktu yang kurang dalam penerapan model
pembelajaran ini untuk menyelesaiakan permasalahan dalam kelompok dan
saling berbagi (bertukar pikiran) dalam menemukan konsep pengetahuan
siswa, sehingga model ini membutuhkan waktu yang cukup lama.
3.
Kondisi siswa yang tidak semuanya mampu melakukan proses discovery
(penemuan), hanya ada beberapa siswa yang dapat melakukan proses
discovery (penemuan).
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 13
4.
SIMPULAN DAN SARAN
a.
Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah dapat disimpulkan bahwa:
1.
Ada pengaruh model discovery learning terhadap hasil belajar matematika
siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016.
Hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang
menggunakan model discovery learning lebih baik daripada rata-rata hasil
belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional,
yaitu pada kelas eksperimen sebesar 79,02 dan kelas kontrol sebesar 62,41.
2.
Rata-rata 99,79% siswa memberikan respon yang sangat baik terhadap
pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning.
b.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka penelliti menyampaikan saran-saran
kiranya dapat dipertimbangkan untuk kelangsungan proses belajar dan mengajar
selanjutnya, yaitu sebagai berikut:
1. Siswa, agar dapat melatih untuk keterlibatan aktif dalam pembelajaran
matematika dan proses berpikirnya.
2. Guru, agar dapat meningkatkan pengetahuan guru sebagai solusi alternatif
model baru dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran
matematika.
3. Peneliti, sebagai fasilitator dalam mengajarkan suatu materi dengan
menggunakan model discovery learning.
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
Page 14
Download