PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh: Efrina Santya1, Anna Fauziah2, Dona Ningrum3 STKIP-PGRI Lubuklinggau ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau”. Rumusan masalah: (1) Apakah ada pengaruh model discovery learning terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau? (2) Bagaimana respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh model discovery learning terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau, (2) respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning. Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni dengan desain yang digunakan adalah control gruop pre-test-post-test. Hasil penelitian menunjukkan: (1) rata-rata tes akhir kelas eksperimen sebesar 79,02 dan kelas kontrol sebesar 62,41, (2) respon siswa terhadap model discovery learning sangatlah positif. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t pada taraf signifikan 0,05 dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model discovery learning terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau. Kata Kunci: Discovery Learning, Hasil Belajar, Respon Siswa. STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 1 A. Latar Belakang Mata pelajaran matematika diarahkan untuk mendorong siswa lebih berpikir kritis sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam. Menurut Mulyono (2010:251), masih banyak siswa yang memandang matematika sebagai mata pelajaran yang paling sulit. Meskipun demikian, mata pelajaran matematika harus dipelajari oleh setiap siswa. Hal ini dikarenakan matematika merupakan ilmu dasar yang diperlukan oleh siswa dalam mempelajari mata pelajaran lain. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru mata pelajaran matematika bahwa di kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau, diperoleh pada ulangan harian matematika masih banyak siswa yang belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Dari keseluruhan siswa kelas VIII sebanyak 235 orang, terdapat 95 siswa (40,43%) yang mencapai KKM dan sebanyak 140 siswa (59,57%) yang belum mencapai KKM, sedangkan KKM yang telah ditetapkan di sekolah tersebut sebesar 75. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir siswa dalam pembelajaran matematika masih lemah, sehingga mereka yang belum mencapai KKM harus mengikuti ujian remedial atau perbaikan. Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika adalah terletak pada proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini juga dapat mempengaruhi kurangnya respon siswa terhadap matematika karena munculnya sikap apatis, kurang peduli dan tidak aktif sehingga siswa malas untuk diajak berpikir analisis pada materi pembelajaran matematika. Berdasarkan kondisi tersebut, maka menyebabkan siswa tidak dapat mengembangkan konsep sendiri dalam belajar sehingga memungkinkan siswa hanya diberikan ilmu tanpa mereka ketahui dari mana konsep itu didapatkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika, maka guru harus berusaha mencari strategi dalam menggunakan model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan materi yang sedang dipelajari agar siswa mampu menangkap pelajaran dengan mudah, STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 2 menguasai konsep dan memicu siswa untuk berperan lebih aktif lagi dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Discovery Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah: 1) Apakah ada pengaruh model discovery learning terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 7 lubuklinggau ? 2) Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning? Kemudian dengan adanya penelitian ini, manfaat yang diharapkan adalah: (1) dapat melatih untuk terlibat aktif dalam pembelajaran matematika dan proses berpikirnya, (2) dapat meningkatkan pengetahuan guru sebagai solusi alternatif model baru dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran matematika, (3) sebagai fasilitator dalam mengajarkan suatu materi dengan menggunakan model discovery learning. B. TEORI Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa “belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang tersebut dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur” (dalam Suherman, dkk., 2001:44). Menurut Bruner, dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, siswa akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat siswa. Selanjutnya menurut Suherman, dkk., (2001:21) “matematika sebagai ilmu deduktif”. Ini berarti proses pengajaran matematika harus bersifat deduktif. STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 3 Matematika tidak menerima generalilasi berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi harus berdasarkan pembuktian deduktif. Meskipun demikian untuk membantu pemikiran, pada tahap-tahap permulaan sering kali kita memerlukan bantuan contoh-contoh khusus atau ilustrasi geometris. Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SMP) dan Pendidikan Menengah (SMU dan SMK). Fungsi mata pelajaran matematika, yaitu sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika disekolah, terutama di SMP (Sekolah Menengah Pertama). Ada dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika, yaitu pembentukan sifat dengan berpikir kritis dan kreatif. Dua hal tersebut harus dipupuk dan ditumbuhkembangkan. Siswa harus dibiasakan untuk diberi kesempatan bertanya dan berpendapat, agar siswa dapat belajar aktif sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih bermakna. Prinsip belajar aktif inilah yang diharapkan dapat menumbuhkan sasaran pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis. Tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa merupakan tolak ukur yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam memahami konsep belajar. Hamalik (2008:7) menyatakan bahwa hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Menurut Suprijono (2009:5) “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Sedangkan menurut Slameto (2010:15), hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan sebagai pengalamannya sendiri dalam berinteraksi. Dalam hasil belajar terdapat tiga aspek yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif merupakan pusat dan mempunyai peran yang sangat STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 4 penting dalam pengembangan kurikulum dan pengembangan evaluasi berupa tes. Aspek kognitif (Dimyati dan Mudjiono, 2006:26) terdiri dari enam tahap yang tersusun mulai dari kemampuan berpikir paling rendah sampai pada kemampuan berpikir paling tinggi (kompleks). Keenam tahap tersebut adalah mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mensintesis (C5), dan mengevaluasi (C6). Afektif adalah hal-hal yang berhubungan dengan sikap sebagai perwujudan dari minat, motivasi, kecemasan, apresiasi perasaan, penyesuaian diri, bakat. Perwujudan dari sikap tersebut dapat bermacam-macam, bisa bersikap menerima, memberikan respon, menilai, mengorganisasikan, dan karakteristikasi, karena kegiatan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang disadari, maka perubahan tingkah laku siswa dalam bidang afektif pun harus disadari oleh guru maupun oleh siswa sendiri. Evaluasi bidang afektif dikategorikan ke dalam evaluasi non-tes, misalnya angket skala sikap. Daerah psikomotorik yang berkenaan dengan keterampilan yang sifatnya fisik. Menurut Slameto (2010:54), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi dua kategori, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Yang termasuk faktor intern adalah: (1) faktor jasmani yang terdiri dari faktor kesehatan dan cacat tubuh, (2) faktor psikologis yang terdiri dari intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan, (3) faktor kelelahan fisik maupun psikis. Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Yang tergolong faktor ekstern adalah: (1) faktor keluarga yang terdiri dari cara orang tua mendidik, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan, (2) faktor sekolah yang terdiri dari atas metode mengajar, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, metode belajar, dan tugas rumah, (3) faktor masyarakat yang terdiri atas kegiatan siswa dalam STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 5 masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat, yang semuanya mempengaruhi belajar. “Respon adalah tanggapan” (Dalyono, 2010:204). Keterlibatan siswa atau respon siswa terhadap guru yang mengajar bisa meliputi berbagai bentuk seperti perhatian, tindakan nyata dalam bentuk partisipasi kegiatan belajar. Menurut Zulhelmi (2009:11) menyatakan bahwa respon siswa adalah penerimaan, tanggapan dan aktivitas yang diberikan siswa selama pembelajaran berlangsung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa respon siswa adalah penerimaan atau tanggapan siswa yang timbul karena adanya perangsang dengan cara berpartisipasi dalam berbagai bentuk seperti perhatian serta tindakan nyata siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pemilihan model yang digunakan oleh guru sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan siswa. Selain itu juga setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap yang dilakukan oleh dengan bimbingan guru. Oleh karena itu guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Model discovery learning merupakan model pembelajaran kognitif yang menuntut guru untuk lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat siswa belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri (Sani, 2013:221). Menurut Hosnan (2014:280) “model discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa”. C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen murni. Pada eksperimen murni, penelitian dilakukan pada dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. “Variabel penelitian adalah objek penelitian atau STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 6 apa saja yang menjadi titik perhatian suatu penelitian” (Arikunto, 2010:94). Dalam penelitian ini, terdiri dari dua variabel yang terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Adapun yang menjadi variabel bebas adalah model discovery learning dan konvensional, sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar matematika. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk Random, Pre-test, Post-test Group Desain yang melibatkan dua kelompok yang dapat digambarkan sebagai berikut: E O1 X O2 O3 − O4 R K (Arikunto, 2010:126) Keterangan: E = Kelas eksperimen K = Kelas kontrol X = Pembelajaran dengan model discovery learning O1O3 = Pre-test O2O4 = Post-test Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 6 kelas yang dianggap memiliki kemampuan yang sama. Teknik dalam pengambilan sampel dilakukan secara sampel random atau acak sederhana dengan cara pengundian. Kelas yang terpilih sebagai kelas eksperimen yaitu kelas VIII.1 yang berjumlah 39 siswa dan kelas yang terpilih sebagai kelas kontrol yaitu kelas VIII.2 yang berjumlah 38 siswa. Jenis data dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif adalah data dari keseluruhan skor hasil belajar siswa. Sedangkan data kualitatif adalah saran dan kritik validator terhadap respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning. Sehingga teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah berupa data tes dan angket. STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 7 D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. HASIL PENELITIAN Penelitian model discovery learning ini telah dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 dengan menggunakan materi faktorisasi aljabar. Penelitian ini dimulai dari tanggal 29 Juli 2015 sampai 29 Agustus 2015. Jumlah pertemuan tatap muka yang dilakukan adalah lima kali pertemuan dengan rincian satu kali pemberian tes awal (pre-test) untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum dilakukan penelitian yang diikuti oleh, tiga kali pelaksanaan kegiatan pembelajaran atau tatap muka dengan menggunakan model discovery learning, dan setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran peneliti mengadakan tes akhir (post-test) pada pertemuan kelima. Data hasil tes akhir digunakan untuk mengetahui pengaruh model discovery learning terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau 2015/2016. a. Kemampuan Awal Kemampuan awal siswa sebelum mengikuti pembelajaran materi faktorisasi aljabar merupakan data penelitian yang didapat dari pre-test atau sebelum dilakukan pembelajaran. Pre-test dilakukan pada pertemuan pertama tanggal 04 Agustus 2015 yang diikuti oleh 39 siswa di kelas eksperimen dan 39 siswa di kelas kontrol. Soal yang digunakan berbentuk essay yang terdiri dari enam soal. Rekapitulasi hasil pre-test siswa dapat dilihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Rata-rata Nilai (𝒙) dan Simpangan Baku (s) Pre-test Siswa Kelas Eksperimen Kontrol N Rata-rata (𝑥 ) Simpangan Baku (S) 39 39 37,82 35,96 10,33 9,07 b. Kemampuan Akhir Kemampuan akhir siswa diperoleh melalui post-test (tes akhir). Hasil posttest diukur dengan memberikan soal yang sama diberikan pada saat pre-test, STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 8 dengan demikian dapat diketahui peningkatan hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran yang diterapkan baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Post-test dilakukan pada pertemuan terakhir yaitu pertemuan kelima pada tanggal 29 Agustus 2015, yang diikuti oleh 39 siswa di kelas eksperimen dan 39 siswa dikelas kontrol. Rekapitulasi hasil post-test siswa dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Rata-rata Nilai (𝒙) dan Simpangan Baku (s) Post-test Siswa Kelas Eksperimen Kontrol N Rata-rata (𝑥 ) Simpangan Baku (S) 39 39 79,02 62,41 11,75 9,71 Berdasarkan hasil pre-test dan post-test dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata post-test pada kelas eksperimen mengalami peningkatan sebesar 71,79% dan rata-rata post-test pada kelas kontrol mengalami peningkatan sebesar 12,82%. Hal ini berarti peningkatan rata-rata nilai pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas konrol. Rata-rata pre-test dan post-test kelas ekperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada grafik 1. 100 79,02 80 62,41 60 40 37,82 Kelas Eksperimen 35,96 Kelas kontrol 20 0 Pre-test Post-test Grafik 1. Rata-rata Nilai Hasil Pre-test dan Post-test Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan model discovery learning, di lima belas menit terakhir pada pertemuan kelima tanggal 29 Agustus 2015, siswa diminta untuk mengisi angket STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 9 respon siswa yang terdiri dari dua puluh empat item, sebanyak 19 butir untuk pernyataan positif dan 5 butir untuk pernyataan negatif. Angket yang diberikan kepada diolah dengan menggunakan skala Guttman, kemudian diambil persentasenya. Rekapitulasi angket respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan model discovery learning dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Data Respon Siswa No 1 2 3 Jenis Penilaian Jumlah Skor % Pemakaian model pembelajaran 38 97,44 Materi pembelajaran 38 97,44 Ketertarikan terhadap model pembelajaran 39 100 Manfaat yang didapat dengan model pembelajaran 39 100 Penilaian terhadap pelaksanaan pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran 39 100 Pengelolaan kelas 39 100 Kendala selama proses pembelajaran 39 100 Penilaian terhadap alat peraga Perintah dalam menggunakan alat peraga 39 100 Materi 39 100 Penilaian terhadap model pembelajaran Indikator Rata-rata 2. 99,79 PEMBAHASAN Penelitian dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian diawali dengan pemberian tes awal (pre-test) dan di akhiri dengan tes akhir (post-test). Berdasarkan hasil pre-test siswa dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal siswa pada pengetahuan awal sama-sama masih rendah dan tidak ada perbedaan yang begitu besar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sedangkan hasil post-test siswa, terdapat perbedaan kemampuan akhir antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen memperoleh STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 10 peningkatan rata-rata nilai sebesar 71,79% sedangkan pada kelas kontrol sebesar 12,82%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan di kelas kontrol. Berdasarkan hasil analisis data respon siswa memperoleh rata-rata sebesar 99,79% siswa memberikan respon yang sangat baik terhadap pembelajaran menggunakan model discovery learning. Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka dilakukan uji prasyarat analisis terlebih dahulu. Uji prasyarat analisis tersebut adalah uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil perhitungan uji normalitas, menunjukkan bahwa nilai 2 hitung 2 tabel hal ini menunjukkan bahwa data kedua kelas berdistribusi normal. Begitu juga dengan hasil perhitungan uji homogenitas, karena pada pretest Fhitung Ftabel , begitu juga dengan post-test Fhitung Ftabel , dengan demikian kedua varians pre-test dan post-test untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen. Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas dan uji homogenitas yang telah dilakukan, maka kedua kelas tersebut berdistribusi normal dan homogen sehingga uji hipotesis yang digunakan adalah uji-t. Pada perhitungan pre-test, t hitung t tabel maka H0 diterima, dengan kata lain rata-rata kelas eksperimen dan rata-rata kelas kontrol adalah sama. Sedangkan hasil post-test didapat t hitung ttabel sehingga H0 ditolak, dengan kata lain rata-rata hasil belajar matematika pada kelas eksperimen lebih dari kelas kontrol. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi “Ada pengaruh model discovery learning terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau” dapat diterima. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau dengan menggunakan model discovery learning dalam materi faktorisasi aljabar, siswa terlihat lebih aktif dan cenderung siap dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dengan mengetahui terlebih dahulu tujuan pembelajaran menggunakan model discovery learning. Melalui model discovery learning, siswa dapat membangun konsep dan prinsip sehingga siswa menemukan pengetahuannya sendiri tanpa penjelasan dari STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 11 guru, selain itu guru lebih banyak bertindak sebagai pembimbing atau memberikan pengarahan kepada siswa dalam belajar. Perubahan ini dapat dilihat pada pertemuan pertama hingga pertemuan berikutnya, hasil kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model discovery learning semakin meningkat. Untuk menciptakan situasi yang dapat membuat siswa belajar aktif menemukan pengetahuannya sendiri, guru memberikan alat peraga yang berkaitan dengan materi faktorisasi aljabar. Contoh alat peraga yang digunakan dapat dilihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Alat Peraga untuk Faktorisasi Aljabar Pada tahap pertama, kerjasama dalam kelompok belum terlaksana dengan baik, karena siswa masih bekerja sendiri-sendiri dalam menemukan konsep, serta adanya kekacauan dalam kelas karena siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok kecil yang beranggotakan antara 4-5 orang secara heterogen sehingga banyak siswa yang kurang senang untuk bekerja sama dengan siswa yang lain, dan hanya ingin berkelompok dengan teman yang dipilihnya sendiri. Selanjutnya, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan guna untuk memberikan rangsangan kognitif kepada siswa, lalu siswa diminta untuk berdiskusi. Siswa yang belum menemukan konsep operasi-operasi aljabar, harus aktif bertanya sesama kelompoknya atau bertanya kepada guru. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan harus membantu siswa yang belum menemukan konsep pada materi tersebut. STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 12 Setelah siswa menemukan pengetahuannya, guru meminta salah satu perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil discovery (penemuan), kemudian guru memperjelas kembali hasil discovery (penemuan) yang telah dipresentasikan, lalu siswa diminta untuk menarik kesimpulan dari hasil discovery (penemuan) yang telah mereka ketahui mengenai materi faktorisasi aljabar. Pada pertemuan ini, respon siswa menggunakan model discovery learning belum terlihat, siswa belum menunjukkan respon yang baik terhadap pembelajaran tersebut. Selama proses pembelajaran siswa telah memberikan respon yang sangat baik yang terlihat pada penilaian angket dengan menunjukkan nilai rata-rata respon sebesar 99,79%. Berdasarkan analisis secara statistik terbukti bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya, maka dapat disimpulkan bahwa ratarata hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau dengan model discovery learning lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 3. Keterbatasan Penelitian Adapun kendala yang ditemukan oleh peneliti dalam proses pembelajaran, yaitu: 1. Kondisi kelas yang kacau karena siswa dibentuk menjadi kelompokkelompok kecil secara heterogen dan masih banyak siswa yang kurang serius dalam melakukan tahap-tahap model discovery learning. 2. Segi waktu, yaitu alokasi waktu yang kurang dalam penerapan model pembelajaran ini untuk menyelesaiakan permasalahan dalam kelompok dan saling berbagi (bertukar pikiran) dalam menemukan konsep pengetahuan siswa, sehingga model ini membutuhkan waktu yang cukup lama. 3. Kondisi siswa yang tidak semuanya mampu melakukan proses discovery (penemuan), hanya ada beberapa siswa yang dapat melakukan proses discovery (penemuan). STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 13 4. SIMPULAN DAN SARAN a. Simpulan Berdasarkan rumusan masalah dapat disimpulkan bahwa: 1. Ada pengaruh model discovery learning terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model discovery learning lebih baik daripada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional, yaitu pada kelas eksperimen sebesar 79,02 dan kelas kontrol sebesar 62,41. 2. Rata-rata 99,79% siswa memberikan respon yang sangat baik terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning. b. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka penelliti menyampaikan saran-saran kiranya dapat dipertimbangkan untuk kelangsungan proses belajar dan mengajar selanjutnya, yaitu sebagai berikut: 1. Siswa, agar dapat melatih untuk keterlibatan aktif dalam pembelajaran matematika dan proses berpikirnya. 2. Guru, agar dapat meningkatkan pengetahuan guru sebagai solusi alternatif model baru dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran matematika. 3. Peneliti, sebagai fasilitator dalam mengajarkan suatu materi dengan menggunakan model discovery learning. STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU Page 14