1 PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Oleh: Riani Indah Permata Sari1 Sukasno2 Nur Fitriyana3 STKIP-PGRI Lubuklinggau Email: [email protected] ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning Pada pembelajaran matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau”. Rumusan masalah penelitian ini adalah: 1) apakah hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017 setelah diterapkan pembelajaran dengan model Problem Based Learning secara signifikan tuntas ?; 2) Bagaimana aktivitas siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau pada saat proses pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning ?. Tujuan diadakannya penelitian; 1) untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017 setelah diterapkan model Problem Based Learning (PBL); 2) Untuk mendiskripsikan aktifitas belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017 pada saat proses pembelajaran matematika dengan merapkan model Problem Based Learning (PBL). Penelitian ini berbentuk eksperimen semu dengan desain Pre-test and Post-test Group. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau Tahun pelajaran 2016/2017 dan sebagai sampel adalah kelas VIII.6 yang diambil secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes dan non tes. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis ujit nilai Post-test pada taraf signifikansi ๐ผ = 0,05, diperoleh ๐กโ๐๐ก๐ข๐๐ (10,3) > ๐ก๐ก๐๐๐๐ (1,70), sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika Siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau setelah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning secara signifikasi tuntas. Rata-rata hasil belajar siswa sebesar 84,22 dan persentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 91,7%. Kata Kunci : Problem Based Learning, Matematika. PENDAHULUAN Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan yang memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sahari-hari dan juga merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan kepada siswa. Menurut Abdurrahman (2010:253) matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SLTA dan bahkan juga di perguruan tinggi. Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Cockrof (Abdurrahman, 2010:253) mengemukakan bahwa matematika 1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau 2,3 2 perlu diajarkan kepada siswa karena: (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan, matematika merupakan salah satu bidang studi yang sangat penting. Tanpa matematika, akan sulit sekali untuk mempelajari dan menemukan berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika sebagai alat bantu telah banyak diaplikasikan untuk mempermudah, mengefektifkan, dan mengefisienkan pekerjaan-pekerjaan manusia. Berbagai alasan perlunya siswa belajar matematika pada hakikatnya karena masalah kehidupan sehari-hari, didalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan salah satu guru mata pelajaran matematika di SMP Negeri 2 Lubuklinggau diperoleh data bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Lubuklinggau masih rendah. Permasalahan inilah yang diasumsikan sebagai penyebab masih banyaknya nilai matematika siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Nilai rata-rata siswa 70 sedangkan KKM yang terdapat di sekolah tersebut adalah 75. Dari 435 siswa, yang tuntas sebanyak 165 siswa dengan persentase 37,9% dan yang belum tuntas sebanyak 270 siswa dengan persentase 62,1% sedangkan persentase ketercapaian hasil belajar yang ditetapkan sekolah harus mencapai atau melebihi 75%. Rendahnya hasil belajar matematika kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau disebabkan adanya beberapa permasalahan yang dihadapi siswa dalam proses pembelajaran matematika dikelas yakni, pembelajaran yang dilakukan cenderung menggunakan model pembelajaran konvensional dimana proses yang terjadi lebih kepada ceramah dan memberikan latihan soal. Siswa cenderung pasif, bosan, tidak sedikit siswa mengobrol pada saat proses pembelajaran bahkan ada beberapa siswa keluar kelas, siswa tidak mau bertanya walaupun belum paham dengan materi yang 3 diberikan sehingga membuat siswa tidak mampu menentukan rumus dengan tepat dalam penyelesaian soal. Untuk mencapai harapan tersebut seorang guru harus terampil dalam memilih model pembelajaran yang tepat dengan pokok bahasan yang disajikan dengan karakteristik siswa. Rusman (2010:133) mengemukakan bahwa model pembelajaran bukan sematamata menyangkut kegiatan guru mengajar akan tetapi harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu sebagai berikut: (1) tujuan pembelajaran yang hendak dicapai; (2) hubungan dengan materi pembelajaran; (3) sudut peserta didik serta hal lain yang nonteknis. Salah satu cara mengatasi permasalahan rendahnya hasil belajar siswa di atas diperlukan sebuah model pembelajaran yang aktif, inovatif dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning. Yamin (2012:17) mengemukakan bahwa Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang memberi kondisi belajar aktif kepada peserta didik dalam kondisi dunia nyata. Selain itu Riyanto (2009:285) berpendapat bahwa Problem Based Learning atau pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik menyelesaikan masalah. Dengan model Problem Based Learning peserta didik dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang dikaji merupakan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata. Peserta didik juga diperlakukan sebagai pribadi dewasa karena peserta didik diberikan kebebasan untuk mengimplementasikan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki untuk menyelesaikkan masalah. Selanjutnya pengkondisian peserta didik dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi, baik dengan guru maupun teman akan memudahkan peserta didik mencapai ketuntasan belajar, peserta didik dapat mencari penyelesaian masalah secara mandiri akan memberikan pengalaman untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti perlu melakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017. 4 LANDASAN TEORI Model Problem Based Learning Proses pemecahan masalah dilakukan secara kolaborasi dan disesuaikan dengan kehidupan Kelson (Riyanto, 2012:285). Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, belajar secara mandiri, dan menuntut keterampilan berpartisipasi dalam tim. Menurut Sugiyanto (2010:155) menyatakan Problem Based Learning (PBL) ditandai oleh siswa yang bekerja berpasangan atau dalam kelompok-kelompok kecil untuk menginvestigasi masalah dunia nyata”. Pembentukan suatu kelompok-kelompok dalam proses belajar di harapkan dapat membantu siswa untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya, serta dapat dengan mudah untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang dipelajarinya. Selain itu Menurut Sani (2014:127), Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaanpertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog. Adapun langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learing yang akan diterapkan dalam penelitian ini, dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran PBL Fase Indikator Tingkah Laku Guru 1 Menyampaikan Guru menjelaskan kompetensi dan tujuan pembelajaran, kompetensi dan tujuan informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pembelajaran serta pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar. mempersiapkan siswa 2 Mendemonstrasikan Guru mendemonstrasikan pengetahuan /keterampilan pengetahuan atau yang benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap keterampilan 3 Membing pelatihan Guru merencanakan dan memberikan bimbingan pelatihan awal 4 Mengecek pemahaman dan Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas memberi umpan balik dengan baik, memberikan umpan balik 5 Memberikan kesempatan Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan untuk pelatihan lanjutan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan dan penerapan kepada situasi lebih komplek dalam kehidupan seharihari. 5 Aktivitas Belajar Menurut Masita (2012:21) aktivitas belajar merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa selama pembelajaran. Menurut Baroh (2012:35), proses belajar mengajar yang berkembang saat ini adalah pembelajaran “Student centered” dimana siswalah yang dituntut untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Guru dapat mengaktifkan siswa dalam KBM dengan cara membuat pelajaran menjadi menarik dan merangsan daya cipta siswa untuk menemukan serta mengesankan bagi siswa. Aktivitas belajar siswa adalah segala proses kegiatan yang dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, aktivitas belajar siswa dapat diukur melalui teknik observasi aktivitas belajar siswa dikelas. Ediyono (Baroh, 2010:35) menyatakan ada tujuh kadar keaktifan siswa dalam belajar, yaitu: a. partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran. b. tekanan pada efektif dalam pembelajaran. c. partisipasi siswa dalam pelaksanaan pembelajaran, terutama interaksi antara siswa. d. penerimaan guru terhadap perbuatan dan kontribusi siswa yang kurang relavan bahkan salah sama sekali. e. kekompakan kelas sebagai kelompok f. kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusankeputusan penting dalam kehidupan sekolah. g. jumlah waktu yang dipergunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa baik yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan mata pelajaran. Menurut Bahri (2000:38) mengatakan bahwa beberapa aktivitas belajar meliputi: (a) mendengarkan; (b) memandang; (c) meraba, mambau dan mencicipi/mengecap; (d) menulis atau mencatat; (e) membaca; (f) membuat ringkasan; (g) mengamati tebel-tabel; (h) menyusun kertas kerja; (i) mengingat; (j) berfikir dan (k) latihan atau praktek. 6 Berdasarkan penjelasan di atas, maka indikator aktivitas yang digunakan pada kegiatan observasi dalam penelitian ini yaitu: (a) membaca; (b) mendengarkan; (c) memberikan pendapat; (d) bertanya; (e) menjawab pertanyaan; (f) bekerja sama. METODE PENELITIAN Desain atau rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-test dan post-test group. Desain penelitian tersebut adalah sebagai berikut: ๐ด ๐1 ๐ ๐2 (Arikunto, 2010:124) Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau tahun pelajaran 2016/2017. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII 6 dengan jumlah siswa sebanyak 36 orang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik tes. Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data melalui hasil belajar matematika siswa. Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk uraian (essay) sebanyak lima soal dengan materi pokok Lingkaran. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Berdasarkan data hasil pre-test diperoleh bahwa rata-rata hasil pre-test sebesar 19,4, secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal siswa kelas VIII 6 SMP Negeri 2 Lubuklinggau sebelum pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan model Probel Based Learning secara signifikasi belum tuntas. Berdasarkan analisis data hasil post-test menunjukkan nilai ๐กโ๐๐ก๐ข๐๐ = 10,3 ≥ ๐ก๐ก๐๐๐๐ = 1,70, sehingga dapat disimpulkan ๐ป๐ diterima dan ๐ป๐ ditolak. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017 setelah diterapkan pembelajaran matematika dengan menggunakan model Problem Based Learning secara signifikan tuntas dengan rata-rata nilai post-test sebesar 84,22. 7 Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan analisa pada hasil pretest dan post-test maka dapat diketahui bahwa hasil belajar matematika siswa mengalami peningkatan setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Didalam penelitian ini hanya meneliti materi lingkaran pada ranah kognitifnya yaitu dalam bentuk tes yang berisi pertanyaan untuk mengukur kemampuan pengetahuan, intelegensi, dan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Peneliti memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk siswa menjadi 7 kelompok dimana dalam satu kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Model Problem Based Learning menekankan siswa untuk lebih berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran dengan mengoptimalkan kemampuan berpikir siswa melalui proses kerja kelompok yang sistematis, sehingga siswa dapat memperdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan (Tan dalam Rusman, 2010:229). Pelaksanaan penelitian ini dilakukan sebanyak Lima kali pertemuan dengan rincian satu kali Pre-Test di awal pertemuan, tiga kali proses pembelajaran dengan model PBL dan Post-test di akhir pertemuan. Pada setiap pertemuan peneliti melakukan penelitian pada tanggal 17 Januari 2017 di kelas VIII.6 merupakan sampel penelitian, peneliti dipersilahkan untuk masuk ke kelas oleh guru matematika ibu Laili Astuti, S.Pd untuk melaksanakan penelitian, peneliti berjalan ke kelas dengan diiringi oleh ketua kelas VIII.6, sebelum peneliti mengadakan pre-test peneliti mengawali dengan salam dan memperkenalkan diri kepada semua siswa kelas VIII.6 kemudian peneliti melakukan absen siswa. Setelah selesai maka pelaksanaan pre-test pun dilakukan namun sebelum dibagikan lembar soal dan lembar jawaban, peneliti memberikan arahan kepada siswa kelas VIII.6 dimana mereka akan diberi enam soal dengan materi lingkaran dalam menentukan unsur-unsur lingkaran dan cara menemukan nilai phi berbentuk uraian dan mereka harus menjawab soal tersebut sesuai dengan kemampuan masing-masing tanpa mencontek maupun berkerja sama, kemudian peneliti membagi lembar soal dan lembar jawaban pre-test kepada setiap siswa. Setelah memastikan semua siswa telah 8 mendapatkan lembar soal peneliti mempersilahkan kepada siswa untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Selama siswa mengerjakan soal-soal pre-test yang diberikan peneliti mengawasi dengan tujuan untuk memastikan siswa tidak mencontek atau berbuat curang dalam mengerjakan soal tersebut. Saat waktu 80 menit telah berakhir semua lembar jawaban beserta lembar soal dikumpulkan. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada siswa VIII.6 karena telah mengikuti pre-test dengan tertib dan baik. Sebelum mengakhiri pertemuan, peneliti menyampaikan kepada para siswa bahwa pada pertemuan selanjutnya peneliti akan memberikan pembelajaran sebanyak 3 kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan materi Menentukan unsur-unsur lingkaran dan menemukan nilai phi, pada pertemuan pertama siswa merasa kebingungan dan merasa kesulitan untuk menuliskan terlebih dahulu unsur yang diketahui dan ditanyakan hal ini disebabkan karna siswa belum mempelajari tentang materi tes yang di berikan sehingga nilai awal yang dimiliki siswa tidak ada yang tuntas. Peneliti menerapan model pembelajaran problem Based Learning peneliti mengawali pembelajaran dengan mengabsen siswa kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran lalu peneliti menanyakan kepada siswa apa hubungan materi yang akan dipelajari dengan kehidupannya dalam sehari-hari. Kemudian peneliti membagi siswa kedalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 orang secara heterogen. Setelah selesai terbentuknya kelompok belajar lalu peneliti membagikan LKS kepada setiap masing-masing kelompok dengan dua butir soal dengan kolom tempat penyelesaian soal. Siswa mulai mengerjakan penyelesaian sesuai langkah yang ada dengan berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Pada saat bekerja pada kelompok, kegiatan diskusi belum berjalan secara maksimal. Siswa yang pandai tampak serius memahami masalah yang diberikan, sedangkan siswa yang kurang pandai tidak tertarik dengan LKS yang diberikan sehingga siswa tersebut ribut dan mengganggu teman lainnya sehingga siswa masih sulit untuk menuliskan terlebih dahulu unsur yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Peneliti mengatasi masalah tersebut dengan memberikan petunjuk-petunjuk penyelesaian soal pada LKS agar siswa dapat menyelesaikan masalah dengan tepat. 9 Peneliti memberikan umpan balik dan juga memberikan motivasi kepada siswa, karena motivasi berpengaruh besar terhadap pencapaian belajar siswa sehingga dapat menggerakan, mengarahkan tindakan, serta menambah antusias siswa dalam belajar. Saat siswa telah menemukan hasil dari masalah yang diberikan maka siswa memeriksa kembali jawabannya. Pada kegiatan ini kendala yang ditemukan yaitu siswa kesulitan dalam membuktikan benar atau tidaknya jawaban yang didapat. Dengan petunjuk yang ada di LKS dan bimbingan dari peneliti dapat membantu kesulitan yang dihadapi siswa. Setelah itu peneliti menunjuk salah satu kelompok secara acak untuk mempresentasikan solusi penyelesaian masalah yang telah diselesaikan dalam kelompoknya masing-masing didepan kelas, sedangkan kelompok yang tidak tampil diberi kesempatan untuk bertanya dan melakukan proses pengamatan dan penilaian terhadap kelompok yang tampil. Pada kegiatan ini peneliti mengevaluasi solusi penyelesaian masalah dan penguatan berupa klarifikasi terhadap jawaban siswa. Kemudian siswa menarik kesimpulan dengan bimbingan guru mengenai materi yang telah dipelajari pada pertemuan pertama tersebut. Materi yang diajarkan adalah menentukan rumus luas dan keliling lingkaran Pelaksanaan pembelajaran berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat seperti pada pertemuan pertama. Langkah-langkah yang digunakan peneliti juga sama dengan pertemuan pertama, yaitu peneliti membagikan LKS berisi masalah baru pada siswa untuk diselesaikan secara mandiri dengan berdiskusi kelompok. Pada pertemuan ini siswa sudah terlihat aktif dalam pembelajaran, siswa mulai belajar untuk saling berkomunikasi dengan rekan satu kelompoknya. Mereka mendiskusikan materi bersama-sama, menanyakan sesuatu yang belum diketahuinya, saling bertukar pikiran serta saling memberikan informasi satu sama lain walaupun masih terdapat beberapa siswa yang masih bingung. Siswa yang tidak tampil tampak bersemangat dalam mengomentari jawaban kelompok lain dan saling bertukar ide. Sebagian besar siswa sudah menyelesaikan masalah yang terdapat dalam LKS dengan baik sesuai dengan langkah penyelesaian. Keterbatasan waktu menjadi kendala bagi peneliti karena hal tersebut membuat siswa terburu-buru dalam penyelesaian masalah sehingga mendapat hasil yang kurang maksimal. Dapat disimpulkan pada pertemuan kedua, siswa sudah mengalami peningkatan dalam menyelesaikan masalah. 10 Pertemuan selanjutnya materi yang diajarkan adalah menghitung luas dan keliling lingkaran. Pada pertemuan ini siswa sudah mulai terbiasa belajar dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Hal itu terlihat dari siswa yang telah antusias menyelesaikan masalah dengan saling bekerjasama dengan kelompoknya masing-masing berdasarkan kemampuan yang dimiliki dan diselesaikan secara mandiri, walaupun siswa masih tampak bingung ketika dihadapkan pada permasalahan yang baru. Kemampuan penyelesaian masalah matematika siswa meningkat, hal tersebut terlihat dari langkah–langkah yang diselesaikan siswa sudah lebih baik dari pertemuan pertama dan kedua. Pada pertemuan ini dapat disimpulkan bahwa siswa sudah bisa menyelesaikan masalah yang diberikan berdasarkan langkahlangkah penyelesaian masalah, yang meliputi langkah memahami masalah, kemudian menentukan hasil penyelesaian dan memeriksa kembali hasil. Setelah selesai diberi perlakuan pembelajaran sebanyak tiga kali dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Pada pertemuan ke lima pada tanggal 9 Febuari 2017, kelas VIII.6 diberikan tes akhir (post-test) untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model PBL. Berdasarkan hasil post-test nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 84,22. Siswa yang tuntas 33 orang dan siswa yang tidak tuntas terdapat 3 orang, berarti terjadi peningkatan rata-rata sebesar 64,82. Dari hasil penelitian dan analisis uji-t dari hasil tes akhir diperoleh thitung = 10,3 dengan derajat kebebasan dk = n-1 = 36 – 1 = 35, ๐ผ = 0,05 diperoleh ttabel = 1,70 sehingga thitung > ttabel yaitu 10,3 > 1,70 maka Ha diterima dan H0 ditolak. Sehingga hipotesis diterima artinya hasil belajar matematika siswa setelah diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning lebih dari atau sama dengan 75 ๐ ≥ 75 secara signifikan sudah tuntas. Hal tersebut disebabkan karena pembelajaran matematika dengan menggunakan model PBL membuat siswa lebih aktif, mandiri, kompak dalam kelompok saling bertukar pikiran dalam menyelesaikan setiap soal yang diberikan, berani mengimplementasikan pengetahuannya, berpikir kritis dalam menyelesaikan dan memiliki keterampilan penyelesaian masalah, serta siswa selalu bersemangat dalam mengikuti pembelajaran matematika sehingga mudah untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang 11 dipelajarinya. Camp (Riyanto, 2009:284) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah, peserta didik dipandang sebagai pribadi “yang utuh” yang memiliki sejumlah pengetahuan ,menuntuk peserta didik berfikir kritis ,memecahkan masalah, belajar secara mandiri, dan menuntut keterampilan berpatisipasi dalam tim, sehingga dapat berpengaruh pada peningkatan hasil belajar. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka pembelajaran matematika siswa kelas VIII SMP Negeri Negeri 2 Lubuklinggau Tahun pelajaran 2016/2017, dapat peneliti simpulkan bahwa: 1. Hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017 setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model Problem Based Learning secara signifikan tuntas dengan nilai rata-rata tes akhir sebesar 84,22 dan persentase jumlah siswa yang tuntas mencapai 91,7%. 2. Aktivitas siswa semakin meningkat setiap pertemuan. Pertemuan pertama persentase rata-rata aktivitas siswa sebesar 31% ini menunjukan bahwa siswa cukup aktif, pada pertemuan kedua persentase rata-rata aktivitas siswa sebesar 63% ini menunjukan bahwa siswa cukup aktif dan pada pertemuan ketiga persentase rata-rata aktivitas siswa sebesar 82% ini menunjukan bahwa siswa aktif. 12 DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Mulyono. 2010. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Arikunto, 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Bahri Djamara, Syaiful. 2000. Pisikologi Belajar. Banjarmasin: PT Rineke Cipta. Baroh. 2010. Efektivitas Metode Simulasi Pada Materi Peluang Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Semarang. Jurnal UIN Sunan Ampel Surabaya. Vol:3 :No 3 Hal 1315 Masita, Meici. 2012. Peningkatan Aktivitas Siswa Pada Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Kontekstual. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol: 1 No: 2 Hal: 21-24 Riyanto, Yatim. 2012. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Edisi kedua. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Rusman.2011. Model-Model Pembelajaran Edisi kedua. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: PT Bumi Aksara Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Referensi