PENGELOLAAN INFEKSI JARINGAN PADA TN. W DENGAN ABSES DAN ULKUS DEKUBITUS DI RUANG ANGGREK RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI I Made Wawan Darmawan1, Joyo Minardo2, Maksum3 123 Ngudi Waluyo Nursing Academy [email protected] ABSTRAK Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam satu kantung yang terbentuk dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri, parasit atau benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan mencegah agen-agen infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya. Berdasarkan data yang didapat dari RSUD Pandan Arang Boyolali tentang penyakit abses penis pada tahun 2014, dimana pada bulan januri, februari, maret, april, mei, juni, juli, agustus, oktober, november, desember tidak terdapat kasus abses penis dan pada bulan september terdapat 1 orang terdapat kasus abses penis. Perawatan luka merupakan langkah penting yang menentukan kesembuhan luka. Perawatan luka adalah manajemen pencegahan infeksi yang bertujuan untuk mencegah berkembangnya mikroorganisme parasit yang menghambat proses pembentukan jaringan baru. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa tindakan perawatan luka pada pasien untuk mencegah terjadinya infeksi berlanjut. Pengelolaan infeksi dilakukan selama 2 hari pada Tn. W. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik allowanamnesa dan autoanamnesa. Hasil pengelolaan didapatkan luka masih sedikit mengeluarkan pus, kemerahan pada luka tanda terjadinya proses perbaikan jaringan, masih ada tanda infeksi. Saran untuk perawat di ruang Anggrek RSUD Pandan Arang Boyolali agar menerapkan prinsip sterilisasi dalam melakukan perawatan luka untuk menunjang pencegahan infeksi pada luka. Kata kunci Kepustakaan : Abses, pencegahan infeksi, perawatan luka. : 14 (2000-2014) Pendahuluan Infeksi merupakan invasi patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Jika patogen berkembangbiak dan menyebabkan perubahan jaringan normal. Jika penyakit dapat dapat ditularkan langsung dari orang satu ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular (Potter & Perry, 2005). Abses merupakan infeksi bakteri yang terjadi dibagian tubuh atau kumpulan nanah dalam suatu ruangan terbatas di dalam tubuh. Abses terbentuk saat pus tidak mengalir dalam kulit. Infeksi yang mendasarinya mungkin ditimbulkan dari gigitan serangga, luka tusukan, folikel rambut yang terinfeksi, atau luka yang tidak kering. Biasanya abses menyebabkan kulit edema dan dapat menimbulkan rasa sakit. Tindakan drainase di unit gawat darurat sangatlah penting untuk menurunkan rasa sakit dan mencegah perkembangan selulitis. Fenomena yang menyebabkan terjadinya abses yaitu organisme atau benda asing membunuh sel-sel lokal yang pada akhirnya menyebabkan pelepasan sitokin. Sitokin tersebut memicu sebuah respon inflamasi (peradangan), yang menarik kedatangan sejumlah besar sel-sel darah putih (leukosit) ke area tersebut dan meningkatkan aliran darah setempat. Struktur akhir dari abses merupakan dibentuknya dinding abses oleh sel-sel sehat dikelilingi abses sebagai upaya untuk mencegah nanah menginfeksi struktur lain di sekitarnya. Meskipun demikian, seringkali enkpsulasi tersebut justru cenderung menghalangi sel-sel imun untuk menjangkau penyebab peradangan (agen infeksi atau benda asing) dan melawan bakteri-bakteri yang terapat dalam nanah. Jaringan yang terkena abses terdapat pada bagian kedua lipat paha dan penis. Abses disebabkan oleh bakteri yang masuk ke dalam bawah kulit yang diakibatkan karena ada luka tusukan jarum atau benda tajam yang tidak steril. Tindakan yang dilakukan pada pasien dengan abses adalah penentuan diagnosa pada tempat terjadinya abses, medikasi dalam perawatan luka yang tujuanya untuk menghindarkan pasien dari resiko infeksi berlanjut, pemberian pendidikan kesehatan tentang nutrisi tinggi protein yang tujuanya untuk mempercepat penyembuhan luka dan pembentukan jaringan baru. Masalah yang timbul pada pasien yang mengalami abses yaitu kerusakan integritas kulit, dan juga dapat terjadi kelemahan fisik pada pasien akibat luka abses. Pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April 2001 sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:2. Abses submandibula merupakan kasus terbanyak (35%), diikuti oleh abses parafaring (20%), mastikator (13%), peritonsil (9%), sublingual (7%), parotis (3%), infra hyoid (26%), retrofaring (13%), dan (11%) ruang karotis. Tindakan utama yang dapat dilakukan adalah drainasi sebagai kontrol sumber infeksi. Drainase dilakukan dengan cara menginsisi bagian yang fluktuatif dan dinding yang paling tipis. Adakalanya terbentuk nanah dalam satu abses sehingga diperlukan multiple insisi. Hasil dari pengkajian selama 2 hari didapatkan data yaitu keadaan pasien saat dikaji terdapat luka abses pada kedua lipat paha dan luka ulkus dekubitus pada punggung dan bokong bagian atas, dengan kondisi luka basah, berbau, terdapat pus, dan terdapat jaringan mati atau nekrosis. Dan pada saat pengkajian didapatkan masalah keperawatan infeksi jaringan. METODE Pengkajian merupakan proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Pengkajian digunakan dalam peran kolaboatif perawat. Perawat membuat pengamatan klinis tentang klien, melaporkan situasi klien yang berhubungan dengan masalah medis, dan kemudian mengikuti akivitas medis yang diharuskan yang didelegasikan oleh medis (Potter&Perry, 2005). Hasil Dalam proses kesembuhan pasien di rumah sakit. Yaitu diharapkan mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien. Implementasi yang dilakukan sesuai intervensi yang direncanakan yaitu Mengkaji tahapan pada luka, memonitor tanda-tanda infeksi, memantau peningkatan suhu tubuh, melakukan perawatan luka dan ganti balut, dan melakukan tindakan perawatan nekrotomi. Pembahasan Pengkajian dilakukan pada tanggal 13 April 2016 pukul 09.00 di Ruang Anggrek RSUD Pandan Arang Boyolali dengan metode langsung (autonamnesa) dan tidak langsung (allownamnesa). Dari data yang didapatkan yaitu langsung dari pasien dan keluarga pasien ataupun dari perawat langsung dengan diagnosa medis Abses Penis. Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan masalah keperawatan yang muncul yaitu “Pengelolaan Infeksi Jaringan Pada Tn. W Dengan Abses dan Ulkus Dekubitus”. Dalam diagnosa ini penulis akan membahas lebih dalam tentang Abses dan Ulkus Dekubitus yang terjadi pada Tn.W di Ruang Angrek RSUD Pandan Arang Boyolali. Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (potter & Perry 2005). Hubungan antara infeksi jaringan dengan luka abses adalah trauma yang diakibat kan oleh kekerasan, dan tekanan sehingga dapat terjadi kerusakan integritas kulit, akibat penimbunan nanah tersebut disekitarnya juga akan terdorong pada akhirnya tubuh di sekeliling abses dan akan menjadi dinding pembatas, apabila jaringan abses pecah maka akan menimbulkan luka abses sehinngga dapat muncul infeksi jaringan. Batasan karakteristik terbagi menjadi dua yaitu batasan mayor dan batasan minor. Batasan mayor (80%-100%) adalah pengungkapan tentang ketidaknyamanan, sedangkan batasan minor (60%-80%) adalah perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktifitas, agitasi, ansietas, peka rangsangan, menggosok bgian yang nyeri, ketidakaktifan fisik atau imobilisasi, masalah dengan konsentrasi, rasa takut mengalami cedera ulangdan menarik apabila akan disentuh (judha, 2012). Munculnya diagnosa infeksi jaringan pada Tn. W yaitu berdasarkan batasan mayor yaitu pengungkapan rasa ketidaknyamanan yang didapatkan dari data subyektif yaitu pasien mengatakan ada luka di sekitar kemaluan dan di punggung. Sedangkan batasan minor didapat dari data obyektif yaitu terdapat pus, terdapat nekrosis jaringan, luka dikubitus di punggung dan abses kedua lipat paha. Karena terjadinya luka yang tidak tertangani dan proses masukkan bakteri organisme kedalam kulit sehingga luka semakin parah yang disebabkan oleh personal hygiene yang kurang. Alasan penulis memprioritaskan diagosa infeksi jaringan sebagai diagnosa utama karena luka terbuka menyebabkan bakteri mudah masuk dan jika tidak segera ditangani akan menimbulkan resiko infeksi berlanjutan. Luka pada kulit harus dikaji terus menerus dan dilakukan perawatan. Penyembuhan luka melibatkan integritas proses fisiologis (Perry & Potter,2006). Penulis menetapkan infeksi jaringan berhubungan dengan luka abses menjadi prioritas masalah karena infeksi jaringan dapat membuat pasien merasa tidak nyaman karena luka dan dapat mengakibatkan resiko luka abses lebih parah dan mencegah terjadinya komplikasi. Sedangkan menurut teori Maslow dalam Potter dan perry (2006), Infeksi jaringan masuk dalam kebutuhan dan rasa aman yang terdapat pada piramida kedua. Dampak yang terjadi apabila masalah ini tidak ditangani yaitu dapat terjadi infeksi, kerusakan kulit yang meluas, dan dapat terjadi komplikasi dari penyakit lain yang diakibat kan oleh bakteri. Dari hasil pengkajian penulis melakukan intervensi yaitu mengkaji tahapan luka pasien pasien didapatkan Luka abses pasien tampak mengeluarkan pus, terdapat nekrosis jaringan dan bau khas dekubitus. Kedalaman luka kurang lebih 3 cm, panjang 15 cm, danlebar 6 cm. Penulis juga melakukan pemeriksaan fisik pada klien. Terutama pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan TD 150/90 mmHg, suhu: 37,20C, nadi: 86x/menit, respirasi: 20x/menit. Intervensi yang kedua yaitu memonitor tanda-tanda infeksi ditemukan luka abses mengeluarkan nanah dan jaringan mati. Intervensi yang ketiga memantau suhu tubuh dengan hasil suhu: 37,20C. Intervensi yang ke empat melakukan tindakan keperawatan yang penting dalam fase penyembuhan luka yaitu perawatan luka dan ganti balut, ditemukan luka terlihat kotor dan mengeluarkan nanah, terdapat nekrosis. Dalam tindakan kelima pemotongan jaringan mati (nekrotomi) dengan menggunakan alat streril. Dalam membantu proses kesembuhan diperlukan obat antibiotik untuk menhindari dari bakteri atau membantu proses kesembuhan luka. Kesimpulan Hasil pengelolaan Infeksi Jaringan yang didapatkan selama 2x24 jam masalah keperawatan belum teratasi. Hasil yang didapatkan pada hari ke dua luka abses dan ulkus dekubitus kotoran pada luka sudah berkurang dan nekrotomi membantu pertumbuhan jaringan baru dengan adanya proses kemerahan pada luka. Adapun faktor yang menghambat sehingga tujuan belum tercapai yaitu terbatasnya waktu dalam melakukan intervensi keperawatan yang ada, memerlukan perawatan luka setiap hari untuk proses penyembuhan dan asuhan nutrisi harus terpenuhi dalam mempercepat penyembuhan luka. Saran Bagi penulis diharapkan bisa untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam pengelolaan nyeri pada klien dengan abses dan ulkus dekubitus, serta sebagai sarana belajar dalam mengembangkan pengetahuan di bidang kesehatan. Bagi perawat dan anggota medis lain, diharapkan dalam memberi tindakan kuratif dan rehabilitatif yang tepat dan dan benar sehingga memungkinkan meminimalkan komplikasi. DAFTAR PUSTAKA Bryant,DKK (2007). Perawatan Luka Kronik. http://ropository.usu.ac.id. Diakses Jumat,20 Aprill 2016, Pukul 22.30 WIB. Darmansjah (2011). Penggunaan Antibiotik Yang Rasional. http://eprints.ung.ac.id. Diakses Jumat, 20 April 2016, pukul 22.00 WIB. Doenges, Marilynn E.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC. Judha Muhanad. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika. Mutiara (2009). Perawatan Luka Kronik. http://ropository.usu.ac.id. Diakses Jumat,20 Aprill 2016, Pukul 22.39 WIB. Novialdi, M., Pulungan, R. (2008). Pola Kuman Abses Leher Dalam. http://repository.unand.ac.id Diakses Senin, 25 April 2016 jam 20.56 WIB. Nuratif, HA. Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda (NIC dan NOC). Jilid 1 & 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Vol 1. Jakarta: EGC. . 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Vol 2. Jakarta: EGC. Puruhito .Prof. Dr. Med. 2013. Ilmu Bedah Toraks, Kardiak, dan Vaskular. Surabaya: Airlaangga University Press (AUP). Prasetya (2012). Perawatan Luka Kronik. http://ropository.usu.ac.id. Diakses Jumat,20 Aprill 2016, Pukul 22.41 WIB. RSUD. Pandan Arang. Boyolali (2014). Rekam Medik RSUD. Pandan Arang. Siregar,R,S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Kutil.Edisi 2. Jakarta : EGC. Suzzane,C. Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medika-Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC. Suzzane,C. Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medika-Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.