5255

advertisement
ARTIKEL
LAPORAN KASUS
PENGELOLAAN NYERI AKUT PADA NY. S DENGAN SUSPEK CA SERVIKS
DI RUANG FLAMBOYAN 1 RSUD SALATIGA
Oleh:
VISTA NUGRAHANTI WISMARIDA
NIM 0131771
AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
PENGELOLAAN NYERI AKUT PADA NY. S DENGAN SUSPEK CA SERVIKS
DI RUANG FLAMBOYAN 1 RSUD SALATIGA
Vista Nugrahanti Wismarida1, Eko Mardiyaningsih2, Dewi Siyamti3
123
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
[email protected]
ABSTRAK
Nyeri adalah suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh
kerusakan jaringan aktual dan bersifat subjektif. Tujuan penulisan ini dilakukan untuk mengetahui
pengelolaan nyeri akut pada Ny.S dengan Suspek Ca Serviks di Ruang Flamboyan 1 RSUD Salatiga.
Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan pasien untuk
mengurangi nyeri dengan cara mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Pengelolaan nyeri
dilakukan selama 2 hari pada Ny.S. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
teknik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, dan pemeriksaan penunjang.
Hasil pengelolaan didapatkan nyeri pada pasien berkurang menjadi skala 4 setelah
melakukan teknik relaksasi nafas dalam.
Saran bagi perawat di rumah sakit diharapkan untuk terus meningkatkan mutu dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien khususnya pada pasien dengan Suspek Ca Serviks
secara tepat dan optimal.
Kata kunci
Kepustakaan
: nyeri akut, ca serviks, relaksasi nafas dalam
: 11 (2002-2016)
PENDAHULUAN
Kesehatan pada wanita merupakan
salah satu sasaran pembangunan kesehatan
di Indonesia. Khususnya pemberantasan
penyakit pada wanita yang jika tidak
dideteksi secara dini atau dicegah, maka
penyakit itu akan mengancam hidup wanita.
Penyakit-penyakit itu antara lain kanker
payudara, kanker leher rahim, kanker mulut
rahim, kanker rahim, infeksi payudara,
infeksi vagina, keputihan yang abnormal, dll.
Dan saat ini yang sedang marak dipaparkan
adalah tentang penyakit kanker leher rahim.
Kanker serviks adalah penyakit yang
disebabkan oleh human papilloma virus yang
dapat menimbulkan kematian terbanyak
terutama
di
negara
berkembang
(Prawirohardjo, 2011).
Penyebab utama penyakit kanker
serviks adalah infeksi human papilloma virus
yang merangsang perubahan perilaku sel
epitel serviks. Faktor resiko lain yang dapat
menyebabkan kanker serviks adalah
berhubungan seksual saat usia dini, penyakit
seksual menular lain, sistem imun yang
lemah, merokok, jumlah kehamilan dan
partus, faktor sosial ekonomi rendah yang
erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan
kebersihan perseorangan, penggunaan alat
kontrasepsi dalam rahim. Hygiene dan
sirkumsisi yang dikarenakan pada pria non
sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga
banyak kumpulan smegma (Padila, 2015;
Irianto, 2015).
Penyakit yang paling banyak dialami
perempuan di Indonesia yaitu penyakit
kanker serviks. Menurut Internasional
Agency for Research on Cancer (IARC), dalam
Padila (2015) 85% dari kasus kanker di dunia
dengan jumlah sekitar 493.000 dengan
jumlah 273.000 kematian terjadi di negaranegara berkembang, dan Indonesia jumlah
pengidap kanker serviks kedua terbesar
setelah Cina.
1
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
2
Berdasarkan hasil pendataan di
RSUD Salatiga didapatkan data kejadian yang
menderita penyakit kanker serviks dari
bulan Januari 2015 sampai bulan Desember
2015. Jumlah pasien keluar hidup dan mati
ada 8 orang. Menurut umur dan jenis
kelamin usia 25- 44 tahun ada 1 orang, usia
45- 65 tahun ada 6 orang, dan usia diatas 65
tahun ada 1 orang. Sedangkan jumlah pasien
keluar mati berjumlah 0.
Gejala yang muncul pada penderita
kanker serviks adalah sekret vagina yang
agak berlebihan dan kadang disertai dengan
bercak perdarahan. Gejala umum yang
sering terjadi adalah berupa perdarahan
pervaginam (pasca senggama, perdarahan di
luar haid), keputihan, penurunan berat
badan, hilangnya nafsu makan. Pada
penyakit lanjut keluhan berupa keluaran
cairan pervaginam yang berbau busuk, nyeri
punggung, nyeri pinggang dan pinggul,
sering berkemih, buang air besar dan buang
air kecil yang sakit (Prawirohardjo, 2011;
Irianto, 2015).
Penatalaksanaan dari nyeri tersebut
adalah dengan tindakan farmakologis yaitu
analgesik, karena analgesik merupakan
pendekatan utama dalam penanganan nyeri
pada kanker. Selain tindakan farmakologi
ada juga tindakan non farmakologis yaitu
dengan bimbingan antisipasi, distraksi,
hypnosis diri, kompres dingin dan panas, dan
stimulasi kutaneus (Potter & Perry, 2006).
Selain gejala nyeri dan gejala lain,
cara yang sering dilakukan untuk mendeteksi
adanya kanker serviks adalah melakukan
pemeriksaan sitologi atau sering disebut
dengan test pap smear. Selain menggunakan
test pap smear pemeriksaan yang dilakukan
adalah koloskopi, kolpomikroskopi, biopsi,
dan konisasi (Padila, 2015).
Menurut data-data diatas, terlihat
bahwa angka kejadian kanker serviks masih
merupakan ancaman bagi semua wanita dan
merupakan masalah besar dalam upaya
pengembangan kesehatan di Indonesia
sehingga penulis tertarik untuk mengambil
kasus kanker serviks sebagai karya tulis
ilmiah dengan judul “Pengelolaan Nyeri pada
Ny.S dengan Suspek Kanker Serviks di Ruang
Flamboyan 1 RSUD Salatiga” dengan alasan
penulis
dapat
melakukan
asuhan
keperawatan pada pasien dengan suspek
kanker serviks sesuai dengan ilmu
pengetahuan yang penulis miliki.
METODE
Pengkajian merupakan tahap awal
dari proses keperawatan. Dalam pengkajian
dibutuhkan kecermatan dan ketelitian agar
data yang terkumpul lebih akurat, sehingga
dapat dikelompokkan dan dianalisis untuk
mengetahui masalah dan kebutuhan ibu
terhadap perawatan (Mitayani, 2009).
Pengkajian nyeri yang dilakukan
meliputi PQRST. Provocative atau paliatif (P)
mengacu pada penyebab nyeri, Quality (Q)
kualitas nyeri, Region (R) mengacu pada
daerah nyeri, Scale (S) tingkat keparahan
nyeri yaitu melihat intensitas skala nyeri,
Time (T) menjelaskan waktu terjadi nyeri.
Untuk menentukan skala nyeri seseorang
dapat dilakukan dengan menggunakan skala
numeris. Pengkajian skala numeris ini terdiri
dari angka 0-10. Angka nol tidak nyeri, skala
1-3 nyeri ringan, skala 4-6 merupakan nyeri
sedang, skala 7-9 merupakan nyeri berat,
dan skala 10 merupakan nyeri yang tidak
tertahankan (Potter & Perry, 2006).
Intervensi yang disusun pada hari
Jum’at 8 April 2016 pukul 09.00 WIB yaitu
dengan diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera biologis.
Intervensi pertama monitor keadaan
umum dan ukur tanda-tanda vital pasien.
Intervensi kedua kaji skala nyeri. Intervensi
ketiga berikan posisi nyaman. Intervensi
keempat ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam. Intervensi kelima kolaborasi dalam
pemberian analgetik.
HASIL
Untuk
mengatasi
hal
tersebut
implementasi yang dilakukan adalah
memonitor keadaan umum dan mengukur
tanda-tanda vital, mengkaji skala nyeri,
memberikan posisi nyaman, mengajarkan
teknik relaksasi nafas dalam dan pemberian
analgetik berupa injeksi ketorolak.
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
3
PEMBAHASAN
Dalam pengkajian pada hari Jum’at,
8 April 2016 pada pukul 09.00 WIB di ruang
Flamboyan 1 RSUD Salatiga dengan metode
allowanamnesa dan autoanamnesa pada Ny.
S. Pada saat pengkajian pasien merasakan
nyeri pada bagian genetalia karena terdapat
abses pada labia mayora dengan pengkajian
nyeri P = nyeri saat bergerak, Q = nyeri
seperti ditusuk jarum, R = nyeri pada
genetalia, S = skala nyeri 5 (nyeri sedang)
dan T = nyeri hilang timbul. Pasien tampak
meringis menahan sakit dan tampak ada
abses pada labia mayor.
Abses adalah infeksi kulit dengan
gejala berupa kantong berisi nanah (Nurarif
& Kusuma, 2015). Abses bisa disebabkan
oleh jamur, bakteri dan virus yang muncul
akibat buruknya personal hygiene, jika
bakteri menyusup ke dalam jaringan yang
sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel
mati dan hancur, meninggalkan rongga yang
berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi.
Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak ke dalam rongga tersebut dan
setelah menelan bakteri sel darah putih akan
mati. Sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk nanah, yang mengisi rongga
tersebut. Akibat penimbunan nanah ini,
maka jaringan disekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling
abses dan menjadi dinding pembatas abses
dan menjadi dinding pembatas abses, hal ini
merupakan mekanisme tubuh untuk
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.
Nyeri pada Ny.S muncul karena abses
merupakan salah satu tanda peradangan
maka tanda dan gejala yang mengikuti abses
dapat merupakan tanda dan gejala dari
proses inflamasi yang gejalanya berupa
kemerahan dan nyeri.
Setelah diuraikan dari pengkajian
diatas diagnosa yang dapat diambil menurut
penulis yaitu nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera biologis. penulis
memprioritaskan nyeri menjadi prioritas
pertama, karena nyeri merupakan kejadian
yang menekan atau stress dan dapat
mengubah gaya hidup dan kesejahteraan
psikologi individu (Smeltzer & Bare, 2002)
dan menurut teori Abdellah dalam Potter &
Perry (2005) ada empat tingkatan dalam
kebutuhan dasar manusia, dan nyeri
merupakan bagian dari kebutuhan dasar
manusia yang pertama yaitu kenyamanan,
kebersihan, dan keamanan. Dari data yang
diperoleh nyeri merupakan keluhan yang
paling dirasakan oleh pasien, karena pasien
mengalami nyeri dengan skala 5.
Alasan penulis dalam mengangkat
diagnosa nyeri akut berhubungan dengan
agen cedera biologis karena pasien
mengatakan nyeri pada area genetalianya,
nyeri skala 5 dan data obyektifnya pasien
tampak meringis menahan sakit dan tampak
ada abses pada labia mayor.
Untuk
mengatasi
diagnosa
keperawatan ini penulis merencanakan
beberapa rencana tindakan keperawatan.
Menurut
Potter
&
Perry
(2005),
perencanaan adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tujuan yang berpusat
pada klien dan hasil yang diperkirakan
ditetapkan dan intervensi keperawatan
dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.
Perencanaan pertama yang akan
dilakukan yaitu intervensi pertama monitor
keadaan umum dan ukur tanda-tanda vital
pasien dengan rasional memantau tandatanda vital dapat mengetahui adanya
peningkatan nyeri yang dapat memperberat
ketidaknyamanan pasien (Mitayani, 2009).
Dilakukan pengukuran
TTV terutama
pengukuran tekanan darah dan nadi pada
pasien karena pada nyeri akut akan
memperlihatkan respon neurologis yang
terukur disebabkan oleh stimulasi simpatis
sebagai hiperaktivitas autonom. Perubahanperubahan ini meliputi takikardia, takipnea,
meningkatnya aliran darah perifer, dan
peningkatan darah (sistolik dan diastolik).
Intervensi kedua kaji skala nyeri.
Pengkajian nyeri ini dilakukan untuk
menjelaskan dan mengidentifikasi nyeri,
serta dapat digunakan untuk mengevaluasi
perawatan (Potter & Perry, 2006).
Intervensi ketiga berikan posisi
nyaman. Intervensi keempat ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam. Individu dapat
mengubah persepsi kognitif dan motivasi
afektif dengan melakukan teknik relaksasi
nafas dalam karena dapat memberikan
individu kontrol diri dan merilekskan otot-
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
4
otot ketika terjadi rasa tidak nyaman atau
nyeri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Sumiati (2011) tentang “ Pengaruh
Penggunaan Tindakan Teknik Relaksasi
Napas Dalam, Distraksi Terhadap Penurunan
Sensasi Nyeri Ca Mammae di RSUD Labuang
Baji Makassar” yaitu 26 responden (100%)
sebelum mendapat perlakuan nafas dalam
mengalami nyeri sedang dan setelah
mendapat perlakuan nafas dalam sebanyak
18 responden (69,2%) mengalami nyeri
ringan. Artinya ada perbedaan antara pre
dan post perlakuan teknik relaksasi nafas
dalam, hal tersebut menunjukkan bahwa
adanya pengaruh teknik relaksasi nafas
dalam terhadap penurunan intensitas nyeri.
Intervensi kelima adalah kolaborasi
analgesik. Rasional dari tindakan ini yaitu
ada beberapa agens dalam obat-obatan
yang dapat digunakan untuk menurunkan
nyeri. Analgetik yang diberikan penulis
adalah ketorolak. Ketorolak adalah suatu
analgesik non narkotik. Obat ini merupakan
obat anti inflamasi non steroid yang
menunjukkan aktivitas anti piretik yang
lemah dan anti inflamasi. Ketorolak
mengganggu sintesis prostaglandin dengan
menghambat enzim siklooksigenase (COX)
dan dapat dianggap sebagai analgesik yang
bekerja perifer karena tidak mempunyai efek
terhadap reseptor opioid.
Untuk mengatasi masalah pada Ny. S
implementasi yang dilakukan adalah
memonitor keadaan umum dan mengukur
tanda-tanda vital. Implementasi selanjutnya
yang dilakukan adalah mengkaji skala nyeri.
Implementasi ketiga adalah memberikan
posisi yang nyaman. Implementasi keempat
adalah mengajarkan teknik relaksasi nafas
dalam.
Implementasi
kelima
adalah
pemberian analgetik. Penulis memberikan
injeksi ketorolac 2 x 25mg/ IV sesuai dengan
advis dokter.
Hasil pengelolaan yang penulis
lakukan selama 2 hari pasien mengatakan
masih sedikit nyeri pada area genetalianya
dengan skala nyeri 4 dan data obyektifnya
pasien tampak menahan sakit, dan
memegangi area yang nyeri.
SARAN
Bagi
rumah
sakit
untuk
meningkatkan kinerja perawat dan mutu
dalam pemberian asuhan keperawatan
pengelolaan nyeri pada pasien khususnya
pasien dengan Suspek Ca Serviks dengan
tepat dan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Irianto, K. (2015). Kesehatan Reproduksi
Reproductive Health & Praktikum.
Bandung: Alfabeta.
Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan
Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A.H., Hardhi, K. (2013). Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda Nic Noc. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Padila.
(2015). Asuhan Keperawatan
Maternitas II. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Potter,P.A.,Perry,A.G. (2005). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Konsep,
proses, dan Praktik (Edisi 4) Volume
1.(Yasmin Asih et al., Penerjemah).
Jakarta: EGC.
Potter,P.A.,Perry,A.G. (2006). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik (Edisi 4) Volume
2. (Yasmin Asih et al., Penerjemah).
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:
EGC.
Prawirohardjo, S. (2011). Ilmu Kandungan
Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Smeltzer, S.C., Bare, S.C. (2002). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah (Edisi
8). Volume 1. (Agung Waluyo et al.,
Penerjemah).
Penerbit
Buku
Kedokteran: EGC.
Sumiati, dkk. (2011). Pengaruh Penggunaan
Tindakan Teknik Relaksasi Napas
Dalam,
Distraksi
Terhadap
Penurunan Sensasi Nyeri Ca
Mammae di Rsud Labuang Baji
Makassar. Diakses pada hari Kamis,
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
5
19 Mei 2016 jam 14.00 WIB. http://
ejurnalinfokes.apikescm.ac.id/penga
ruh+relaksasi+nafasdalam+terhadap
+penurunan+nyeri/pdf
Widodo, D.S. (2011). Efektifitas Pemberian
Ketorolac Sebagai Obat Anti Nyeri.
Diakses pada hari Kamis, 9 Juni 2016
jam
20.00
WIB.
http://www.google.co.id/search?site
=webhp&q=farmakodinamik+ketorol
ac+pdf
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
Download