ARTIKEL PENGELOLAAN RESIKO INFEKSI PADA Tn. M DENGAN COMBUSTIO HARI RAWAT KE 15 DAN 16 DI RUANG FLAMBOYAN 2 RSUD SALATIGA Oleh: NOOR LAELA KHOFIQO NIM 0131750 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 PENGELOLAAN RESIKO INFEKSI PADA Tn. M DENGAN COMBUSTIO HARI RAWAT KE 15 DAN 16 DI RUANG FLAMBOYAN 2 RSUD SALATIGA Noor Laela Khofiqo1, Joyo Minardo2, Maksum3 123 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran [email protected] ABSTRAK Luka bakar adalah kerusakan jaringan permukaan tubuh yang disebabkan adanya energi dari luar kemudian mempengaruhi sistem metabolisme. Resiko infeksi adalah ketika keadaan luka seorang individu beresiko terserang oleh agen patogenik atau oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen atau eksogen. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengelolaan resiko infeksi pada Tn. M hari rawat ke 15 dan 16 dengan combustio di Ruang flamboyan 2 RSUD Salatiga. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan untuk meminimalkan resiko infeksi. Pengelolaan resiko infeksi dilakukan 2 hari pada keluarga Tn. M. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dengan menggunakan pemeriksaan fisik, observasi dan wawancara. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu mengkaji ulang keadaan luka, melakukan perawatan luka, membatasi kunjungan pasien, menganjurkan keluarga cuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien, memberikan antibiotik, mengajarkan batuk efektif, melakukan mobilisasi kolaboratif dengan fisioterapi, melakukan oral hygiene. Hasil pengelolaan didapatkan granulasi berjalan dengan baik, masih ditemukan refleks batuk dan nampak sekret berwarna kehijauan kental. Analisa masalah belum teratasi karena luka masih dalam perawatan sehingga masih diperlukan tindakan keperawatan. Saran bagi perawat di rumah sakit agar menerapkan prinsip steril, pasien dan lingkungan untuk menunjang pencegahan infeksi pada pasien. Kata kunci Kepustakaan : Resiko infeksi, luka bakar : 10 (2006 - 2016) LATAR BELAKANG Salah satu dari bentuk trauma adalah luka bakar. Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia, dan petir yang mengenai mukosa dan jaringan tubuh yang lebih dalam sehingga menimbulkan reaksi pada seluruh sistem metabolisme (Hasdianah & Suprapto, 2014). Melalui interaksi kulit langsung maupun tidak langsung paparan terhadap panas misalkan udara panas, air panas, kimiawi dengan reaksi eksotermik dapat menyebabkan trauma. Paparan radiasi juga dapat mengakibatkan luka bakar dengan variasi kedalaman luka, dilihat dari tipe radiasi dan lama paparan radiasi. Petir juga dapat menyebabkan kematian. Voltase listrik yang tinggi akan berjalan menyusuri saraf dari jaringan yang terkoagulasi hingga mencapai jalan keluar tubuh dan menyebabkan luka bakar (donna Nayduch, 2014). Pada penderita luka bakar yang luas energi dari luar akan mengenai ujung syaraf hingga menyebabkan penderita mengalami nyeri. Perlu dicurigai adanya cidera inhalasi yang menyebabkan gangguan pola nafas dan gangguan jalan nafas. Panas yang diterima tubuh akan menyebabkan tubuh kehilangan cairan plasma dan protein yang kemungkinan menyebabkan penderita kekurangan cairan dan kekurangan nutrisi. Selain itu adanya luka juga mengakibatkan 1 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo penderita rentan terhadap infeksi (Hasdianah & Suprapto, 2014). Berdasarkan medical record RSUD Salatiga tahun 2015 didapatkan data penderita luka bakar dan korosi untuk data pasien yang hidup dan mati berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 22 pasien dan perempuan sebanyak 14 pasien dengan total 36 pasien dan 2 diantaranya meninggal. Di Indonesia, luka bakar merupakan problem berat. Perawatan dan rehabilitasi masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya yang tidak murah dan diperlukan tenaga yang terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dan psikologi. Sehingga penulis tertarik membahas judul “Pengelolaan Resiko Infeksi pada Tn. M dengan Combustio pada Hari Rawat ke 15 dan 16 di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga”. Intervensi pendukungnya yaitu ajarkan batuk efektif, lakukan mobilisasi kolaboratif dengan fisioterapi, lakukan oral hygiene. HASIL Untuk mengatasi hal tersebut implementasi yang dilakukan adalah mengkaji keadaan luka bakar, melakukan perawatan luka bakar, membatasi pengunjung dengan menempatkan pasien diruang isolasi, menganjurkan keluarga cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, memberikan terapi obat sesuai advis dokter (injeksi Ceftizoxime 2x1gr/ iv). Mengajarkan batuk efektif, mengkolaborasikan dengan fisioterapi, membantu melakukan oral hygiene. PEMBAHASAN Dalam pengkajian pada hari Jum’at, 8 April 2016 pada pukul 08.00 WIB di ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga dengan metode allowanamnesa dan autoanamnesa pada Tn. M Pasien mengatakan terkadang lukanya terasa nyeri. Resiko infeksi adalah ketika keadaan luka seorang individu beresiko terserang oleh agen patogenik atau oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumbersumber endogen atau eksogen (Carpenito, 2007). Trauma inhalasi adalah trauma luka bakar yang megenai mukosa saluran nafas. Cidera inhalasi yang terjadi pada pasien dengan luka bakar pada kulit wajah yang parah maka luka tersebut akan membentuk edema dan menghambat jalan nafas dan memperbesar resiko kematian (Dewi Paramita, dkk, 2013). Setiap organ memiliki mekanisme pertahanan yang bekerja untuk mencegah terpapar infeksi. Mekanisme pertahan dari kulit adalah adanya permukaan berlapis yang utuh yang berfungsi sebagai penghalang untuk mikroorganisme dan kegiatan bakteri. Sedangkan salah satu dari pertahanan dari saluran nafas adalah dikeluarkannya lendir yang bertujuan agar bakteri atau virus dapat terperangkap sebelum masuk ke paru-paru. Jika terjadi injuri (cidera luka bakar) dapat METODE Pengkajian merupakan langkah awal proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data baik data subjektif maupu data objektif. Data subjektif diperoleh berdasarkan hasil wawancara baik dengan pasien itu sendiri maupun dengan orang lain, sedangkan data objektif diperoleh berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik (Majid & Prayogi, 2013). Intervensi yang disusun pada hari Jum’at, tanggal 8 April 2016 pukul 08.00 WIB yaitu dengan diagnosa keperawatan resiko infeksi saluran nafas berhubungan dengan adanya riwayat cidera inhalasi akibat luka bakar”. Intervensi pertama kaji keadaan luka, kedua monitor status hemodinamik, ketiga lakukan perawatan luka, ke empat batasi pengunjung, ke lima anjurkan pasien dan keluarga cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien,ke enam kolaborasi pemberian antibiotik. 2 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo menyebabkan kerusakan jaringan. Jaringan kulit atau mukosa yang rusak menyebabkan penurunan pertahan tubuh terhadap infeksi menempatkan individu pada resiko tinggi (Potter Perry, 2010). Dari uraian pengkajian diatas diagnosa yang dapat diangkat oleh penulis yaitu resiko infeksi saluran nafas berhubungan dengan adanya riwayat cidera inhalasi akibat luka bakar. Menurut Kozier (2011), pada umumnya kulit dan membran mukosa terlibat dalam proses infeksi lokal yang mengakibatkan pembengkakan lokal, kemerahan lokal, nyeri, atau nyeri saat palpasi atau nyeri saat digerakakan, teraba panas pada area yang terinfeksi, kehilangan fungsi pada tubuh yang terkena, tergantung pada area dan perluasan area yang terkena. Faktor resiko untuk diagnosa resiko infeksi yaitu perubahan peristaltik, kulit rusak, statis cairan, jaringan mengalami trauma, penurunan hemoglobin, penekanan respon inflamasi, pertahan prosedur invasif (Wilkinson, 2016). Diagnosa resiko infeksi saluran nafas diangkat sebagai prioritas utama karena menurut teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan dasar manusia, pernafasan merupakan salah satu dari kebutuhan fisiologis yang harus terpenuhi dan terhindar dari infeksi termasuk pada kebutuhan keselamatan fisik dan aman, ketika pasien mempunyai suatu luka bakar terutama pada area wajah dicurigai pula adanya cidera inhalasi yang dapat mengakibatkan penderita mengalami pneumonia atau gangguan pernafasan yang lain. Maka dari itu untuk meminimalkan komplikasi tersebut, manajemen perawatan paru perlu dilakukan dari awal pasien masuk hingga pasien tersebut pulang kerumah. Alasan penulis dalam mengangkat diagnosa resiko infeksi saluran nafas karena dari data subyektif pasien mengatakan terkadang sulit mengeluarkan dahak. Data obyektif yang ditemukan yaitu luka tampak mengering pada area wajah, leher dan dada, granulasi berjalan dengan baik, nampak mucus kehijauan dan kental, data laboratorium hematologi terakhir tanggal 4 April 2016 HB 13,4 g/dL. Untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini penulis merencanakan beberapa rencana tindakan keperawatan menurut Wilkinson (2013). Perencanaan yang akan dilakukan yaitu intervensi pertama kaji keadaan luka rasionalnya yaitu untuk memantau kondisi luka dengan pengamatan objek. Intervensi kedua monitor status hemodinamik dengan rasional untuk mengetahui kemampuan tubuh melawan agen penyebab infeksi. Intervensi ketiga lakukan perawatan luka dengan rasional membersihkan dan melepas jaringan nekrotik. Intervensi keempat batasi pengunjung dengan tujuan meminimalkan infeksi nosokomial. Intervensi kelima anjurkan keluarga cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dengan rasional mencegah penularan mikroorganisme melalui tangan. Intervensi keenam kolaborasi pemberian atibiotik dengan rasional menekan laju pertumbuhan mikroba dengan farmakologi. Managemen keperawatan pendukung penurunan resiko infeksi saluran nafas yaitu pertahankan bersihan jalan nafas efektif, mobilisasi, managemen oral hygiene. Untuk mengatasi masalah pada Tn. M pada tanggal 8 April 2016 pukul 08.00WIB adalah melakukan perawatan luka, melakukan pembatasan pengunjung dengan mengisolasi pasien, menganjurkan keluarga cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, memberikan injeksi antibiotik (Ceftizoxime 2x1gr/IV), mengajarkan batuk efektif, mengkolaborasi dengan fisioterapi, melakukan oral hygiene dengan Povidone Iodine. Penelitian yang dilakukan Ida Ayu Setyawati (2013), menunjukkan bahwa perawatan luka terbuka menunjukkan granulasi yang lebih cepat dibanding perawatan luka tertutup. Menurut Majid & Prayogi (2013), metode perawatan luka tertutup diterapkan pada pasien luka bakar luas untuk meminimalkan evaporasi (penguapan) cairan dan kehilangan panas dari permukaan luka sedangkan metode perawatan luka terbuka 3 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo mempermudah dilakukan observasi. Pada Tn. M penerapan penggunaan balutan dengan dua metode yaitu balutan terbuka untuk area wajah, leher dan dada, sedangkan balutan tertutup untuk area lengan kiri. Penelitian oleh Yosef Agung Nugroho (2011), pada 15 responden menunjukkan bahwa, pengeluaran dahak sebelum dilakukan tindakan batuk efektif sebanyak 2 (13,3%) responden dan setelah dilakukan tindakan batuk efektif sebanyak 10 (66,66%) responden, terdapat pengaruh signifikan atau bermakna sebelum dan sesudah perlakuan batuk efektif Oral hygiene menggunakan povidone Iodine berguna untuk menurunkan jumlah bakteri dimulut dan saluran nafas dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aulia Rizki Andini (2012), analisis diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah bakteri orofaring sebesar 100,80±97,209 (p=0,008). Dapat disimpulkan bahwa penggunaan povidone iodine mengakibatkan penurunan jumlah bakteri orofaring secara bermakna. Carpenito, Lynda Juall & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Judul Asli : Handbook of Nursing Diagnosis. 10th. Ed. Alih Bahasa Asih, Yasmin. Jakarta : EGC. Hasdianah, H. R. & Suprapto, Sentot I. (2014). Patologi & Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta: Nuha Medika. Majid, Abdul & Prayogi, Agus S. (2013). Buku Pintar Perawatan Pasien Luka Bakar. Yogyakarta : Gosyen Publishing. Nayduch, Donna. (2014). Nurse to Nurse : Perawatan Trauma. Alih Bahasa Irawati, Nina & Kurnianingsih. Jakarta : Salemba Medika. Nugroho, Yosef A. (2011). Batuk Efektif dalam Pengeluaran Dahak pada Pasien dengan Ketidak efektifan Bersihan Jalan Nafas di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri. Diakses pada 11 juni 2016 pukul 01:25WIB. http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/ind ex.php/stikes/article/view/18621/183 84. Paramita, dkk. (2013). Laporan Tutorial Kelompok 7 Luka Bakar yang Disertai Trauma Inhalasi. Diakses pada 10 Juni 2016 pukul 22:15 WIB. https://willimhaveyou.files.wordpress. com/2013/11/skenario-2-tentangluka-bakar.pdf. Potter, Patricia A & Perry, Anne G. (2010). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Judul Asli: Fundamental of Nursing, 7th. Alih Bahasa Nggie, Adrina F. Jakarta : Salemba Medika. Setyawati, Ida A. (2013). Perbedaan Efektifitas Epitelisasi Antara Perawatan Terbuka Menggunakan Moist Exposed Burn Oitment Dengan Perawatan Tertutup Menggunakan Nacl 0,9% Pada Luka Bakar Derajat II di Rumah sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Diakses pada 20 Mei 2016, pukul 21:28 WIB. https://dglib.uns.ac.id/dokumen/dow nload/42107/MTQxNjgy/PERBEDAANEFEKTIFITAS-EPITELISASI-ANTARAPERAWATAN-TERBUKA- KESIMPULAN Hasil pengelolaan yang dilakuakn penulis selama 2 hari pasien mengatakan nyaman setelah dirawat luka dan lega setelah mengeluarkan dahak dan data obyektifnya granulasi nampak baik, nampak sekret berwarna kehijauan dan kental, masih terdapat refleks batuk. Analisa masalah belum teratasi karena pasien masih dalam perawatan. SARAN Saran bagi perawat dirumah sakit agar menerapkan prinsip steril pasien dan keluarga untuk penunjang pencegahan penularan infeksi. DAFTAR PUSTAKA Andini, Aulia R. (2012). Pengaruh Pemberian Povidone Iodine 1% sebagai oral Hygiene Terhadap Jumlah Bakteri Orofaring pada Penderita Dengan Ventilator Mekanik. Diakses pada 11 juni 2016 pukul 08:05 WIB. http://eprints.undip.ac.id/37399/1/AU LIA_RIZKI_G2A008034_LAP_KTI.pdf. 4 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo MENGGUNAKAN-Moist-Exposed-BurnOintment-DENGAN-PERAWATANTERTUTUP-MENGGUNAKAN-NaCl-09PADA-LUKA-BAKAR-DERAJAT-II-DIRUMAH-SAKIT-UMUM-DAERAH-DrMOEWARDI-SURAKARTA-abstrak.pdf. BAB 5. Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Judul Asli : Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook. Alih Bahasa Wahyuningsih, esty. Jakarta : Wilkinson, Judith M. (2016). Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA-I, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi 10. Judul Asli : Pearson Nursing Diagnosis Handbook. Alih Bahasa Wahyuningsih, Esty. Jakarta : EGC 5 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 6 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo