MANUSKRIP LAPORAN KASUS PENGELOLAAN RESIKO

advertisement
1
MANUSKRIP
LAPORAN KASUS
PENGELOLAAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN PADA Tn. M
DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ. Prof. Dr. SOEROJO
MAGELANG
Oleh:
I PUTU ASTRA ADNYANA
0121618
AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2015
Akademi Keperawatan Ngudi waluyo
2
LAPORAN KASUS
PENGELOLAAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN PADA Tn. M
DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ. Prof. Dr. SOEROJO
MAGELANG
I Putu Astra Adnyana1, Abdul Wakhid2, Wulansari3
123
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
[email protected]
ABSTRAK
Masalah gangguan jiwa pada manusia di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah
yang sangat serius. WHO menyatakan, paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa dan memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Salah satu bentuk gangguan kesehatan jiwa adalah resiko
perilaku kekerasan. Resiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Apabila tidak segera diatasi maka akan mengakibatkan resiko menciderai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengelolaan resiko perilaku
kekerasan di RSJ. Prof. Dr. Soerojo Magelang.
Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tehnik wawancara,
pemeriksaan fisik, observasi, pengkajian primer dan sekunder. Pengelolaaan ini dilakukan selama
2 hari pada Tn. M. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan
pasien dalam memenuhi kebutuhan pencegahan resiko perilaku kekerasan dengan memberikan SP
I danSP II.
Hasil pengelolaan pada klien selama 2 hari didapatkan hasil klien telah mampu
mengontrol marah dengan cara fisik: nafas dalam dan masih belum mampu mengontrol marah
dengan obat secara mandiri serta tidak menyebabkan masalah lain akibat dari resiko perilaku
kekerasan pada klien.
Saran bagi perawat di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang agar untuk lebih meningkatkan
dalam memberikan pelayanan kesehatan dan memberikan asuhan keperawatan khususnya pada
klien resiko perilaku kekerasan dengan mengajarkan cara mengontrol marah pada klien secara
mandiri untuk menunjang pengelolaan resiko perilaku kekerasan pada klien.
Kata kunci
Kepustakaan
: Resiko perilaku kekerasan.
: 16 (2007-2014)
1
Akademi Keperawatan Ngudi waluyo
3
ABSTRACT
Mental disorder problem of human around the world has become a very serious
problem. WHO states that at least, there is one of four people in the world has mental health
disorder and estimates there are about 450 million people in the world have mental health disorder.
One kind of mental disorder is risk of violent behavior. The risk of violent behavior is a condition
where a person can do actions that can endanger the physic, such as hurting himself, others and the
environment. When it is not overcomed, it can lead to the risk of injuring himself, others and the
environment. The purpose of this writing was to know the risk management of violent behavior in
RSJ. Prof. Dr. Soerojo Magelang.
The techniques of data collecting were, interview technique, physical
examination, observation, assessment of primary and secondary. The management was conducted
for two days in Mr. M. The method was used to provide a form of management of patient care in
fulfilling the needs of the risk of violent behavior prevention by providing SP I and SP II.
The result of management of the client for 2 days showed the client had been
able to control anger physically : breath in and still was not able to control anger with drugs
independently; furthermore, did not cause other problems as a result of the risk of violent behavior
of the client.
The suggestion for nurses at RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang is to further
improve to give health services and provide nursing care, especially for the client with risk of
violent behavior by teaching them how to control anger independently to support the risk
management of violent behavior in the client.
Keyword
Literatures
: The Risk Of Violent Behavior
: 16 (2007-2014)
PENDAHULUAN
Era globalisasi adalah suatu era
dimana tidak lagi ada pembatas
antara negara-negara khususnya di
bidang informasi, ekonomi, dan
politik. Perkembangan IPTEK yang
begitu cepat dan perdagangan bebas
yang merupakan ciri era ini,
berdampak pada semua sektor
termasuk sektor kesehatan. Salah
satu dampak dari era globalisasi
terjadi di sektor kesehatan, yaitu
masalah kesehatan jiwa akan
meningkat. Sebagai contoh jumlah
penderita sakit jiwa di provinsi lain
dan daerah Istimewa Yogyakarta
terus meningkat. Penderita tidak lagi
mendominasi
masyarakat
kelas
bawah tetapi kalangan pejabat dan
masyarakat lapisan menengah ke
atas, juga tersentuh gangguan
psikotik dan depresif ( Yosep &
Sutini, 2014).
Kesehatan jiwa adalah kesehatan
jiwa seseorang yang terus tumbuh
berkembang dan mempertahankan
keselarasan dalam pengendalian diri,
serta terbebas dari stres yang serius
(Rosdahi, 1999 dalam Kusumawati
& Hartono, 2010). Hal ini didukung
oleh pernyataan dari Maria Jahoda
(Depkes,
2000
dalam
dalam
Kusumawati & Hartono, 2010)
individu yang sehat jiwa ditandai
dengan enam hal, yaitu: sikap positif
terhadap diri sendiri, tumbuh
kembang dan aktualisasi diri,
Integrasi (keseimbangan/keutuhan),
otonomi, persepsi realitas, kecakapan
dalam
beradaptasi
dengan
lingkungan. Adapun seperti yang
dijelaskan
faktor-faktor
diatas
individu dikatakan sehat jiwa apabila
memiliki enam kriteria tersebut.
Kemudian jika individu mengalami
salah satu masalah dan menyimpang
dari batas kriteria sehat jiwa maka,
individu tersebut dapat dikategorikan
mengalami gangguan jiwa.
Gangguan jiwa merupakan suatu
penyakit yang disebabkan karena
adanya kekacauan pikiran, persepsi
Akademi Keperawatan Ngudi waluyo
4
dan tingkah laku dimana individu
tidak mampu menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, orang lain,
masyarakat
dan
lingkungan.
Gangguan jiwa dapat mengenai
manusia secara seutuhnya bukan
hanya
jiwa,
badan,
dan
lingkungannya saja. Gangguan jiwa
meliputi
gejala-gejala
patologi
dominan yang berasal dari unsur
psikis
yang
timbul
secara
menyeluruh. Salah satu bentuk
gangguan jiwa yang terdapat
diseluruh dunia adalah gangguan
jiwa berat yaitu Skizofrenia (Yosep,
2009).
Menurut Aris Sudiyanto dalam
yosep (2007), ada tiga golongan
penyebab gangguan jiwa ini.
Pertama, gangguan fisik, bilogis atau
organik. Penyebabnya antara lain
berasal dari faktor keturunan,
kelainan pada otak, penyakit infeksi
(tifus, hepatitis, malaria, dan lainlain), kecanduan obat dan alcohol,
dan lain-lain. Kedua, gangguan
mental, emosional atau kejiwaan.
Penyebabnya, karena salah dalam
pola
pengasuhan
(patern
of
parenting) hubungan yang patologis
di
antara
anggota
keluarga
disebabkan frustasi, konflik dan
tekanan krisis. Ketiga, gangguan
sosial atau lingkungan. Penyebabnya
dapat berupa stressor psikososial
(perkawinan, problem orangtua,
hubungan
antarpersonal
dalam
pekerjaan
atau
sekolah,
di
lingkungan hidup, dalam masalah
keuangan, hukum, perkembangan
diri, faktor keluarga, penyakit fisik,
dan lain-lain).
Menurut data World Health
Organization
(WHO),
masalah
gangguan jiwa pada manusia di
seluruh dunia memang sudah
menjadi masalah yang sangat serius.
WHO (2001 dalam Yosep & Sutini,
2014) menyatakan, paling tidak, ada
satu dari empat orang di dunia yang
mengalami gangguang kesehatan
jiwa. WHO memperkirakan ada
sekitar 450 juta orang di dunia yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Sementara itu, menurut Uton
Muchtar Rafei, Direktur WHO
Wilayah Asia Tenggara, hampir satu
pertiga dari penduduk diwilayah ini
pernah
mengalami
gangguan
neuropsikiatri.
Buktinya,
Hasil
Riskesdas
(2013),
prevalensi
gangguan jiwa berat pada penduduk
Indonesia 1,7 per mil. Gangguan
jiwa terbanyak di Daerah Istimewa
Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan,
Bali, dan Jawa Tengah. Artinya,
Jawa Tengah termasuk 5 besar
provinsi dengan gangguan jiwa
terbanyak.
Masalah utama dari gangguan
jiwa adalah Skizofrenia. Penyakit
Skizofrenia
atau
Schizophrenia
artinya kepribadian yang terpecah
antara pikiran, perasaan, dan
perilaku. Dalam artian apa yang
dilakukan tidak sesuai dengan
pikiran dan perasaannya. Secara
spesifik skizofrenia adalah orang
yang mengalami gangguan emosi,
pikiran, dan perilaku (Faisal, 2008
dalam Prabowo 2014).
Gejala positif sering tampak di
awal fase skizofrenia dan biasanya
menjadi alasan klien dirawat di
rumah sakit. Gejala positif salah
satunya adalah perilaku kekerasan,
yaitu respon dan perilaku manusia
untuk merusak dan berkonotasi
sebagai agresi fisik yang dilakukan
seseorang terhadap orang lain atau
sesuatu. Survey yang dilakukan oleh
(Videbeck, 2008 dalam Hidayati,
2011) angka kejadian perilaku
kekerasan yang sering muncul pada
klien Skizofrenia salah satunya
sering bertengkar.
Akademi Keperawatan Ngudi waluyo
5
Salah satu bentuk gangguan jiwa
adalah perilaku kekerasan. Menurut
Kusumayanti & Hartono (2010)
kekerasan dianggap sebagai suatu
akibat yang ekstrem dari marah atau
ketakutan/panik. Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan sering dipandang
sebagai rentang dimana agresif
verbal di suatu sisi dan perilaku
kekerasan (violence) di sisi yang
lain.
Suatu
keadaan
yang
menimbulkan
emosi,
perasaan
frustasi, benci atau marah. Hal ini
akan
mempengaruhi
perilaku
seseorang. Berdasarkan keadaan
emosi secara mendalam tersebut
terkadang perilaku menjadi agresif
atau melukai karena penggunaan
koping yang kurang bagus.
Menurut Prabowo (2014) akibat
pasien dengan perilaku kekerasan
dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan
dapat
melukai/
membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan
bahwa
masalah
gangguan jiwa pada manusia
diseluruh dunia relatif banyak dan
menjadi masalah yang sangat serius.
Salah satu bentuk gangguan jiwa
ialah perilaku kekerasan, adapun
perilaku kekerasan bisa berakibat
sangat serius dan merugikan seperti
mencederai diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan. Maka dari itu
penulis tertarik untuk mengangkat
Karya Tulis Ilmiah dengan judul
pengelolaan
risiko
perilaku
kekerasan pada Tn. M di Wisma
Antareja (P.8) Rumah Sakit Jiwa
Prof. dr. Soerojo Magelang.
METODE PENGELOLAAN
Metode yang digunakan
adalah memberikan pengelolaan
berupa perawatan pasien dalam
memenuhi kebutuhan pencegahan
resiko perilaku kekerasan dengan
memberikan SP I dan SP II.
Pengelolaaan ini dilakukan selama 2
hari
pada
Tn.
M.
Tehnik
pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan tehnik wawancara,
pemeriksaan
fisik,
observasi,
pengkajian primer dan sekunder.
Setelah didapatkan data dari proses
pengkajian,
penulis menegakan
diagnose Resiko Perilaku Kekerasan
di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
HASIL PENGELOLAAN
Hasil pengelolaan Resiko
Perilaku
Kekerasan
tidak
menyebabkan masalah lain akibat
dari resiko perilaku kekerasan pada
klien dan didapatkan klien telah
mampu mengontrol marah dengan
cara fisik: nafas dalam dan masih
belum mampu mengontrol marah
dengan obat secara mandiri.
DISKUSI
Berdasarkan tinjauan kasus
yang dilakukan, penulis akan
membahas tentang pengelolaan
resiko perilaku kekerasan yang
muncul pada klien yaitu Tn. M
dengan diagnosa medis F. 20. 5
skizofrenia
residual,
setelah
dilakukan pengelolaan selama 2 hari,
yaitu tanggal 16 Maret 2015 dan 17
Maret 2015. Pembahasan dalam
proses pengelolaan klien Tn. M
dengan resiko perilaku kekerasan
yaitu meliputi: pengertian dari
masalah keperawatan yang muncul,
data yang mendukung ditegakkannya
masalah
keperawatan,
prioritas
masalah, intervensi, implementasi,
evaluasi, faktor yang mendukung
Akademi Keperawatan Ngudi waluyo
6
serta faktor penghambat dalam
proses pengelolaannya. Indikatorindikator diatas akan diuraikan
secara lebih lengkap dan jelas
menurut beberapa sumber.
Dimulai dengan tahap yang
pertama yaitu tahap pengkajian.
Menurut Direja (2011) pengkajian
merupakan tahap awal dan dasar
utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas
pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data
yang dikumpulkan meliputi data
biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual. Data pada pengkajian
kesehatan jiwa dapat dikelompokkan
menjadi faktor predisposisi, faktor
presifikasi,
penilaian
terhadap
stressor, sumber koping, dan
kemampuan koping yang dimiliki
klien.
Pada klien Tn. M didapatkan
beberapa data dari hasil pengkajian
yang dilakukan oleh penulis pada
hari Senin, tanggal 16 Maret 2015.
Data tersebut terdiri dari data
subjektif dan data objektif, data
subjektif Tn. M yaitu pasien
mengatakan dirumah sering marahmarah,
mengamuk,
sering
membanting barang-barang, dan
pernah mengancam istrinya. Pasien
juga mengatakan terkadang ingin
marah jika merenungi keadaanya dan
juga pasien mengatakan merasa
minder, karena pasien sebagai kepala
keluarga belum bisa mencukupi
kebutuhan keluarganya. Kemudian
data objektif yang didapatkan dari
proses pengkajian, yaitu mudah
tersinggung, berbicara cepat dan
keras, pasien tampak gelisah dan
tegang, sering melamun, kontak mata
kurang fokus, dan pandangan mata
kosong.
Menurut Keliat dan Akemat
(2012) menyatakan bahwa tanda dan
gejala risiko perilaku kekerasan yang
muncul pada klien biasanya adalah
muka merah dan tegang, pandangan
tajam, mengantupkan rahang dengan
kuat, mengepalkan tangan, jalan
mondar-mandir, bicara kasar, suara
tinggi, menjerit atau berteriak,
mengancam secara verbal atau fisik,
melempar atau memukul benda atau
orang lain, merusak barang atau
benda,
dan
tidak
memiliki
kemampuan
mencegah
atau
mengendalikan perilaku kekerasan.
Dari
keseluruhan
data
yang
didapatkan
melalui
proses
pengkajian,
proses
selanjutnya
adalah menganalisa data dan hasil
dari analisa data akan didapatkan
diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah
interpretasi
ilmiah
dari
data
pengkajian yang digunakan untuk
mengarahkan
perencanaan,
implementasi,
dan
evaluasi
keperawatan (Nanda-I, 2012). Dari
analisa data yang dilakukan penulis
akhirnya didapatkan 3 masalah
keperawatan antara lain yaitu resiko
perilaku
kekerasan
,
resiko
mencederai diri, orang lain, dan
lingkungan dan gangguan konsep
diri: harga diri rendah.
Menurut Kusumawati &
Hartono (2010) prioritas masalah
keperawatan adalah masalah utama
klien dari beberapa masalah yang
dimiliki oleh klien. Dari 3 diagnosa
diatas
penulis
memprioritaskan
masalah keperawatan resiko perilaku
kekerasan sebagai prioritas utama
karena menurut penulis jika perilaku
kekerasan tidak ditangani segera
maka akan terjadi resiko tinggi
mencederai diri, orang lain, dan
lingkungan.
Menurut (Stuart & Sundeen,
1995 dalam Direja 2011) resiko
perilaku
kekerasan
merupakan
Akademi Keperawatan Ngudi waluyo
7
keadaan
dimana
seseorang
melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
Masalah resiko perilaku
kekerasan dapat ditegakkan jika
terdapat data yang mendukung,
seperti data subyektif dan data
obyektif yang didapatkan dari proses
pengkajian. Data yang didapatkan
dari pengkajian pada tanggal 16
Maret
2015
didapatkan
data
subyektif dari Tn. M yaitu pasien
mengatakan di rumah sering marahmarah, mengamuk dan juga pasien
mengatakan terkadang ingin marah
jika merenungi keadaanya dan data
obyektifnya mudah tersinggung,
berbicara cepat dan keras, pasien
tampak gelisah dan tegang.
Untuk menegakkan diagnosa
resiko perilaku kekerasan ada
beberapa indikator yang ada dalam
pengkajian, yaitu menurut Fitria
(2009) klien dengan risiko perilaku
kekerasan sering menunjukan adanya
data subjektif, klien mengancam,
klien mengumpat dengan kata-kata
kotor, klien mengatakan dendam dan
jengkel, klien mengatakan ingin
berkelahi, klien menyalahkan dan
menuntut, klien meremehkan. Data
objektif
diantaranya
mata
melotot/pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, postur tubuh
kaku dan suara keras.
Setelah ditinjau kembali, ada
beberapa perbedaan data yang
diperoleh dari hasil pengkajian pada
klien Tn. M berbeda dengan teori,
karena disebabkan oleh latar
belakang
seseorang
berisiko
melakukan perilaku kekerasan pada
masing-masing individu berbeda,
menurut Patricia (1998) dalam
Yosep (2009) ada beberapa teori
yang berkaitan dengan timbulnya
perikau kekerasan yaitu faktor
psikologis, faktor sosial budaya,
faktor biologis, faktor presipitasi
sehingga tidak semua data pada teori
terdapat pada klien secara langsung.
Ini terjadi karena klien bukan baru
pertama kali ini dirawat di rumah
sakit jiwa dan tentunya juga karena
klien telah menjalani perawatan dari
waktu klien masuk pada tanggal 3
Maret 2015 sampai saat penulis
melakukan pengkajian tanggal 16
Maret 2015 sekitar 2 minggu. Hal ini
dikarena telah banyaknya intervensi
keperawatan yang diberikan oleh
perawat ruangan Bangsal P.8 Wisma
Antareja dan intervensi medis dari
tim medis RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang. Sehingga data yang
seharusnya muncul pada saat
pengkajian akhirnya tidak muncul.
Tetapi dari data yang diperoleh
dipengkajian,
sudah
dapat
mengkuatkan untuk mengambil
diagnosa resiko perilaku kekerasan
menjadi masalah keperawatan utama
(core problem).
Dari hasil pengkajian Tn. M
didapatkan masalah kedua yaitu
gangguan konsep diri: harga diri
rendah sebagai causa,
dimana
menurut Keliat & Akemat (2012)
harga diri rendah adalah perasaan
tidak berharga, tidak berarti, dan
rendah diri yang berkepanjangan
akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri.
Kemudian, masalah ketiga yang
didapatkan dari hasil pengkajian Tn.
M yaitu resiko mencederai diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan
sebagai effect. Menurut Prabowo
(2014) resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang memungkinkan
dapat melukai/membahayakan diri,
orang lain, dan lingkungan. Setelah
penulis meprioritaskan masalah
Akademi Keperawatan Ngudi waluyo
8
selanjutnya
penulis
menyusun
intervensi keperawatan.
Intervensi adalah pada tingkat
penilaian
kognitif
terhadap
kehidupan terdiri dari persepsi,
keyakinan, dan pendirian. Intervensi
keperawatan membantu klien dalam
meningkatkan pemahaman perilaku
dan memberi motivasi untuk
mengubah
perilakunya
yang
maladaptif (Sujono Riyadi & Teguh
Purwanto, 2013).
Intervensi yang disusun pada
klien dengan resiko perilaku
kekerasan adalah membina hubungan
saling percaya dengan menggunakan
prinsip terapeutik. Bina hubungan
saling percaya yaitu tehnik yang
dilakukan oleh perawat untuk
menumbuhkan rasa saling percaya
antara klien dan perawat Bina
hubungan saling percaya dilakukan
dengan cara meyakinkan klien
bahwa perawat adalah teman
sekaligus
patner
yang
akan
membantu klien. Intervensi yang
kedua
yaitu
bantu
klien
mengungkapkan perasaan marahnya,
bantu klien mengungkapkan tandatanda perilaku kekerasan yang
dialaminya, diskusikan dengan klien
perilaku kekerasan yang dilakukan
selama ini, diskusikan dengan klien
akibat negatif yang dilakukan pada
diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan, diskusikan pada klien
apakah klien mau mempelajari cara
baru untuk mengungkapkan marah
yang sehat, jelaskan berbagai
alternatif
pilihan
untuk
mengungkapkan marah, jelaskan
cara sehat untuk mengungkapkan
marah, yaitu cara fisik: nafas dalam,
pukul bantal atau kasur, olahraga;
cara verbal: mengungkapkan bahwa
dirinya sedang kesal pada orang lain;
cara sosial: latihan asertif dengan
orang lain; cara spiritual: sholat atau
berdoa, zikir, meditasi, dan lain lain,
diskusikan cara yang akan dipilih
dan anjurkan klien memilih cara
yang
memungkinkan
untuk
mengungkapkan
kemarahan.
Intervensi
selanjutnya
yaitu
membantu klien untuk membuat dan
mengisi jadwal kegiatan harian, dan
menganjurkan klien untuk mengisi
jadwal harian setiap melakukan
kegiatan yang telah diajarkan.
Intervensi ini adalah intevensi yang
dilakukan untuk mendokumentasikan
semua kegiatan yang telah dilakukan
oleh klien.
Dari intervensi keperawatan
diatas maka penulis melakukan
implementasi untuk melaksanakan
perencanaan yang sudah disusun
selama
dua
kali
interaksi.
Implementasi
adalah
tindakan
keperawatan yang dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi, interpersonal,
intelektual, dan teknikal yang
diperlukan untuk
melaksanakan
tindakan
(Direja,
2011).
Implementasi pertama dilakukan
pada hari Senin tanggal 16 Maret
2015, yaitu membina hubungan
saling percaya, pada saat bertemu
dengan klien antara lain menyapa
klien
dengan
ramah
seperti
mengucapkan salam, selamat pagi,
siang, atau sore, berjabat tangan
dengan klien, memperkenalkan diri
dengan sopan, menyebutkan nama
lengkap atau nama panggilan, dan
tujuan intervensi, menanyakan nama
lengkap klien atau nama yang
disukainya, menepati janji setiap kali
berinteraksi dan jujur, menanyakan
alasan masuk RSJ, menanyakan
masalah yang dihadapi klien dan
membuat kontrak interaksi dengan
jelas, mendengarkan dengan penuh
perhatian ungkapan perasaan klien,
hal ini dilakukan agar hubungan
Akademi Keperawatan Ngudi waluyo
9
saling percaya dengan klien terjalin
dengan baik.
Menurut Stuart dan Sundeen
dalam Sujono Riyadi dan Teguh
Purwanto (2013) mengatakan tujuan
dari hubungan terapeutik perawat
dan klien adalah kesadaran diri,
penerimaan diri dan meningkatkan
kehormatan diri, identitas pribadi
yang jelas dan meningkatkan
integritas pribadi, kemampuan untuk
membentuk suatu keintiman, saling
ketergantungan,
hubungan
interpersonal
dengan
kapasitas
memberi dan menerima cinta,
meningkatkan
fungsi
dan
kemampuan terhadap kebutuhan
yang memuaskan dan mencapai
tujuan pribadi yang realistis. Untuk
mencapai tujuan, perawat harus
memberikan kesempatan kepada
klien
untuk
mengekspresikan
perasaan, presepsi, dan pikirannya.
Setelah dilakukan bina hubungan
saling percaya kemudian membantu
klien untuk melakukan SP I yaitu
dengan mengidentifikasi penyebab,
tanda dan gejala, akibat perilaku
kekerasan yang dilakukan serta
melatih cara mengontrol marah
dengan cara fisik: nafas dalam.
Melatih cara mengontrol marah
dengan cara fisik: nafas dalam
merupakan salah satu cara sehat
untuk
mengungkapkan
marah.
Menurut Kaplan & Saddock (2005
dalam Hidayati, 2011), pencegahan
perilaku kekerasan dengan cara fisik
merupakan
pengetahuan
dan
kegiatan untuk klien tentang
pencegahan
perilaku
kekerasan
secara fisik.
Implementasi yang kedua
dilakukan pada hari Selasa tanggal
17 Maret 2015 pada pukul 09.00
WIB.
Sebelum
dilanjutkan
implementasi selanjutnya penulis
mengevaluasi kembali kemampuan
klien cara mengontrol marah dengan
nafas dalam, setelah itu penulis
melanjutkan intervensi selanjutnya
yaitu melakukan SP II mengontrol
marah dengan cara obat 6 benar
(jenis, guna, dosis, frekuensi, cara
dan kontinuitas obat). Intervensi ini
ialah cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan obat, yang
dimaksud yaitu mengkolaborasikan
obat untuk mengurangi perilaku
kekerasan
klien.
Obat
yang
didapatkan
oleh
klien
yaitu
clozapine,
trihexilpenidyl,
dan
resperidone. Clozapine ini termasuk
obat anti psikosis fungsinya untuk
pasien yang mengalami epilepsy.
Obat ini dapat diminum 1 x sehari
dengan sekali minum 2 mg. Yang
kedua trihexilpenidyl
berfungsi
untuk memberikan rasa relaksasi,
obat ini dapat diminum sehari 2x
dengan sekali minum 2 mg dan
diminum lewat mulut. Yang ketiga
yaitu resperidone, obat ini fungsinya
untuk meredakan gejala skizofrenia
dan masalah perilaku atau emosional,
serta masalah kejiwaan lainnya
diminum 2 x 2 mg sehari lewat
mulut.
Kemudian
penulis
menginstruksikan
klien
untuk
mengulang kembali penjelasan yang
sudah dijelaskan penulis. Penulis
juga memberikan pujian terhadap
klien.
Dengan
pemberian
reinforcement
positif
klien
diharapkan mampu mengontrol
perilaku
kekerasan.
Kemudian
menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal harian setiap
kegiatan
tersebut
dilakukan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh
perawat
dan
bisa
memperpanjang
proses
penyembuhan pada pasien dengan
gangguan jiwa yaitu penderita tidak
minum obat, tidak kontrol secara
teratur, menghentikan sendiri obat
Akademi Keperawatan Ngudi waluyo
10
tanpa persetujuan tenaga medis,
padahal obat tersebut disimpan
disaku baju, terkadang dibuang, dan
beberapa pasien sering meletakan
obat dibawah lidah pasien (Riyadi &
Purwanto, 2009).
Untuk mengetahui hasil dari
tindakan,
penulis juga harus
melakukan
evaluasi
terhadap
implementasi
yang
sudah
dilakukannya. Evaluasi adalah proses
yang berkelanjutan dan dilakukan
terus-menerus untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
(Kusumawati
&
Hartono 2010). Setelah dilakukan
implementasi dan evaluasi selama 2
kali pertemuan yaitu pada tanggal 16
Maret 2015 dan 17 Maret 2015 dapat
disimpulkan bahwa pasien sudah
mampu mengenal penyebab tanda
gejala perilaku kekerasan serta
pasien mampu melakukan cara
mengontrol
perilaku
kekerasan
dengan cara fisik: nafas dalam dan
memukul bantal. Namun, pasien
belum optimal dalam melakukan
cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan obat. Hal ini dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu faktor
penghambat dan factor pendukung.
Faktor penghambat saat dilakukan
tindakan keperawatan, yaitu saat
diajak berinteraksi klien terlihat
kurang fokus, pandangan mata
kosong dan ketika akan diajak
berinteraksi klien sering kehilangan
konsentrasi. Faktor pendukungnya
adalah pasien saat dikaji tanda-tanda
perilaku kekerasan tidak muncul
sehingga memudahkan untuk diajak
berinteraksi, dan klien merasa senang
apabila klien diajak berinteraksi atau
ngobrol
serta
pasien
cukup
kooperatif.
CONCLUSION
Dapat disimpulkan resiko
perilaku kekerasan adalah suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik
maupun psikologis. Berdasarkan
definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara
verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua
bentuk,
yaitu
saat
sedang
berlangsung perilaku kekerasan atau
perilaku kekerasan terdahulu atau
riwayat perilaku kekerasan. Adapun
akibat dari resiko perilaku kekerasan
dapat menyebabkan resiko tinggi
melukai dan membahayakan diri
orang lain dan lingkungan. Dari
penjabaran
diatas
penulis
menyarankan
bagi
institusi
pendidikan
dapat
memberikan
fasilitas yang lengkap seperti
laboraturium jiwa, dan dapat
menambahkan
literatur
yang
memadai sehingga mahasiswa dapat
memberikan gagasan-gagasan yang
lebih akurat dalam penyusunan
Karya Tulis Ilmiyah. Saran bagi
instalasi
rumah
sakit
ialah
diharapkan rumah sakit dapat
memberikan pelayanan kesehatan
yang baik dan memberikan fasilitas
serta prasarana yang memadai agar
dapat membantu penyembuhan klien
sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan yang optimal khususnya
pada klien dengan resiko perilaku
kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2007). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan
(Terjemahan. Monika Ester)
Jakarta : EGC.
Akademi Keperawatan Ngudi waluyo
11
Damaiyanti, M. Iskandar. (2014).
Asuhan Keperawatan Jiwa,
Bandung : Refika Aditama
Prabowo, Eko. (2014). Buku Ajar
Keperawatan
Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Dermawan,
D.
Rusdi.
Keperawatan Jiwa
dan Kerangka Kerja
Keperawatan
Yogyakarta
:
Publishing.
Prabowo, Eko. (2014). Konsep dan
Aplikasi
Asuhan
Keperawatan
Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika.
(2013).
Konsep
Asuhan
Jiwa.
Gosyen
Direja, Ade, H, S. (2011). Buku Ajar
Keperawatan Psikiatri. Edisi
3. Jakarta : Yogyakarta :
Nuha Medika.
Fitria, Nitta. (2009). Prinsip Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan
Tindakan
Keperawatan. Edisi ke 1.
Jakarta : Salemba Medika.
Hidayati, E. (2011). Pengaruh terapi
kelompok suportif terhadap
kemampuan
mengatasi
perilaku kekersan pada klien
skizofrenia di rumah sakit
jiwa dokter amino gondo
utomo
semarang.
http://lib.ui.ac.id/file?file=dig
ital/20280699T%20Eni%20Hidayati.pdf
(Diakses pada tanggal 12
april 2015 pukul 12.49 WIB)
Riskesdas. (2013). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.
http://depkes.go.id/download
s/riskesdas2013/Hasil%20Ris
kesdas%202013.pdf (Diakses
pada tanggal 18 April 2015
pukul 20.00 WIB).
Riyadi, S. Purwanto, T. (2009). Asuhan
Keperawatan
jiwa.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Yosep, I. Sutini, T. (2014). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Bandung
: PT Refika Aditama.
Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa.
Bandung : PT Refika
Aditama.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa,
Edisi Revisi. Bandung : PT
Refika Aditama.
UCAPAN TERIMAKASIH
Keliat, B, A. Akemat. (2012). Model
Praktik
Keperawatan
Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC.
Kusumawati, F. Hartono. Y. (2010).
Buku Ajar Keperawatan
Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.
Nanda. (2012). Diagnosa Keperawatan
Nanda 2012-2014 Definisi
dan Klasifikasi. Jakarta :
EGC
Pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Ucapan terima kasih ini terutama
disampaikan kepada:
1. Joyo Minardo, S.Kep., Ns.,M.Kes,
selaku
Direktur
Akademi
Keperawatan Ngudi
Waluyo
Ungaran
2. Basuki Rohmad, S.Kep, selaku
Kepala ruang Antareja P8 RSJ
Prof. Dr. Soerojo Magelang
Akademi Keperawatan Ngudi waluyo
12
3. Abdul
Wakhid,
M.Kep.,Ns.Sp.Kep. J, selaku
Pembimbing I yang banyak
memberi saran dan petunjuk
dalam pembuatan laporan kasus
ini.
4. Wulansari, S.Kep., Ns, sebagai
Pembimbing II yang banyak
memberi saran dan petunjuk
dalam pembuatan laporan kasus
ini.
5. Bapak, Ibu, kakak, dan adik yang
telah memberikan dukungan dan
semangat serta doa yang tiada
henti.
Akademi Keperawatan Ngudi waluyo
Download