1 LAPORAN KASUS PENGELOLAAN HARGA DIRI RENDAH KRONIS PADA Tn. I DI RUANG P1 WISMA PUNTADEWA RSJ Prof. dr. SOEROJO MAGELANG Ahmad Burhan Noorma*, Abdul Wakhid**, Wulansari*** ABSTRAK Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Tujuan penulis ini untuk melakukan pengkajian tentang harga diri rendah, melakukan rencana keperawatan, tindakan keperawatan, dan melakukan evaluasi keperawatan yang dilakukan di ruang P1 Wisma Puntadewa RSJ. Prof dr. Soerojo Magelang. Metode yang di gunakan adalah memberikan Pengelolaan harga diri rendah untuk meningkatkan harga diri rendah. klien yang dilakukan selama 3 hari hari ke 1 dilakukan pengumpulan data, dan hari ke 2 dan 3 dilakukan pemberian seterategi pelaksanaan pada Tn I. Teknik pengumpulan data di lakukan dengan teknik metode wawancara, observasi, dan demonstrasi. Dan sterategi pelaksanaan dilakukan dengan menggali aspek positif dan melatih klien kegiatan yang di pilih klien dan memasukanya kedalam jadwal kegiatan harian. Hasil pengelolaan di dapatkan bahwa klien mampu melakukan kegiatan yang di pilih dan yang diajarkan dan tidak menimbulkan masalah baru dari harga diri rendah kronis yang di alami oleh klien. Saran bagi perawat ruangan di rumah sakit jiwa agar selalu sabar dalam merawat klien dengan harga diri rendah setiap klien sedang senantiasa memberikan reinforcement positif setiap klien selesai melakukan kegiatan, dapat mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada klien, dan mampu menerapkan cara melatih kegiatan untuk melatih meningkatkan harga diri rendah secara mandiri. Kata kunci : harga diri rendah kronis Kepustakaan : 16 (2006-2013) normal. pada abad 19 penderita gangguan jiwa dinyatakan tidak dapat disembuhkan dan di belengu dalam penjara tanpa diberi makan, tempat berteduh, atau pakaian yang cukup (Videbeck, 2012). Gangguan jiwa merupakan perubahan pada seseorang individu yang ditandai dengan distorsi pikiran, persepsi, dan PENDAHULUAN Di masa lalu gangguan jiwa di pandang sebagai kerasukan setan, hukuman karena pelanggaran sosial atau agama, kurang minat atau semangat dan pelanggaran norma sosial. Penderita gangguan jiwa dianiaya, dihukum, dijauhi, diejek dan dikucilkan dari masyarakat 1 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 2 aspek yang tidak wajar Penyebabnya. Dan merupakan kombinasi dari berbagai faktor, meliputi faktor organobiologi, psikoedukatif, dan sosial kultural. Dengan perubahan perekonomian dan struktur sosial, jumlah gangguan jiwa terus mengalami pertambahan setiap tahunnya (Yosep, 2009:61). Angka penderita gangguan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan mental, satu juta orang di antaranya meninggal karena bunuh diri setiap tahunya. Angka ini lumayan kecil jika di banding dengan upaya bunuh diri dari para penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta tiap tahunya (Yosep, 2007). Data di atas menunjukan bahwa penderita gangguan jiwa di Indonesia sangatlah tinggi. Hal tersebut di tengarai semakin berat beban hidup yang di tanggung masyarakat, beban tersebut antara lain adalah masalah ekonomi yang menunjukkan semakin tingginya harga kebutuhan pokok hidup sehari-hari, sementara daya beli masyarakat dan penghasilan yang rendah , menjadikan masyarkat rentan menghadapi berbagai stressor dalam kehidupan sehari hari. Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia biasanya terdiagnosa pada masa remaja akhir dan dewasa awal. Insiden puncak awaitanya adalah 15 sampai 25 tahun untuk pria dan 15 sampai 35 tahun untuk wanita (Videbeck, 2012). Stuart,(2007: 240), mengatakan bahwa skizofrenia mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah. Dalam hubungan interpersonal dapat disimpulkan, konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat trlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladatif (Yosep, 2009). Setiap orang mempunyai kemampuan untuk menjaga integritas baik fisik maupun psikologis, dan salah satu diantaranya adalah konsep diri (“self consept”). Konsep diri ada lima yaitu, identitas diri, ideal diri, peran diri, gambaran diri, harga diri. Identitas diri adalah yang berhubungan dengan ciri-ciri diri yang dipersepsikan selam masa remaja tugas emosional seseorang adalah perkembangan rasa diri atau identitas. Jika remaja harapan dan dorongan diri pribadi dan sosial yang membantu mereka mengidentifikasi tentang diri, maka remaja ini dapat mengalami kebingungan identitas. Ideal diri adalah hal yang dengan persepsi diri terhadap cita-cita, keinginan, harapan hidup yang dipersiapkan. Peran diri adalah persepsi terhadap peran dirinya di lingkungan sosial masyarakat. Misalnya. peran sebagai kepala keluarga, jabatan sosial dimasyarakat dll. Gambaran diri yaitu hal yang terkait dengan persepsi dirinya terhadap keseluruhan bentuk fisik (tubuh) yang dipersiapkan. Harga diri yaitu persepsi terhadap keberadaan nilai dirinya di dalam lingkungan sosial, seseorang merasa dirinya tidak berharga dan menerima sedikit respect dari orang lain biasanya mempunyai harga diri yang Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 3 rendah (Potter & Perry, 2005: 500). Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Adapun tanda dan gejalanya adalah mengkritik diri sendiri perasaan tak mampu pandangan hidup yang pesimis, penurunan produktivitas penolakan terhadap penolakan diri. Selain tanda dan gejala tersebut kita juga dapat mengamati penampilan seseorang dengan harga diri rendah yang tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan bicara lambat dengan nada bicara lemah (Keliat, 2010:83). Harga diri rendah ini dibagi menjadi dua macam yaitu harga diri rendah kronis dan harga diri rendah situasional. Harga diri rendah kronis adalah perasaan negative terhadap diri telah berlangsung pada waktu lama. Sedangkan Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu mengalami trauma yang tiba tiba (suliswati dkk,2009:12). Data rekam medis rumah sakit prof. dr. soerojo Magelang pada tahun 2014, F 20.3 atau Undifferenitiated schizophrenia jumlahnya ada 1221 kasus, yang terdiri dari 837 klien pria dan 348 klien wanita. Sedangkan pasien yang di rawat pada bulan Februari 2014 khusunya di ruang P1 (Wisma Puntadewa) adalah sebanyak 20 pasien. Data yang didapatkan penulis di atas, jumlah pasien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah di wisma Puntadewa RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang cukup tinggi yaitu sebanyak 3 pasien, sehingga penulis tertarik untuk lebih mendalami tentang pengelolaan gangguan konsep diri harga diri rendah kronik, agar nantinya dapat memberikan asuhan keperawatan secara optimal kepada klien. METODE PENGELOLAAN Metode yang di gunakan adalah melatih pasien berupa memberikan strategi pelaksanaan berupa SP I, SP II, SPIII. Pengelolaan harga diri rendah pada Tn. I di lakukan selama 3 hari. Metode yang di gunakan mengguankan metode wawancara, pemwrikasaan fisik, observasai. Setelah di dapatkan data pengkajian penulis menegakan diagnosa keperawatan Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang. HASIL PENGELOLAAN Hasil pengelolan klien harga diri rendah dapat di simpulkan bahwa tidak muncul masalah baru pada klien akibat harga diri rendah yang di alami dan didapatkan klien mampu melakukan kegiatan yang di ajarkan yaitu menyapu, mengepel, mencuci piring. PEMBAHASAN Hasil pengkajian di dapatkan data sebagai berikut: mengatakan bahwa dirinya kecewa dan meras telah gagal dalam menjadi kepala keluarga, klien juga merasa minder, takut jika salah dalam melakukan kegiatan sehari-hari, klien banyak diam, tampak lesu, tidak mempunyai inisiatif. IMPLEMENTASI pelaksanaan tindakan keperawatan yang sudah penulis lakukan maka evaluasi pelaksanaan sebagai berikut diperoleh hasil, Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 4 respon subjektif klien mengatakan senang karena mampu dalam melakukan kegiatan menyapu. Respon objektif klien mampu melakukan aktifitas menyapu dengan bimbingan perawat, inisiatif dalam melakukan kegiatan ada. Respon analisis harga diri masih ada. Planing mempertahankan SPI yaitu melatih kemampuan dalam melakukan kegiatan menyapu 3 kali/hari. Rencana tindak lanjut ajarkan SP II yaitu melatih kegiatan mengepel. Rencana tindak lanjut evaluasi pertama SPI I adalah melatih kegiatan menyapu kemudian SP II yaitu melatih kegiatan positif mengepel. Dan di peroleh hasil, respon subyektif klien mengatakan bahwa dirinya merasa senang karena sudah mampu melakukan kegiatan mengepel. Planing pertahankan kemampuan klien latih kegiatan SP I dan SP II yaitu kegiatan menyapu 3 kali /hari dan 3 kali /hari mengepel. Rencana tindak lanjut penulis evaluasi SP I dan SP II yaitu melakukan aktifitas menyapu dan mengepel, kemudian SP III yaitu melatih kegiatan positif selanjutanya yaitu mencuci piring. EVALUASI Setelah implementasi keperawatan dilakukan evaluasi diperoleh hasil, respon subjektif klien mengatakan bahwa dirinya mampu melakukan kegiatan yang sudah di jadwalkan yaitu mencuci piring. Respon objktif klien mampu melakukan kegiatan yang diajarkan dan memperhatikannya. Planing pertahankan kemampuan klien dalam meningkatkan harga diri rendah dengan melakukan SP I, SP II dan SP III yaitu mengali hal-hal positif yang di miliki klien (menyapu, mengepel, dan mencuci piring), latih klien meningkatkan harga diri rendah dengan melipat baju (didelegasikan), dan memberikan reinforcement positif kepada klien ketika klien melakukan kegiatan sehari-hari. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Terj. Monica Ester) Jakarta: EGC Damaiyanti, M. Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa, Bandung: Refika Aditama Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa, Bandung: Refika Aditama. Dermawan, D. Rusdi. Keperawatan Jiwa dan Kerangka Kerja Keperawatan Yogyakarta: Publishing (2013). Konsep Asuhan Jiwa. Gosyen Direja, Ade, H, S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Fitria, Nitta. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Edisi ke 1. Jakarta: Salemba Medika Keliat, Budi Anna. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik (alih bahasa : Yasmin Asih...[et al] : Editor Bahasa Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 5 Indonesia Monica Ester, Devi Yulianti, Intan Parulina). Edisi 4 Volume 1. Jakarta: EGC Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terj. Ramona P) Edisi 5. Jakarta:EGC Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terj. Ramona P) Edisi 5. Jakarta:EGC Videbeck, S. L. 2012, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Workshop Standar Asuhan dan Bimbingan Keperawatan Jiwa Magelang 26-27 Oktober 2007 (tidak diterbitkan) Depkes RI. 2007. Workshop Standar Asuhan dan Bimbingan Keperawtran Jiwa RSJ Prof. Dr. Soeroyo Tanggal 26-27 Oktober 2007. Magelang Nanda. 2005. Peanduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 Definisi dan Klasifikasi (Terj. Budi Santoso). Jakarta : Prima Medika. N a n d Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo