4044

advertisement
1
LAPORAN KASUS
PENGELOLAAN HARGA DIRI RENDAH KRONIS PADA Tn. I DI
RUANG P1 WISMA PUNTADEWA RSJ Prof. dr. SOEROJO
MAGELANG
Ahmad Burhan Noorma*, Abdul Wakhid**, Wulansari***
ABSTRAK
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri. Tujuan penulis ini untuk melakukan pengkajian tentang harga
diri rendah, melakukan rencana keperawatan, tindakan keperawatan, dan
melakukan evaluasi keperawatan yang dilakukan di ruang P1 Wisma Puntadewa
RSJ. Prof dr. Soerojo Magelang.
Metode yang di gunakan adalah memberikan Pengelolaan harga diri
rendah untuk meningkatkan harga diri rendah. klien yang dilakukan selama 3 hari
hari ke 1 dilakukan pengumpulan data, dan hari ke 2 dan 3 dilakukan pemberian
seterategi pelaksanaan pada Tn I. Teknik pengumpulan data di lakukan dengan
teknik metode wawancara, observasi, dan demonstrasi. Dan sterategi pelaksanaan
dilakukan dengan menggali aspek positif dan melatih klien kegiatan yang di pilih
klien dan memasukanya kedalam jadwal kegiatan harian.
Hasil pengelolaan di dapatkan bahwa klien mampu melakukan kegiatan
yang di pilih dan yang diajarkan dan tidak menimbulkan masalah baru dari harga
diri rendah kronis yang di alami oleh klien.
Saran bagi perawat ruangan di rumah sakit jiwa agar selalu sabar dalam
merawat klien dengan harga diri rendah setiap klien sedang senantiasa
memberikan reinforcement positif setiap klien selesai melakukan kegiatan, dapat
mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada klien, dan mampu menerapkan cara
melatih kegiatan untuk melatih meningkatkan harga diri rendah secara mandiri.
Kata kunci
: harga diri rendah kronis
Kepustakaan : 16 (2006-2013)
normal. pada abad 19 penderita
gangguan jiwa dinyatakan tidak
dapat disembuhkan dan di belengu
dalam penjara tanpa diberi makan,
tempat berteduh, atau pakaian yang
cukup (Videbeck, 2012). Gangguan
jiwa merupakan perubahan pada
seseorang individu yang ditandai
dengan distorsi pikiran, persepsi, dan
PENDAHULUAN
Di masa lalu gangguan jiwa
di pandang sebagai kerasukan setan,
hukuman karena pelanggaran sosial
atau agama, kurang minat atau
semangat dan pelanggaran norma
sosial. Penderita gangguan jiwa
dianiaya, dihukum, dijauhi, diejek
dan dikucilkan dari masyarakat
1
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
2
aspek yang tidak wajar Penyebabnya.
Dan merupakan kombinasi dari
berbagai faktor, meliputi faktor
organobiologi, psikoedukatif, dan
sosial kultural. Dengan perubahan
perekonomian dan struktur sosial,
jumlah
gangguan
jiwa
terus
mengalami
pertambahan
setiap
tahunnya (Yosep, 2009:61). Angka
penderita gangguan jiwa memang
mengkhawatirkan. Secara global,
dari sekitar 450 juta orang yang
mengalami gangguan mental, satu
juta orang di antaranya meninggal
karena bunuh diri setiap tahunya.
Angka ini lumayan kecil jika di
banding dengan upaya bunuh diri
dari para penderita kejiwaan yang
mencapai 20 juta tiap tahunya
(Yosep, 2007). Data di atas
menunjukan
bahwa
penderita
gangguan
jiwa
di
Indonesia
sangatlah tinggi. Hal tersebut di
tengarai semakin berat beban hidup
yang di tanggung masyarakat, beban
tersebut antara lain adalah masalah
ekonomi yang menunjukkan semakin
tingginya harga kebutuhan pokok
hidup sehari-hari, sementara daya
beli masyarakat dan penghasilan
yang rendah , menjadikan masyarkat
rentan menghadapi berbagai stressor
dalam kehidupan sehari hari.
Skizofrenia adalah suatu penyakit
yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran,
persepi, emosi, gerakan, dan perilaku
yang
aneh
dan
terganggu.
Skizofrenia biasanya terdiagnosa
pada masa remaja akhir dan dewasa
awal. Insiden puncak awaitanya
adalah 15 sampai 25 tahun untuk pria
dan 15 sampai 35 tahun untuk wanita
(Videbeck, 2012). Stuart,(2007:
240), mengatakan bahwa skizofrenia
mengakibatkan perilaku psikotik,
pemikiran konkret, dan kesulitan
dalam
memproses
informasi,
hubungan
interpersonal,
serta
memecahkan
masalah.
Dalam
hubungan
interpersonal
dapat
disimpulkan, konsep diri merupakan
aspek kritikal dan dasar dari perilaku
individu. Individu dengan konsep
diri yang positif dapat berfungsi
lebih efektif yang dapat trlihat dari
kemampuan
interpersonal,
kemampuan
intelektual
dan
penguasaan lingkungan. Konsep diri
dapat dilihat dari hubungan individu
dan sosial yang maladatif (Yosep,
2009). Setiap orang mempunyai
kemampuan untuk menjaga integritas
baik fisik maupun psikologis, dan
salah satu diantaranya adalah konsep
diri (“self consept”). Konsep diri ada
lima yaitu, identitas diri, ideal diri,
peran diri, gambaran diri, harga diri.
Identitas diri
adalah yang
berhubungan dengan ciri-ciri diri
yang dipersepsikan selam masa
remaja tugas emosional seseorang
adalah perkembangan rasa diri atau
identitas. Jika remaja harapan dan
dorongan diri pribadi dan sosial yang
membantu mereka mengidentifikasi
tentang diri, maka remaja ini dapat
mengalami kebingungan identitas.
Ideal diri adalah hal yang dengan
persepsi diri terhadap cita-cita,
keinginan, harapan hidup yang
dipersiapkan. Peran diri adalah
persepsi terhadap peran dirinya di
lingkungan
sosial
masyarakat.
Misalnya. peran sebagai kepala
keluarga, jabatan sosial dimasyarakat
dll. Gambaran diri yaitu hal yang
terkait dengan persepsi dirinya
terhadap keseluruhan bentuk fisik
(tubuh) yang dipersiapkan. Harga
diri
yaitu
persepsi
terhadap
keberadaan nilai dirinya di dalam
lingkungan sosial, seseorang merasa
dirinya tidak berharga dan menerima
sedikit respect dari orang lain
biasanya mempunyai harga diri yang
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
3
rendah (Potter & Perry, 2005: 500).
Harga diri rendah adalah perasaan
tidak berharga, tidak berarti, dan
rendah diri yang berkepanjangan
akibat evaluasi negative terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri. Adapun
tanda
dan
gejalanya
adalah
mengkritik diri sendiri perasaan tak
mampu pandangan hidup yang
pesimis, penurunan produktivitas
penolakan terhadap penolakan diri.
Selain tanda dan gejala tersebut kita
juga dapat mengamati penampilan
seseorang dengan harga diri rendah
yang tampak kurang memperhatikan
perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
selera makan menurun, tidak berani
menatap lawan bicara, lebih banyak
menunduk, dan bicara lambat dengan
nada bicara lemah (Keliat, 2010:83).
Harga diri rendah ini dibagi
menjadi dua macam yaitu harga diri
rendah kronis dan harga diri rendah
situasional. Harga diri rendah kronis
adalah perasaan negative terhadap
diri telah berlangsung pada waktu
lama. Sedangkan Harga diri rendah
situasional adalah keadaan dimana
individu mengalami trauma yang tiba
tiba (suliswati dkk,2009:12).
Data rekam medis rumah
sakit prof. dr. soerojo Magelang pada
tahun
2014,
F
20.3
atau
Undifferenitiated
schizophrenia
jumlahnya ada 1221 kasus, yang
terdiri dari 837 klien pria dan 348
klien wanita. Sedangkan pasien yang
di rawat pada bulan Februari 2014
khusunya di ruang P1 (Wisma
Puntadewa) adalah sebanyak 20
pasien.
Data yang didapatkan penulis
di atas, jumlah pasien dengan
gangguan konsep diri: harga diri
rendah di wisma Puntadewa RSJ
Prof. Dr. Soerojo Magelang cukup
tinggi yaitu sebanyak 3 pasien,
sehingga penulis tertarik untuk lebih
mendalami tentang pengelolaan
gangguan konsep diri harga diri
rendah kronik, agar nantinya dapat
memberikan asuhan keperawatan
secara optimal kepada klien.
METODE PENGELOLAAN
Metode yang di gunakan
adalah melatih pasien berupa
memberikan strategi pelaksanaan
berupa SP I, SP II, SPIII.
Pengelolaan harga diri rendah pada
Tn. I di lakukan selama 3 hari.
Metode
yang
di
gunakan
mengguankan metode wawancara,
pemwrikasaan fisik, observasai.
Setelah di dapatkan data pengkajian
penulis
menegakan
diagnosa
keperawatan Gangguan Konsep Diri
Harga Diri Rendah di RSJ Prof. dr.
Soerojo Magelang.
HASIL PENGELOLAAN
Hasil pengelolan klien harga
diri rendah dapat di simpulkan
bahwa tidak muncul masalah baru
pada klien akibat harga diri rendah
yang di alami dan didapatkan klien
mampu melakukan kegiatan yang di
ajarkan yaitu menyapu, mengepel,
mencuci piring.
PEMBAHASAN
Hasil pengkajian di dapatkan
data sebagai berikut: mengatakan
bahwa dirinya kecewa dan meras
telah gagal dalam menjadi kepala
keluarga, klien juga merasa minder,
takut jika salah dalam melakukan
kegiatan sehari-hari, klien banyak
diam, tampak lesu, tidak mempunyai
inisiatif.
IMPLEMENTASI
pelaksanaan
tindakan
keperawatan yang sudah penulis
lakukan maka evaluasi pelaksanaan
sebagai berikut diperoleh hasil,
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
4
respon subjektif klien mengatakan
senang karena mampu dalam
melakukan
kegiatan
menyapu.
Respon objektif klien mampu
melakukan aktifitas menyapu dengan
bimbingan perawat, inisiatif dalam
melakukan kegiatan ada. Respon
analisis harga diri masih ada. Planing
mempertahankan SPI yaitu melatih
kemampuan
dalam
melakukan
kegiatan menyapu 3 kali/hari.
Rencana tindak lanjut ajarkan SP II
yaitu melatih kegiatan mengepel.
Rencana tindak lanjut evaluasi
pertama SPI I adalah melatih
kegiatan menyapu kemudian SP II
yaitu
melatih kegiatan positif
mengepel. Dan di peroleh hasil,
respon subyektif klien mengatakan
bahwa dirinya merasa senang karena
sudah mampu melakukan kegiatan
mengepel. Planing pertahankan
kemampuan klien latih kegiatan SP I
dan SP II yaitu kegiatan menyapu 3
kali /hari dan 3 kali /hari mengepel.
Rencana tindak lanjut penulis
evaluasi SP I dan SP II yaitu
melakukan aktifitas menyapu dan
mengepel, kemudian SP III yaitu
melatih kegiatan positif selanjutanya
yaitu mencuci piring.
EVALUASI
Setelah
implementasi
keperawatan dilakukan evaluasi
diperoleh hasil, respon subjektif
klien mengatakan bahwa dirinya
mampu melakukan kegiatan yang
sudah di jadwalkan yaitu mencuci
piring. Respon objktif klien mampu
melakukan kegiatan yang diajarkan
dan memperhatikannya. Planing
pertahankan kemampuan klien dalam
meningkatkan harga diri rendah
dengan melakukan SP I, SP II dan
SP III yaitu mengali hal-hal positif
yang di miliki klien (menyapu,
mengepel, dan mencuci piring), latih
klien meningkatkan harga diri rendah
dengan melipat baju (didelegasikan),
dan
memberikan reinforcement
positif kepada klien ketika klien
melakukan kegiatan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku
Saku Diagnosa Keperawatan
(Terj.
Monica
Ester)
Jakarta: EGC
Damaiyanti, M. Iskandar. (2012).
Asuhan Keperawatan Jiwa,
Bandung: Refika Aditama
Damaiyanti, M. Iskandar. 2012.
Asuhan Keperawatan Jiwa,
Bandung: Refika Aditama.
Dermawan, D. Rusdi.
Keperawatan Jiwa
dan Kerangka Kerja
Keperawatan
Yogyakarta:
Publishing
(2013).
Konsep
Asuhan
Jiwa.
Gosyen
Direja, Ade, H, S. 2011. Buku Ajar
Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Fitria, Nitta. (2009). Prinsip Dasar
dan
Aplikasi
Penulisan
Laporan Pendahuluan dan
Strategi
Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan. Edisi
ke 1. Jakarta: Salemba
Medika
Keliat, Budi Anna. 2009. Model
Praktik
Keperawatan
Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktik
(alih bahasa : Yasmin
Asih...[et al] : Editor Bahasa
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
5
Indonesia
Monica
Ester, Devi Yulianti,
Intan Parulina). Edisi 4
Volume 1. Jakarta: EGC
Stuart, G. W. 2006. Buku Saku
Keperawatan Jiwa (Terj.
Ramona
P)
Edisi
5.
Jakarta:EGC
Stuart, G. W. 2006. Buku Saku
Keperawatan Jiwa (Terj.
Ramona
P)
Edisi
5.
Jakarta:EGC
Videbeck, S. L. 2012, Buku Ajar
Keperawatan Jiwa, Jakarta:
EGC.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2007. Workshop
Standar
Asuhan
dan
Bimbingan
Keperawatan
Jiwa
Magelang
26-27
Oktober
2007
(tidak
diterbitkan)
Depkes RI. 2007. Workshop Standar
Asuhan
dan
Bimbingan
Keperawtran Jiwa RSJ Prof.
Dr. Soeroyo Tanggal 26-27
Oktober 2007. Magelang
Nanda.
2005. Peanduan Diagnosa
Keperawatan Nanda 2005-2006
Definisi dan Klasifikasi (Terj.
Budi Santoso). Jakarta : Prima
Medika.
N
a
n
d
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
Download