MODUL PERKULIAHAN SOSIOLOGI KOMUNIKASI EFEK SOSIAL KOMUNIKASI MASSA Fakultas Program Studi FIKOM MARCOM & ADVERTISING Tatap Muka 09 Kode MK Disusun Oleh Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Abstract Kompetensi Modul ini berisi materi mengenai Efek Sosial Komunikasi Massa dikaji dalam beberapa bagian, antara lain: pengertian efek, efek yang diharapkan dan efek sosial. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan dampak komunikasi massa. Pembahasan Seperti yang kita bahas pada bab sebelumnya bahwa komunikasi massa memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mempengaruhi khalayaknya, sesuai dengan teori jarum hipodermis atau jarum suntik, sekali dilepaskan maka akan menjalar kemana-mana, tetapi dalam pandangan lain bahwa masyarakatlah yang membutuhkan adanya media massa, yaitu teori Used and gratification yang memandang individu sebagai makhluk supra rasional dan sangat selektif. Walaupun teori ini mengundang kritik, tetapi yang jelas, dalam model ini perhatian bergeser dari proses pengiriman pesan ke proses penerimaan pesan. dibandingkan dengan teori jarum hipodermis. Namun bagaimanapun komunikasi massa atau media massa memiliki efek yang besar kepada khalayak, baik efek kognitif, perilaku, dan sosial. Pengertian Efek Dalam berbagai tulisan, para ahli telah mengemukakan bahwa media masssa merupakan saluran bagi bermacam-macam ide, gagasan, konsep, yang menimbulkan sekian banyak efek bagi masyarakat. Efek tersebut ada yang bersifat langsung, artinya mengenai mereka yang dikenai (exposured) media massa yang bersangkutan, tapi ada pula yang tidak langsung. Hasil dari berbagai penelitian hingga kini menyatakan bahwa efek langsung komunikasi massa pada sikap dan perilaku khalayaknya, kecil sekali, atau belum terjangkau oleh teknik-teknik pengukuran yang digunakan sekarang. Bila dibandingkan dengan fenomena sosial yang lain, komunikasi massa mempunyai keunikan dalam hal efek sosial yang ditimbulkannya. Keunikan yang dimksudkan adalah bahwa sifat media massa yang kecuali sebagi pembawa (carrier) dari sejumlah efek, media massa sendiri merupakan suatu institusi yang menimbulkan berbagai efek. Efek media massa dibedakan menjadi dua macam yaitu efek yang segera (immediate effect) ataukah efek yang baru kelihatan kemudian (delayed effect). Efek yang segera merupakan akibat langsung yang terjadi setelah seseorang menkonsumsi media massa. Sedangkan efek yang baru muncul belakangan, terjadi beberapa waktu kemudian setelah seseorang menkonsumsi media massa. Dengan beberapa pembedaan tadi, maka dihaapkan pengertian mengenai efek media massa yang kita maksudkan menjadi lebih spesifik dan tegas. 2016 2 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Perlunya pembedaan tersebut terutama karena ternyata efek media massa bisa berlainan satu dengan yang lainnya, menurut a. situasi terjadinya komunikasi b. intemsitas peristiwa peristiwa tersebut c. luasnya jangkauan media yang menyampaikan informasi d. efek yang disengaja/dimaksudkan (intended) atau efek tidak disengaja/dimaksudkan (unintended). e. Efek yang Dikuatirkan dari Media Massa Menyebarluasnya media massa ke seluruh lapisan sosial serta semakin terasanya fungsi dari media media tersebut, menimbulkan beberapa efek sebagai konsekuensi dari hal itu. Diantaranya adalah banyaknya kecaman terhadap yang dipandang sebagai :dosa" media massa. DeFleu r (1970) menunjukkan bahwa media massa dianggap bertanggung jawab mengenai terjadinya lima gejala dalam masyarakat, yaitu: (1) membuat selera budaya menjadi rendah (2) menaikkan tingkat kenakalan (3) ikut menyumbang kerusakan moral secara umum (4) menjinakkan massa untuk kepentingan politik (5) menekan kreativitas Secara teoretis, ahli kriminologi Taft dan ngland (1964) mengajukan suatu kerangka konseptual tentang pengaruh surat kabar atas kejahatan. Mereka mendaftar kemungkinankemungkinan tersebut antara lain sebagai berikut: (1) Suatu kabar mengajarkan teknik-teknik kejahatan. 2016 3 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id (2) Gambaran tentang aspek-aspek yang menunjukkan betapa menarik, menegangkan, dan menguntungkannya suatu kejahatan yang seringkali tersaji dalam surat kabar juga dipandang mempunyai pengaruh yang tidak sedikit pada masyarakat pembaca. (3) Surat kabar tidak jarang secara langsung mengetengahkan aspek-aspek yang mengandung simpati dan pemujaan (heroworship) terhadap pelaku kejahatan tertentu yang menanamkan suatu citra untuk identifikasi. (4) Surat kabar memberikan gambaran tentang unsur-unsur yang memberikan dukungan budaya atas kejahatan. (5) Seringkali disajikan pemberitaan yang cenderung merendahkan penegak hukum ataupun penyajian yang bersifat memvonis atau "trial by the newspaper'. Sedangkan menurut Klapper, berlimpahnya kejahat an dan kejahatan dalam isi media sering diuji dan dalam rincian statistik oleh studi-studi terinci, peneliti individual, dan oleh kelompok-kelompok awam untuk tujuan tersebut. Efek Komunikasi Massa Pendekatan uses and gratification mempersoalkan apa yang dilakukan orang pada media, yakni menggunakan media untuk pemuas kebutuhannya. Umumnya kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan pada media, tetapi kepada apa yang dilakukan media pada kita. Kita ingin tahu bukan untuk apa kita membaca surat kabar atau menonton televisi, tetapi bagiaman surat kabar dan televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku kita. Inilah yang disebut sebagai efek komunikasi massa. Kita pernah terkejut mendengar beberapa orang remaja yang memperkosa anak kecil setelah menonton film porno di suatu tempat di Indonesia; atau beberapa orang pemuda berndal yang membakar seorang wanita di Boston setelah menyaksikan adegan yang sama pada film malam Minggu yang disiarkan televisi ABC. Pada saat yang sama, kita juga percaya bahwa surat kabar dapat menambah pernedaharaan pengetahuan kita sehingga kita masukkan koran ke desa, walaupun rakyat desa lebih memerlukan subsidi makanan yang bergizi. Kita menaruh perhatian pada peranan televisi dalam menanamkan mentalitas pembangunan, sehingga kita bersedia meminjam uang untuk membeli satelit 2016 4 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id komunikasi. Semuanya didasarkan pada asumsi bahwa komunikasi massa menimbulkan efek pada diri khalayaknya. Komunikasi massa merupakan sejenis kekuatan sosial yang dapat menggerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Oleh karena itu, efek atau hasil yang dapat dicapai oleh komunikasi yang dilaksanakan melalui berbagai media (lisan, tulisan, visual/audio visual) perlu dikaji melalui metode tertentu yang bersifat analisis psikologis dan analisis sosial. Yang dimaksud dengan analisis psikologi adalah kekuatan sosial yang merupakan hasil kerja dan berkaitan dengan wtak serta kodrat manusia. Donald K Robert mengungkapkan, “efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa”. Oleh karena fokusnya adalah pesan, maka efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan oleh media massa. Dalam proses komunikasi, pesan dalam media massa dapat menerpa seseorang baik secara langsung mapun tidak langsung. Oleh karena itu, Stamm menyatakan “efek komunikasi massa terdiri atas primary effect dan secondary effect. Menurut Steven M Chaffee, efek media massa dapat dilihat dari tiga pendekatan. Pendekatan pertama adalah efek dari media massa yang berkaitan dengan pesan ataupun media itu sendiri. Pendekatan kedua adalah dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa yang berupa perubahan sikap, perasaan dan perilaku atau atau dengan istilah lain dikenal sebagai observasi terhadap khalayak (individu, kelompok, organisasi, masyarakat atau bangsa) yang dikenai efek komunikasi massa. Eek Kehadiran Media Massa Menurut Mc Luhan, bentuk media saja sudah mempengaruhi kita. “The medium is the message,” ujar McLuhan. Medium saja sudah menjadi pesan. ia bahkan menolak pengaruh isi pesan sama sekali. Yang mempengaruhi kita bukan apa yang disampaikan media, tetapi jenis media komunikasi yang kita pergunakan – interpersonal, media cetak, atau televisi. Teori McLuhan, disebut teori perpanjangan alat indra (sense extension theory), menyatakan bahwa media adalah perluasan dari alat indra manusia; telepon adalah perpanjangan telinga dan televisi adalah perpanjangan mata. Seperti Gatutkaca, yang 2016 5 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id mampu melihat dan mendengar dari jarak jauh, begitu pula manusia yang menggunakan media massa. McLuhan menulis, Secara operasional dan praktis, medium adalah pesan. ini berarti bahwa akibat-akibat personal dan sosial dari media – yakni karena perpanjangan diri kita – timbul karena skala baru yang dimasukkan pada kehidupan kita oleh perluasan diri kita atau oleh teknologi baru ...... media adalah pesan karena media membentuk dan mengendalikan skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia.” (McLuhan, 1964: 23 – 24) Walaupun kita tidak setuju sepenuhnya dengan McLuhan – misalnya bahwa isi pesan tidak mempengaruhi khalayak – kita sepakat dengannya tentang adanya efek media massa dari kehadirannya sebagai benda fisik. Steven H. Chaffe menyebut lima hal: (1) efek ekonomis, (2) efek sosial, (3) efek pada penjadwalan kegiatan, (4) efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan (5) efek pada perasaan orang terhadap media. Efek Kognitif Komunikasi Massa Suatu hari anda berjumpa dengan seekor (atau seorang) mahluk aneh di atas meja anda. Anda tidak pernah mengenal mahluk itus ebelumnya, dalam dunia nyata, dalam buku, atau pada cerita-cerita yang pernah anda dengar. Mahluk itu betul-betul asing. Ia memandang anda dengan tatapan yang tidak berkedip. Apa yang akan anda lakukan? Anda akan kebingungan; tetapi anda tidak tahu harus diapakan mahluk itu. Anda mungkin mengambilnya, tetapi anda ragu jangan-jangan ia berbisa. Anda mungkin membentaknya, tetapi siapa tahu ia meloncat dan hinggap di hidung anda. Mahluk itu tidak ada dalam organisasi kognitif anda. Anda tidak memiliki inforamsi apa pun tentang dirinya. Wilbur Schramm (1977:13) mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu “yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam sitausi. “misalkan, seorang insinyur genetis datang dan memberitahukan bahwa mahluk itu adalah “chimera”, hasil perkawinan gen manusia dengan gen monyet. Ketidakpastian anda berkurang, dan alternatif tindakan yang harus anda lakukan juga berkurang, dan alternatif tindakan yang harus anda lakukan juga berkurang. Bila setelah anda tanyakan – mahluk itu ternyata jinak dan cerdas, maka makin sedikit alternatif tindakan anda. Sekarang realitas di depan anda bukan lagi realitas tak berstruktur. Informasi yang anda peroleh telah menstruktur atau mengorganisasikan realitas. Realitas itu sekarang tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna. Gambaran disebut lazim disebut citra (image), yang 2016 6 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menurut Roberts (1977) “representing the totality of all information about the word any individual has processed, organized, and atored” (menunjukkan keseluruhan informasi tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan, dan disimpan individu). Citra adalah peta anda tentang dunia. Tanpa citra anda akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Walter Lippman (1965) menyebutnya “pictures in our head”. Lippman bercerita tentang suatu koloni yang dihuni orang Prancis dan Jerman. Mereka hidup rukun, sampai satu saat mengetahui bahwa di Eropa kedua bangsa itu sudah berperang selama lebih dari enam minggu. Sekarang, citra Jerman berubah bagi orang Prancis; mereka musuh orang Prancis. Tetapi enam minggu telah bersahabat dengan musuh. Kita agak banyak mengulas tentang citra, sebelum membicarakan efek kognitif komunikasi massa, “Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu”. Ujar Roberts (1977), “tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita berperilaku. “ Demikian pula komunikasi massa. Kita akan memulai menelaah efek kognitif komunikasi pada pembentukan dan perubahan citra. Setelah itu, kita akan memperkenalkan teori Agenda Setting, yang sebelumnya merupakan sofistikasi (pencanggihan, penguraian) dari pembentukan citra. Akhirnya, akan kita laporkan efek prososial kognitif media massa, yakni begaimana media massa membantu khalayak mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Pembentukan dan Perubahan Citra Seperti telah dijelaskan di muka, citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi. Buat khalayak, informasi itu dapat membentuk, mempertahankan atau mendefinisikan citra. Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan alat indra kita. Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Dunia ini terlalu luas untuk kita masuki semuanya. Media massa datang menyampaikan inforamsi tentang lingkungan sosial dan politik; televisi menjadi jendela kecil untuk menyaksikan berbagai peristiwa yang jauh dari jangkauan alat indra kita – Libanon, El Salvador, inggris, Iran, dan sebagainya; surat kabar menjadi teropong kecil untuk melihat gejala-gejala yang terjadi waktu ini di seluruh penjuru bumi; buku kadang-kadang bisa 2016 7 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menjadi kapsul waktu yang membawa kita ke masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang; film menyajikan pengalaman imajiner yang melintas ruang dan waktu. Agenda Setting Kemmapuan media massa untuk mempengaruhi apa yang dianggap penting oleh masyarakat disebut agenda setting. Media massa memang tidak menentukan “what to think”, tetapi mempengaruhi “ehat to think about”. Dengan memilih berita tertentu dan mengabaikan yang lain, media membentuk citra atau gambaran dunia kita seperti yang disajikan dalam media massa. Efek Prososial Kognitif Bila televisi, radio, surat kabar menyampaikan informasi atau nilai-nilai yang berguna, apakah khalayknya akan memperoleh manfaat? Disini kita membicarakan bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Inilah yang kita sebut efek prososial. Bila televisi menyebabkan anda mengerti tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bial majalah menyajikan penderitaan Rakyat miskin di pedesaan, dan hati anda tergerak untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau anda untuk menyumbang, lalu anda mengirimkan wesel pos ke surat kabar tersebut, maka terjadilah efek prososial behavioral. Efek Afektif Komunikasi Massa Pembentukan dan Perubahan Sikap Ketika Carl I Hovland meneliti pengaruh film pada kelompok angkatan bersenjata di Amerika, ia ingin mengetahui efek media massa dalam pembentukan dan perubahan sikap. Sayang sekali, penelitian itu hanya sampai di laboratorium. Selama bertahun-tahun setelah itu, seperti dinyatakan Walter Weiss (1969:101). “Kebanyakan penelitian yang biasanya dikutip dalam membicarakan efek komunikasi massa terhadap pendapat dan sikap, telah dilakukan dengan prosedur eksperimental yang mencakup penerapan secara paksa khalayak terpilih pada komuniaksi yang tunggal. “Hasil penelitian itu umumnya menunjukkan sedikit sekali bukti yang menunjukkan adanya efek media massa pada perubahan sikap. 2016 8 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pada tahun 1960, Joseph Klapper melaporkan hasil epnelitian yang komprehensif tenatng efek media massa. Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum: 1. Pengaruh komuniaksi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok (atau hal-hal yang dalam buku ini disebut faktor personal). 2. Kerana faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, awalaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agen of change) 3. Bila komuniaksi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain. 4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di amna pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial. 5. Komunikasi massa cukup afektif dalam menciptakan pendapat tentang masalahmasalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh (Oskamp, 1977:149). Rangsangan Emosioanal Anda mungkin mengalami atau melihat orang lain pernah mengalami perasaan sedih dan menangis terisak-isak ketika menyaksikan adegan yang mengharukan dalam sandiwara televisi atau film. Kita mengenal film-film “cengeng” yang mendramatisasikan tragedi. Kita juga mengetahui novel-novel melankolis yang dimaksudkan untuk meneteskan air mata pembacanya. Jutaan rakyat India menangis menyaksikan siaran kematian Indira Gandhi; jutaan rakyat Iran meneteskan air mata ketika kematian Ayatullah Muttahhari dipancarkan stasiun radio dan televisi; dan jutaan rakyat Amerika tindak sanggup menahan keharuan yang mendalam ketika penembakan Kennedy mereka saksikan di layar televisi. Karen aitu, peneliti komunikasi terusik untuk bertanya: apakah media massa memang menimbulkan rangsangan emosioanl? Menjawab pertanyaan itu dengan penelitian empiris tidaklah mudah. Penelitian mengalami kesukaran untuk mmengukur emosi sedih, gembira, atau takut sebagai akibat pesan media massa. Kita tidak dapat mengukur efek emosional sebuah film tragedi dengan menampung air mata penonton yang tumpah; tidak juga mampu mengukur kegembiraan dengan mengukur kerasnya suara tertawa ketika bereaksi pada suatu adegan lucu. Tetapi para peneliti telah berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan media massa. Faktor-faktor itu, antara lain, suasana 2016 9 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id emosional (mood), skema kogntitif, suasana terpaan, predisposisi individual, dan tingkat identifikasi khalayak dengan tokoh dalam media massa (Weiss, 1969, V:52-99). Rangsangan Seksual Sejenis rangsangan emosional yang banyak dibicarakan orang adalah rangsangan seksual akibat adegan-adegan merangsang dalam media massa. Bahan-bahan erotis dalam televisi, film, majalah, buku, dan sebagainya, biasanya disebut “pornografi”. Karena istilah ini terlalu abstrak, beberapa orang ahli menggunakan istilah SEM (sexually explicit materials) atau erotika (TAN, 1981: 231-242). Diduga oleh kebanyakan orang bahwa erotika merangsang gairah seksual, meruntuhkan nilai-nilai moral, mendorong orang gila seks, atau menggalakkan perkosaan. Di sini, kita mencoba menjawab pertanyaan: Betulkah erotika merangsang gairah seksual? The Commission on Obscenity and Pornography di Amerika Serikat Mencoba menjawab pertanyaan diatas dengan penelitian yang cukup luas. Di antara kesimpulankesimpulan penelitian itu dinyatakan bahwa terpaan erotika – walaupun singkat – membangkitkan gairah seksual pada kebanyakan pria dan wanita; di samping itu ia juga menimbulkan reaksi-reaksi emosional lainnya seperti “resah”, “impulsif”, “agresif”, dan “gelisah”. Penelitian diatas merruapkan proyek besar dan nasional. Hasilnya membenarkan anggapan kebanyakan orang bahwa materi erotika bukan hanya hiburan yang netral. Pornografi terbukti membangkitkan rangsangan seksual. Yang belum terjawab dalam penelitian itu – sebenarnya bahkan yang paling menarik perhatian kita – ialah: mengapa orang bisa terangsang secara seksual oleh media erotika, padahal rangsangan seksual adalah hal yang biologis; pesan media massa yang bagaimana yang sangat merangsang; dan – yang mengehrankan kita mengapa sepanjang zaman manusia selalu menyukai stimuli erotis. Stimuli erotis adalah stimuli yang membangkitkan gairah seksual – internal dan eksternal. Stimuli internal ialah perangsang yang timbul dari mekanisme dalam tubuh organisme – misalnya pada binatang ialah adanya perubahan hormonal pada bulan-bulan tertentu yang merupakan musim berkelamin. Stimuli eksternal meruapkan petunjuk-petunjuk (cues) yang bersifat visual, berupa bau-bauan (olfactory), sentuhan (tactual), atau gerakan (kinesthetic). 2016 10 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Efek Behavioral Komunikasi Massa Apakah media erotika, selain merangsang gairah seksual, juga menimbulkan perilaku seksual yang menyimpang? Apakah adegan kekerasan dalam televisi atau film menyebabkan orang beringas? Apakah siaran kesejahteraan keluarg dalam televisi menyebabkan ibu-ibu rumah tangga memiliki keterampilan baru? Pertanyaan-pertanyaan ini mencoba mengungkapkan efek komunikasi massa pada perilaku khalayknya, pada tindakan dan gerakan yang tampak dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pada waktu membicarakan efek kehadiran media massa, secara sepintas kita juga telah menyebutkan efek behavioral seperti pengalihan kegiatan dan penjadwalan pekerjaan sehari-hari. Di situ, kita melihat pada media massa samata-mata sebagai benda fisik. Di sini, kita meneliti juga efek pesan media massa pada perilaku khalayak. Perilaku meliputi bidang yang luas; yang kita pilih – dan yang paling sering dibicarakan – ialah efek komuniaksi massa pada perilaku sosial yang diterima (efek prososial behavior) dan pada perilaku agresif. Efek Prososial Behavioral Salah satu perilaku prososial ialah memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Keterampilan seperti ini biasanya diperoleh dari saluran-saluran interpersonal: orangtua, atasan, pelatih, atau guru. Pada dunia modern, sebagian dari tugas mendidik telah juga dilakukan media massa. Buku, majalah, dan surat kabar sudah kita ketahui mengajarkan kepada pembacanya berbagai keterampilan. Buku teks menyajikan petunjuk penguasaan keterampilan secara sistematis dan terarah. Majalah profesi memberikan resep-resep praktis dalam mengatasi persoalan. Surat kabar membuka berbagai ruang keterampilan seperti potografi, petunjuk komputer mini, ersep makanan, dan sebagainya. Yang sering diragukan orang adalah pengaruh prososial behavioral media elektronis seperti radio, televisi, atau film. Agresi sebagai Efek Komunikasi Massa Menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya; stimuli menjadi teladan untuk perilakunya. Orang belajar bahasa Indonesia yang baik setelah mengamatinya dalam televisi. Wanita juga meniru potongan rambut Lady Di yang disiarkan dalam media massa. Selanjutnya, juga menduga bahwa penyajian cerita atau adegan kekerasan dalam media massa akan menyebabkan orang melakukan kekerasan pula; denga kata lain, mendorong orang menjadi agresif. Benarkah media massa 2016 11 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menggalakkan agresi? Sebelum menjawab pertanyaan ini, untuk membentuk pengertian yang sama, marilah kita definisikan dahulu agresi sebagai “setiap bentuk perilaku yang diarahkan untuk merusak atau melukai orang lain yang menghindari perlakuan seperti itu” (baron dan Byrne, 1979:405). Kita juga akan membatasi uraian kita pada efek dengan kekerasan dalam televisi (atau film) terhadap perilaku agresif penontonnya. Kebetulan pada bidang inilah banyak dilakukan studi tentang efek media pada agresi. Dalam film (televisi) sering disajikan adegan pembunuhan, pemerkosaan, perusakan, dan sebagainya, yang merusak atau mencelakakan orang lain. Adegan kekerasan ini biasanya dianggap sebagai bagian yang “ramai” dari penyajian film. Penonton menyukainya, dan produser tentu saja menyukainya pula. Bersama dengan adegan seks, adegan kekerasan adalah pemancing penonton yang paling manjur. Akibatnya, persentase film-film tersebut makin meningkat. Di Indonesia, belakangan gejala seperti ini mulai menonjol. Teori-teori Efek Sosial Komunikasi Massa Disini kita akan membicarakan teori Harold Adams Innis dan Marshall McLuhan. Menurut Innis (1951), media massa mempengaruhi bentuk-bentuk organisasi sosial. Setiap media memiliki kecenderungan memihak raung atau waktu – Communication bias. Perekam pesan zaman dahulu – seperti batu, tanah liat, kulit kayu – sukar diangkut ke tempat-tempat jauh, tetapi tahan lama. Ini berarti bias pada waktu. Kertas cetak, sebaliknya, mudah diangkut ke mana pun, tetapi tidak begitu than lama. Media cetak bias pada ruang. Bila komuniaksi yang dilakukan bias pada ruang – artinya, pesan dapat disampaikan ke tempattempat yang jauh – orang cenderung bergerak ke tempat-tempat yang jauh, sehingga terjadi ekspansi teritorial, mobilisasi penduduk secara horizontal, dan kekaisaran. Sebaliknya, bila komuniaksi bias pada waktu, orang tinggal pada suatu ruang yang terbatas, pada kelompok yang terikat erat karena sejarah, tradisi, agama, dan keluarga. Bias waktu membawa ke masa lalu, bias ruang membawa ke masa depan. Dengandemikian, setiap media komunikasi membentuk jenis kebudayaan tertentu. Media lisan mengandung bias waktu, karena sukar didengar dari jarak jauh. Ini melahirkan masyarakat tradisional dan kekuasaan kelompok agama serta orang-orang tua. Media tulisan memiliki bias ruang. Ini melahirkan masyarakat yang menolak tradisi, meninggalkan mitos dan agama, serta berorientasi pada masa depan. Dari Innis, McLuhan belajar banyak. Dipoles denganteori SapirWhorf yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi cara berpikir, lahirlah teori “Medium is the message” (Sekali-sekali dengan lincah McLuhan menggantinya menjadi “medium is the message” atau “medium is the message”). Menurut McLuhan, setiap media mempunyai tata 2016 12 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id bahasanya sendiri. Yang dimaksud dengan tata bahasa ialah seperangkat peraturan yang erat kaitannya dengan berbagai alat indra dalam hubungannya dengan pengunaan media. Setiap tata bahasa media memiliki kecenderungan (bias) pada alat indra tertentu. Media adalah perpanjangan alat indra: pidato adalah perpanjanagan suara, media cetak adalah perpanjangan penglihatan, radio perpanjangan pendengaran, dan televisi perpanjangan alat indra peraba (meraba, menyentuh, dan sistem syaraf). Karena media bias pada alat indra tertentu, media mempunyai pengaruh yang berbeda pada perilaku manusia yang menggunakannya. Media lisan bias pada suara dan melahirkan keakraban sosial dan kehidupan berkelompok. Media cetak bias pada penglihatan dan melahirkan sistem perseptual yang linear, urutan yang sekuensial, dan kecenderungan menata dan mengatur berdasarkan susunan tertentu. Media lisan melahirkan ikatan sosial yang erat, media cetak menimbulkan individualisme, dan televisi menyebabkan demokrasi kolektif. Menurut McLuhan, televisi akan melahirkan desa dunia (global village), di mana orang-orang di seluruh dunia berbagi pengalaman dan aggasan secara serentak. Televisi juga merangsang seluruh alat indra kita, mengubah persepsi kita, dan akhirnya mempengaruhi perilaku kita. 2016 13 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. (2003). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Veeger,Karel J. (1993). Pengantar Sosiologi. Jakarta:Gramedia. McQuail, Dennis. (2011). Teori Komuniaksi Massa. Salemba Humanika. Jakarta. Bungin, Burhan. (2013). Sosiologi Komunikasi. Kencana. Jakarta. Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2016 14 Sosiologi Komunikasi Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id