Tingkah laku menolong atau dalam psikologi sosial disebut sebagai

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
TINGKAH LAKU
PROSOSIAL
Dasar tingkah pro-sosial; Tahap-tahap
perilaku menolong; Respons terhadap
keadaan darurat; Pengaruh internal dan
eksternal dalam menolong; Komitmen
jangka panjang terhadap tingkah laku
pro-sosial.
Fakultas
Program Studi
Fakultas Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
13
Kode MK
Disusun Oleh
61119
Sri Wahyuning Astuti, S.Psi, M.Ikom
Abstract
Kompetensi
Mendeskripsikan Diri Pribadi
Mahasiswa mampu memahami dan
mengkomunikasikan tentang Diri Pribadi
Dasar tingkah laku prososial
Tingkah laku menolong atau dalam psikologi sosial disebut sebagai pro sosial adalah
tindakan individu untuk menolong orang lain tanpa adanya keuntungan langsung
bagi si penolong. Deaux, Dane dan Wrightsman (dalam Sarlito 1993) mengatakan
bahwa dalam tingkah laku menolong yang lebih diutamakan adalah kepentingan
orang lain dibandingkan kepentingan diri sendiri, terutama dalam situasi darurat.
Menolong sebagai tingkah laku yang ditujukan untuk membantu orang lain dalam
beberapa kasus bisa tidak mencapai tujuannya karena penolong tidak mempunyai
ketrampilan yang dibutuhkan untuk menolong korban.
Contoh dari tingkah laku menolong yang paling jelas adalah altruisme, yaitu motivasi
untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain. Pola altruistik, tindakan seseorang
untuk memberikan bantuan pada orang lain adalah bersifat tidak mementingkan diri
sendiri (selfless) bukan untuk kepentingan diri sendiri (selfish). Untuk mengetahui
motivasi yang mendasari tingkah laku menolong apakah selfless atau selfish sangat
sulit, karena manusia tidak selalu tepat dalam menyimpulkan perilaku orang. Selain
itu manusia cenderung menampilkan diri mereka dengan cara-cara yang dapat
diterima sosial.
Menurut Staub (Dayakisni & Hudaniah, 2006) ada tiga indikator yang menjadi
tindakan prososial, yaitu:
a) Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada
pihak pelaku.
b) Tindakan itu dilahirkan secara sukarela.
c) Tindakan itu menghasilkan kebaikan.
Tahap perilaku prososial
Ketika seseorang memberi pertolongan, maka hal itu didahului oleh adanya proses
psikologis hingga pada keputusan menolong. Latane & Darley (Baron & Byrne, 2003;)
menemukan bahwa respons individu dalam situasi darurat meliputi lima langkah
penting, yang dapat menimbulkan perilaku prososial atau tindakan berdiam diri saja.
Tahap-tahap yang telah teruji beberapa kali dan sampai saat ini masih banyak
digunakan meliputi:
a. Menyadari adanya keadaan darurat, atau tahap perhatian.
2016
13
Psikologi Sosial
Sri Wahyuning Astuti, S.Psi, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
b.
c.
d.
e.
Untuk sampai pada perhatian terkadang sering terganggu oleh adanya hal-hal
lain seperti kesibukan, ketergesaan, mendesaknya kepentingan lain dan
sebagainya.
Menginterpretasikan keadaan sebagai keadaan darurat.
Bila pemerhati menginterpretasi suatu kejadian sebagai sesuatu yang
membuat orang membutuhkan pertolongan, maka kemungkinan besar akan
diinterpretasikan sebagai korban yang perlu pertolongan.
Mengasumsikan bahwa adalah tanggung jawabnya untuk menolong.
Ketika individu memberi perhatian kepada beberapa kejadian eksternal dan
menginterpretasikannya sebagai suatu situasi darurat, perilaku prososial akan
dilakukan hanya jika orang tersebut mengambil tanggung jawab untuk
menolong. Apabila tidak muncul asumsi ini, maka korban akan dibiarkan saja,
tanpa memberikan pertolongan. Baumeister dkk. (Baron & Byrne, 2003)
menemukan ketika tanggung jawab tidak jelas, orang cenderung
mengasumsikan bahwa siapa pun dengan peran pemimpin seharusnya
bertanggung jawab.
Mengetahui apa yang harus dilakukan.
Bahkan individu yang sudah mengasumsikan adanya tanggung jawab, tidak
ada hal berarti yang dapat dilakukan kecuali orang tersebut tahu bagaimana ia
dapat menolong.
Mengambil keputusan untuk menolong.
Meskipun sudah sampai ke tahap dimana individu merasa bertanggung jawab
memberi pertolongan pada korban, masih ada kemungkinan ia memutuskan
tidak memberi pertolongan. Berbagai kekhawatiran bisa timbul yang
menghambat terlaksananya pemberian pertolongan. Pertolongan pada tahap
akhir ini dapat dihambat oleh rasa takut (sering kali merupakan rasa takut
yang realistis) terhadap adanya konsekuensi negatif yang potensial (Baron &
Byrne, 2003).
Pengaruh internal dan eksternal
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perilaku Menolong dari luar
a) Bystender
Bystender atau orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian
mempunyai peran yang sangat besar dalam mempengaruhi seseorang saat
memutuskan antara menolong atau tidak ketika dihadapkan pada keadaan
darurat.
2016
13
Psikologi Sosial
Sri Wahyuning Astuti, S.Psi, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
b) Daya Tarik
Sejauh mana seseorang mengevaluasi korban secara positif (memiliki daya
tarik) akan mempengaruhi kesediaan orang untuk memberikan bantuan.
Atribusi Terhadap Korban
c) Seseorang akan termotivasi untuk memberikan bantuan pada orang lain bila ia
mengasumsikan bahwa ketidakberuntungan korban adalah diluar kendali
korban (Weiner, 1980 dalam Sarwono, 2009).
d) Ada Model
Adanya model yang melakukan tingkah laku menolong dapat mendorong
seseorang untuk memberikan pertolongan pada orang lain.
e) Desakan Waktu
Orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung tidak menolong, sedangkan
orang yang punya waktu luang lebih besar kemungkinannya untuk
memberikan pertolongan kepada yang memerlukannya
f) Sifat Kebutuhan Korban
Kesediaan untuk menolong dipengaruhi oleh kejelasan bahwa korban benar
benar membutuhkan pertolongan (clarity of need), korban memang layak
mendapatkan bantuan yang dibutuhkan (legitimate of need), dan bukanlah
tanggung jawab korban sehingga dia membutuhkan bantuan dari orang lain
(atribusi eksternal).
Faktor Dari dalam Diri
1. Suasana hati (mood)
Emosi sesorang dapat mempengaruhi kecenderungannya untuk menolong
(Baron, Byrne, Branscombe, 2006 dalam sarwono 2009). Emosi positif secara
umum meningkatkan tingkah laku menolong.
2. Sifat
Orang mempunyai sifat pemaaf (forgiveness), akan mempunyai kecendrungan
mudah menolong. Orang yang mempunyai pemantauaan diri (self monitoring)
yang tinggi juga cendrung lebih penolong, karena dengan menjadi penolong,
ia akan memperoleh penghargaan sosial yang lebih tinggi.
2016
13
Psikologi Sosial
Sri Wahyuning Astuti, S.Psi, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Jenis kelamin
Peranan gender terhadap kecendrungan sesorang untuk menolong sangat
bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan. Laki-laki
cendrung lebih mau terlibat dalam aktivitas menolong pada situasi darurat
yang membahayakan, misalnya menolong sesorang dalam kebakaran. Hal ini
tampaknya terkait dengan peran tradisional laki-laki, yaitu laki-laki dipandang
lebih kuat dan lebih mempunyai keterampilan untuk melindungi diri.
Sementara perempuan, lebih tampil menolong pada situasi yang bersifat
memberi dukungan emosi, merawat, dan mengasuh.
4. Tempat tinggal
Orang yang tinggal dipedesaan cendrung lebih penolong daripada orang yang
tinggal didaerah perkotaan. Hal ini dapat dijelaskan melalui urban-overload
hypothesis, yaitu orang-orang yang tinggal diperkotaan terlalu banyak
mendapat stimulasi dari lingkungan. Orang-orang yang sibuk sering tidak
peduli dengan kesulitan orang lain karena dia sudah overload dengan
tugasnya sehari-hari.
5. Pola asuh
Tingkah laku sosial sebagai bentuk tingkah laku yang menguntungkan orang
lain tidak terlepas dari pola asuh didalam keluarga. Pola asuh yang bersifat
demokratis secara signifikan memfasilitasi adanya kecendrungan anak untuk
tumbuh menjadi seorang yang mau menolong, yaitu melalui peran orangtua
dalam menetapkan standra-standar ataupun contoh-contoh tingkah laku
menolong.
Komitmen jangka panjang
Clary dan Snyder (1999) telah mengidentifikasikan enam fungsi dasar yang berbeda
dapat menjadi alasan untuk terlibat dalam aktivitas sukarela. Enam fungsi tersebut
adalah:
a) Nilai
Untuk berekspresi atau bertindak pada nilai yang penting seperti
kemanusiaan. Contoh: "Saya merasa penting untuk menolong orang lain".
b) Pemahaman
Untuk belajar lebih mengenai dunia atau melatih keterampilan yang sering
tidak digunakan. Contoh: "Melakukan kerja sukarela membuat saya dapat
belajar melalui pengalaman yang langsung".
2016
13
Psikologi Sosial
Sri Wahyuning Astuti, S.Psi, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
c) Pengembangan
Untuk tumbuh dan berkembang secara psikologis melalui aktivitas sukarela.
Contoh: "Melakukan kerja sukarela membuat saya merasa lebih baik
mengenai diri saya sendiri".
d) Karier
Untuk memperoleh pengalaman yang berhubungan dengan karier. Contoh:
"Melakukan kerja sukarela dapat menolong saya untuk sampai pada tempat di
mana saya ingin bekerja".
e) Sosial
Untuk memperkuat hubungan sosial. Contoh: "Orang-orang yang saya kenal
berbagi ketertarikan pada pelayanan masyarakat".
f) Perlindungan
Untuk mengurangi perasaan negatif, seperti rasa bersalah, atau untuk
menyelesaikan masalah pribadi. Contoh: "Melakukan kerja sukarela adalah
pelarian yang baik dari masalah saya sendiri".
Pertanyaan selanjutnya yang kemudian muncul adalah siapa yang akan ditolong.
Biasanya untuk menolong seseorang ada beberapa pertimbangan yang diambil oleh
orang. Pertimbangan itu antara lain:
a. Gender
Konsisten menunjukkan bahwa laki-laki cendrung memberikkan pertolongan pada
perempuan.
c. Kesamaan
Kesamaan dengan orang lain mendukung munculnya perasaan yang positif, dan apa
adanya perasaan positif memperbesar peluang untuk munculnya tingkah laku
menolong sehingga orang cendrung menolong kepada orang yang memiliki
kesamaan dengan dirinya. Kesamaan ini bisa berupa kesamaan dalam penampilan
ataupun kesamaan dalam keyakinan.
d. Orang yang meminta pertolongan
Ketidakpastian mengenai apa yang terjadi pada situasi darurat dan ketidakpastian
mengenai apa yang harus dilakukan dapat menghambat respons bystander untuk
menolong. Cara paling efektif bagi seorang korban untuk mengurangi ketidakjelasan
tersebut adalah dengan meminta pertolongan secara jelas
2016
13
Psikologi Sosial
Sri Wahyuning Astuti, S.Psi, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Bagaimana Orang Menerima Pertolongan ?
Menerima pertolongan dapat menunjukkan bahwa seseorang memiliki
"ketidakmampuan" dalam hal tertentu. Selain itu juga, dapat menimbulkan perasaan
utang budi kepada penolong yang membuat korban merasa harus membalas
kebaikan penolong dimasa datang. Dalam memberikkan pertolongan kepada orang
lain, kita harus memperhatikan cara-cara menolong yang tidak mengancam harga diri
korban agar pertolongannya dapat dihargai ataupun diterima. Pertolongan, selain
tidak mengancam harga diri, juga jangan sampai membuat korban menjadi
tergantung untuk seterusnya. Bila orang mudah mendapat bantuan, dampaknya
dapat mempengaruhi persepsinya terhadap ketidakmampuan dirinya sehingga ia
menjadi kurang berusaha untuk meningkatkan kemampuannya dan kurang
mendukung terbentuknya internal locus of control.
Meningkatkan Tingkah Laku Menolong
Untuk meningkatkan tingkah laku menolong, hambatan-hambatan yang dapat
mengurangi munculnya tingkah laku menolong perlu dihilangkan diantaranya:
1. ketidakjelasan situasi darurat. Situasi darurat yang jelas akan mendorong
keberanian seseorang untuk memberikan bantuan. Oleh karena itu, selain
adanya kejelasan situasi darurat, meningkatkan rasa tanggung jawab setiap
orang juga penting.
2. Memberikan bantuan adalah tanggung jawab setiap orang, bukan tanggung
jawab orang lain.
3. Meningkatkan rasa bersalah dan menciptakan self-images (gambaran diri)
yang positif pada penolong potensial juga dapat meningkatkan kemungkinan
munculnya pertolongan.
4. Sosialisai tingkah laku menolong dalam masyarakat dapat diciptakan melalui
kegiatan amal dan memberikan dukungan pada orang-orang yang melakukan
tingkah laku menolong.
5. Sifat altruis juga dapat ditumbuhkan melalui pola asuh dirumah ataupun
pendidikan disekolah. Anak-anak yang sejak kecil ditanamkan untuk memiliki
rasa tanggung jawab pribadi cendrung lebih bersifat altruis.
Daftar Pustaka
2016
13
Psikologi Sosial
Sri Wahyuning Astuti, S.Psi, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ahmadi, abu. 2007, psikologi sosial, Jakarta: rineka cipta
Dyakisni, tri & hudaniah. 2009, psikologi sosial, malang: umm press
Nina w. Syam, M.S, Psikologi sebagai akar ilmu komunikasi, 2011, Simbiosa Rekatama
Media, Bandung
Sarwono, sarlito wirawan. 2006, teori-teori psikologi sosial, Jakarta: rajawali pers
Sarwono, Sarlito W., dan Meinarno,Eko A., Psikologi Sosial, Salemba Humanika, Jakarta,
2009.
2016
13
Psikologi Sosial
Sri Wahyuning Astuti, S.Psi, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download