MODUL PERKULIAHAN PSIKOLOGI KOMUNIKASI PROSES KOMUNIKASI INTRAPERSONAL Fakultas Program Studi FIKOM MARCOM & ADVERTISING Tatap Muka 02 & 03 Kode MK Disusun Oleh Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Abstract Kompetensi Modul ini berisi materi mengenai proses komunikasi intrapersonal dikaji dalam beberapa bagian, diantaranya adalah proses pengolahan informasi, sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan proses komunikasi intrapersonal. KOMUNIKASI INTRAPERSONAL Menurut Devito (1997), komunikasi intrapersonal atau komunikasi intrapribadi merupakan komunikasi dengan diri sendiri dengan tujuan untuk berpikir, melakukan penalaran, menganalisis dan merenung. jadi komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dengan diri sendiri meliputi proses sensasi, persepsi memori dan berpikir dengan tujuan untuk berpikir, melakukan penalaran, menganalisis dan merenung. Ketika Kusni Kasdut dihukum mati, di Jakarta muncul kelompok orang berkaus dengan tulisan “Hapus Hukuman Mati”. Mereka menyebut hukuman mati sebagai tindakan membalas dendam “yang meruntuhkan nilai-nilai kemanusiaan”, merampas hak paling dasar, dan meniadakan kemungkinan bertaubat. Proses persuasi sudah dimulai. Berbagai reaksi timbul. Seorang pengacara mendukung gerakan ini dengan alasan: hukuman mati adalah pembunuhan yang dilegalisasi dan menurut hukum falsafat modern, pemidanaan tidak untuk membalas dendam, tapi untuk mendidik dan memperbaiki manusia yang rusak. Seorang tokoh menentangnya. Hukuman mati, katanya dibenarkan oleh Islam bagi kejahatan mencabut nyawa sesamanya – bila keluarga korban tidak memaafkannya. Ancaman hukuman yang keras tak lain demi terpeliharanya ketertiban masyarakat. Seorang rohaniawan Katolik lain lagi komentarnya, “Gereja Katolik menentang hukuman mati. Tidak sesuai dengan martabat manusia dan semangat injil”. Tetapi apa kata tukang becak? Bukan urusan saya – lebih penting urusan perut.” (Tempo, 16 Februari 1980) Peristiwa di atas mengungkapkan bagaimana stimuli – dalam hal ini, pesan komunikasi “Hapuskan hukuman mati!” – telah melahirkan tanggapan yang beraneka ragam. Walaupun peristiwanya sama, orang akan menanggapinya berbeda-beda, sesuai dengan keadaan diirnya. Secara psikologis kita dapat mengatakan bahwa setiap orang mempersepsi stimula sesuai dengan karakteristik personalnya. Dalam ilmu komunikasi kita berkata, pesan diberi makna berlainan oleh orang yang berbeda. Words don’t mean; people mean. Kata-kata tidak mempunyai makna; oranglah yang memberi makna. Pertemuan ini akan menguraikan bagimana orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan menghasilkannya kembali. Proses pengolahan informasi, yang di sini kita sebut komunikasi intrapersonal, meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap syimuli. Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi ‘13 2 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah proses memanipualsikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respons. PROSES KOMUNIKASI INTRAPERSONAL SENSASI Tahap paling awal dalam penerimaan informasi ialah sensasi. Sensasi berasal dari kata “sense”, artinya alat penginderaan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. “Bila alat-alat indera mengubah informasi menjadi impuls-impuls saraf dengan ‘bahasa’ yang difahami oleh (‘komputer’) otak maka terjadilah proses sensasi”. Dennis Coon (1977:79). “Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera, “ Benyamin B.Wolman (1973:343). Apa pun definisi sensasi, fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penring. Melalui alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu, melalui alat inderalah manusia memperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya. Tanpa alat indera manusia sama, bahkan mungkin lebih dari rumput-rumputan, karena rumput dapat juga mengindera cahaya dan humaditas (Lefrancois, 1974:39). Mungkin benar anggapan filsuf John Locke bahwa “there in nothing in the mind except what was first in the senses” (tidak ada apa-apa dalam jiwa kita kecuali harus lebih dulu lewat alat indera). Dan benar juga anggapan filsuf lain, Berkeley, bahwa andaikan kita tidak mempunyai alat indera, dunia ini tidak akan ada. Anda tidak tahu ada harum rambut yang baru disemprot hairspray, bila tidak ada indera pencium. Sentuhan lembut isteri Anda tidak akan disadari, kalau indera peraba Anda sudah mati. Lalu Anda tidak mendengar ada yang membisikkan ucapak terima kasih di telinga Anda, tidak melihat senyuman manis yang dialmatkan kepada Anda. Dunia Anda tidak teraba, terdengar, tercium, terlihat, artinya tidak ada sama sekali. ‘13 3 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kita mengenal lima alat indera atau pancaindera. Psikologi menyebut sembilan (bahkan ada yang menyebut sebelas) alat indera: penglihatan, pendengaran, kinestesis, vertibular, temperatur, rasa sakit, perasa, dan penciuman. Kita dapat mengelompokkannya pada tiga macam indera penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri individu sendiri (internal). Informasi dari luar diindera oleh eksteroseptor (misalnya, telinga atau mata). Informasi dari dalam diindera oleh interoseptor (misalnya, sistem peredaran darah). Selain itu, gerakan tubuh kita sendiri di indera oleh proprioseptor (misalnya, organ vestibular). PERSEPSI Anda sekarang sudah membaca sampai halaman ini. Letakkan buku dalam keadaan terbuka kira-kira 50 cm di muka Anda. Anda melihat huruf-huruf yang kabur. Dekatkan buku ini pada mata Anda perlahan-lahan. Sekarang huruf-hurufnya tampak jelas. Inilah sensasi. Ketika Anda melihat huruf, menrangkaikannya dalam kalimat dan mulai menangkap makna dari apa yang Anda baca, terjadilah persepsi. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, espektasi, motivasi, dan memori. (Desiderato, 1976: 129) Anda melihat kawan Anda sedang melihat-lihat etalase toko. Anda menyergapnya dari belakang, “Bangsat, lu. Udah lupa sama aku, ya!” Orang itu membalik. Anda terkejut. Ia bukan kawan Anda, tetapi orang yang tidak pernah Anda kenal seumur hidup Anda. Ini bukan kesalahan sensasi. Ini kekeliruan persepsi. Bila dosen mengucapkan “Bagus”, tetapi anda mendengar “Agus”, Anda keliru sensasi. Tetapi bila saya mengucapkan “Anda cerdas sekali”, lalu Anda menerima pujian saya dengan berang, karena Anda kira saya mempermainkan Anda, Anda salah mempersepsi pesan saya. ‘13 4 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id PERHATIAN (ATTENTION) “Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah”, Kenneth E. Andersen (1972:46), dalam buku yang ditulisnya sebagai pengantar pada teori komunikasi. Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu indera kita, dan mengesampingkan diri pada salah satu indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain. Faktor Eksternal Penarik Perhatian Apa yang kita perhatikan ditentukan oleh faktor-faktor situasional dan personal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain: gerakan, instensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan. Gerakan. Seperti organisme yang lain, manusia secara visual tertarik pada objekobjek yang bergerak. Kita senang melihat huruf-huruf dalam display yang bergerak. Kita senang melihat huruf-huruf dalam display yang bergerak menampilkan nama barang yang diiklankan. Pada tempat yang dipenuhi benda-benda mati, kita akan tertarik hanya kepada tikus kecil yang bergerak. Intensitas Stimuli. Kita akan memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain. Warna merah pada latar belakang putih, tubuh jangkung di tengah-tengah orang pendek, suara keras di malam sepi, iklan setengah halaman dalam surat kabar, atau tawaran pedagang yang paling nyaring di pasar malam, sukar lolos dari perhatian kita. Kebaruan (Novelty). Hal-hal yang baru, yang luar biasa, yang berbeda, akan menarik perhatian. Beberapa eksperimen juga membuktikan stimuli yang luar biasa lebih mudah dipelajari atau diingat. Karena alasan inilah maka orang mengejar novel yang baru terbit, fim yang beredar, atau kendaraan yang memiliki rancangan mutakhir (karena itu pula mengapa umumnya isteri muda lebih disenangi dari isteri pertama). Pemasang iklan sering memanipulasikan unsur kebaruan ini dengan menonjolkan yang luar biasa dari barang atau jasa yang ditawarkannya. Media massa juga tidak henti-hentinya menyajikan programprogram baru. Tanpa hal-hal yang baru, stimuli menjadi monoton, membosankan, dan lepas dari perhatian. ‘13 5 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Perulangan. Hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi, akan manarik perhatian. Di sini, unsur “familiarity” (yang sudah kita kenal) berpadu dengan unsur “novelty” (yang baru kita kenal). Perulangan juga mengandung unsur sugesti: mempengaruhi bawah sadar kita. Bukan hanya memasang iklan, yang mempopulerkan produk dengan mengulang-ulang “jingles” atau sloga-slogan, tetapi juga kaum politis memanfaatkan prinsip perulangan. Emil Dofivat (1968), tokoh aliran publisistik Jerman, bahkan menyebut perulangan sebagai satu diantara tiga prinsip penting dalam menaklukkan massa. Faktor Internal Penaruh Perhatian Pernah satu saat di Goettingen berkumpul para psikolog dan ilmuwan lainnya. Ditengahtenagh persidangan, tiba-tiba pintu terbuka dan seorang pria berpakaian pelawak masuk ruangan, disusul orang kulit hitam yang memakai jas hitam, dasi merah, dan celana putih. Kedua orang itu bertengkar dan berkelahi di hadapan peserta konferensi. Terdengar tembakan, lalu keduanya melarikan diri lewat pintu yang terbuka. Kejadian ini sudah direncanakan, diatur, dan difoto secara diam-diam. Setelah itu, pemimpin sidang memohon para ilmuwan untuk menuliskan laporan lengkap dari apa yang mereka dengar dan lihat, untuk digunakan buat kepentingan penyidikan polisi. Empat puluh ilmuwan menulis laporan kesaksian itu. Tidak seorang pun yang menyajikan laporan yang lengkap; hanya enam laporan tidak salah dalam menyebutkan fakta; dua belas laporan tidak menyebutkan 50 persen fakta yang terjadi. Hanya empat orang yang menulis bahwa orang kulit hitam itu tidak memakai topi. Jasnya dikatakan bewarna merah, coklat, hitam, biru, atau berwarna seperti topi (Brooks, 1974:23) Inilah beberapa contoh faktor yang mempengaruhi perhatian kita. Faktor-faktor Biologis. Dalam keadaan lapar, seluruh pikiran di dominasi oleh makanan. Karena itu, bagi orang lapar, yang paling menarik perhatiannya adalah makanan. Yang kenyang akan menaruh perhatian pada hal-hal yang lain. Anak muda yang baru saja menonton film porno, akan cepat melihat stimuli seksual di sekitarnya. Faktor-faktor Sosiopsikologis. Berikan sebuah foto yang menggambarkan kerumunan orang banyak di sebuah jalan sempit. Tanyakan apa yang mereka lihat. Setiap orang akan melaporkan hal yang berbeda. Tetapi seorang pun tidak akan dapat melaporkan berapa orang terdapat pada gambar itu, kecuali kalau sebelum melihat foto mereka memperoleh pertanyaan itu. Bila kita ditugaskan untuk meneliti berapa orang mahasiswa di kelas, kita tidak akan dapat menjawab berapa orang diantara mereka yang berbaju merah. ‘13 6 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Motif Sosiogenis, sikap, kebiasan, dan kemauan, mempengaruhi apa yang kita perlihatkan. Dalam perjalanan naik gunung, geolog akan memperhatikan batuan; ahli botani, bunga-bungaan; ahli zoologi, binatang; seniman, warna dan bentuk; orang yang bercinta, entahlah (Lefrancois, 1974:56). Menurut sebuah anekdot, bila Anda ingin mengetahui dari suku mana kawan Anda berasal, bawalah mereka berjalan-jalan. Tanyakan berapa perempatan yang telah dilewati. Yang dapat menjawab pertanyaan ini pastilah orang Padang (umumnya mereka pedagang kaki lima). Tenyakan berapa pagar tanaman hidup yang telah dilihatnya. Yang dapat jawab pasti orang Sunda (karena mereka menyenangi sayur-sayuran). Tanyakan berapa kuburan keramat yang ada. Hanya orang Jawa yang bisa menjawab (Mengapa?). Tentu saja anekdot bukanlah proposisi ilmiah. Tetapi anekdot ini menggambarkan latar belakang kebudayaan, pengalaman, dan pendidikan, menentukan apa yang kita perhatikan. MEMORI Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi baik persepsi (dengan menyediakan kerangka rujukan) maupun berpikir (yang akan kita uraikan nanti). Mempelajari memori membawa kita pada psikologi kognitif, terutama sekali, pada model manusia sebagai pengolah informasi. Robert T.Craig (1979) bahkan meminta ahli komunikasi agar mendalami psikologi kognitif dalam upaya menemukan cara-cara baru dalam menganalisa pesan dan pengolahan pesan. Sumbangan paling besar dari psikologi kognitif adalah menyingkap tabir memori. Lalu, apakah memori itu? “Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya,” Ini definisi dari Schlessinger dan Groves (1976:352). Setiap saat stimuli mengenai indera kita, setiap saat pula stimuli itu direkam secara sadar atau tidak sadar. Berapa kemampuan rata-rata memori manusia untuk menyimpan informasi? John Griffith, ahli matematika menyebutkan angka 10 11 (seratus triliun)bit. John von Neumann, ahli teori informasi, menghitungnya 2.8 x 10 20 (280 kuintiliun) bit. Asimov menerangkan bahwa otak manusia selama hidupnya sanggup menyimpan sampai satu kuidriliun bit informasi. ‘13 7 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id BERPIKIR Apakah Berpikir Itu? Proses keempat yang memepengaruhi penafsiran kita terhadap stimuli adalah berpikir. Dalam berpikir kita melibatkan semua proses yang kita sebut di muka: sensasi, persepsi, dan memori. Menurut Paul Mussen dan Mark R. Rosenzweig, “The term ‘thinking’ refers to many kind of activities that involve the manipulation of concepts and symbols, representations of objects and events” (1973:410). Jadi, berpikir menunjukkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang, sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving), dan menghasilkan yang baru (creaativity). Memahami realitas berarti menarik kesimpulan, meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal dan internal. Sehingga dengan singkat, Anita Taylor Mendefiniskan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan. Thing is a infering process (Taylor et al. 1977:55). Bagaimana Orang Berpikir? Bagaimana orang berpikir? Atau bagaimana orang menarik kesimpulan? Secara garis besar ada dua macam berpikir: berpikir autistik dan berpikir realistik. Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melamun. Fantasi, menghayal, wishful thinking, adalah contoh-contohnya. Dengan berpikir autistik orang melarikan diri dari kenyataan, dan emlihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis. Berpikir realistik, disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch menyebut tiga macam berpikir realistik: deduktif, induktif, evaluatif (Ruch, 1967:336). Berpikir deduktif ialah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan; yang pertama menerapkan pernyataan umum. Dalam logika, ini disebut silogisme. Comntoh yang klasik ialah : Semua manusia bakal mati, Socrates manusia, jadi Socrates bakal mati. Berpikir induktif sebaliknya, dimulai dari hal-hal yang khusus dan kemudian mengambil kesimpulan umum; kita melakukan generalisasi. ‘13 8 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Berpikir evaluatif ialah berpikir kritis, menilai baik buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita tidak menambah atau mengurangi gagasan. Kita menilainya menurut kriteria tertentu. Menurut perkembangan mutakhir psikologi kognitif, manusia lebih sering berpikir tidak logis daripada berpikir logis seperti berpikir deduktif. (Morton Hunt:1982;121). Menetapkan Keputusan (Decision Making) Salah satu fungsi berpikir ialah menetapkan keputusan. Sepanjang hidup kita harus menetapkan keputusan. Sebagian dari keputusan itu ada yang menentukan masa depan kita. Ketika Anda menetapkan keputusan masuk Fakultas Ilmu Komunikasi, Anda tahu nasib Anda nanti tidak secerah dokter atau pegawai kecamatan yang mengurus proyek. Begitu pula, ketika Anda memutuskan memilih dia, Anda siap menerima hidup beserta dia Setiap keputusan yang diambil, akan disusul oleh keputusan-keputusan lainnya yang berkaitan. Ketika memutuskan belajar ke luar negeri, Anda juga harus memutuskan untuk tidak menikah dulu, untuk meninggalkan keluarga, untuk hidup sendiri di rantau, dan seterusnya. Keputusan yang kita ambil beraneka ragam. Tapi ada tanda-tanda umumnya: (1) keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual; (2) keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif; (3) keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan. Memecahkan Persoalan (Problem Solving) Umunya kita bergerak sesuai kebiasaan. Pagi-pagi setelah sarapan, Anda berangkat ke kantor. Anda mengeluarkan mobil dari garasi, emmasukkan kunci, dan mulai menstarter mobil Anda. Jalan yang Anda lewati juga hampir tidak disadari. Semua berjalan seperti otomatis. Masalh timbul, ketika ada peristiwa yang tidak dapat diatasi dengan perilaku rutin. Mobil tiba-tiba mogok, jalan jadi macet, atau map penting Anda ketinggalan di rumah, padahal Anda terlambat. Anda mulai bingung, ragu, tidak tahu apa yang harus Anda lakukan. Anda bertabrakan dengan situasi yang harus Anda atasi – situasi masalah (problem situation). Bagaimana Anda mengatasi masalah ini? Perilaku apa yang terjadi? Proses memecahkan persoalan berlangsung melalui lima tahap (tentu, tidak sellau begitu!): 1) Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat sebab-sebab tertentu. Anda mula-mula akan mengatasinya dengan pemecahan yang rutin. Mobil mogok, Anda starter berkali-kali. Anak mogok sekolah, Anda beri uang. Isteri mogok bicara, Anda membujuknya. Bila cara biasa ini gagal, masalah timbul. ‘13 9 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2) Anda mencoba menggali memori Anda untuk mengetahui cara-cara apa saja yang efektif pada masa yang lalu. Mobil mogok bisa didorong, anak mogok bisa diancam, dan isteri mogok bisa dibohongi. 3) Pada tahap ini Anda mencoba seluruh kemungkinan pemecahan yang pernah Anda ingat atau yang dapat Anda pikirkan. Semua Anda coba. Ini disebut penyelesaian mekanis (mechanical solution) dengan coba, trial and error. 4) Anda mulai menggunakan lambang-lambang verbal atau grafis untuk mengatasi masalah. Anda mencoba memahami situasi yang terjadi, mencari jawaban, dan menemukan kesimpulan yang tepat. Anda mungkin menggunakan deduksi, atau induksi; tetapi karena jarang memperoleh informasi lengkap, Anda lebih sering menggunakan analogi. 5) Tiba-tiba terlintas dalam pikiran Anda suatu pemecahan. “Aha, sekarang saya tahu, anak saya tersinggung karena ucapan saya. Saya harus meminta maaf.” Kilasan pemecahan masalah ini disebut Aha Erlebnis (pengalaman Aha), atau lebih lazim disebut Insight solution. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pemecahan Masalah Seperti perilaku manusia yang lain, pemecahan masalah dipengaruhi faktor-faktor sitausional dan personal. Faktor-faktor sitausional terjadi, misalnya, pada stimulus yang menimbulkan masalah; pada sifat-sifat masalah: sulit-mudah, baru-lama, penting-kurang penting, melibatkan sedikit banyak masalah lain. Beberapa penelitian telah membuktikan pengaruh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis terhadap proses pemecahan masalah. Faktor faktor sosiopsikologis; contoh-contohnya adalah : 1) Motivasi. Motivasi yang rendah mengalihkan perhatian. Motivasi yang tinggi membatasi fleksibilitas. Anak yang terlalu bersemangat untuk melihat hadiah ulang tahun, sering tidak dapat membuka pita bingkisan. Ratusan orang berdesak-desak mencari jalan keluar dan mati terinjak di night-club yang terbakar. Karena terlalu tegang menghadapi ujian, kita tidak sanggup menjawab pertanyaan pada tes. 2) Kepercayaan dan Sikap yang salah. Asumsi yang salah dapat menyesatkan. Bila kita percaya bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dengan kekayaan material, kita akan mengalami kesulitan ketika memecahkan penderitaan batin kita. 3) Kebiasaan. Kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu, atau melihat masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas, menghambat pemecahan masalah yang efisien. ‘13 10 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Ini menimbulkan kejumudan pikiran. Lawan dari ini adalah kekenyalan pikiran (flexible mental set). 4) Emosi. Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah dapat berpikir betulbetul objektif. Sebagai manusia yang utuh, kita tidak dapat mengesampingkan emosi. Samapi disitu, emosi bukan hambatan utama. Tetapi bila emosi itu sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga menjadi stress, barulah kita menjadi sulit berpikir efisien. Berpikir Krteatif (Creative Thinking) Apa itu kreativitas? Berpikir kreatif, menurut Jmaes C. Coleman dan Coustance L. Hammen (1974:452), adalah “thinking which produces new methods, new concepts, new understandings, new work af art.” Berpikir kreatif diperlukan mulai dari komunikator yang harus mendesain pesannya, insinyur yang harus merancang bangunan, ahli iklan yang harus menata pesan verbal dan pesan grafis, sampai pada pemimpin masyarakat yang harus memberikan perspektif vbaru dalam mengatasi masalah sosial. Berpikir kreatif harus memenuhi tiga syarat. Pertama, kreativitas melibatkan respons atau gagasan yang baru, atau yang secara statistik sangat jarang terjadi. Tetapi kebaruan saja tidak cukup. Anda dapat mengatasi kepadatan penduduk di kota dengan membangun rumah-rumah di bawah tanah. Ini baru, tetapi sukar dilaksanakan. Syarat kedua kreativitas ialah dapat memecahkan persoalan secara realistis. Ketiga kreativitas merupakan usaha untuk mempertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik mungkin (MacKinnon, 1962:485). Proses Berpikir Kreatif Para psikolog menyebutkan lima tahap berpikir kratif 1) Oreintasi : Masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah diidentifikasi. 2) Preparasi : Pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah. 3) Inkubasi : Pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar kita. 4) Iluminasi : Masa inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaiuan insight yang memecahkan masalah. Ini menimbulkan Aha Erlebnis. ‘13 11 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 5) Verifikasi : Tahap terakhir untuk menguji dab secara kritis menilai pemecahan masalah yang diajukan pada tahap keempat. Faktor-faktor yang mempengaruhi Berpikir Kreatif Ada faktor-faktor yang secara umum menandai orang-orang kreatif (Coleman dan Hammen, 1974:455): 1) Kemmapuan Kognitif : Termasuk disini kecerdasan diatas rata-rata, ekmampuan melahirkan gagasan-gagasan baru, gagasan-gagasan yang berlainan, fleksibilitas kognitif. 2) Sikap Terbuka : Orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan eksternal; ia memiliki minat yang beragam dan luas. 3) Sikap yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri. Orang kreatif tidak sennag “digiring”; ingin menampilkan semampu dan semaunya; ia tidak terlalu terikat pada konvensi-konvensi sosial. Mungkin inilah sebabnya, orang-orang kreatif sering dianggap “nyentrik” atau gila. DAFTAR PUSTAKA Devito, Joseph A. (2011). Komunikasi Antarmanusia Edisi Kelima, Kharisma Publishing. Tangerang Selatan. Rakhmat, Jalaludin. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Bungin, B. (2006). Sosiologi Komunikasi. Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana. Pearce, B. W. (1989). Communication and the Human Condition. Illinois: Southern Illinois University Press. ‘13 12 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id