teori media mempengaruhi audiens

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
TEKNOLOGI
KOMUNIKASI
DAMPAK MEDIA PADA
MASYARAKAT
Fakultas
Program Studi
FIKOM
MARCOM &
ADVERTISING
Tatap Muka
14
Kode MK
Disusun Oleh
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Abstract
Kompetensi
Modul ini berisi materi mengenai
Dampak media pada masyarakat,
dikaji dalam beberapa bagian, antara
lain: Dampak pada individu, dampak
pada komunitas, media dan perbedaan
sosial.
Setelah mempelajari modul ini,
mahasiswa diharapkan dapat
memahami dan menjelaskan tentang
dampak pemanfaatan media pada
perubahan perilaku masyarakat.
Pembahasan
MEDIA
Teori Mc Luhan, disebut dengan teori perpanjangan alat indra, menyatakan bahwa media
adalah perluasan dari alat indra manusia, telepon adalah perpanjangan telinga dan televisi
adalah perpanjangan mata. Secara operasional dan praktis, medium adalah pesan. Ini
berarti bahwa akibat personal dan sosial dari media yakni karena perpanjangan dari kita
timbul karena skala baru yang dimasukkan pada kehidupan kita oleh perluasan diri kita atau
oleh tekhnologi baru. Media adalah pesan karena media membentuk dan mengendalikan
skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia. Sedangkan , Joseph Klapper
berpendapat
melalui
penelitiannya
mengenai
efek
media
pascaperang.
Klapper
menyimpulkan bahwa media merupakan organisasi yang lemah, media gagal dalam
menambah partisipasi politik masyarakat (ataupun Partisipasi dalam pemilu).
Katz dan Lazarsfeld, 1955, menambahkan bahwa sebagaian besar masyarakat menerima
informasi yang datang dari media melalui "media secondhand" yakni pengaruh personal dari
opinion leaders. Opinion leaders ini merupakan individu yang paling kharismatik dan
dipercaya di dalam komunitas sosialnya Marshall McLuhan dalam bukunya Understanding
Media – The Extensions of Man (1999), mengemukakan ide bahwa “ medium is message”
(pesan media ya media itu sendiri). McLuhan menganggap media sebagai perluasan
manusia dan bahwa media yang berbeda-beda mewakili pesan yang berbeda-beda. Media
juga menciptakan dan mempengaruhi cakupan serta bentuk dari hubungan-hubungan dan
kegiatan-kegiatan manusia. Pengaruh media telah berkembang dari individu kepada
masyarakat. Dengan media setiap bagian dunia dapat dihubungkan menjadi desa global.
DAMPAK MEDIA
Dampak media (media effects) adalah perubahan kesadaran, sikap, emosi, atau tingkah
laku yang merupakan hasil dari interaksi dengan media. Istilah tersebut sering digunakan
untuk menjelaskan perubahan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh terpaan
media.
2016
2
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Perkembangan pemikiran dan teori tentang dampak media mempunyai sejarah alamiah
karena dipengaruhi oleh setting waktu, tempat, faktor lingkungan, perubahan teknologi,
peristiwa-peristiwa sejarah, kegiatan kelompok-kelompok penekan, para propagandis,
kecenderungan opini publik, serta beragam penemuan-penemuan dan kecenderungan yang
berkembang dalam kajian ilmu-ilmu sosial.
McQuail (2000: 417-421) mememetakan perkembangan pengetahuan mengenai riset media
ke dalam empat tahap. Tahap pertama, all-power media. Pada fase pertama ini, media
diyakini mempunyai kekuatan yang sangat berpengaruh dalam menentukan opini dan
keyakinan, mengubah kebiasaan hidup (habits of life) dan menentukan perilaku
sebagaimana ditentukan oleh pengontrol pesan atau media. Pandangan-pandangan ini tidak
didasarkan pada investigasi ilmiah, tetapi lebih didasarkan pada observasi tentang
popularitas media seperti koran, radio, dan film dalam mengintervensi banyak aspek
kehidupan manusia dalam hubungan-hubungan publik. Penggunaan media oleh para
propangandis dalam Perang Dunia I yang disponsori negara-negara diktator dan rezim
revolusioner yang di Rusia semakin menegaskan kuatnya pengaruh media pada saat itu.
Tahap kedua, pengujian teori media powerfull. Transisi ke arah penelitian empiris telah
mendorong munculnya tahap kedua yang mulai memikirkan tentang dampak media.
Penelitian semacam ini dimulai oleh riset literatur yang dilakukan atas Paine Fund Studies di
Amerika pada awal tahun 1930-an. Studi ini memfokuskan pada pengaruh film terhadap
anak-anak dan remaja. Studi-studi terpisah lainnya menyangkut dampak tipe-tipe pesan dan
media yang berbeda, khususnya film atau program-program aktivitas kampanye. Studi-studi
pada era ini dikonsentrasikan pada kemungkinan penggunaan film dan media yang lain
untuk melakukan aktivitas komunikasi persuasif. Pada tahap ini, penelitian-penelitian yang
menggunakan metode eksperimental telah mulai dilakukan seperti penelitian Hovland et.al
(1950), Hughes (1950), Lazarsfeld et. al (1944), dan Berelson et.al. (1954) (McQuail, 2000:
418). Penelitian-penelitian semacam ini terus berlanjut ke dalam kemungkinan dampak
buruk media terhadap anak-anak pada era tahun 1950-an. Kesimpulan yang dapat diambil
dari perubahan-perubahan penelitian pada tahapan ini adalah seiring perkembangan
metode penelitian, fakta, dan teori menyarankan adanya sejumlah variabel-variabel baru
yang seharusnya dipikirkan atau diperhitungkan dalam membahas dampak media. Para
peneliti mulai membedakan kemungkinan-kemungkinan dampak yang berbeda menurut
karakteristik sosial dan psikologis; mereka mulai memperkenalkan sejumlah faktor yang
berhubungan dengan dampak pengantara seperti kontak personal dan lingkungan, dan tipetipe motif seseorang dalam mengakes media. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa media
massa tidak mempunyai dampak sama sekali terhadap audience.
2016
3
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Tahap ketiga, penemuan kembali kekuatan dampak media. Pada tahap ini, kesimpulan
tahap sebelumnya yang mengatakan bahwa media tidak mempunyai dampak terhadap
audience atau mempunyai dampak minimal telah mendapatkan tantangan. Salah satu faktor
yang menjadi penyebab penolakan mengenai teori dampak minimal adalah munculnya
televisi pada era 1950-an dan 1960-an sebagai sebuah medium yang mempunyai kekuatan
atraktif dan dampak besar dalam kehidupan sosial. Penelitian awal mulai menggunakan
suatu model yang dipinjam dari displin ilmu psikologi yang berusaha mencari hubungan
antara tingkat pajanan media (media exposure) dengan ukuran-ukuran perubahan atau
variasinya dengan sikap, pendapat, informasi atau perilaku, dan sejumlah
variabel
pengantara. Pada tahap ini, telah terjadi pergeseran perhatian ke arah perubahanperubahan jangka panjang dan kognisi dibandingkan dengan sikap, dampak, dan ke arah
fenomena kolektif seperti pendapat, struktur keyakinan, ideologi, pola-pola budaya dan
bentuk-bentuk institusional media (McQuail, 2000: 420). Penelitian-penelitian berikutnya
mulai menaruh perhatian pada bagaimana media memproses dan menentukan isi pesan
sebelum disampaikan ke audience.
Tahap keempat,
negotiated media influence. Pada akhir 1970-an, muncul suatu
pendekatan baru yang lebih dikenal dengan pendekatan konstruksi sosial. Pada dasarnya,
pendekatan ini melibatkan pandangan media yang mempunyai pengaruh signifikan melalui
konstruksi makna. Pendekatan konstruksi sosial menawarkan suatu pandangan bahwa
pengaruh media terhadap audiens melalui proses negosiasi ke dalam struktur pemaknaan
personal, yang seringkali ditentukan oleh identifikasi kolektif. Makna dikonstruksi oleh
penerima pesan itu sendiri. Proses mediasi ini melibatkan konteks sosial penerima pesan.
Diskusi mengenai dampak merupakan akibat dari apa yang dilakukan media, baik secara
sengaja atau tidak sengaja. Berkaitan dengan tingkat dan jenis efek media, Klapper (1960,
dalam McQuail, 1997) membedakan efek media ke dalam tiga jenis: conversion, minor
change, dan reinforcement, yang secara berturut-turut merepresentasikan perubahan
pendapat atau keyakinan menurut maksud komunikator; perubahan dalam bentuk atau
intensitas kesadaran, keyakinan atau perilaku; dan peneguhan atas keyakinan yang telah
ada, pendapat, atau pola-pola perilaku. Selain itu, dampak media juga dapat dibedakan ke
dalam dampak yang bersifat kognitif, afektif, dan perilaku (konatif/behavioural).
Dampak media juga dapat dibedakan ke dalam tingkatan individu, kelompok atau
organisasi, institusi sosial, keseluruhan masyarakat, dan budaya (McQuail, 2000: 423).
Lebih lanjut, McQuail (2000: 424) membedakan jenis-jenis perubahan yang dipengaruhi
media adalah sebagai berikut: media menyebabkan perubahan yang disengaja, media dapat
2016
4
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menyebabkan perubahan yang tidak disengaja, media dapat menyebabkan perubahan
minor (bentuk atau intensitas), media dapat memfasilitasi perubahan (sengaja ataupun
tidak), memperkuat yang sudah ada (tanpa perubahan), dan mencegah perubahan.
EFEK MEDIA TERHADAP INDIVIDU
Efek Kognitif
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi
dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat
membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan
keterampilan kognitifnya.
Contoh : Dengan berlangganan Koran Kompas, kita akan menduga bahwa dunia ini
dipenuhi dengan tindakan perkosaan, penganiyaan dan kriminal. Dengan melihat acara
kriminal di televisi, kita cenderung mengatakan bahwa di sekitar kita sudah tidak aman lagi.
Dengan demikian jelaslah bahwa naik surat kabar maupun televisi dapat menonjolkan
situasi atau orang tertentu di atas situasi atau orang yang lain.
Media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan
mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang dan tidak cermat.
Efek Prososial Kognitif
adalah bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat.
Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti tentang bahasa Indonesia yang baik da benar,
maka televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif.
Efek afektif
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan
sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan
dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya.
2016
5
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kegembiraan juga tidak dapat diukur dengan tertawa keras ketika menyaksikan adegan
lucu. Tetapi para peneliti telah berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi
intensitas rangsangan emosional pesan media massa. Faktor-faktor tersebut antara lain :
Suasana emosional, menonton sinetron di televisi atau membaca novel akan dipengaruhi
oleh suasana emosional kita. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa
terbahak-bahak bila kita menontonnya dalam keadaan senang.
Skema Kognitif, merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang
alur peristiwa. Kita tau bahwa dalam sebuah film action sang jagoan pada akhirnya akan
menang.
Suasana Terpaan (Setting Exposure). Kita akan tertarik menonton tayangan sesuai yang
kita rasakan. Misalnya ketika kita sedang sakit gigi, kita akan lebih tertarik menyaksikan
tayangan iklan obat sakit gigi dari pada menyaksikan tayangan sinetron.
Predisposisi Individual, mengacu pada karakteristik khas individu. Orang yang melankolis
cenderung menanggapi tragedi lebih emosional daripada orang yang periang. Orang yang
periang akan senang bila melihat adegan-adegan lucu atau film komedi daripada orang
yang melankolis. Beberapa pnelitian membuktikan bahwa acra yang sama bisa ditanggapi
berlainan oleh orang-orang yang berbeda.
Faktor Identifikasi, menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang
ditonjolkan dalam media massa. Dengan identifikasi, penonton, pembaca atau pendengar
menempatkan dirinya dalam posisi tokoh tersebut. Misalnya pada saat pertandingan FIFA
tahun lalu, TIMNAS Indonesia menang melawan Malaysia, penggemar sepak bola tanah air
merasa ikut gembira
Efek Behavioral
Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku,
tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan di TV membuat orang menjadi beringas. Siaran
memasak di tv membuat ibu-ibu lebih gemar memasak dan kreatif. Namun ada juga laporan
bahwa film tidak sanggup memotivasi remaja perkotaan untuk menghindari pemakaian obatobat terlarang.
2016
6
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
EFEK MEDIA TERHADAP MASYARAKAT SOSIAL
Media massa secara pasti mempengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak. Media
membentuk opini publik untuk membawakannya pada perubahan yang signifikan.
Kampanye nasional larangan merokok di tempat-tempat umum memiliki kekuatan pada
pertengahan tahun 1990-an dengan membanjirnya berita-berita tentang bahaya merokok
bagi perokok pasif. Disini secara instant media massa dapat membentuk kristalisasi opini
publik untuk melakukan tindakan tertentu. Kadang-kadang kekuatan media massa hanya
sampai pada ranah tertentu.
Contoh : Jika seorang remaja menyukai artis favoritnya makan dia bisa saja menggunakan
pakaian atau menggunakan atribut yang dipakai artis tersebut.
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti media massa,
menyebabkan terjadi perubahan secara cepat dimana-mana. Media massa sedikit demi
sedikit membawa masuk masyarakat ke suatu pola budaya yang baru dan mulai
menentukan pola pikir serta budaya perilaku masyarakat. Tanpa disadari media massa telah
ikut
mengatur
jadwal
hidup
kita
serta
menciptakan
sejumlah
kebutuhan.
Keberadaaan media massa dalam menyajikan informasi cenderung memicu perubahan
serta banyak membawa pengaruh pada penetapan pola hidup masyarakat. Beragam
informasi yang disajikan dinilai dapat memberi pengaruh yang berwujud positif dan negatif.
Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan masyarakat terhadap
bagaimana
seseorang
melihat
pribadinya
dan
bagaimana
seseorang
seharusnya
berhubungan dengan dunia sehari-hari.
Media memperlihatkan pada masyarakat bagaimana standar hidup layak bagi seorang
manusia, sehingga secara tidak langsung menyebabkan masyarakat menilai apakah
lingkungan mereka sudah layak atau apakah ia telah memenuhi standar tersebut dan
gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang di lihat, didengar dan dibaca dari media.
Pesan/informasi yang disampaikan oleh media bisa jadi mendukung masyarakat menjadi
lebih baik, membuat masyarakat merasa senang akan diri mereka, merasa cukup atau
sebaliknya mengempiskan kepercayaan dirinya atau merasa rendah dari yang lain.
Pergeseran pola tingkah laku yang diakibatkan oleh media massa dapat terjadi di
lingkungan keluarga, sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Wujud perubahan pola
tingkah laku lainnya yaitu gaya hidup. Perubahan gaya hidup dalam hal peniruan atau
imitasi secara berlebihan terhadap diri seorang firgur yang sedang diidolakan berdasarkan
2016
7
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
informasi yang diperoleh dari media. Biasanya seseorang akan meniru segala sesuatu yang
berhubungan dengan idolanya tersebut baik dalam hal berpakaian, berpenampilan,
potongan rambutnya ataupun cara berbicara yang mencerminkan diri idolanya (Trimarsanto,
1993:8). Hal tersebut diatas cenderung lebih berpengaruh terhadap generasi muda.
Secara sosio-psikologis, arus informasi yang terus menerpa kehidupan kita akan
menimbulkan berbagai pengaruh terhadap perkembangan jiwa, khususnya untuk anak-anak
dan remaja. Pola perilaku mereka, sedikit demi sedikit dipengaruhi oleh apa yang mereka
terima yang mungkin melenceng dari tahap perkembangan jiwa maupun norma-norma yang
berlaku. Hal ini dapat terjadi bila taayangan atau informasi yang mestinya di konsumsi oleh
orang dewasa sempat ditonton oleh anak-anak (Amini, 1993).
Dampak yang ditimbulkan media massa bisa beraneka ragam diantaranya terjadinya
perilaku yang menyimpang dari norma-norma sosial atau nilai-nilai budaya. Di jaman
modern ini umumnya masyarakat menganggap hal tersebut bukanlah hal yang melanggar
norma, tetapi menganggap bagian dari trend massa kini. Selain itu juga, perkembangan
media massa yang teramat pesat dan dapat dinikmati dengan mudah mengakibatkan
masyarakat cenderung berpikir praktis.
Dampak
lainnya
yaitu
adanya
kecenderungan
makin
meningkatnya
pola
hidup
konsumerisme. Dengan perkembangan media massa apalagi dengan munculnya media
massa elektronik (media massa modern) sedikit banyak membuat masyarakat senantiasa
diliputi prerasaan tidak puas dan bergaya hidup yang serba instant Gaya hidup seperti ini
tanpa sadar akan membunuh kreatifitas yang ada dalam diri kita dikemudian hari.
Rubrik dari layar TV dan media lainnya yang menyajikan begitu banyak unsur-unsur
kenikmatan dari pagi hingga larut malam membuat menurunnya minat belajar dikalangan
generasi muda. Dari hal tersebut terlihat bahwa budaya dan pola tingkah laku yang sudah
lama tertanam dalam kehidupan masyarakat mulai pudar dan sedikit demi sedikit mulai
diambil perannya oleh media massa dalam menyajikan informasi-informasi yang berasal dari
jaringan nasional maupun dari luar negeri yang terkadang kurang pas dengan budaya kita
sebagai bangsa timur.
2016
8
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
EFEK MEDIA TERHADAP SOSIAL BUDAYA
Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa
Indonesia . Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah
kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya.
Membudayanya budaya massa dalam suatu komunitas masyarakat, dimana pola
kehidupan yang dinamis ditimbulkan karena adanya keinginan dibidang ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Rasa sosial terhadap lingkungan sekitar menjadi acuh.
Terjadinya polusi informasi. Merebaknya kejahatan teknologi seperti pelanggaran hak
cipta / pembajakan, cybercrime (kejahatan maya).
Media massa secara pasti mempengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak. Media
membentuk opini public untuk membawakannya pada perubahan yang signifian.
Kampanye nasional larangan merokok di tempat-tempat umum memiliki kekuatan pada
pertengahan tahun 1990-an dengan membanjirnya berita-berita tentang bahaya merokok
bagi perokok pasif. Disini secara instant media massa dapat membentuk kristalisasi opini
public untuk melakukan tindakan tertentu. Kadang-kadang kekuatan media massa hanya
sampai pada ranah tertentu.
Dominick menyebutkan tentang dampak komunikasi massa pada pengetahuan, persepsi
dan sikap orang-orang. Media massa, terutama televise yang menjadi agen sosialiasasi
(penyebaran nilai-nilai) memainkan peranan penting dalam transmisi sikap, persepsi dan
kepercayaan.
TEORI MEDIA MEMPENGARUHI AUDIENS
Teori Peluru Ajaib (Magic Bullet) atau Jarum Suntik (Hypodermic Needle):
Teori yang populer pada sekitar tahun 1930-an ini mengatakan, pesan media berdampak
pada orang secara langsung, bisa diukur, dan dampak itu bersifat segera (immediate)
kepada khalayak. Jadi, dampaknya seperti peluru yang menghantam tubuh, atau seperti
2016
9
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
tubuh yang ditusuk jarum suntik. Model jarum suntik pada dasarnya adalah aliran satu tahap
(one step flow).
Namun, sekarang banyak ilmuwan berpendapat, dampak semacam ini jarang terjadi.
Misalnya: Seseorang yang melihat iklan sepeda motor Honda dan dia langsung membeli
motor Honda itu, persis dengan model sepeda motor yang diiklankan di TV. Atau ada orang
yang melihat tayangan tentang teroris yang mengebom Hotel Marriott dan orang ini pun
segera membuat bom untuk menyerang hotel.
Pendekatan ini sangat simplistik, karena mengasumsikan bahwa individu itu hanya bersikap
pasif. Individu dianggap akan menyerap semua yang disodorkan media massa tanpa sikap
kritis
dan
tanpa
syarat.
Padahal
kenyataannya
para
individu
membaca
koran,
mendengarkan siaran radio, dan menonton acara TV dengan cara yang berbeda. Bahkan
para individu juga terekspos pada banyak media, sehingga yang diterima bukan cuma satu
suara atau pesan tunggal.
Teori Peluru Ajaib atau Teori Jarum Suntik adalah teori dampak kuat. Dalam perkembangan
berikutnya, muncul teori-teori yang merevisi model Peluru Ajaib, dan memandang dampak
itu lebih bersifat minimalis. Misalnya, model Aliran Dua-Tahap (two-step flow of
communication) yang diperkenalkan pertama kali oleh Paul Lazarsfeld dan Elihu Katz.
Model Aliran Dua Tahap (Two Step Flow):
Model ini dikembangkan pada tahun 1940-an oleh Paul Lazarsfeld dkk, dalam kasus
pemilihan Presiden Amerika. Tidak seperti teori Peluru Ajaib, yang menganggap dampak
media bersifat langsung, model aliran dua-tahap menekankan peran manusia perantara
(human agency) atau tokoh-tokoh pemuka pendapat (opinion leader).
Temuan Lazarsfeld menunjukkan, peran media massa justru sangat kecil dalam
mempengaruhi opini publik. Media massa hanya berhasil dalam menyampaikan atau
meneruskan informasi atau pengetahuan dasar, namun sangat kurang efektif dalam
mengubah sikap dan perilaku. Yang lebih besar perannya justru adalah para pemuka
2016
10
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pendapat (opinion leaders) sebagai perantara. Temuan ini pun membuyarkan teori Jarum
Suntik.
Model aliran dua-tahap ini intinya menyatakan, pesan-pesan media tidak seluruhnya
mencapai massa audiens secara langsung. Sebagian besar pesan-pesan itu malah
berlangsung dua tahap. Tahap pertama, dari media massa kepada orang-orang tertentu di
antara massa audiens, atau kalangan yang kita sebut pemuka pendapat (opinion leaders).
Pemuka pendapat adalah orang yang memiliki akses terbesar terhadap media, dan memiliki
pemahaman yang lebih tinggi terhadap konten media. Merekalah yang kemudian
menjelaskan dan menyebarkan konten tersebut kepada orang-orang lain. Mereka berfungsi
sebagai penjaga gawang (gate keepers) atas pesan media. Dari sini, pesan media
diteruskan kepada anggota massa audiens lainnya (tahap yang kedua), sehingga pesanpesan media akhirnya mencapai seluruh penduduk
.
Para opinion leaders dan pengikutnya (followers) secara keseluruhan adalah massa
audiens. Pada umumnya, opini leaders lebih banyak bersentuhan dengan media massa
ketimbang para followers. Karena posisinya, opinion leaders mempunyai pengaruh terhadap
followers. Atas peran para leaders-lah, pelan-pelan media memperoleh efek-efek yang kuat.
Tanpa opinion leaders, walaupun pesan-pesan media sampai kepada massa audiens
secara langsung, komunikasi cenderung tidak efektif. Pada tahap kedua ini, yang terjadi
adalah komunikasi antarpribadi.
Opinion leader tidak harus merupakan pemimpin dengan otoritas resmi di masyarakat
(presiden, menteri, gubernur, walikota, dan sebagainya). Tetapi orang-orang yang dekat dan
dipercaya oleh warga. Pemuka pendapat bisa merupakan orangtua, suami/istri, kakak,
pacar, sahabat dekat, ustadz setempat, guru sekolah, pedagang sekitar, dan sebagainya.
Walaupun tentu saja tidak semua ustadz atau guru bisa menjadi pemimpin opini.
2016
11
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Model Aliran Banyak Tahap (Multistep Flow Model):
Pada perkembangannya kemudian, setelah riset komunikasi massa semakin canggih,
pendekatan aliran dua tahap ini pun dianggap kurang memadai, dan berkembang menjadi
Multistep Flow Model (Model Aliran Banyak Tahap). Model Aliran Banyak Tahap Model ini
diharapkan bisa mencakup jaringan hubungan-hubungan sosial yang kompleks, yang
mempengaruhi individu-individu.
Teori Pembudidayaan atau Kultivasi (Cultivation):
Teori Kultivasi atau Pembudidayaan lebih berfokus pada bagaimana sikap orang
dipengaruhi oleh media, ketimbang sekadar perilaku orang tersebut. Walau sikap (attitude)
dan perilaku (behavior) berkaitan erat, para penganut teori kultivasi berfokus pada
bagaimana orang berpikir ketimbang pada apa yang diperbuat orang tersebut.
Banyak dari riset ini melibatkan perbandingan sikap dari para pengguna berat, pengguna
menengah, dan pengguna ringan media.
Salah satu temuan riset ini adalah bahwa ketika orang terekspos oleh kekerasan yang sarat
di media, mereka tampaknya akan memiliki salah konsepsi dalam penyikapan, yang
dinamakan sindrom dunia yang ganas (mean world syndrome). Ini berarti mereka melebihlebihkan besarnya tingkat kekerasan yang benar-benar terjadi dalam komunitasnya dan di
bagian dunia lain. Orang yang kurang terekspos pada kekerasan di media memiliki rasa
yang lebih realistis dalam memandang tingkat kekerasan di dunia nyata.
Pendekatan Sosiologis terhadap (kekerasan di) Media:
Cara yang kurang umum dalam mempelajari kekerasan di media adalah pendekatan
sosiologis. Teori-teori sosiologis tentang kekerasan di media mengeksplorasi cara-cara di
mana media berdampak dan memperkuat ideologi-ideologi dan nilai-nilai yang dominan
dalam sebuah budaya.
Misalnya, seorang peneliti mungkin melihat saling-hubungan (korelasi) antara kekerasan di
media dan sikap-sikap tentang maskulinitas (kelaki-lsakian) dalam sebuah budaya, atau
bagaimana kekerasan media memperkuat dan mencerminkan kebijakan luar negeri yang
2016
12
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kasar dari sebuah negara. Teori-teori sosiologis tentang media itu tidak bisa diukur. Namun,
itu lebih merupakan cara-cara teoretis tentang bagaimana melihat hubungan media dengan
budaya.
Teori Pudarnya Kepekaan (Desensitization):
Teori ini mengatakan, karena orang sudah terlalu banyak terekspos oleh kekerasan di
media, misalnya, maka kekerasan tidak lagi memberi dampak emosional pada dirinya.
Banyak orang tampaknya akan setuju dengan pandangan bahwa karena sering melihat
tayangan kekerasan di TV, maka seseorang tidak akan terlalu terganggu jika disuruh melihat
film yang mengandung adegan kekerasan.
Yang kini menjadi perdebatan, apakah orang juga akan kehilangan kepekaan terhadap
kekerasan dalam kehidupan nyata. Jika seseorang meninggalkan gedung bioskop sehabis
menonton film berisi adegan kekerasan, dan lalu melihat sesosok mayat nyata yang
tergeletak
di
jalan,
apakah
dia
tetap
mengalami
hilangnya
kepekaan?
Teori Narcoticizing Dysfunction:
Teori ini menyatakan, media jarang memberi energi pada orang untuk bertindak, seperti
mendorong orang untuk ke luar rumah dan memberi suara pada seorang kandidat dalam
Pilkada.
Sebaliknya,
media
justru
mendorong
orang
untuk
bersikap
pasif.
Banyak orang tenggelam dalam arus informasi dan berita yang begitu melimpah, sehingga
mereka justru cenderung menarik diri dari keterlibatan dalam isu-isu publik. Jadi,
keterlibatan intelektual mereka telah menjadi pengganti dari keterlibatan aktif konkret.
Misalnya: orang yang terlalu banyak mengunyah informasi tentang isu kemiskinan, dan ia
percaya telah melakukan sesuatu untuk menangani problem kemiskinan. Padahal, faktanya
ia hanya sangat tahu dan mendalami informasi tentang kemiskinan.
2016
13
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Teori Spiral of Silence:
Teori ini diperkenalkan oleh ilmuwan politik Jerman, Elisabeth Noelle-Neumann, dan
berangkat dari pendekatan psikologis.
Teori ini menegaskan, orang cenderung untuk tidak mengekspresikan opininya tentang topik
tertentu, jika orang itu merasa hanya sebagai minoritas, karena takut akan pembalasan,
pengucilan, atau dampak buruk lain dari pihak mayoritas. Maka, bisa terjadi, orang-orang
yang merasa mewakili suara mayoritas, dengan penuh percaya diri akan mudah
menyuarakan opininya di media.
Opini yang dimuat di media itu tidak mendapat tantangan, karena orang yang merasa
minoritas cenderung tidak membantahnya. Maka, meski sering digembar-gemborkan bahwa
media adalah wahana yang menerima opini seluruh kalangan masyarakat, nyatanya hanya
kalangan yang merasa mewakili suara mayoritas yang akan muncul di media.
Teori Penetapan Agenda (Agenda Setting):
Menurut teori ini, media menetapkan agenda bagi opini publik, dengan cara mengangkatisuisu tertentu. Sesudah mempelajari cara peliputan kampanye politik, ternyata dampak utama
media berita adalah dalam penetapan agenda. Misalnya, dengan memberitahu masyarakat
untuk berpikir tentang topik-topik tertentu.
Topik-topik yang tidak diangkat oleh media menjadi kurang atau tidak dianggap penting oleh
publik. Jadi, pengaruh media bukanlah dalam persuasi (bujukan) atau perubahan sikap
audiens. Penetapan agenda ini biasanya lebih sering dirujuk sebagai fungsi media, dan
bukan teori.
Agenda setting adalah kemampuan media untuk menentukan isu atau berita apa yang
dianggap penting, yang harus diperhatikan oleh publik, atau harus segera ditangani oleh
pemerintah. Isu yang dianggap penting itu bisa diberi porsi yang lebih besar dan
penempatan yang lebih menarik perhatian.
Untuk media suratkabar, hal itu berarti penempatan di halaman 1 dan pemberian space
yang lebih luas. Untuk media TV, hal itu bisa berarti penayangan pada alokasi slot prime
2016
14
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
time (antara jam 18.00-22.00, saat jumlah pemirsa terbanyak) dan pemberian durasi
penayangan yang lebih panjang.
Penetapan agenda oleh media bisa berpengaruh pada banyak hal. Misalnya: Popularitas
calon legislatif atau kandidat kepala daerah, yang sedang bertarung pada pemilihan umum
di wilayah tertentu. Kandidat yang dianggap lebih berkualitas bisa mendapat porsi
pemberitaan yang lebih besar, sehingga mereka menjadi lebih populer dan lebih
berperluang untuk menang.
Atau, media menentukan isu-isu apa --yang menyangkut kepentingan publik—yang harus
segera ditangani pemerintah. Misalnya, isu kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik, kenaikan
harga sembako menjelang bulan puasa, dan sebagainya.
Daftar Pustaka
Dennis O. Gehris & Linda F. Szul, Communication Technologies, 2002
John Pavlik, New Media Technology, 1998
Michael Mirabito, The New Communication Technology, 2001
Nuruddin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Hanitzch, thomas. 2011. Kritik budaya komunikasi(budaya,media,dan gaya hidup dalam
proses demokratisasi di indonesia). Yogyakarta: jalasutra
Denis McQuail. 1996, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Jakarta: Salemba
Humanika.
2016
15
Teknologi Komunikasi
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download