MODUL PERKULIAHAN PSIKOLOGI KOMUNIKASI PROSES KOMUNIKASI KELOMPOK Fakultas Program Studi FIKOM MARCOM & ADVERTISING Tatap Muka 06 & 07 Kode MK Disusun Oleh Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Abstract Kompetensi Modul ini berisi materi mengenai proses komunikasi kelompok dikaji dalam beberapa bagian, antara lain: Kelompok dan pengaruhnya pada perilaku komunikasi, faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok, dan bentuk-bentuk komunikasi kelompok. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan dinamika kelompok dan perubahan sikap dan perilaku. SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK Philip Zimbardo, profesor psikologi di Stanford University, membuat eksperimen yang kontraversial. Bersama beberapa orang rekannya, ia ingin mengetahui apakah perilaku tahanan dan penjaganya disebabkan oleh situasi penjara atau karakteristik mereka sendiri. Kira-kira 75 orang mahasiswa diseleksi secara klinis, dan 21 orang dipilih karena kepribadiannya dianggap dewasa dan stabil (sehat).mereka kemudian dimohon untuk ikut serta dalam eksperimen psikologi selama dua minggu dengan honorarium $15 sehari. Secara acak, setengahnya lagi sebagai tahanan. Supaya suasana eksperimen itu mirip kenyataan sebenarnya, para “tahanan” dijemput polisi dari rumah-rumah mereka. Masing-masing dituduh sebagai pencuri – digeladah, dibelenggu, diambil sidik jarinya, dan diinterogasi. Di penjara – sebetulnya ruang bawah tanah Gedung Psikologi Stanford – mereka ditelanjangi, disemprot dengan pembasmi kutu, diberi pakaian napi, dan ditempatkan pada sel sempit bersama dua orang “napi” lainnya. Mereka harus memperoleh izin penjaga untuk melakukan kegiatan rutin seperti menulis surat, merokok, atau menggunakan toilet. Para “penjaga” bekerja bergiliran. Ada tiga aplusan dalam sehari semalam. Mereka menggunakan seragam penjaga penjara, lengkap dengan kaca mata hitam, belenggu, pentungan karet, dan peluit, mereka dilarang menggunakan kekerasan, tetapi boleh berbuat apa saja untuk menjaga ketertiban dan keamanan. Apa yang terjadi? Dalam tempo enam hari, terjadi hal-hal yang mengerikan. Para tahanan menjadi depresif dan pasif. Sementara itu, penjaga lebih otoriter, brutal, dan memaksa tahanan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tidak senonoh. Mahasiswa-mahasiwa yang normal, sehat, dan terpelajar telah berubah menjadi “psikopat”. Empat orang dibebaskan setelah lima hari karena berteriak-teriak histeris, menderita kecemasan, dan gejala-gejala depresi lainnya. Seoarng di antara mereka dikeluarkan karena menunjukkan gejala psikosomatis. Setelah seminggu, eksperimen dihentikan. Para tahanan gembira, tetapi para penjaga kecewa. (Zimbardo, Haney, dan Banks, 1973) Berdasarkan eksperimen ini, Zimbardo menyimpulkan bahwa perilaku sadistis para penjaga penjara, dan perilaku pasif para tahanan, bukan disebabkan oleh “pembawaan” mereka, melainkan karena pengaruh kelompok rujukan yang diidentifikasi mereka. Banyak kritik dilontarkan pada eksperimen ini – dari metodologis dan etis juga. Namun apa pun kelemahannya, peneliti ini membuktikan pengaruh kelompok pada perilaku anggotaanggotanya. 2016 2 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kita semua menjadi kelompok – bahkan berbagai kelompok. Anda boleh jadi anggota kelompok studi mahasiswa, kelompok pencinta alam, KNPI, Karang Taruna, atau Children of God. Setiap hari kita masuk dalam kegiatan kelompok – sejak diskusi ringan di meja makan sampai jembatan hangat di ruang sidang. Kelompok menentukan cara Anda berkata, berpaiakain, bekerja – juga keadaan emosi Anda, suka dan duka Anda. Karena itu, komunikasi kelompok telah digunakan untuk saling bertukar informasi, menambah pengetahuan, memperteguh atau mengubah sikap dan perilaku, mengembangkan kesehatan jiwa, dan meningkatkan kesadaran. Departemen Penerangan membina Kelompencapir untuk meningkatkan pengetahuan pendengar, pembaca, dan pirsawan media massa di desa-desa. (begitu pula, departemen – departemen yang lain, sehingga satu-satunya peningkatan kekayaan di desa adalah jumlah kelompok yang mereka masuki.) Penataran P4 menggunakan diskusi kelompok untuk memperteguh keyakinjan orang akan kebenaran (dan kesakitan) Pancasila. Para Da’i menggunakan kegiatan kelompok – disebut usrah – untuk meningkatkan perkembnagan rohaniah dan kesadaran beragama. Pembahasan ini akan dimulai dengan pembicaraan tentang klasifikasi kelompok dan pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi. setelah itu. Kita akan melacak faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan komunikasi kelompok – seperti biasa, dengan melihat faktor personal dan situasional. Dengan latar belakang tersebut, kita masuki proses komunikasi kelompok preskriptip dan kelompok komunikasi deskriptif. KELOMPOK DAN PENGARUHNYA PADA PERILAKU KOMUNIKASI Para psikolog juga mengenal mode. Pada tahun 1960-1n, tema utama mereka adalah persepsi sosial. Pada dasawarsa berikutnya, tema ini memudar. Studi tentang pembentukan dan perubahan sikap juga mengalami pasang surut. Pernah menjadi mode sampai tahun 1950-1n, memudar pada dasawarsa berikutnya, dan populer lagi pada akhir 1970-an. Begitu pula studi kelompok. Pada tahun 1940-an, ketika dunia dilanda perang, kelompok menjadi pusat perhatian, setelah perang, perhatian beralih pada individu, dan ini bertahan sampai pertengahan 1970-1n. Akhir 1970-an, minat yang tinggi tumbuh kembali pada studi kelompok, dan – seperti diramalkan Steiner (1974) – menjadi dominan pada pertengahan 1980-an. Para pendidik melihat komunikasi kelompok sebagai metode pendidikan yang efektif. Para manajer menemukan komunikasi kelompok sebagai wadah yang tepat untuk melahirkan gagasan-gagasan kreatif. Para psikiater mendapatkan komuniaksi kelompok sebagai wahana untuk memperbaharui kesehatan mental. Para ideolog juga menyaksikan 2016 3 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id komunikasi kelompok sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran politik-ideologis. Minat yang tinggi ini telah memperkaya pengetahuan kita tentang berbagai jenis kelompok dan pengaruh kelompok pada perilaku kita. Klasifikasi Kelompok Tidak setiap himpunan orang disebut kelompok. Orang-orang yang berkumpul di terminal bus, yang antri di depan loket bioskop, yang berbelanja di pasar, semua disebut agregat – bukan kelompok. Supaya agregat menjadi kelompok diperlukan kesadaran pada anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak sellau formal) dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggota nya. Jadi, dengan perkataan lain, kelompom mempunyai dua tanda psikologis. Pertama, angggota kelompok merasa terikat dengan kelompok – ada sense of belonging – yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota. Kedua, nasib anggota-anggota kelompok saling bergantung sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain (Baron dan Byrne, 1979: 558). Para ahli psikologi – juga ahli sosiologi – telah mengembangkan berbagai cara untuk mengklasifikasikan kelompok. Di sini, kita akan menjelaskan empat dikotomi: primersekunder, ingroup-outgroup, rujukan keanggotaaan, deskriptip-preskriptif. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder Walaupun kita menjadi anggota banyak kelompok, kita terikat secara emosional pada bebrapa kelompok saja. Hubungan kita dengan keluarga kita, kawan-kawan sepermainan, dan tetangga-tetangga yang dekat (di kampung kita, bukan di real estates), terasa lebih akrab, lebih personal, lebih menyentuh hati kita. Kelompok seperti ini disebut oleh Charles Horton Cooley (1909) sebagai kelompok primer. “Be primary group I mean those characterized by intimate face to face association and cooperation”, tulis Cooley dalam bukunya yang klasik Social Organization. Tentu saja, definisi ini tidak secara lengkap memaparkan karakteristik kelompok primer. Kelompok sekunder, secara sederhana, adalah lawan kelompok primer. Hubungan kita dengannya tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Termasuk ke dalam kelompok sekunder ialah organisasi massa, fakultas, serikat buruh, dan sebagainya. 2016 4 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kita dapat melihat perbedaan utama antara kedua kelompok ini dari karakteristik komunikasinya. 1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas 2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal 3. Pada kelompok primer, komunikasi lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi. Ingroup dan Outgroup Ingroup adalah kelompok – kita, dan outgroup adalah kelompok – mereka. Ingroup dapat berupa kelompok primer maupun sekunder. Keluarga kita adalah ingroup yang kelompok primer. Fakultas kita adalah ingroup yang kelompok sekunder. Perasaan ingroup diungkapkan dengan kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan kerjasama. Untuk membedakan ingroup dan outgroup, kita membuat batas (boundaries), yang menentukan siapa masuk orang dlam, dan siapa orang luar. Batas-batas ini dapat berupa lokasi geografis (Indonesia, Malaysia), suku bangsa (Sunda, Jawa), pandangan atau ideologi (kaum Muslimin, kaum Nasrani, Marxis), pekerjaan atau profesi (dokter, tukang becak), bahasa (Jerman, Spanyol), status sosial (kelompok menengah, elit), dan kekerabatan (keluarga, clans). Dengan mereka yang termasuk dalam lingkaran ingroup, kita merasa terikat dalam semangat “kekitaan” (we-ness). Semangat ini lazim disebut kohesi kelompok (cohesiveness), yang akan kita jelaskan kemudian. Disini, cukuplah kita menyaksikan eksperimen kohesi dan konflik dari Muzafer Sherif dan kawan-kawannya (Sherif, White, Hood, dan Sherif, 1961). Kelompok Keanggotan dan Kelompok Rujukan Bila Cooley membedakan kelompok primer dan skunder, dan Sunner membagi kelompok menjadi ingroup dan outgroup, maka Theodore Newcomb, pada tahun 1930-an, melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Newcomb, dalam penelitiannya pada mahasiwi-mahasiswi-mahasiswi Bennington College, menemukan kenyataan yang mengherankan. Banyak mahasiswi yang berasal dari keluarga konservatif berubah menjadi makin liberal dengan makin tingginya tingkat mereka di Bennington College – perguruan tinggi yang memang beraliran liberal. Memang, ada juga beberapa mahasiswi yang bereaksi keras terhadap norma yang ada di College itu. Mereka berkata, “Aku ingin menantang semua orang liberal yang ribut itu, Aku bangun benteng dalam diriku, menolak apa yang mereka omongkan.......Aku memutuskan untuk tetap berpegang pada pikiran ayahku.” 2016 5 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Mahasiswi-mahasiswi itu semua anggota civitas academica Bennington College. Bennington College adalah kelompok keanggotaan mereka. Tetapi tidak seluruhnya melihat pada College ini sebagai pedoman nilai yang mereka anut. Sebagian besar memang menyesuaikan dirinya dengan sikap liberal College itu. Kelompok ini – menurut Newcomb – menjadikan College sebagai positive reference group. Sedangkan mereka yang tetap konservatif melihat keluarga mereka sebagai positif reference group, dan College mereka sebagai negative reference group. Dari sini lahir definisi kelompok rujukan sebagai kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri senidiri atau untuk membentuk sikap. Jika Anda menggunakan kelompok itu sebagai teladan bagaimana seharusnya bersikap, kelompok itu menjadi kelompok rujukan positif; dan jika Anda menggunakannya sebagai teladan bagaimana seharusnya kita tidak bersikap, kelompok itu menjadi kelompok rujukan negatif. Kelompok yang terikat dengan kita secara nominal adalah kelompok rujukan kita; sedangkan yang memberikan kepada kita identifikasi psikologis adalah kelompok rujukan. Para ahli persuasi sudah lama menyadari peranan kelompok rujukan dalam memperteguh atau mengubah sikap dan perilaku. Erwin P. Bertinghaus (1973:95-96) menyebutkan caracara menggunkaan kelompok rujukan dalam persuasi: 1. Jika kita mengetahui kelompok rujukan khalayak kita, hubungkanlah pesan kita dengan kelompok rujukan itu, dan fokuskanlah perhatian mereka kepadanya. Tentu saja bila pesan kita ingin diterima, gunakanlah kelompok rujukan positif yang mendukung pesan kita. 2. Kelompok-kelompok itu mempunyai nilai yang bermacam-macam sebagai kelompok rujukan. Bagi sebagian orang, keluarga mungkin lebih penting dari organisasi massa; bagi orang lain, sebaliknya. Dalam merencanakan pesannya, komunikator harus memperhitungkan relevansi dan nilai kelompok rujukan yang lebih tepat bagi kelompok tertentu. 3. Kelompok keanggotan jelas menentukan serangkaian perilaku yang baku bagi anggota-anggotanya. Standar perilaku ini dapat digunakan untuk menambah peluang diterimanya pesan kita. 4. Suasana fisik komunikasi dapat menunjukkan kemungkinan satu kelompok rujukan didahulukan dari kelompok rujukan yang lain. Buat para penonton bioskop, kelompok artis lebih baik ditonjolkan daripada kelompok para kiai. Sebaliknya di masjid, para pemain musik rock tidak baik untuk dijadikan rujukan. 5. Kadang-kadang kelompok rujukan yang positif dapat dikutip langsung dalam pesan, untuk mendorong respons positif dari khalayk. “Menurut Kiai yazid, memilih PPP 2016 6 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tidak wajib”, begitu ujar juru kampanye Golkar di depan para santri sebuah pesantren. Anda tentu maklum maksudnya. Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif John F. Cragan dan David W. Wright (1980:45) dari Illinois State University, membagi kelompok pada dua kategori: deskriptif dan preskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Kategori preskriptif mengklasifikasikan kelompok menurut langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya. Untuk kategori deskriptif, kita dapat “mengelompokkan” kelompok berdasarkan tujuannya. Barlund dan Haimann (1960) menjejerkan kelompok-kelompok itu dari tujuan yang bersifat interpersonal sampai tujuan yang berkenaan dengan tugas (task) kelompok. Mereka menyusunnya dalam rentangan kontinuum seperti berikut: Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok pembuat Kelompok Sepintas Katarlis belajar kebijaksanaan aksi I-----------------------I------------------I-----------------------I-----------------------------I-Kelompok sepintas (casual groups) dibentuk hanya semata-mata untuk “membina hubungan manusiawi yang hnagat”. Kelompok kataris dimaksudkan untuk melepaskan tekanan batin atau frustasi anggota-anggotanya. Kelompok belajar tentu dibentuk untuk menambah informasi. Kelompok pembuat kebijaksanaan dan kelompok aksi kedua-duanya dibentuk untuk menyelesaikan tugas berupa perumusan-perumusan kebijakan atau tindakan. Ketika pada tahun 1960-an muncul kelompok pertemuan (encounter group) dan kelompok penyadar (consciousness-raising group), klasifikasi diatas tidak memadai lagi. Kelompok pertemuan lahir di dunia psikiatri, dibentuk untuk pencerahan intrapersonal, untuk pertumbuhan kesehatan mental. Termasuk ke dalamnya T-groups, kelompok terapi, dan kelompok sensitivitas. Eklompok penyadar lahir di dunia politik, dibentuk untuk menimbulkan kesadaran identitas sosial-politik yang baru. Sekarang klasifikasi deskriptif dapat dilihat pada Tabel 4. 2016 7 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Tabel 4 Klasifikasi Deskriptif berdasarkan Tujuan Nama kelompok Tujuan Sepintas Bermain Pertemuanj Pertumbuhan Interpersonal Penyadar Identitas sosial-politik yang baru Katarsis Melepaskan perasaan Belajar Pencerahan intelektual Tugas Kerja Akhir-kahir ini, dengan melihat tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, para ahli komuniaksi kelompok meringkasnya menjadi tiga kelompok saja: kelompok tugas, kelompok pertemuan, dan kelompok penyadar. Sedangkan kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Masih menurut Cragan dan Wright (1980:45), ada enam format kelompok, yaitu diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokuium, dan prosedur parlementer. Pengaruh Kelompok pada perilaku Komunikasi Di sini, kita akan mengulas tiga macam pengaruh kelompok: konformitas, fasilitasi sosial, dan polarisasi. Konformitas (Conformity) Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para banggota untuk mengatakan dan melkukan hal yang sama. Jadi, kalau Anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturlah rekan-rekan Anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika Anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekanrekan Anda secara berurutan menunjukkan persetujuan mereka. Tumbuhkan kesan seakanakan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga. Menurut Kiesler dan Kiesler (1969), konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang real atau yang dibayangkan. 2016 8 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas.betulkah kita dapat mempengaruhi orang bersepakat dengan memanipulasikan tekanan kelompok? Betul, dengan mempertimbangkan beberapa persyaratan. Konformitas adalah produk interaksi antara faktor-faktor situasional dan faktor-faktor personal. Faktor-faktor situasional yang menentukan konformitas adalah kejelasan situasi, konteks sitausi, cara menyampaiakan penilaian, karakteristik sumber pengaruh, ukuran kelompok, dan tingkat kesepkatan kelompok. Namun, apakah Anda termasuk orang yang senang melawan konformitas?disamping faktorfaktor situasional, beberapa faktor personal erat kaitannya dengan konformitas – usia, jenis kelamin, stabilitas emosional, otoritarianisme, kecerdasan, motivasi, dan harga diri. Pada umumnya, makin tinggi usia anak, makin mandiri ia, makin tidak bergantung pada orangtua, dan makin kurang kecenderungannya untuk konformitas. Fasilitasi Sosial Banyak istilah teater yang mengalami kejadian aneh. Waktu latihan, mereka selalu merasa akting mereka selalu mengecewakan. Waktu pertunjukan yang sebenarnya, prestasi akting mereka meningkat tanpa mereka pahami. Ketika mereka merintih, air mata meraka betulbetul kleuar, dan suara mereka benar-benar suara yang bergetar penuh derita. Hal yang pertama juga terjadi pada para pemusik, pelukis, orator, atau guru. Prestasi individu yang meningkat karena disaksikan kelompok disebut Allport sebagai fasilitasi sosial. Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya “mudah”) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga terasa menjadi lebih “mudah”. Polarisasi Whyte (1956) dalam bukunya yang terkenal, The Organization Man, menyarankan kepada pimpinan perusahaan untuk membentuk panitia bila ingin memperoloeh nasihat yang konservatif. Ada anggapan yang kuat bahwa dalam kelompok, individu menjadi kurang berani, kurang kreatif, dan kurang inovatif, kelompok cenderung untuk menghindari risiko. Anggapan ini kemudian dipersoalkan oleh Stoner (1961) dalam penelitiannya untuk tesis masternya di Massachusetts Institute of Technology. Ia menemukan bahwa orang justru cenderung membuat keputusan yang lebih berani ketika mereka berada dalam kelompok daripada ketika mereka sendirian. Gejala ini kemudian dikenal sebagai geseran risiko. Penelitian ini telah mendorong penelitian-penelitian lain, yang memperkuat kesimpulan Stoner. Selama sepuluh tahun teori ini menguasai dunia psikologi sosial dan mengundang berbagai penafsiran. Ada yang mengatakan bahwa geseran risiko terjadi karena difusi 2016 9 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tanggung jawab, dalam kelompok, individu dapat berbagi tanggung jawab dengan orang lain sehingga risiko kegagalan juga ditanggung bersama. Lebih tepat kalau memasukkan geseran risiko ini pada gejala yang lebih umum, yaitu geseran menuju polarisasi. Yang terjadi dalam komunikasi kelompok sebenarnya begini. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diksusi mereka akan menentangnya lebih keras lagi. Pola risasi mengandung beberapa implikasi yang negatif. Pertama, kecenderungan ke arah ekstremisme menyebabkan peserta komunikasi menjadi lebih jauh dari dunia nyata; karena itu, makin besar peluang bagi mereka untuk berbuat kesalahan. Produktivitas kelompok tentu menurun. Gejala ini disebut Irving Janis sebagai groupthink. Kedua, polarisasai akan mendorong ekstremisme dalam kelompok gerakan sosial atau politik. Kelompok seperti ini biasanya menarik anggota-anggota yang memiliki pandangan yang sama. Ketika mereka berdiskusi, pandangan yang sama ini makin dipertegas sehingga mereka makin yakin akan kebenarannya. Keyakinan ini disusul dengan merasa benar sendiri dan menyelahkan kelompok lain. Proses yang sama terjadi pada kelompok saingannya. Terjadilah polarisasi yang menakutkan di antara berbagai kelompok dan di dalam masing-masing kelompok (Myers dan Bishop, 1970). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok Keefektifan kelompok adalah adalah “the accomplishment of the recognized objectives of cooperative action” (Barnard, 1938:55). Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: melaksanakan tugas kelompok dan emmelihara moral anggotaanggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok – disebut prestasi (performance). Tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfaction). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari berapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Karena itu, faktor-faktor keefeketifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok. (faktor situasional) dan pada karakteristik para anggotanya (faktor personal). 2016 10 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Ukuran kelompok Ada dua peribahasa Inggris yang saling bertentangan “Two heads are better than one” dan “Two many cooks spoil the broth”. Mana yang betul, “lebih banyak anggota kelompok, lebih baik” atau makin banyak anggota makin kacau”? jawaban para psikolog sosial ternyata tidak sederhana. Hubungan antra ukuran kelompok denga prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Kita dapat membedakan dua macam tugas kelompok: tugas koaktif dan tugas interaktif. Pada tugas yang pertama, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas yang kedua, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara terorganisasi untuk menghasilkan produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Jaringan Komunikasi Dalam hubungannya dengan prestasi kelompok, Leavitt (1951: 46) menemukan bahwa roda yang paling memusat dari sleuruh jaringan komunikasi – menghasilkan produk kelompok yang tercepat dan terorganisasi. Kelompok lingkaran yang paling tidak memusat adalah yang paling lambat dalam memecahkan soal. Lingkaran cenderung melhirkan sjumlah besar kesalahan. Shaw (1954) memperkuat kesimpulan Leavitt, tetapi dengan catatan: Kelompok roda hanya efektif bila mereka memecahkan persoalan yang mudah. Bila masalahnya kompleks, kelompok lingkaran yang lebih cepat. Penelitian-penelitian berikutnya menemukan pola komunikasi yang paling efektif: yaitu, pola semua saluran. Karena pola semua saluran tidak terpusat pada satu orang pemimpin, pola ini juga paling memberikan lepuasan kepada anggota-anggotanya, dan yang paling cepat menyelesaikan tugas bila tugas itu berkenaan dengan masalah yang sukar. Pola roda adalah pola komuniaksi yang memberikan kepuasan paling rendah. Kohesi Kelompok Kohesi kelompok di definisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok (Collins dan Raven, 1964). Kohesi diukur dari [1] ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain, [2] ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok, dan [3] sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya (McDavid dan Harari, 1968:280). Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan. Marquis, Guetzkow, dan Heyus (1951) mengamati anggota-anggota yang menghadiri berebgaai konferensi. Ia menemukan makin kohesif kelompok yang diikuti, makin besar tingkat kepuasan anggota. Rensis Likert, konsultan manajemen di University of Michigan, menemukan bahwa kohesi kelompok 2016 11 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id berkaitan erat dengan produkivitas, moral, dan efisiensi komunikasi. dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindung. Karena itu, komunikasi menjadi lebih bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Kepemimpinan Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok (Cragan dan Wright, 1980:73). Seorang pemimpin dapat ditunjuk atau muncul setelah proses komunikasi kelompok. Apa pun yang terjadi, kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan keefektifan komuniaksi kelompok. Faktor Personal: Karakteristik Anggota Kelompok Cragan dan Wright menyebutkan dua dimensi interpersonal yang mempengaruhi keefektifan kelompok – kebutuhan interpersonal dan proses interpersonal – disamping perbedaan individual seperti usia, suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kepribadian, dan homogenitas atau heterogenitas kelompok. Proses interpersonal meliputi ketebukaan (disclosure), percaya, dan empati. Di bab ini hanya akan menguraikan kebutuhan interpersonal. Kemudian menambahkan tindak komunikasi dan peranan anggota kelompok. Kebutuhan Interpersonal Kebutuhan interpersonal ini – pada diri seseorang – mungkin berkekurangan, berlebihan, atau ideal. Untuk selanjutnya, akan diuraikan teori dari Cragan dan Wright (1980: 153- 155). Inklusi: ketika kita pertama kali memasuki kelompok, biasanya kita cemas bagaimana seharusnya kita menyesuaikan diri. Kita takut diabaikan; kita cemas bagaiamna kita harus melibatkan diri dengan kelompok dan berhubungan dengan anggota kelompok yang lain; artinya, sejauh mana kita harus melakukan interaksi sosial. Kontrol: pembagian kerja yang harus dilakuan agar kelompok tugas produktif menimbulkan perlunya kontrol. Sebagian orang sangat kompetitif, menonjol, dan percaya diri dalam menstruktur berbagai tugas individu. Afeksi: kebutuhan akan kasih sayang adalah dimensi emosional kelompok. Sejauh mana kita disukai oleh anggota kelompok yang lain? Sejauh mana kita harus akrab dan dekat dengan meraka? Apakah ada klik dalam kelompok kita? Apakah ada orang-orang yang 2016 12 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id begitu berdekatan sehingga tidak mau melakukan percakapan akrab dengan kita dalam kelompok? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang kita tanyakan untuk meuaskan kebutuhan kita kan kasih sayang dalam kelompok kecil. Tindak Komunikasi Bila kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha menyampaikan atau menerima informasi – secara verbal atau non verbal. Marilah kita lihat rapat “gelap” para dosen di sebuah fakultas. Dosen A: Saudara-saudara, kita bertemu untuk menilai kebijakan Dekan uang mengharuskan adanya surat izin bagi kegiatan pengabdian masyarakat. Dosen B: Benar, kebijakan beliau ini memang menyulitkan posisi kita. Coba bayangkan, sebelum...... Dosen C: (Menginterupsi): Menyulitkan, siapa bilang? Kebijakan itu justru dimaksudkan untuk membantu kita. Dosen D: (Menarik napas, menekan sandaran kursi ke belakang, dan menggigit pensilnya.) Dosen C: (Melanjutkan pembicaraannya, ditujukan kepada Dosen B): Saya selalu melihat Dekan berusaha meningkatkan kualitas kita. Sayangnya, kita tidak pernah mempunyai kualitas sehingga ia meningkatkan sesuatu yang tida ada. (Dosen-dosen yang lain tertawa.) Satuan komunikasi di atas – berupa pernyataan, pertanyaan, pendapat, atau isyarat – kita sebut sebagai tindak komuniaksi. Peranan Seperti tindak komunikasi , pernan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Peranan yang pertama disebut pernan tugas kelompok (group task roles); yang kedua, peranan pemelihara kelompok (group building and maintenance roles); yang ketiga, peranan individual (“individual” roles). Peranan Tugas Kelompok: Tugas kelompok ialah memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Pernanan tugas berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok. Setiap anggota boleh saja menjalankan lebih dari satu peranan dalam komunikasi kelompok. 2016 13 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id a. Initiator-contributor menyarankan atau mengusulkan kepada kelompok gagasangagasan baru atau cara baru yang berkenaan dengan masalah atau tujuan kelompok. b. Information Seeker (pencari informasi) meminta penjelasan saran yang diajukan ditinjau dari kecermatannya, otoritasnya, dan fakta yang berkenaan dengan masalah yang dibicarakan. c. Opinion Seeker (pencari pendapat) bukan hanya menanyakan fakta suatu kasus, tetapi juga penjelasan mengenai nilai yang relevan dengan usaha kelompok atau nilai-nilai yang mendasari saran diajukan atau saran alternatif. d. Information giver (pemberi informasi) memberikan fakta atau generalisasi yang “otoritatif”, atau menghubungkan pengalamannya sendiri dengan maslah kelompok. e. Opinion giver (pemberi pendapat) menyatakan keyakinan atau pendapatnya yang relevan dengan saran yang diajukan atau saran alternatif. Yang menjadi pokok usulnya adalah apa yang harus menjadi pandangan kelompok, dan bukan fakta atau informasi yang relevan. f. Elaborator (penjabar) menjabarkan saran-saran dengan contoh-contoh atau dengan makna yang lebih luas, memberikan dasar rasional dari saran yang sudah dibuat, dan berusaha menyimpulkan konsekuensi gagasan atau saran itu jika diambil oleh kelompok. g. Summarizer (penyimpul) mengumpulkan gagasan, saran, dan komentar anggota kelompok dan keputusan kelompok untuk membantu menentukan di mana posisi kelompok dalam proses berpikir atau tindakannya. h. Coordinator-integrator (pemadu) memperjelas hubungan di antara berbagai gagasan dan saran, berusaha mengambil gagasan-gagasan pokok dari kontribusi anggota dan memadukannya menjadi keseluruhan yang bermakna. i. Orienter (pengarah) mendefinisikan posisi kelompok dalam hubungannya dengan tujuan kelompok, titik tolak arah tujuan yang disepakati, atau mengajukan pertanyaan tentang arah pembicaraan kelompok. j. Disagreer (pembantah) memberikan pandangan yang berbeda, mengajukan bantahan, menujukkan kesalahan fakta atau penalaran. k. Evaluator-critic (evaluator kritikus) mengukur prestasi kelompok berdasarkan serangkaian standar kerja kelompok dalam konteks tugas kelompok. Ia dapat menilai atau mempertanyakan “kepraktisan”, “logika”, “fakta” atau “prosedur” saran atau unit diskusi kelompok. l. Energizer (pendorong) mendorong kelompok untuk bertindak atau mengambil keputusan, berusaha mendorong kelompok untuk bergerak “lebih baik” atau “lebih cepat”. 2016 14 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id a. Procedural-technician (petugas teknik) melayani keperluan kelompok untuk melaksanakan tugas rutin; misalnya menyebarkan bahan, menggerakkan objek, mengatur tempat duduk, menjalankan alat perekam, dsb. b. Recorder (pencatat) menuliskan saran, keputusan kelompok, dan produk diskusi. Peranan Pemeliharaan Kelompok: Di bawah ini adalah daftar peranan yang dimaksudkan untuk memelihara hubungan emosional di antara anggota-anngota kelompok. a. Encourager (penggalak) memuji, menyetujui, dan menerima kontribusi anggota yang lain. Ia menunjukkan kehangatan dan kesetiakawanan dalam sikapnya terhadap anggota kelompok yang lain, memberikan penghargaan dan pujian dalam berbagai hal menunjukkan pengertian dan penerimaan terhadap pandangan, gagasan, dan saran orang lain. b. Harmonizer (wasit) melerai pertikaian di antara anggota-anggota yang lain, berusaha mendamaikan perbedaan, mengurangi ketegangan pada situasi konflik – melalui lelucon atau kata-kata yang menenteramkan. c. Compromiser and expediter (penjaga gawang) berusaha membuka saluran komunikasi dengan mendorong partisipasi yang lain (“Kita belum mendengar pendapat tuan X”) atau dengan mengusulkan aturan arus komuniaksi (“Sebaiknya kita membatasi lamanya pembicaraan sehingga setiap orang punya kesempatan untuk memberikan kontribusinya”). d. Information giver (pemberi informasi) memberikan fakta atau generalisasi yang “otoritatif”, atau menghubungkan pengalamannya sendiri dengan masalah kelompok. e. Standard Setter or ego ideal (pembuat aturan) menetapkan kriteria kelompok dalam menjalankan fungsinya atau menggunakan kriteria dalam menilai kualitas proses kelompok. f. Group observer and commentator (pengamat kelompok) menyimpan catatan berbagai aspek proses kelompok dan memberikan data tersebut berikut penafsirannya untuk dipakai oleh kelompok dalam emnilai prosedurnya. g. Follower (pengikut) mengikuti gerakan kelompok, secara pasif menerima gagasan yang lain, berfungsi sebagai pendengar dalam diskusi dan pengambilan kesimpulan. Peranan Individual: Usaha anggota kelompok untuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengan tugas kelompok, yang “berpusat pada individu” disebut peranan individual. a. Aggressor berbuat macam-macam – merendahkan status yang lain, menolak nilai, tindakan, atau perasaan yang lain; menyerang kelompok atau masalah yang 2016 15 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id diatasinya; iri hati pada kontribusi yang lain, dan beruapaya mengakui kontribusi itu untuk dirinya; dan seterusnya. b. Blocker (penghambat) cenderung bersikap negatif dan secara kepala batu selalu menolak, membantah, dan menentang tanpa alasan yang kuat, dan berusaha mempertahankan atau membuka kembali persoalan yang sudah ditolak oleh kelompok. c. Recognition seeker (pencari muka) berusaha dengan berbagai cara menarik perhatian orang, sering dengan membual, melaporkan kehebatan pribadinya, bertindak dengan cara yang tidak biasa, berjuang untuk tidak ditempatkan posisi “rendah”, dan seterusnya. d. Self confessor (pengungkap diri) menggunakan kesempatan yang disediakan oleh kelompok untuk mengungkapkan “perasaan”, “wawasan”, “ideologi” yang bersifat pribadi dan tidak ada sangkut-pautnya dengan kelompok. e. Playboy menunjukkan ketidakacuhannya terhadap proses kelompok dengan sikap sinisme, bermain-main, acuh tak acuh, dan perilaku lainnya yang tidak layak. f. Dominator berusaha menegaskan otoritas atau superioritasnya ketika mengendalikan kelompok atau anggota-anggota tertentu. Dominasi ini dapat berbentuk kata-kata menjilat, menegaskan status yang tinggi, perilaku otoritatif, merendahkan kontribusi yang lain, dsb. g. Help seeker berusaha menarik simpati dari anggota kelompok yang lain atau dari seluruh kelompok dengan mengungkapkan rasa tidak aman, kebingungan atau ketidaktahuan. h. Special interest pleader (sponsor kepentingan khusus) berbicara atas nama “orang kecil”, “masyarakat”, “kaum ibu”, “buruh”, dst. Biasanya dengan menyembunyikan prasangka atau biasnya dalam bentuk stereotip yang sesuai dengan kebutuhan individualnya. Bentuk – bentuk Komunikasi Kelompok Kita dapat membagi kelompok pada dua kategori: deskriptif dan preskriptif. Pada bagian akhir bab ini, kita akan menunjukkan berbagai tahap komunikasi yang terjadi pada kelompok-kelompok deskriptif dan melukiskan langkah-langkah rasional pada kelompokkelompok preskriptif, yang meliputi format dan sistem agenda. 2016 16 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Komunikasi Kelompok Deskriptif Di muka telah dijelaskan bahwa para ahli komunikasi kelompok menunjukkan tiga kategori kelompok yang besar – kelompok tugas, kelompok pertemuan, dan kelompok penyadar. Untuk setiap kategori kelompok terdapat beberapa model yang melukiskan tahapan perkembangan proses kelompok. Untuk sekadar memperkenalkan, kita hanya akan mengambil sebuah model untuk setiap kelompok. Yang berminat dianjurkan untuk membaca Cragan dan Wright (1980). Kelompok Tugas: Model Aubrey Fisher meneliti tindak komunikasi kelompok tugas, dan menemukan bahwa kelompok melewati empat tahap: orientasi, konflik, pemunculan, dan peneguhan. Pada tahap pertama, setiap anggota berusaha saling mengenal, saling menangkap perasaan yang lain, mencoba menemukan peranan dan satatus. Ini adalah tahap pemetaan masalah. Tindak komunikasi pada tahap ini umumnya menunjukkan persetetujuan, mempersoalkan pernyataan, dan berusaha memperjelas informasi. Anggota kelompok cenderung tidak seragam dalam menafsirkan usulan. Pada tahap kedua – konflik – terjadi peningkatan perbedaan di antara anggota. Masing-masing berusaha mempertahankan posisinya. Terjadi polarisasi dan kontraversi di antara anggota kelompok. Tindak komunikasi pada tahap ini kebanyakan berupa pernyataan tidak setuju, dukungan pada pendirian masing-masing, dan biasanya menghubungkan diri dengan pihak yang pro atau kontra. Pada tahap ketiga – pemunculan (emergence) – orang mengurangi tingkat polarisasi dan perbedaan pendapat. Di sini, anggota yang menentang usulan tertetu menjadi bersikap tidak jelas. Tindakan komunikasi umumnya berupa usulan-usulan yang ambigu. Pada tahap keempat – peneguhan – para anggota memperteguh konsensus kelompok. Mereka mulai memberikan komentar tentang kerja sama yang baik dalam kelompok dan memperkuat keputusan yang diambil oleh kelompok. Pernyataan umumnya bersifat positif dan melepaskan ketegangan. Kelompok Pertemuan: Model Bennis dan Shepherd Pada tahun 1946 Kurt Lewin secara tidak sengaja menemukan dasar-dasar yang munculnya kelompok sensitivitas. Pada tahun 1960-an muncul kelompok pertemuan yang digunakan oleh para psikolog untuk melatih pasien menemukan dirinya sendiri. Carl Rogers melihat manfaat kelompok pertemuan untuk pengembangan diri. Pada tahun 1970-an para peneliti menemukan bahwa kelompok pertemuan bukan saja dapat membantu pertumbuhan diri, tetapi juga mempercepat penghancuran diri. Beberapa peneliti mencatat adanya kerusakan psikis akibat kepemimpinan kelompok yang merusak. Seperti kita ketahui, orang memasuki kelompok pertemuan untuk mempelajari diri mereka dan mengetahui bagaimana mereka dipersepsi oleh anggota yang lain. Banyak model yang dikemukakan, tetapi disini kita akan 2016 17 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id mengarmbil model Bennis dan Shepherd, yang uraiannya kita kutip dari Cragan dan Wright (1980). Tahap satu: Kebergantungan pada otoritas: Bila dua belas orang berkumpul melingkar dan saling melihat secara kaku selama beberapa menit, seorang anggota segera memecahkan ketegangan dengan humor. Tidak lama kemudian seseorang mulai terganggu; ia marah karena pemimpinnya (yang sudah terlatih sebelumnya) menolak memberikan pengarahan dan menyusun acara sehingga muncul pemimpin baru. Subfase satu ditandai dengan harapan bahwa pelatih akan segera mengambil alih pimpinan. Ketika tenyata ini tidak terjadi, subfase kedua dimulai dengan terbentuknya koalisi di antara beberapa orang anggota, dan menyerang pelatih karena tidak mau memimpin. Koalisi lainnya segera terbentuk dan mempertahankan hak pemimpin untuk tidak memimpin. Pemberontakan mulai menang. Akhirnya anggota kelompok “menemukan” bahwa mereka bebas membentuk struktur mereka sendiri dan pengalaman mereka sendiri yang unik. Inilah subfase ketiga. Tahap dua: kebergantungan satu sama lain: Setelah kelompok menyadari bahwa mereka mandiri, mereka segera terpesona satu sama lain dan menjalani ‘bulan madu yang palsu”. Mereka yakin bahwa mereka telah menyelesaikan konflik dan menyingkirkan “wajah palsu” mereka; mereka bergiliran menunjukkan betapa lucunya keadaan mereka ketika kelompok mereka dimulai, dan sekarang merasa betapa mereka jujur dan terbuka diantara sesama merreka. Bulan madu yang palsu ini berlangsung singkat, dan anggota segera meninggalkan fase kepuasan menuju fase kedua – kekecewaan. Subfase kedua ditandai dengan usaha sungguh-sungguh untuk menemukan identitas yang sebenarnya dari setiap anggota kelompok. Ketika sebagian anggota mengungkapkan pribadinya dan yang lain menolak bersikap terbuka yang sama, kelompok pecah menjadi duakoalisi – yang satu mendukung lebih banyak keterbukaan interpersonal, dan yang lain menentangnya. Inilah periode kehidupan kelompok pertemuan ketika banyak orang mengalami pertumbuhan diri; namun ini juga kerusakan emosional pada individu. Pada subfase inilah keahlian instruktur diperlukan, terutama orang yang mempunyai keahlian psikologi klinis. Intensi emosional ini akhirnya menimbulkan katarsis, dan kelompok pada umumnya merasakan keakraban dan kebergantungan satu sama lain. Kelompok Penyadar: Model Chesebro, Cragan, dan McCullough Pada tahun 1960-an di amerika muncul gerakan emansipasi wanita yang radikal. Mereka membentuk kelompok-kelompok yang menggerakan kelompok wanita untuk menentang masyarakat yang didominasi pria. Diskusi kelompok mereka ikut serta menumbuhkan gerakan women’s lib. Model mereka ini kemudian digunakan oleh gerakan radikal lainnya. 2016 18 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Tahub 1978 dunia dikejutkan dengan bunuh diri masal 900 orang anggota Kuil Rakyat dari pendeta Jimmy Jones. Gerakan ini pun menggunakan komunikasi kelompok untuk menimbulkan kesadaran pada anggota-anggotanya. Pada tahun 1970 James Chesebro, John Cragan, dan Patricia McCullough melakukan studi lapangan di Minessota tentang gerakan revolusioner kaum homoseksual. Dari penelitian inilah mereka merumuskan empat tahap perkembangan kelompok penyadar. Tahap satu: Kesadaran diri akan identitas baru: Untuk menimbulkan kesadaran diri, orang-orang yang berkumpul di dalam kelompok harus terdiri atas orang-orang yang mempunyai karakteristik yang menjadi dasar pembentukan kelompok. Pada kelompok feminis, semua anggotanya harus perempuan. Pada kelompok homoseksual, semua anggotanya harus homoseksual. Proses diskusi kelompok dapat dimulai dengan kisah pribadi. Seorang anggota menceritakan pengalamannya ketika ia “ditindas” oleh kelompok yang sudah mapan. Wanita menceriteritakan pengalamannya dianiaya kaum pria. Cerita ini akan mendorong anggota lain untuk mengisahkan cerita yang sama. Gairah kelompok meningkat seperti tampak pada suasana riang karena mereka memiliki perasaan yang sama. Cerita menggambarkan penindasan secara dramatis sehingga anggota kelompok merasa dirinya berhadapan dengan penindas yang berkuasa. Timbul kesadaran pada mereka untuk membebaskan kawan-kawanya. Tahap dua: identitas kelompok melalui polarisasi: Suasana ria pada pada tahap pertama segera memudar ketika kelompok secara intensif membicarakan tabiat “musuh”. Mereka mulai membagi dunia pada kelompok “kita” adalah orang-orang homoseksual, dan “mereka” mengacu pada masyarakat yang didominasi oleh paham heteroseksual. Secara terinci, sifat-sifat penindasan dan identitas penindas dianalisis. Diskusi dapat berlangsung lebih hangat sehingga – misalnya pada kasus Kuil Rakyat Jim Jones – polarisasi ini mencapai tingkat paranoida. Tahap tiga: Menegakkan nilai-nilai baru pada kelompok: Pada tahap ini, anggota mempertentangkan nilai-nilai kelompok mereka dengan nilai kaum penindas. Kelompok homoseks menolak struktur nilai masayarakat, dan berpendapat bahwa nilai hubungan jauh lebih penting. kelompok wanita akan membandingkan keyakinan mereka akan upah yang sama untuk kerja yang sama dengan kebiasaan masyarakat untuk membayar laki-laki lebih banyak daripada wanita yang bekerja pada pekerjaan yang sama. Kelompok agama akan membayangkan masa depan masyarakat yang beriman dan emmbandingkannya dengan masyarakat kini yang penuh maksiat. 2016 19 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Tahap empat: Menghubungkan diri dengan kelompok revolusioner lainnya: Dalam penelitiannya tentang kelompok homoseksual yang radikal, Chesebro dan kawan-kawan menemukan bahwa tahap terakhir kelompok penyadar menjelaskan bagaimana hubungan mereka dengan kelompok penyadar menjelaskan bagaimana hubungan mereka dengan kelompok tertindas lainnya yang sedang melancarkan revolusi kebudayaan. Tetapi, pada kelompok lain biasanya mereka merumuskan tindakan nyata yang harus dilakukan untuk mencapai cita-cita kelompok. Beberapa kelompok penyadar menggabungkan isolasi sosial total dengan ancaman hukuman. Cara ini dapat menimbulkan perilaku aneh yang tidak pernah terbayangkan oleh anggota masyarakat lainnya. Kombinasi cara ini ternyata sangat efektif untuk menimbulkan perubahan identitas sosial dari anggota-anggota tang berperan serta di dalam diskusi kelompok. Komunikasi Kelompok Preskriptif Komunikasi kelompok dapat dipergunakan untuk menyelesaikan tugas – memecahkan persoalan, membuat keputusan, atau melhirkan gagasan kreatif – membantu pertumbuhan kepribadian seperti dalam kelompok pertemuan, atau membangkitkan kesadaran sosial politik. Tidak terlalu salah kalau kita katakan bahwa komuniaksi kelompok berfungsi sebagai katup pelepas perasaan tidak enak sampai pembuat gerakan revolusioner, sejak sekadar pengisi waktu sampai basis perubahan sosial. Berbagai komunikasi kelompok ini – menurut formatnya – dapat diklasifikasikan pada dua kelompok besar: privat dan publik (terbatas dan terbuka). Kelompok npertemuan (kelompok tearapi), kelompok belajar, panitia, konferensi (rapat) adalah kelompok privat. Panel, wawancara terbuka (public interview), forum, simposium termasuk kelompok publik. Di sini kita akan mempergunakan format diskusi dari Cragan dan Wright (1980): meja bundar, simposium, diskus panel, macam-macam forum, kolokuium, dan prosedur parlementer. Dari sini kita menguraikan langkah-langkah rasional yang merupakan sistem agenda pemecahan masalah. Bab ini menjadi sangat lengkap bila kita menguraikan teknik-teknik diskusi; tetapi, ini tampaknya bukan lagi wilayah psikologi komunikasi. Format Diskusi Format diskusi yang diuraikan di sini didasarkan atas susunan tempat duduk, ururtan siapa yang berbicara dan kapan, dan aturan waktu yang diizinkan untuk berbicara. Diskusi meja bundar: Susunan tempat duduk yang bundar menyebabkan arus komunikasi yang bebas di antara anggota-anggota kelompok. Susunan ini biasanya digunakan untuk diksusi yang sifatnya terbatas. Pada diskusi meja bundar, terjadi jaringan komunikasi semua saluran (all chanel). Di antara anggota ada hubungan sosial yang 2016 20 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id demokratis. Bila sususnan ini diubah sedikit menjadi segi empat dan pemimpin duduk di ujung meja sendirian, arus komunikasi akan selalu lewat pemimpin. Karena itu, susunan segi empat tepat digunakan bila pemimpin mempunyai acara yang sudah tertentu dan tugas harus dilakukan dalam batas batas waktu yang sempit. Bila pada situasi seperti ini digunakan diskusi meja bundar, anggota-anggota akan berdiskusi secara kaku. Pemimpin tampak demokratis, padahal ia sebetulnya otokratis. Penelitian Shaw (1976) menunjukkan bahwa susunan meja bundar memudahkan partisipasi spontan yang lebih demokratis daripada susunan meja segi empat yang lebih otokratis dan kaku. Simposium: Simposium adalah serangkaian pidato pendek yang menyajikan berbagai aspek dari sebuah topik atau posisi yang pro dan kontra terhadap masalah yang kontroversial, dalam format diskusi yang sudah dirancang sebelumnya (Cragan dan Wright, 1980). Seorang moderator mengendalikan waktu dan pokok pembicaraan. Simposium dimaksudkan untuk menyajikan informasi untuk dijadikan sumber rujukan khalayak dalam mengambil keputusan pada waktu yang akan datang. Informasi diklasifikasikan berdasarkan urutan logis, pernedaan titik pandang, atau pemecahan alternatif. Setiap bagian dari pokok bahasan diulas oleh seorang pembicara pada waktu yang telah ditentukan. Diskusi Panel: Diskusi panel adalah format khusus yang anggota-anggota kelompoknya berinteraksi, baik berhadap-hadapan maupun melalui seorang mediator, di antara mereka sendiri dan dengan hadirin, tentang masalah yang kontroversial. Biasanya, suusnan tempat duduk diskusi panel meletakkan peserta diskusi pada meja segi empat yang menghadap khalayak, dengan moderator yang duduk di tengah-tengah, di antara kedua pihak yang berdiskusi (Cragan dan Wright, 1980). Moderator tidak mengendalikan diskusi karena peserta diskusi dapat berinteraksi secara langsung dan spontan. Susunan diksusi dapat berinteraksi secara langsung dan spontan. Suasana diskusi dapat bersifat informal dan formal. Diskusi panel dapat dilakukan di hadapan hadirin dalam sebuah ruangan, atau di studio televisi, di hadapan para pirsawan. Sekarang, dengan menggunakan satelit, para peserta diskusi boleh jadi berada pada negara-negara yang berjauhan, tetapi dihubungkan satu sama lain lewat seorang pemimpin diskusi (biasanya penyiar televisi), disaksikan oleh jutaan pemirsa televisi. Macam-macam forum: Forum adalah waktu tanya-jawab yang terjadi setelah diskusi terbuka, misalnya simposium (Cragan dan Wright, 1980:223). Jadi khalayak mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan tanggapan. Ada lima macam forum; (1) forum ceramah, (2) forum debat, (3) forum dialog, (4) forum panel, dan (5) forum simposium. 2016 21 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Forum ceramah adalah format diskusi yang dilakukan terutama sekali untuk saling berbagi informasi. Ceramah tidak sellau disusul oleh forum, seperti ceramah yang disajikan pada televisi. Forum debat dimaksudkan untuk menyajikan pro dan kontra terhadap proposisi yang kontroversial. Dari perbedaan pendapat ini khalayak diharapkan terdorong untuk mengajukan pertanyaan. Forum dialog menggunakan kombinasi antara dukungan dan pertanyaan sehingga menjadi struktur diadik atau triadik yang melahirkan dialog. Di Amerika Serikat, Phil Donahue Show merupakan contoh forum dialog. Donahue menggabanungkan pertanyaannya sendiri, pertanyaan dari hadirin di studio, dan pertanyaan yang masuk lewat telepon dari penonton televisi untuk menghasilkan diskusi terbuka yang informatif dan menghibur. Di Indonesia, stasiun radio amatir sering menggunakan cara ini dengan sedikit modifikasi. Kolokium: Kolokium adalah sejenis format diskusi yang memberikan kesempatan kepada wakil-wakil khalayak untuk mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan kepada seorang (atau bberapa orang) ahli Kolokium agak bersifat formal, dan diskusi diatur secara ketat oleh seorang moderator. Moderator mengizinkan seorang penanya untuk menanyakan satu pertanyaan pada satu saat secara bergiliran. Ahli biasanya hanya diizinkan menjawab pertanyaan, dan tidak boleh bertanya. Di Amerika kolokium dipergunakan biasanya pada perdebatan terbuka di antara para calon presiden di hadapan jutaan pemirsa televisi. Diskusi para calon presiden di hadapan jutaan pemirsa televisi. Diskusi semacam ini lazim disebut sebagai public debate. Prosedur parlementer; prosedur parlementer adalah format diskusi yang secara ketat mengatur peserta diskusi yang besar pada periode waktu yang tertentu ketika sejumlah keputusan harus dibuat. Para peserta harus mengikuti peraturan tata tertib yang telah ditetapkan secara eksplisit. Prosedur parlementer – disebut demikian karena berasal dari tata tertib sidang di parlemen atau majelis permusyawaratan rakyat – dirancang untuk memenuhi beberapa tujuan pokok. Pertama, untuk memaksakan keinginan mayoritas mencapai dua pertiga majelis. Dengan suara dua pertiga, sidang rapat dapat dinhentikan atau ditangguhkan. Kedua, untuk secara ketat memaksa kelompok mendiskusikan hanya satu persoaln pada satu saat. Ketua mengatur siapa yang bicara dan, perlu, mengesampingkan seorang anggota jika pembicaraannnya tidak berkaitan dengan mosi utama. Ketiga, mengusahakan agar para anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi. Argumen yang pro dan kontra terhadap mosi utama dapat diajukan. Tata tertib parlemen dijalankan dengan ketat sehingga sidang dapat menentukan siapa yang dapat berbicara. Untuk berapa lama, dan berapa kali. 2016 22 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sistem Agenda Pemecahan Masalah Para ahli komuniaksi, diilhami oleh proses berpikir reflektif dari John Dewey, telah mengembangkan urutan acara pemecahan masalah yang dapat membantu penyelesaian tugas kelompok. Caragan dan Wright (1980) menyebutkan sistem Dewey, Ross, Wright 494, Brilhart-Jochem, dan Maier. Di sini kita akan menyebutkan tiga pola: urutan pemecahan masalah kreatif, urutan berpeikir reflektif, dan urutan solusi ideal. Urutan pemecahan masalah kreatif: Sistem ini mula-mula dikembangkan oleh Alex Osborn, Sidney, J. Parnes, dan rekan-rekannya yang tergabung dengan Creative Problem Solving Institute. Sistem ini sangat tepat untuk melahirkan gagasan baru atau mengembangkan ide yang memerlukan daya imajinasi. Urutan langkah yang dituliskan dibawah dikutip dari Brillhart (1979: 144-145): 1. Apkah sebenarnya masalah yang kita hadapi (keadaan sekarang, hambatan dan penyebab, tujuan)? a. Apakah yangs edang kita bicarakan? 1). Apakah masalah atau tugas itu sudah jelas bagi kita? 2). Apkah kita perlu mendefinisikan istilah atau konsep? b. Sejauh mana daerah kebebasan kita? 1). Apakah kita ingin merencanakan dan bertindak, menasihati, ata apa? 2). Hasil akhir yang bagaimana yang ingin kita hasilkan dari diskusi kita? c. Apakah hal-hal yang tidak memuaskan kita sekarang ini? 1). Apakah yang salah? Dari mana kita tahu? 2). Siapa dan apa yang kena, dan dalam kondisi bagaiamana? 3) Sampai sejauh mana kita menilai masalah itu? 4). Apakah dulu pernah dilakukan tindakan perbaikan yang tidak efektif? 5). Apakah inforamsi lain yang kita perlukan untuk secara tepat menilai intensitas dan sifat masalah? d. Situasi atau tujuan bagaimana yang ingin kita capai? e. Faktor-faktor apa yang emnimbulkan masalah ini? 1). Adakah sebab-sebab yang bisa kita pastian? 2). Hambatan apa yang harus kita atasi untuk mencapai situasi yang dikehendaki? f. Bagaimana kita dapat menyimpulkan masalah sehingga menggambarkan situasi sekarang, situasi yang dikehendaki, perbedaan, sebab, dan hambatan? 2016 23 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1). Apakah kita semua sepakat tentang pernyataan masalah? 2). Perlukah kita membaginya menjadi beberapa submasalah? a). Jika perlu, apakah submasalah itu? b). Dengan urutan bagaimana kita harus memecahkannya? 2. Apakah yang harus kita lakukan untuk memecahkan masalah (atau submasalah yang pertama)? (Di sini dilakukan sumbang saran – brainstorming – untuk mencari kemungkinan pemecahan masalah.) 3, Kriteria apa yang harus kita gunakan untuk menilai berbagai kemungkinan pemecahan masalah? a. Apakah kriteria mutlak yang harus dipenuhi oleh suatu pemecahan masalah? b. Apakah standar relatif yang harus kita gunakan? (Buat daftar ranking nilai dan standar dengan persetujuan kelompok.) 4, Apakah kelebihan setiap alternatif pemecahan? a. Gagasan yang mana yang dapat kita singkirkan karena tidak ditunjang oleh fakta? b. Dapatkah kita menggabungkan dan menyederhanakan daftar pemecahan masalah? c. Sejauh mana gagasan lainnya sesuai dengan kriteria? 5, Bagaimanakah menjalankan solusi kita? a. Siapa melakukan apa, kapan dan bagaimana? b. Perlukah kita melakukan tindak lanjut atau pemeriksaan? Urutan Berpikir Reflektif Urutan ini berbeda dengan urutan pemecahan masalah kreatif karena disini kritik dianjurkan sebelum pemecahan masalah dinyatakan. 1. Apakah masalah yangs edang kita hadapi? (Di sini tahapannya sama dengan urutan pemecahan masalah kreatif.) 2. Kriteria apa yang harus kita gunakan untuk menilai berbagai alternatif solusi? 3. Apa saja solusi yang mungkin, dan apa kelebihan masing-masing? (setiap gagasan dinilai setiap kali disajikan, atau ada dua langkah: (a) buat daftar solusi yang mungkin, dan (b) evaluasi satu per satu.) 4. Apa pemecahan masalah yang kita pilih? 5. Bagaimana kita melaksanakan keputusan kita? Pola Solusi Ideal Pola ini dipergunakan untuk mengatasi masalah yang akan mempengaruhi barbagai macam kelompok yang mempunyai kepentingan yang berlainan, atau yang memerlukan dukungan 2016 24 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id berbagai jenis orang yang mempunyai nilai yang berlainan. Di rumah tangga, mislanya, pola ini dapat dipakai untuk membicarakan rencana perluasan rumah yang melibatkan kepentingan ibu, isteri, dan anak-anak; atau di universitas ketika mengambil keputusan merencanakan pemindahan kampus, yang melibatkan kepentingan mahasiswa, para dosen, dan staf administrasi. 1. Apakah masalah yang sedang kita dihadapi? (Di sini tahapannya sama dengan urutan pemecahan masalah kreatif.) 2. Apakah pemecahan yang iedal ditinjau dari berbagai kepentingan kelompok? Misalnya: a. Dosen b. Mahasiswa c. Staf administrasi d. Pimpinan universitas 3. Apa yang dapat kita ubah pada situasi sekarang? (Artinya, solusi mana yang mungkin? Apa yang dapat dilakukan?) 4. Solusi mana yang paling mendekati ideal? (Di sini kelompok mensintesiskan dan memutuskan solusi final yang akan dijalankan atau disarankan.) 5. Bagaimana melaksanakan solusi itu? DAFTAR PUSTAKA Rakhmat, Jalaludin. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Bungin, B. (2006). Sosiologi Komunikasi. Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana. Pearce, B. W. (1989). Communication and the Human Condition. Illinois: Southern Illinois University Press. 2016 25 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id