metode penelitian kualitatif wacana (2)

advertisement
METODE PENELITIAN
KUALITATIF
WACANA (2)
Fakultas
Program Studi
ILMU KOMUNIKASI
HUBUNGAN
MASYARAKAT
Tatap Muka
11
Kode MK
Disusun Oleh
85001
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Abstract
Kompetensi
Analisis wacana adalah ilmu yang
baru muncul beberapa puluh tahun
belakangan ini, sebelumnya aliranaliran linguistik hanya membatasi
penganalisaannya pada sosial
kalimat saja, namun belakangan ini
barulah para ahli bahasa
memalingkan perhatiannya pada
penganalisaan wacana
Setelah mempelajari modul ini,
mahasiswa diharapkan mampu
memahami:
1. Jenis wacana
2. Teori wacana
3. Perspektif wacana
4. Pendekatan analisis wacana kritis
MODUL 11
WACANA (2)
A. PENGANTAR
Beberap waktu belakangan, análisis wacana meruoakan salah satu
metode yang trend di kalangan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhirnya.
Bila puluhan tahun, penelitian-penelitian komunikiasi lebih didominasi oleh
paradigma positivistik yang menekankan kepada pengaruh dan hunungan media
massa terhadap khalayak, maka belakangan ini paradigma konstruktivis dan
kritis menjadi banyak “gandrungi” dan análisis wacana menjadi salah satu
variannya.
Analisis wacana adalah ilmu yang baru muncul beberapa puluh tahun
belakangan
ini,
sebelumnya
aliran-aliran
linguistik
hanya
membatasi
penganalisaannya pada sosial kalimat saja, namun belakangan ini barulah para
ahli bahasa memalingkan perhatiannya pada penganalisaan wacana.
Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam suatu
komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Melalui
analisis wacana, kita tidak hanya mengetahui isi teks yang terdapat pada suatu
wacana, tetapi juga mengetahui pesan yang ingin disampaikan, mengapa harus
disampaikan, dan bagaimana pesan-pesan itu tersusun, dan dipahami. Analisis
Wacana akan memungkinkan untuk memperlihatkan motivasi yang tersembunyi
di belakang sebuah teks atau di belakang pilihan metode penelitian tertentu
untuk menafsirkan teks.
Objek kajian atau penelitian analisis wacana pada umumnya berpusat
pada bahasa yang digunakan sehari-hari, baik yang berupa teks maupun lisan.
Jadi objek kajian atau penelitian analisis wacana adalah unit bahasa diatas
kalimat atau ujaran yang memiliki kesatuan dan konteks yang eksis dikehidupan
sehari-hari,
misalnya
naskah
pidato,
rekaman
percakapan
yang
telah
dinaskahkan, percakapan langsung, catatan rapat, dan sebagainya, dan
pembahasan wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap
hubungan antara konteks-konteks yang terdapat dalam teks. Pembahasan itu
‘13
2
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau antara ujaran (utterances)
yang membentuk wacana.
B. JENIS WACANA
Jenis wacana dibedakan sesuai dengan sudut pandang wacana tersebut
itu dilihat. Jika dilihat dari tujuannya, wacana dibedakan menjadi wacana lisan
dan wacana tulis. Dilihat dari penggunaan bahasanya, wacana dibedakan
menjadi wacana prosa dan wacana puisi.
Sedangkan dilihat dari penyampaian isinya, wacana dibedakan menjadi
empat bagian, yaitu:
1. Narasi, bersifat mencerminkan suatu topik atau hal.
2. Eksposisi, bersifat memaparkan topik atau fakta.
3. Persuasi, bersifat mengajak, menganjurkan, atau melarang.
4. Argumentasi, bersifat memberi argumen atau alasan terhadap suatu hal.
C. TEORI WACANA
1. Teori Wacana Bakhtinian
Bakhtin dan kawan-kawan cenderung memahami wacana sebagai
tuturan, yaitu pertalian antara suara penutur dengan suara orang lain yang
terimplikasi dalam tuturan penutur itu. Bakhtin dan kawan-kawan membuat
beberapa tipologi wacana sebagai berikut:
Pertama, Wacana Linear, adalah wacana yang memandang wacana lain
hanya dalam sebuah garis besar dengan batas-batas eksternal yang jelas
dengan meminimalkan individualitas internalnya. Contoh dalam wacana ini
adalah puisi. Puisi cenderung menenggelamkan aneka suara dalam satu
kesatuan suasana, yaitu suasana penutur. Tuturan lain dalam puisi direduksi
sedemikian rupa sehingga yang tersisa hanya garis besarnya saja.
‘13
3
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kedua, Wacana piktural, adalah wacana yang dengan tangkas dan halus
dapat menerobos wacana lain, baik dalam bentuk komentar maupun ejekan.
Seperti contoh wayang. Dalam wayang, dalang dapat memberikan komentar dan
penilaian
terhadap
tokoh-tokohnya,
dan
sebaliknya,
tokoh-tokoh
dapat
melakukan protes terhadap dalang.
Ketiga, Dalam hal ini Bakhtin dankawan-kawan membangi wacana
menjadi dua jenis, yaitu Wacana Satu-Suara dan Wacana Suara-Ganda,
Wacana Satu-Suara meliputi wacana linear dan wacana piktural. Sedangkan
Wacana Suara-Ganda meliputi Stilisasi, Skaz, Parodi, dan Polemik terselubung.
2. Teori Wacana Althusser
Teori wacana Althusser, wacana cenderung dipahami sebagai ideologi
dalam praktik. Tak ada ideologi tanpa wacana, dan tak ada wacana tanpa
ideologi. Ideologi yang tidak mewujud secara material, tanpa subjek dan untuk
subjek, hal itu akan kehilangan fungsinya. Lebih jauh lagi, sesuai teori Marxis,
wacana merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari formasi sosial yang ada,
formasi sosial yang terbangun dari dua atau lebih kelas sosial yang saling
bertentangan, terlibat dalam pertentangan dan pertarungan kelas dengan
ideologinya masing-masing.
D. PERSPEKTIF WACANA
Menurut A.S Hikam, ada tiga paradigma analisis wacana dalam melihat
bahasa:
Pertama, Pandangan positivisme-empiris;
Penganut aliran ini melihat bahasa sebagai jembatan antara manusia
dengan objek yang ada di luar dirinya. Pengalaman manusia dianggap dapat
secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendala
aatau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan menggunakan pernyataanpernyataan yang logis, sintaksis, dan memiliki hubungan dengan pengalaman
empiris. Salah satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara ide/pemikiran
dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari
‘13
4
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pemahaman ini adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif
atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah
pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan seemantik.
Oleh karena itu, kebenaran sintaksis (tata bahasa) adalah bidang utama dari
aliran positivisme tentang wacana.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, titik perhatian utama aliran
positivisme didasarkan pada benar tidaknya bahasa itu secara gramatikal. Istilah
yang sering disebut adalah kohesi dan koherensi. Wacana yang baik selalu
mengandung kohesi dan koherensi di dalamnya. Kohesi merupakan keserasian
hubungan antar unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koherensi merupakan
kepaduan wacana sehingga membawa ide tertenti yang dipahami oleh khalayak.
Kedua, Pandangan konstruktivisme;
Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Aliran
ini menolak pandangan positivisme/empirisme dalam analisis wacana yang
memisahkan subyek dan objek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme,
bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif
belaka
yang
dipisahkan
dari
subjek
sebagai
penyampai
pernyataan.
Konstruktivisme justru menganggap bahwa subjek adalah faktor utama atau
faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.
Dalam hal ini, A.S Hikam mengatakan bahwa, subjek memiliki
kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap
wacana. Bahasa yang dipahami dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan
dalam pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya
adalah penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan
jatidiri dari sang pembicara.
Oleh karena itu, analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis
yang membongkar makna dan maksud-maksud tertentu. Wacana adalah suatu
upaya
pengungkapan
maksud
tersembunyi
dari
sang
subjek
yang
memngemukakan suatu pernyataan.pengungkapan itu dilakukan diantaranya
‘13
5
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran
mengikuti struktur makna dari sang pembicara.
Ketiga, Pandangan kritis.
Pandangan ingin mengoreksi pandangan pandangan konstruktivisme
yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi
secara historis maupun secara institusional. Menurut A.S Hikam, pandangan
konstruktivisme masih belum menganalisis faktor-faktor hubungan kekuasaan
yang inhern dalam setiap wacana, yang pada gilirannya berperan dalam
membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya.hal inilah yang
melahirkan paradigma kritis.
Analisis wacana tidak dipusatkan pada kebenaran atau ketidakbenaran
struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada pandangan
konstruktivisme. Analisis wacana dalam paradigma kritis menekankan pada
konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna.
Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara
bebas sesuai dengan pikiran-pikirannya, karena sangat berhubungan dan
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial yang adal dalam masyarakat. Bahasa
disini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si
pembicara.
Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang
berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema tertentu, maupun
strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu, analisis wacana digunakan untuk
membongkar kuasa yang ada dalam setuap proses bahasa seperti, batasanbatasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai,
topik apa yang dibicarakan.Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat
bahasa
selalu
terlibat
dalam
hubungan
kekuasaan,
terutama
dalam
pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam
masyarakat. Karena memakai perspektif kritis, (paradigma) analisis wacana yang
ketiga ini sering juga disebut Critical Discourse Analysis/CDA.
‘13
6
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
E. ANALISIS WACANA KRITIS
Analisis wacana kritis (AWK) adalah sebuah upaya atau proses
(penguraian) untuk memberi penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang
mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan yang
kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang
diinginkan. Artinya, dalam sebuah konteks harus disadari akan adanya
kepentingan. Oleh karena itu, analisis yang terbentuk nantinya disadari telah
dipengaruhi oleh si penulis dari berbagai faktor. Selain itu harus disadari pula
bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta
kepentingan yang sedang diperjuangkan.
Lukmana, Aziz dan Kosasih mengatakan bahwa analisis wacana kritis
(Critical Discourse Analysis) mempunyai ciri yang berbeda dari analisis wacana
yang bersifat “non-kritis”, yang cenderung hanya mendeskripsikan struktur dari
sebuah wacana. Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) bertindak
lebih jauh, diantaranya dengan menggali alasan mengapa sebuah wacana
memiliki struktur tertentu, yang pada akhirnya akan berujung pada analisis
hubungan sosial antara pihak-pihak yang tercakup dalam wacana tersebut.
Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) juga merupakan kritik
terhadap linguistik dan sosiologi. Tampak adanya kurang komunikasi diantara
kedua disiplin ilmu tersebut. Pada satu sisi, sosiolog cenderung kurang
memperhatikan isu-isu linguistik dalam melihat fenomena sosial meskipun
banyak data sosiologis yang berbentuk bahasa.
Analisis wacana kritis menyediakan teori dan metode yang bisa
digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara
wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang
berbeda. Tujuan analisis wacana kritis adalah menjelaskan dimensi linguistik
kewacanaan fenomena sosial dan kultural dan proses perubahan dalam
modernitas terkini.
Teun
Van
Dijk
mengemukakan
bahwa
AWK
digunakan
untuk
menganalisis wacana-wacana kritis, diantaranya politik, ras, gender, kelas sosial,
hegemoni, dan lain-lain.
‘13
7
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Selanjutnya Fairclough dan Wodak meringkas tentang prinsip-prinsip
ajaran AWK sebagai berikut:
1. Membahas masalah-masalah sosial
2. Mengungkap bahwa relasi-relasi kekuasaan adalah diskursif
3. Mengungkap budaya dan masyarakat
4. Bersifat ideology
5. Bersifat historis
6. Mengemukakan hubungan antara teks dan masyarakat
7. Bersifat interpretatif dan eksplanatori
Dengan demikian, analisis wacana kritis merupakan teori untuk
melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan
perkembangan sosial budaya. Untuk menganalisis wacana, yang salah satunya
bisa dilihat dalam area linguistik dengan memperhatikan kalimat-kalimat yang
terdapat dalam teks (novel) bisa menggunakan teori analisis wacana kritis. Teori
analisis wacana kritis memiliki beberapa karakteristik dan pendekatan.
Pendekatan analisis wacana kritis menurut Eriyanto terdiri dari lima bagian yaitu
analisis bahasa kritis, analisis wacana pendekatan Prancis, pendekatan kognisi
sosial, pendekatan perubahan sosial, dan pendekatan wacana sejarah.
Sedangkan karaktektistik AWK diantaranya adalah:
1. Tindakan
Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action) yang diasosiakan
sebagai bentuk interaksi. Wacana dipandang sebagai sesuatu yang
bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk,
menyangga, beraksi dan sebagainya, Seseorang berbicara atau
menulis mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil.
Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara
‘13
8
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sadar, terkontrol,
bukan sesuatu yang
di luar kendali atau
diekspresikan di luar kesadaran.
2. Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana,
seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana di sini dipandang
diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu.
Mengikuti Guy Cook, analisis wacana juga memeriksa konteks dari
komunikasi: siapa yang mengkomunkasikan dengan siapa dan
mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa;
bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan
hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Guy Cook menyebutkan
ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana; teks, konteks,
dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya katakata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi
komunikasi,
ucapan,
musik,
gambar,
efek
suara,
citra
dan
sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang
berada di luar teks .
3. Historis
Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau
kita bisa memberikan konteks historis di mana teks itu diciptakan.
Bagaimana situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena
itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti
mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu,
mengapa bahasa yang dipakai seperti itu, dan seterusnya.
4. Kekuasaan
Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan atau apa
pun, tidak dipandang sebagai seusatu yang alamiah, wajar dan netral
tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Analisis wacana
kritis tidak membatasi dirinya pada detil teks atau struktur wacana
saja tetapi juga menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial,
politik,
‘13
9
ekonomi
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
dan
budaya
tertentu.
Kekuasaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
itu
dalam
hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang
disebut sebagai kontrol. Kontrol di sini tidaklah harus selalu dalam
bentuk fisik dan langsung tetapi juga kontrol secara mental atau
psikis. Bentuk kontrol terhadap wacana tersebut dapat berupa kontrol
atas konteks, atau dapat juga diwujudkan dalam bentuk mengontrol
struktur wacana.
5. Ideologi
Dalam pandangan kritis, wacana di¬pandang sebagai praktik ideologi,
atau pen¬cerminan dari ideologi tertentu. Ideo¬logi yang berada di
balik penghasil teks¬nya akan selalu me¬warnai bentuk wacana
tertentu. Penghasil teks yang berideologi liberalisme atau sosia¬lisme
tentu akan menghasilkan wacana yang memiliki karakter sendirisendiri. Dua catat¬an penting yang berkenaan dengan ideologi dalam
wacana. Pertama, ideo¬logi secara in¬heren bersifat sosial, tidak
personal atau individu. Ideologi akan selalu mem¬butuh¬kan anggota
kelompok, ko-munitas, atau masya¬rakat yang me¬matuhi dan
mem¬perjuangkan ideologi itu. Kedua, ideologi digunakan se¬cara
internal di antara anggota kelompok atau komunitas. Ideo¬logi selalu
me-nyedia¬kan jawaban tentang identitas kelompok.
Dari paparan tersebut itu dapat diperoleh pe¬mahaman bahwa analisis
wacana tidak bisa lagi menempatkan bahasa dalam sistem ter¬tutup, tetapi
harus menempatkannya dalam konteks. Analisisnya akan selalu meng¬ungkap
bagaimana ideologi dari kelompok-kelompok yang ada, ber¬peran dalam
mem¬bentuk wacana .
F. PENDEKATAN ANALISIS WACANA KRITIS
Beberapa pendekatan yang umum digunakan dalam analisis wacana
kritis, antara lain adalah:
‘13
10
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
a. Pendekatan Linguistik Kritis (Crticical Linguistic)
Pendekatan lingusitik kritis me¬nekankan analisisnya pada bahasa
dalam kait¬annya dengan ideologi. Dalam hal ini, ideologi ditelaah dari
sudut pilihan kata dan struktur kalimat yang digunakan, dengan kata lain,
aspek ideologi itu diamati dengan melihat pilihan bahasa dan struktur
tata bahasa yang dipakai.
b. Pendekatan Perancis (French Discourse Analysis)
Pendekatan
Perancis
berasumsi
bahwa
bahasa
adalah
medan
pertarungan kekuasaan. Melalui makna yang diciptakan dalam wacana,
berbagai kelompok saling berupaya me¬nanam-kan keyakinannya dan
pemahamannya kepada kelompok lain. Melalui kata dan makna yang
diciptakan mereka melakukan pertarungan, ter¬masuk kekuasaan untuk
menentukan dan mengukuhkan posisi dominasi kuasa pada yang lain.
Dalam pendekatan ini bahasa dan ideologi bertemu pada pemakaian
bahasa dan materialisasi bahasa pada ideologi. Keduanya, kata yang
digunakan dan maknanya memposisikan orang dalam kelas tertentu.
Bahasa adalah pertarungan wacana melalui mana suatu kelompok sosial
atau
kelas
sosial
berusaha
menanamkan
keyakinan
dan
pemahamannya. Pendekatan inilah yang digunakan oleh Sara Mills
dengan perspektif feminisnya.
c. Pendekatan Kognisi Sosial (Socio Cognitive Approach)
Pendekatan ini dikembangkan oleh Teun Van Dijk yang menitikberatkan
pada masalah etnis, rasialisme dan pengungsi. Pendekatan ini disebut
sebagai kognisi sosial, karena ia melihat faktor kognisi sebagai elemen
penting dalam produksi wacana. Oleh karena itu, menurut pen¬dekat¬an
ini analisis wacana dapat digunakan untuk mengetahui posisi sosial
kelompok-kelompok penguasa/dominan dan kelompok marjinal.
d. Pendekatan Perubahan Sosial (Sociocultural Change Approach)
‘13
11
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pendekatan ini memusatkan perhatian pada bagaimana wacana dan
perubahan sosial. Wacana di sini dipandang sebagai praktik sosial.
Dengan demikian ada hubungan dialektis antara praktik diskursif
tersebut dengan identitas dan relasi sosial. Wacana juga melekat dalam
situasi, isntitusi dan kelas sosial tertentu. Pendekatan perubahan sosial
memandang wacana sebagai praktik ke¬kuasaan. Menurut pendekatan
ini wacana mempunyai tiga efek dalam perubahan sosial, yaitu (a)
memberi andil dalam mengkonstruksi identitas sosial dan posisi subjek,
(b) memberi kontribusi dalam mengkonstruksi relasi sosial, (c) memberi
kontribusi dalam mengkonstruksi sistem pengetahuan dan kepercayaan.
e. Pendekatan Wacana Sejarah (Discourse Historical Approaches)
Menurut
pen¬dekatan
kesejarahan,
analisis
wacana
harus
memperhatikan konteks kesejarahan. Wacana di sini disebut historis
karena menurut Wodak, analisis wacana harus menyertakan konteks
sejarah bagaimana wacana tentang suatu kelompok atau komunitas
digambarkan. Dalam paradigma kritis, media dipandang sebagai domain
di mana kelompok dominan dapat mengontrol kelompok yang tidak
dominan bahkan memarjinalisasi mereka dengan menguasai dan
mengontrol media. Karena media dikuasai oleh kelompok yang dominan,
realitas yang sebenarnya telah terdistorsi dan palsu.
Referensi
Abdul Chaer, 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta
Akhyar Lubis, 2004. Masih Adakah Tempat Berpijak Bagi Ilmuan. Bogor:
Akademia.
Alex Sobur, 2001. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar. Bandung: Rosda.
Alex Sobur, 2002 , Analisis Teks Media Massa: Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Simiotika dan Framing. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Aminuddin, dkk, 2002. Analisis wacana. Yogyakarta: Kanal
‘13
12
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Anang Santoso, 2006. Bahasa, Masyarakat, dan Kuasa: Topik-topik Kritis dalam
Kajian Ilmu Bahasa. Malang: Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra,
Universitas Negeri Malang
Basrowi
dan Sukidin, 2002. Metode
Mikro.Surabaya: Insan Cemdekia.
Penelitian
Kualitatif
Perspektif
Eriyanto, 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:
LKIS, 2001
Fatimah Djajasudarma, 2006. Wacana. Bandung: PT Refika Aditama
Hamid Hasan Lubis, 1993. Analisis Wacana Pragmatik, Bandung: Angkasa
Lukmana, dkk, 2006. Linguistik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
M. Antonius Birowo, 2004. Metode Penelitian Komunikiasi. Yogyakarta: Gitanyali
Marianne W. Jorgensen, 2007. Analisis Wacana: Teori dan Metode. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Mulyana, 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi, Prinsip-Prinsip
Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana
Noeng Muhadjir, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: RakeSarasin
Norman Fairclough, 1997. Media Discourse. London: Edward Arnold
Pawito, 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKis Pe;angi Aksara.
Peter Salim, 2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern
English Press
Ruth Wodak, 1997. Critical Dis¬course Ana¬lysis” dalam Teun Van Dijk (ed.)
Discourse as Sosial Interaction: Discourse Studies a Multidisciplinary
Introduction, Vol 2. London: Sage Publication.
‘13
13
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download