Modul Pengantar Ilmu Komunikasi [TM9].

advertisement
PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI
KOMUNIKASI VERBAL
Fakultas
Program Studi
ILMU KOMUNIKASI
HUBUNGAN
MASYARAKAT
Tatap Muka
09
Kode MK
Disusun Oleh
85001
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Abstract
Kompetensi
Melalui bahasa manusia satu sana
lain mekalukan interaksi dan
komunikasi, melakukan perjanjian,
membuat ikatan, membuat
hiningan, memperbaiki hubungan
dan seterusnya. Bahkan ilmu
pegetetahuan mampu
dikembangkan melalui bahasa.
Setelah mempelajari modul ini,
mahasiswa diharapkan mampu
memahami:
1. Pengertian komunikasi verbal dari
beberapa pakar
2. Bahasa dan rung lingkupnya
3. Fungsi bahasa bagi manusia.
MODUL 09
KOMUNIKASI VERBAL
A. PENGANTAR
Ketika sepasang anak manusia tengah
dimabuk asmara (kasmaran gitu lho…..),
ternyata perasaan cinta tidak cukup diungkapkan
melalui seikat bunga atau perilaku saja.
Tetapi ia menginginkan diungkapkan melalui
kata-kata verbal. Anak-anak baru gede (ABG)
menyebutnya sebagai “proklamasi cinta”.
Saat saya mengantar ibu berbelanja di sebuah took kepunyaan Cina di
Dumai, ibu tertarik pada suatu barang baru dan menawar harganya. Begitu
pedagang itu mengatakan “Lugila”, spontan ibu marah, namun pedagang
tersebut mengulangi perkataannya. Tak lama kemudian toko tersebut dikerumuni
orang yang ingin mengetahui apa yang terjadi. Lalu istri pemilik toko datang
untuk membantu suaminya. Ia terkejut karena suaminya dimarahi ibu saya. Lalu
ia bertanya kepada ibu saya, mengapa ibu sampai memerahi suaminya. Ibu
mengatakan bahwa suaminya itu mengatakan “Lugila” kepada ibu saya. Lalu ia
juga bertanya kepada suaminya mengenai pokok persoalannya, yakni ibu saya
menawar barang dagangannya yang tidak sesuai dengan standar, lalu ia
menjawab “Lugila”. Kemuduian istri pemilik toko tersebut menjelaskan kepada
ibu saya, bahwa ia bukan mengatakan ibu saya itu gila, melainkan “Rugilah”.
Oleh karena suaminya itu tidak bisa mengucapkan huruf R, bunyinya menjadi L.
Baru kemudian ibu saya mengerti dan membayar semua barang yang dibelinya.
Pemilik toko dan ibu saling memaafkan (Mulyana, 2001:237).
‘13
2
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Jika mencermati kejadian di atas, ternyata komunikasi verbal tidak
semudah yang kita bayangkan. Kesalahan dalam menangkap pesan verbal dari
orang yang kita ajak bicara bisa berakibat krusial. Kesalahan dalam menangkap
pesan verbal tersebut dapat terjadi di mana-mana dan dapat menimpa siapa
saja. Perbedaan budaya (Cina-Indonesia), terutama pada pengucapan voka atau
konsonan
sebagaimana
yang
tercermin
dalam
cerita
di
atas
dapat
mengakibatkan kesalahan yang menjurus kepada pertengkaran.
Perbedaan pesan verbal akan sangat mencolok pada para peserta
komunikasi yang berbeda budaya. Misalnya, kata “gedang”, bagi orang Sunda
diartikan pepaya, sedangkan bagi orang Jawa diartikan pisang. Untuk meminta
seorang sopir angkutan memberhentikan kendaraannya digunakan beberapa
kata: kiri (orang Bandung), minggir (orang Betawi).
Kata cokot dalam bahasa Sunda berarti “ambil”, namun dalam bahasa
Jawa berarti “gigit”. Bayangkan jika oang Sunda berada di Jawa bicara: “cokot
sandal itu”, orang Jawa mungkin akan langsung marah, sebab dipikirannya: “gigit
sandal itu”. Kata “sampeyan” dalam bahasa Jawa untuk menunjuk pengganti
orang kedua (dalam bahasa Indonesia: Anda). Tetapi dalam bahasa Sunda
“sampeyan” berarti kaki (kata halus).
Proses kesalahan dalam menangkap pesan verbal pada konteks
komunikasi antarbudaya bisa dihindari seminimal mungkin apabila para peserta
komunikasi mampu memahami budaya masing-masing dan budaya orang yang
diajak bicaranya. Kunci untuk saling memahami terletak pada kemauan untuk
belajar budaya orang lain, bersikap terbuka kepada perbedaan budaya serta
membina pergaulan antarbudaya.
B. PENGERTIAN
Komunikasi
verbal
merujuk
kepada
proses
komunikasi
dengan
menggunakan pesan verbal (lisan datau tulisan), atau proses penyampaian
pesan menggunakan kata-kata (bahasa). Bahasa merupakan suatu bagian yang
sangat esensial untuk menyatakan diri atau pandangan dunia yang nyata
(Liliweri, 1994:1).
‘13
3
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Para ilmuwan banyak yang berpendapat, bahwa realitas ini ada karena
adanya bahasa. Bahasa berhubungan langsung dengan persepsi manusia, dan
menggambarkan bagaimana ia menciptakan dunia dan mewarnainya dengan
simbol-simbol yang digunakannya. Pengetahuan ada karena ada bahasa.
Rasanya sulit dibayangkan berapa banyak ilmu pengetahuan yang hilang bagi
orng yang tidak bisa menggunakan bahasa verbal (Cangara, 2002:104).
Untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai
bahasa, berikut ini pendapat Liliweri (1994:2), demikian:
Untuk kepentingan komunikasi verbal, bahasa dipandang sebagai suatu
wahana penggunaan tanda-tanda atau simbol-simbol untk menjelaskan
suatu konsep tertentu. Bahasa memiliki kekayaan simbolisasi verbal dan
dipandang sebagai upaya manusia: (1) mendayagunakan informasi yang
bersumber dari persepsi manusia; (2) medium untuk berkomunikasi
secara santun dengan diri sendiri maupun dengan orang lain.
Para ahli komunikasi mengartikan komunikasi verbal sebagai berikut:
1. Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan bahasa,
baik lisan maupun tulisan (Hardjana, 2003:22).
2. Komunikasi verbal ialah komunikasi dalam bentuk percakapan atau
tertulis. Komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata untuk
menyatakan ide (Machfoedz, 2004:7)
3. Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan simbolsimbol yang mempunyai makna yang berlaku umum dalam proses
komunikasi. Simbol-simbol yang dapat digunakan dalam komunikasi
verbal yaitu suara, tulisan atau gambar (Haryani, 2001:23).
4. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata,
entah lisan maupun tulisan (Purwanto, 2003:4).
‘13
4
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, pada hakekatnya komunikasi
verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai “alat” untuk
menyampaikan pesan (pikiran, gagasan, emosi, maksud, dan sebagainya).
Tanpa menafikan komunikasi nonverbal, bahasa begitu vital dalam
kehidupan manusia. Realitas ini mungkin tidak ada tanpa bahasa. Bahasalah
yang telah memberikan makna terhadap semesta kehidpan ini. Banyak orang
yang beranggapan bahwa uang adalah segala-galanya. Tetapi coba anda
pikirkan, apa artinya uang tanpa bahasa, karena uang tanpa bahasa tidak akan
bermanfaat.
Bahasa begitu bermakna dalam setiap sisi kehidupan manusia. Dalam
konteks komunikasi bahasa memiliki fungsi yang tak tergantikan, yaitu:
1. Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita.
2. Untuk membina hubungan yang baik di antara sesame manusia.
3. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia (Cangara,
2002:104),
C. KETERBATASAN BAHASA
Meskipun bahasa memiliki peran peran sentral dalam seluruh aspek
kehidiupan manusia, tetapi bahasa memiliki keterbatasan dan tidak semua
realitas dapat diwakili oleh bahasa. Ketebatasan bahasa ini menurut Mulyana
(2001:245-254) meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek
Esensinya, kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk realitas
pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan lain-lain. Naun
demikian tidak semua realitas dapat diwakili oleh kata-kata. Misalnya, nama apa
yang harus kita berikan kepada pada sebuah benda yang bentuknya mirif pintu,
tetapi berukuran kecil, 50 x 20 cm: pintu kecil, jendela kecil, lubang angin atau
apa? Di sini kata-kata mengalami keterbatasan untuk menyeut realitas tersebut.
‘13
5
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Keterbatasan kata-kata juga akan kita jumpai ketika kita akan
mengungkapkan perasaan (afeksi). Banyak perasaan kita yang tak terwakili oleh
kata-kata, misalnya perasaan cinta yang begitu mendalam kepada seorang
gadis, perasaan sedih yang tak terperi ketika mendapat musibah, perasaan
sayang seorang ibu kepada anaknya, dan sebagainya.
2) Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual
Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi
dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang yang
berbeda-beda pula. Ambiguitas kata-kata sebagaiman tecermin pada kata “dan
lain-lain”, “dan sebagainya”, apa makna dibalik kedua kata tersebut ? mugkin
bisa bermacam-macam. Contoh lain misalnya, kata “berat”, kata ini bisa diartikan
pada koteks yang berbeda: Ujian ini berat, kepala saya berat, atau persoalan ini
berat. Itulah ambiguitas kata-kata.
3) Kata-kata mengandung bias budaya
Bahasa terkait dengan konteks budaya. Dengan ungkapan lain, bahasa
dapat dipandang sebagai perluasan budaya. Menurut hipotesis Sapir-Whorf,
sering juga disebut Teori Relativitas Linguistik, sebenarnya stiap bahasa
menunjukan satu dunia simbolik yang khas, yang melukiskan realitas pikiran,
pengalaman batin, dan kebutuhan pemakainya.
Contoh yang paling konkret misalnya, dalam bahasa/ budaya Sunda,
terdapat sejumlah kata untuk menyebut orang petama: abdi, kuring, uing, urag,
kula, dewek, dan aing. Sedangka untuk orag kedua adalah: andika, anjeun,
maneh, silaing, dan sia. Kata makan dalam bahasa Snda dapat diterjemahkan
mejadi sejumlah kata yang berbeda dalam pemakaiannya:
Neda, untuk dri sendiri
Tuang, untuk orang yang kta hormati
Dahar, untuk teman sebaya yang dudah akrab
‘13
6
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Nyatu, untuk hewan
Emam, untuk anak kecil
4) Pencampuran fakta, penafsiran dan penilaian
Dalam
berbahasa
kita
sering
mencampuradukan
fakta
(uraian),
penafsiran (dugaan), dan penilaian. Misalnya mencampuradukan uraian : (Budi
adalah mahasiswa yang memperoleh IPK 3, 80) pada awal semester ke VIII),
penafsiran (Budi mahasiswa yang cerdas), dan penilaian (Saya menyukai Budi).
Jika seorang karyawan pada hari kerja ditemukan sedang menutup wajahnya
dengan selembar koran, dengan posisi duduk menyandar ke belakang.
Kmungkinan kita akan langsung menafsirkan bahwa orang tersebut pemalas.
Padahal kalau kita tegur atau kita marahi, bukan tidak mungkin dia aka
menjawab: “Saya sedang memikirkan suatu gagasan yang hebat bagaimana
memajukan perusahaan kita. Saking kerasnya saya berpikir, saya sampai
memejamkan mata dan mentup wajah saya dengan koran”.
D. FUNGSI BAHASA
Komunikasi verbal erat kaitannya dengan fungsi bahasa, karena
komunikasi verbal menggunakan bahasa sebagai “alat” untuk menyampaikan
gagasan, pikiran, perasaan, dan seterusnya.
Menurut Arnold dan Hirsch (dalam Liliweri,1994:1518), ada empat fungsi
utama bahasa dalam kehidupan manusia, yaitu:
1. Bahasa sebagai pengenal (identitas).
Mungkin pada suatu waktu Anda berkenalan dengan seseorang, dan
terlibatlah percakapan: (1) “kumaha damang?”, “atau (2) gile lu gue tungguin dari
tadi ga juga dateng”, atau (3) “saking pundi (dari mana)” , dan sebagainya.
Kalimat yang pertama menandakan bahwa orang yang diajak berbicara adalah
orang Sunda, kedua orang Betawi, dan ketiga orang Jawa.
‘13
7
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dengan demikian, dengan cara mengenali bahasanya orang atau kita
sudah bisa mengetahui dari manakah dia datang atau kita sudah bisa menebak
orang mana yang terlibat dalam pembicaraan tersebut. Pada konteks ini, bahasa
berfungsi sebagai pengenal (identitas).
2. Bahasa sebagai wahana interaksi sosial
Manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial, makhluk yang hidupnya
memerlukan interaksi sosial dengan sesamanya. Bahasa adalah kunci utama
dalam pergaulan atau dalam interaksi sosial. Bahasa digunakan untuk
memperkenalkan diri ketika kita memasuki wilayah/tempat baru, bahasa
digunakan untuk berembuk jika terdapat suatu permasalahan yang perlu
dipecahkan bersama, bahasa memegang peranan uatama ketika ada dua orang
muda-mudi saling berkenalan, bahasa adalah alat utama ketika kita bercakapcakap di warung kopi, bahasa dapat digunakan dalam menawarkan barang dan
jasa kepada konsumen, dan seterusnya.
Di samping itu, melalui bahasa tulisan, kita juga dapat berinteraksi
dengan handai taulan, sanak saudara, pacar, orang tua, atau orang yang paling
kita cintai melalui surat. Bahkan di zaman informasi ini, kita dapat berinteraksi
melalui telepon genggan dengan menggunakan fasilitas SMS (short message
service), atau mengirim gambar bunga hanya sekedar untuk mengucapkan cinta.
3. Bahasa sebagai wahana katarsis.
Katarsis merupakan satu konsep dalam psikologi yang menjelaskan
proses pembebasan manusia dari setiap tekanan. Dalam keadaan marah besar,
kita akan merasa puas dan keluar dari tekanan jika mengucapkan kata: kurang
ajar, bangsat, goblok, dan seterusnya. Dalam keadaan bersedih atau berduka
kita dapat mengadu, curhat dengan isakan tangis yang terus-menerus.
Orang bisa membebaskan tekanan lahir dan batin, karena ia telah
memilih kata-kata yang tepat untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya. Di
sinilah bahasa memiliki fungsi katarsis (pembebasan dari tekanan).
‘13
8
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4. Bahasa sebagai alat manipulatif
Bahasa sebagai alat manipulatif terlihat dalam fungsinya untuk mencegah
agar suatu tindakan tidak disalahgunakan. Kita pun kadangkala tidak sadar
bahwa kata atau kalimat yang kita gunakan bersifat manipulatif. Misalnya, ketika
seorang ayah melarang anaknya agar tidak mengendarai mobil seorang diri di
jalan “three in one” di Jakarta, dan menganjurkan untuk menambah
penumpangnya dua orang. Fungsi bahasa dalam kasus ini bersifat manipulatif,
karena ia menganjurkan orang untuk mengubah perilakunya.
Keempat fungsi bahasa sebagaimana dijelaskan di atas tidak dapat
dilepaskan dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah alat yang efektif untuk
menyampaikan berbagai gagasan, pikiran dan perasaan (emosi). Orang yang
sedang marah akan terlihat “galak” dengan menggunakan bahasa, sekaliopun
dengan sangat kasar.
Orang yang sedang bercinta begitu banyak mengeluarkan kata-kata yang
membuai. Kata-kata cinta, sayang, jantung hati begitu kental dalam suasana
percintaan. Bahkan untuk sebagian orang, cinta tidak cukup hanya diungkapkan
dengan perilaku saja, melainkan peru ditegaskan dengan kata-kata: I love
you……
‘13
9
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Gambar
Fungsi Bahasa
Pengenal
Wanaha Interaksi Sosial
Fungsi Bahasa
Katarsis
Alat Manipulatif
E. PRINSIP-PRINSIP DALAM KOMUNIKASI VERBAL
Meskipun komunikasi verbal dapat dilakukan oleh siapa saja, namun
menurut Liliweri (1994:35-41), dalam konteks akademis terdapat beberapa
prinsip dalam komunikasi verbal, yaitu:
1. Rujukan Yang Tetap
Maksudnya, komunikasi verbal dapat membuktikan seseorang mampu
mengkomunikasikan gagasan dan pikirannya secara timbal balik. Dengan
bahasa, seseorang mampu mengungkapkan peristiwa yang telah lalu,
peristiwa saat ini maupun peristiwa yang akan datang. Semua peristiwa
dapat diverbalisasikan (dibahasakan). Dengan demikian, bahasa pada
prinsipnya sebagai rujukan yang tetap dalam mengungkapkan pikiran atau
gagasan seseorang.
‘13
10
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Determinisme
Semua kata atau semua bahasa yang diucapkan seseorang mempunyai
tujuan tertentu (memiliki determininasi). Ide, gagasan serta pikiran seseorang
baru memiliki kekuatan apabila telah diartikulasikan dalam bentuk kata-kata
atau bahasa. Kata-kata
determinasi
bahasa
yang
“bangsat, kurang ajar, dan lain-lain adalah
mencerminkan
seseorang
sedang
marah.
Sedangkan kata-kata: apa kabar, bagaimana kesehatanmu, dan lain-lain
memiliki determinasi persahabatan.
3. Keadaan Yang Berulang (Recurrence)
Dalam komunikiasi antarpribadi, ada sesuatu yang ditunjukkan orang pada
kita. Misalnya, seseorang mengungkapkan kesedihannya yang berulangulang untuk lebih meyakinkan. Atau seseorang pun dapat mengungkapkan
rasa kebahagiaannya dengan bahasa yang berulang-ulang kepada lawan
bicaranya.
4. Perbedaan Prinsip Kerja dan Alternatif Kelayakan
Dalam berkomunikasi ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
(1) Seorang penerima harus mengetahui dengan pasti jenis maupun bentuk
tanda yang telah dikomunikasikan. Contohnya: Jika setiap pertanyaan
yang ditunjukan kepada anda, anda selalu menjawab YA; kemudian
pertanyaannya berikutnya anda tetap menjawab YA; maka saya tidak
perlu lagi mengajukan pertanyaan. Mengapa? Nampaknya tidak ada lagi
informasi baru yang saya dapatkan. Jika terjadi demikian maka semua
pesan anda pun sebenarnya tidak perlu dikomunikasikan karena telah
mencapai derajat kepastian tertentu.
(2) Penerima pun sebaiknya mengakui dan memahami tanda yang telah
diterimanya. Jika saya menerima informasi dari anda, maka saya pun
harus mampu mengakui tanda-tanda yang telah anda kirimkan. Jika anda
mengirimkan tanda-tanda dalam sebuah bahasa dan saya tidak
mengertinya, maka saya pun tidak mengakuinya, berarti tidak ada
informasi bagi saya.
‘13
11
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5. Tanda dan Gangguan Itu Relatif
Jika kita berbicara dengan orang yang sedang batuk dan filek, mungkin anda
merasa terganggu, karena bahasa (vokal) yang diucapkannya tidak terlalu
jelas. Namun tidak demikian bagi dokter, dokter akan mendengarkan dengan
senang hati pasien yang bicara sambil batuk-batuk dan filek, kemudian
memberikan resep kepada pasiennya. Kondisi dokter tersebut berbeda
dengan orang yang bukan dokter ketika mendengarkan pembicaraan orang
yang sedang filek dan batuk. Pada konteks inilah tanda dan gangguan
tersebut menjadi relatif.
6. Peneguhan/Pengemasan
Peneguhan/pengemasan merupakan kombinasi komunikasi verbal dan
nonverbal. Untuk mengungkapkan rasa sedih (duka) tidak saja hanya
diungkapkan dengan muka yang murung, tetapi juga perlu diungkapkan
dengan bahasa, atau sebakiknya. Pada dasarnya komunkasi verbal dan
nonverbal bersifat saling melengkapi dan meneguhkan.
7. Penyesuaian
Penyesuaian ini diperlukan untuk menemukan relevansi terutama bagi dua
orang yang mempunyai perbedaan dalam sistem tanda bahasa. Misalnya,
orang tua dengan anaknya, meskipun tidak memiliki perbedaan dalam kosa
kata, namun dalam banyak hal bahasa mengatur tata cara mereka
berkomunikasi. Anak perlu memilih kata-kata yang sopan atau yang pantas
bagi orang tuanya. Misalnya, seorang anak tidak pantas jika menggnakan
kata-kata gue, elo, dan lain-lain ketika berkomunikasi dengan orang tuanya.
8. Memprioritaskan Interaksi
Siapaopun ketika sedang berkomunikasi memiliki tujua dan motivasi. Tujuan
dan motivasi tersebut dapat dicermati dalam kata-kata yang dilontarkannya.
Lebih dari itu, tujuan serta motivasi seseorang akan terlihat dengan jelas
apabila dibarengi oleh perilaku nonverbal.
‘13
12
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
9. Paham Analogi Hutan dan Pohon
Salah satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa setiap interaksi yang
dilakukan berulang-ulang hasilnya akan lebih bermutu daripada sekedar
satuan interaksi yang lepas. Paham ini dapat dianalogikan, bahwa kita tidak
bisa memahami hutan hanya karena telah mengatahui banyaknya pohon
tetapi tidak mengenal jenis-jenis pohon di dalamnya.
F. BAHASA DAN KERAGAMAN BUDAYA
Setiap daerah atau setiap wilayah memiliki perbedaan bahasa. Bahkan
bukan hanya itu, setiap generasi tertentu memiliki bahasa yang berbeda-beda
dan unik. Dalam keseharian, begitu banyak kata-kata yang menggelikan bahkan
tidak masuk akal. Kata-kata tersebut mengandung makna atau arti yang
berbeda-beda untuk daerah tertentu. Berikut ini beberapa diantaranya:
 Orang Sunda menggunakan kata aliran untuk “mati listrik”
 Di Yogyakarta biji nangka rebus disebut beton.
 Orang Indonesia bagian Timur (Makasar, Ambon, Papua) menggunakan
kata bunuh (matikan) untuk listrik, lampu, televisi dan radio.
 Kita menyebut Rajasinga untuk sejenis penyalit kelamin yang berbahaya
di Indonesia.
 Kata nyokap dan bokap digunakan untuk menunjuk kepada ibu dan
bapak oleh anak-anak jakarta.
Perilaku menggelikan dalam komunikasi verbal juga terlihat dalam
percakapan gadis Sunda dan orang Batak. Perhatikan:
Seorang cowok Batak dan seorang cewek Sunda berada disebuah
angkutan kota. Si cowok berlagak sok akrab dan ia langsung membayar
ongkos si cewek. “Biarin saya yang bayar neng”. Si cewek tidak bisa
‘13
13
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
berbuat apa-apa. “Terima kasih, Mas”, katanya. Si cowok pun menjawab,
“bujur kembali”. Tentu saja si cewek pun marah. Sambil melemparkan
uang ke wajah si cowok, cewek itu berucap, “Enak saja, nih uangmu”
(Mulyana, 2001:265).
Dalam bahasa Sunda bujur diartikan pantat, tetapi bagi orang Batak bujur
berarti terima kasih. Perbedaan makna kata atau bahasa yang digunaka oleh
kedua orang di atas memicu komunikasi yang menimbulkan pertengkaran.
Cerita lain yang berlatar belakang perbedaan budaya dapat dicermati
berikut ini:
Dua orang pemuda dari Jawa datang ke Kalimantan untuk mengunjungi
teman lamanya. Sesampainya di Tenggarong, Kalimantan Timur, mereka
berkenalan dengan seorang wanita Dayak. Setelah mengobrol ngalorngidul, wanita itu berkata kepada kedua pemuda tersebut, “Ayo main ke
lamin saya !”
Dengan perasaan tidak karuan, kedua pemuda itu
mengikuti wanita tersebut. Setelah sampai di tempat tujuan, wanita itu
berkata, “Ini lamin saya.”
Ternyata yang dimaksud wanita itu adalah
rumahnya. Kedua pemuda itupun tersenyum malu karena sudah berpikir
yang tidak-tidak. Dalam bahasa dayak, lamin memang berarti rumah
(Mulyana, 2003:43).
Percakapan orang Sunda dengan seorang pria asal Medan yang baru
tinggal seminggu di tanah Sunda bingung saat mengetahui sandalnya hilang
setelah salat Jum’at. Lalu ia berkata kepada orang-orang disekitarnya:
‘13
14
Orang Medan
:
Bah, kemana sandal saya ?”
Orang Sunda 1
:
“pahili meureun , Pak”
Orang Medan
:
“Siapa itu Pak Hili ?”
Orang Sunda 2
:
“Eh, pagentos meuren, Pak ?”
Orang Medan
:
“Siapa itu Pak Gentos ?”
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Orang Sunda 3
:
“Aduh kumaha nya, patukeur meureun, Pak
!”
Orang Medan
:
“Nah, tambah pula yang lain. Siapa itu Pak
Tuker ? Berati Pak Hili, Pak Gentos dan Pak
Tuker bersekongkol nyolong sandal saya!”
(Mulyana, 2001:268)
(Kata-kata Sunda pahili, pagentos, dan patukeur, berarti “tertukar”).
Kearifan memahami bahasa dalam pergaulan antarbudaya sangat
diperlukan untuk menghidari berbagai kesalahan dalam menafsirkan pesan
(bahasa) yang dikirimkan oleh orang lain. Budaya membawa implikasi terhadap
pola komunikasi yang dilakukan, termasuk bahasa yang digunakan. Satu bahasa
atau satu kata bisa jadi memiliki makna yang berbeda untuk tiap-tiap daerah,
seperti terlihat pada kata “bujur”.
Daftrar Bacaan
Anugrah, Dadan & Winny Kresnowiati, 2008. Komunikasi Antarbudaya, Konsep
dan Apliksinya. Jakarta: Jala Permata.
Cheryl Hamilton, 2008. Communicating For Results, A Guide For Business and
The Profession. USA: Belmont.
Hafied Cangara, 2002. Penganar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajagrafindo
Persada.
Machfoedz, Mas’ud dan Mahmud Machfoedz, 2004. Komunikasi Bisis Modern
untuk Mahasiswa dan Profesi. Yogyakarta: BPFE.
Mas’ud, Machfoedz dan Mahmud Machfoedz, 2004. Komunikasi Bisnis Modern,
Untuk Mahasiswa dan Profesi. Yogyakarta: BPFE.
Morreale, Spitzberg and Barge, 2007. Human Communication Motivation,
Knowledge, and Skills. USA: Belmont.
‘13
15
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Mulyana, Deddy, 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosda.
Onong Uchjana Effendy, 1994. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:
Rosda.
Onong Uchjana Effendy, 2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung:
Citra Aditya bakti.
Purwanto, Djoko, 2003. Komunikasi Bisnis. Jakrta Erlangga.
Stewart Tubbs and Sylvia Moss, 2008. Human Communication, Principles and
Contexts. New York: McGraw-Hill.
Sumartono, 2003. Kecerdasan Komunikasi. Jakarta: Gramedia.
Supratiknya, A., 1996. Komunikasi Antarpribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:
Kanisius
Vardiansyah, Dani, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor: Ghalia.
Wiryanto, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo.
Wood, Julia T., 2009. Communication in Our Lives, Fifth Edition. USA:
Wadsworth Cengage Learning.
‘13
16
PANCASILA
Dr. Dadan Anugrah, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download