ISSN 0215 - 8250 701 IMPLEMENTASI SIKLUS BELAJAR HIPOTESIS-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN KETERAMPILAN PROSES IPA DI SMAN 4 SINGARAJA oleh Ni Ketut Rapi Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha Jln. Udayana Singaraja ABSTRAK Masalah pokok yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini adalah (1) apakah implementasi model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa?; (2) apakah implementasi model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat meningkatkan keterampilan proses IPA siswa?; dan (3) bagaimanakah respon siswa terhadap model pembelajaran siklus belajar hipotesisdeduktif?.Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan proses IPA, dan mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif. Penelitian ini dibagi dalam dua siklus, penentuan siklus didasarkan pada karakteristik materi pembelajaran Fisika, yaitu Vektor dan Kinematika. Masing-masing siklus terdiri dari tahapan-tahapan yaitu (1) Tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap observasi/evaluasi, dan (4) tahap refleksi. Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMA Negeri 4 Singaraja tahun pelajaran 2007/2008 dengan jumlah siswa sebanyak 44 orang. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil analisis data menunjukkan, bahwa pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan proses. Hasil analisis respon siswa terhadap pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif termasuk dalam kualifikasi positif Kata kunci : siklus belajar hipotesis-deduktif, sikap ilmiah, keterampilan proses, dan respon _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 702 ABSTRACT The main problem which the answers will be found through this study are (1) is the implementation of the teaching model of the hyphotesisdeductive learning cycle process able to increase the students’ scientific attitude?; (2) is the implementation of the teaching model of the hyphotesisdeductive learning cycle process able to increase the students’ natural science process skill?; the third, how is the students’ respond towards the teaching model of the hyphotesis-deductive learning cycle? The objective of this study is to increase the scientific attitude and natural science process skill, and to know the students’ respond towards the teaching model of the hyphotesis-deductive learning cycle process. This study was divided into two cycles. The determination of the cycle was based on the characteristic of the physics teaching materials, they were vectors and kinematics. Each cycle consisted of the stages, they are (1) planning stage, (2) action implementation stage, (3) evaluation/ observation stage, and (4) reflection stage. The subject of this study was the 44 student of class X3 of SMAN 4 Singaraja in academic year of 2007/2008. The data were analized descriptively. The result of the data analysis indicates that the teaching model of the hyphotesis-deductive learning cycle can increase scientific attitude and process skill. The analysis result of the students’ respond towards the teaching model of the hypotesis- deductive learning cycle is in the positive qualification. Key words : hypotesis-deductive learning cycle, scientific attitude, process skill, and respond 1. Pendahuluan Telah banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta dalam upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) lewat pendidikan, sehingga diharapkan nanti mampu bersaing dalam berbagai bidang. Usaha-usaha yang dilakukan meliputi pengadaan perpustakaan, penyempurnaan kurikulum, melengkapi alat-alat _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 703 labolatorium, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas pengajar. Namun sampai saat ini usaha yang dilakukan masih belum memberikan hasil yang optimal karena mutu lulusan dari berbagai bidang dan jenjang belum sesuai dengan harapan. Khusus pada SMA Negeri 4 Singaraja dengan row input yang berkategori baik , tetapi hasil belajar Fisika belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini bisa dilihat dari nilai rerata UAS pada mata pelajaran Fisika tahun pelajaran 2003/2004 adalah 65,20; untuk tahun pelajaran 2004/2005 67,40; dan untuk tahun pelajaran 2005/2006 64,50 (Arsip TU SMA Negeri 4 Singaraja). Data ini menunjukkan hasil belajar siswa SMA Negeri 4 Singaraja belum optimal. Hasil studi pendahuluan melalui wawancara dengan beberapa siswa dan guru Fisika yang penulis lakukan saat membimbing mahasiswa PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) di SMA Negeri 4 Singaraja menunjukkan kedaan sebagai berikut. (1) Banyak siswa yang memiliki sikap ilmiah dengan kategori rendah. Hal ini bisa dilihat dari pertama para siswa kurang respek dengan fakta, kedua para siswa sering melakukan manipulasi data dengan tujuan hasil eksperimen mereka tidak menyimpang dari konsep dan prinsip yang dijelaskan oleh guru, ketiga di dalam melaksanakan percobaan Fisika banyak siswa yang kurang tekun, keempat rasa ingin tahu siswa kurang, dan kelima di dalam diskusi kelas banyak siswa yang tidak mau menerima pendapat siswa lain. (2) Banyak siswa yang memiliki keterampilan proses IPA dalam kategori kurang. Hal ini bisa dilihat dari : kurangnya kemampuan siswa merumuskan hipotesis, siswa kurang mampu merancang percobaan, siswa kurang mampu mengukur, siswa kurang mampu mengkomunikasikan hasil percobaan, dan siswa kurang mampu membuat kesimpulan hasil percobaan. Sebagai langkah awal untuk mencari faktor-faktor penyebab rendahnya sikap ilmiah dan kurangnya keterampilan proses IPA siswa maka peneliti melakukan studi pendahuluan di SMA Negeri 4 Singaraja. _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 704 Studi ini berupa observasi langsung di kelas saat pembelajaran Fisika, diskusi dengan guru Fisika SMA Negeri 4 Singaraja, dan wawancara dengan siswa. Dari studi pendahuluan ini diperoleh temuan-temuan sebagai berikut. (1) Metode pembelajaran Fisika yang digunakan oleh guru selama ini masih didominasi metode ceramah, dan hanya sekali-sekali diterapkan metode eksperimen. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru terungkap bahwa guru belum merasa mengajar bila mereka belum menceramahi siswa. (2) Dalam pembelajaran Fisika, guru selama ini kurang memperhatikan konsepsi atau pengetahuan awal siswa. (3) Unjuk kerja siswa dalam mengikuti pembelajaran Fisika masih kurang yang ditandai dengan masih kurang aktifnya siswa dalam menjawab pertanyaan yang dikemukakan oleh guru, siswa kurang aktif mengajukan pertanyaan, dan siswa kurang mempunyai inisiatif dalam pembelajaran. (4) Strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru selama ini adalah (a) siswa terlebih dahulu disajikan sejumlah konsep atau prinsip, (b) siswa diberikan beberapa pertanyaan atau masalah, dan (c) pembelajaran lebih menekankan pada produk IPA kurang memperhatikan proses IPA. (5) Respon siswa terhadap model pembelajaran yang diimplementasikan oleh guru kurang positif yang ditandai dengan banyak siswa yang merasa bosan dan merasa pelajaran Fisika sangat sulit. (6) Interaksi dalam pembelajaran kurang bersifat multi arah, dan pembelajaran kurang terpusat pada siswa. Pengemasan pembelajaran di atas tidak sejalan dengan hakikat orang belajar dan hakikat orang mengajar menurut pandangan konstruktivis. Belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertian dikembangkan (Suparno,1997:61). Menurut kaum konstruktivis mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 705 kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pebelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan jastifikasi Betten Court (dalam Suparno, 1997 : 65). Di samping itu pembelajaran Fisika harus mencakup dua aspek yakni aspek produk dan aspek proses. Pembelajaran Fisika yang hanya menekankan pada aspek produk seperti menghapal konsep-konsep, prinsip-prinsip atau rumus tidak memberikan kesempatan siswa terlibat aktif dalam proses-proses sains. Pembelajaran seperti ini tidak dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa dan tidak dapat melatih keterampilan proses IPA siswa. Padahal menurut kurikulum 2004 salah satu tujuan pengajaran Fisika di SMA adalah selain memahami konsep-konsep IPA siswa juga dituntut mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi oleh sikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya (Depdiknas, 2004). Dari tujuan pengajaran Fisika di SMA di atas tampaknya bahwa dalam mengajarkan Fisika di SMA guru diminta untuk mencapai produk IPA dan proses IPA. Ini berarti bahwa selain mengembangkan fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip IPA guru juga harus mengembangkan keterampilan-keterampilan proses IPA serta sikap ilmiah para siswa. Pembelajaran Fisika di sekolah hendaknya tidak diarahkan sematamata menyiapkan anak didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, namun yang lebih penting adalah menyiapkan anak didik untuk (1) mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan konsep-konsep sains yang telah mereka pelajari, (2) mampu mengambil keputusan yang tepat dengan menggunakan konsep-konsep ilmiah, dan (3) mempunyai sikap ilmiah dalam _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 706 memecahkan masalah yang dihadapi sehingga memungkinkan mereka untuk berpikir dan bertindak secara ilmiah ( Ndraka ,1985:16). Menurut Harlen (1992 :97) untuk menumbuhkembangkan sikap ilmiah siswa ada tiga jenis peranan utama guru yakni: memperlihatkan contoh, memberikan penguatan dengan pujian dan persetujuan, dan memberikan kesempatan untuk mengembangkan sikap. Semasih siswa menunjukkan keinginan untuk berbuat, harus diberikan kesempatan untuk beraktivitas. Memberikan objek baru adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sikap ingin tahu. Mendiskusikan hasil eksperimen memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir kritis. Menurut Magno (dalam Karhami, 2001:5) salah satu cara untuk mengembangkan sikap ilmiah adalah dengan memperlakukan anak seperti ilmuwan muda sewaktu anak mengikuti kegiatan pembelajaran sains. Keterlibatan siswa secara aktif baik fisik maupun mental dalam kegiatan labolatorium akan membawa pengaruh terhadap pembentukan pola tindakan siswa yang selalu didasarkan pada hal-hal yang bersifat ilmiah. Bertolak dari uraian di atas dapat disimpulkan, salah satu faktor yang menyebabkan sikap ilmiah siswa rendah dan keterampilan proses IPA siswa kurang adalah model pembelajaran yang diimplementasikan oleh guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktivitas seperti ilmuwan. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas maka masalah pokok yang akan dicari jawabannya melalui pengembangan inovasi pembelajaran ini adalah (1) apakah implementasi model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa?; (2) apakah implementasi model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat meningkatkan keterampilan proses IPA siswa?; _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 707 dan (3) bagaimanakah respon siswa terhadap model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif? Alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah di atas antara lain: menambah alat-alat Lab Fisika, Meningkatkan kualitas guru, membenahi cara evaluasi, dan menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran lebih berpusat pada siswa. Alternatif yang dipilih adalah melalui implementasi model pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran lebih terpusat pada siswa yakni model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif. Pemilihan ini didasarkan atas, model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan beraktivitas seperti ilmuwan. Di samping itu model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa, tingkat pengharapan bertambah, dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar dengan menghafal, dan memberikan waktu pada siswa untuk mengasimilasi dan mengokomodasi informasi. Model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang komprehensif, yang mencakup berbagai metode pembelajaran yang dalam pembelajaran tradisional sering dilaksanakan secara terpisah dan sering tanpa terencana. Menurut Bruner selama kegiatan belajar berlangsung hendaknya siswa dibiarkan mencari atau menemukan sendiri makna segala sesuatu yang dipelajari. Mereka perlu diberikan kesempatan berperan sebagai pemecah masalah seperti yang dilakukan para ilmuwan, dengan cara tersebut diharapkan mereka mampu memahami konsep-konsep dalam bahasa mereka sendiri (Winatapura,1994 :154-155). Model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dimulai dengan menghadapkan para siswa pada suatu masalah. Siswa berusaha sendiri untuk membuat hipotesis terhadap masalah yang dihadapi. Hipotesis _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 708 ini kemudian diuji lewat eksperimen, sehingga ada kemungkinan hipotesis itu diterima atau ditolak. Melalui pengujian hipotesis lewat eksperimen sikap ilmiah dan keterampilan proses IPA siswa ditumbuhkembangkan. Data yang diperoleh lewat eksperimen kemudian dianalisis, disimpulkan dan dikumunikasikan lewat diskusi kelas hal ini juga dapat menumbuhkembangkan sikap ilmiah dan keterampilan proses IPA siswa. Penerapan model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif yang dimulai dengan menggali konsepsi awal siswa mengenai konsep yang akan dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang mengundang siswa untuk mengemukakan beberapa hipotesis dengan menggunakan pengetahuan awal yang telah mereka dapat melalui pengalaman. Pengetahuan awal mereka dijadikan dasar dalam mengembangkan pembelajaran hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ausubel (dalam Dahar, 1989: 117) bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Hal ini juga didukung oleh beberapa hasil penelitian yang berbasis konstruktivis dapat meningkatkan hasil belajar dan sikap ilmiah. Penerapan strategi siklus belajar berpengaruh terhadap hasil belajar siswa ( Suma, 1997 : 49) dan Model siklus belajar Empiris-Induktif meningkatkan penguasaan konsep dan menurunkan miskonsepsi yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa (Sudiatmika, 1997 : 78 ) Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat secara aktif di dalam pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktivitas seperti ilmuwan,sehingga melalui model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif sikap ilmiah dan keterampilan proses IPA siswa dapat ditumbuhkembangkan. Penelitian ini _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 709 dikatakan berhasil, dengan kata lain tindakan ini berhasil jika: sikap ilmiah siswa berkualifikasi tinggi, keterampilan proses IPA siswa berkualifikasi baik dan respon siswa terhadap model pembelajaran yang diimplementasikan berkualifikasi positif. Tujuan penelitian ini adalah (1) meningkatkan sikap ilmiah siswa melalui implementasi model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif; (2) meningkatkan keterampilan proses IPA siswa melalui implementasi model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif; dan (3) mengetahui respon siswa terhadap deduktif. model pembelajaran siklus belajar hipotesis- 2. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari tahapan-tahapan, yaitu (1) tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan tidakan, (3) tahap observasi/evaluasi, (4) tahap refleksi. Tahapan-tahapan siklus pengembangan inovasi dijelaskan sebagai berikut. Pertama, tahap perencanaan : (1) Bersama-sama dengan guru menganalisis konsep-konsep yang berkaitan dengan topik yang akan diajarkan, (2) Bersama-sama dengan guru merancang penelusuran pengetahuan awal siswa tentang konsep-konsep yang akan diajarkan, (3) Bersama-sama dengan guru merancang perangkat pembelajaran dengan model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif, (4) Bersama-sama dengan guru mengembangkan instrumen penelitian berupa, lembar observasi untuk menjaring keterampilan proses IPA, kuesioner untuk menjaring sikap ilmiah, dan lembar observasi untuk menjaring kemampuan pengajar mengimplementasikan program pembelajaran, (5) Bersama-sama dengan guru dan laboran menyiapkan alat dan bahan, dan (6) Bersamasama dengan guru merancang petunjuk praktikum _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 710 Kedua, tahap pelaksanaan tindakan, sebagai pelaksana utama tindakan berupa pembelajaran dengan model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif adalah tim peneliti yang terdiri dari seorang dosen dan 2 orang guru. Dalam setiap pembelajaran salah seorang peneliti menjadi pengajar, sedangkan 2 orang peneliti bertugas sebagai observer. Hal ini dilakukan secara bergilir dengan tujuan masing-masing peneliti mempunyai pengalaman mengimplementasikan model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dan mempunyai pengalaman sebagai observer. Langkahlangkah pelaksanaan tindakan meliputi (1) Guru pengajar Fisika mengadakan pra-test sebelum melaksanakan pembelajaran, dan (2) Guru melaksanakan pembelajaran di kelas dengan model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif. Contoh implementasi model pembelajaran Hipotesis-Deduktif seperti tabel 01, dan (3) Setiap akhir pembelajaran tim peneliti melakukan diskusi untuk membahas hasil monitoring untuk melakukan refleksi pada tindakan siklus berikutnya. Tabel 01: Contoh Implementasi Model Pembelajaran Hipotesis-Deduktif A. Fase Eksplorasi Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1.Mengemukakan pertanyaan/masalah yang 1. Menyimak atau berusaha dapat memotivasi siswa untuk memahami masalah yang dihadapi mengemukakan pendapatnya seperti: 2. Melakukan diskusi kelompok a.Apakah karakteristik gerak lurus beraturan untuk merumuskan hipotesis (GLB) 3. Menyampaikan hipotesis b.Bagaimanakah bentuk grafik perpindahan 4. Menyiapkan alat/bahan secara terhadap waktu pada GLB berkelompok c.Bagaimanakah formula dari GLB 5. Secara berkelompok melakukan d.Bagaimanakah bentuk grafik kecepatan eksperimen GLB untuk menguji versus waktu pada GLB hipotesis 2. Menugaskan siswa untuk membuat hipotesis 6. Bertanya seputar masalah dan 3. Menetapkan hipotesis dari jawaban siswa proses eksperimen yang dilakukan untuk dikaji lebih lanjut 7. Melalui diskusi kelompok, menganalisis data untuk membuat kesimpulan _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 711 Lanutan Tabel 01 4. Menugaskan siswa untuk menyiapkan alat/bahan untuk percobaan GLB sesuai dengan alat/bahan yang tertera pada LKS 5. Menugaskan siswa untuk merancang dan melakukan eksperimen GLB. 6. Membimbing proses eksperimen dengan cara menjawab pertanyaan siswa dan mengarahkan siswa untuk menguji hipotesis melalui pertanyaan-pertanyaan penuntun. B. Fase Pengenalan Konsep Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1. Melalui diskusi kelas guru menugaskan 1. Menyampaikan hasil eksperimen dan siswa untuk mengemukakan kesimpulan kesimpulan di depan kelas. yang mereka peroleh 2. Memberikan tanggapan terhadap 2. Menyuruh siswa membandingkan hasil kesimpulan kelompok siswa yang yang mereka peroleh dan memberikan lain. tanggapan terhadap kesimpulan kelompok 3. Menjawab pertanyaan guru siswa yang lain. berdasarkan hasil eksperimen. 3. Mengarahkan diskusi dengan cara 4. Menanyakan ha-hal yang dianggap mengklarifikasi kesimpulan yang salah dan belum jelas. memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk membimbing siswa pada pemecahan masalah yang terarah. 4. Pengenalan konsep didasarkan atas hasil eksperimen siswa Fase Penerapan Konsep Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1. Melakukan evaluasi untuk mengetahui 1. Mengerjakan soal-soal Fisika terkait ketercapaian tujuan pembelajaran dengan konsep yang sudah dipelajari Ketiga, tahap observasi/evaluasi, pada penelitian ini mencakup keterampilan guru dalam implementasi program pembelajaran dan keterampilan proses IPA siswa dalam proses pembelajaran. Observasi dilakukan oleh 2 orang peneliti secara bergilir. Keterampilan guru mengimplementasikan program pembelajaran diobservasi pada saat proses pembelajaran dengan menggunakan pedoman observasi berupa APKG yang _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 712 dimodifikasi dari APKG Undiksha. Aspek-aspek yang diobservasi meliputi: penyiapan kondisi pembelajaran siswa, membuka pelajaran, memasuki pelajaran inti, upaya mengaktifkan siswa dalam suasana kondusif, persiapan dan penggunaan alat bantu pembelajaran, efektivitas penggunaan waktu dan menutup pembelajaran. Prosedur observasi dengan memberikan ceklist pada skor dengan rentang skor 1 sampai 4. Keterampilan proses IPA siswa dalam pembelajaran diobservasi dengan pedoman observasi yang dikonstruksi oleh tim peneliti. Aspek-aspek yang diobservasi meliputi (1) pengamatan, (2) pengklasifikasian, (3) pengukuran, (4) pengidentifikasian dan pengendalian variabel, (5) perumusan hipotesa (6) perancangan eksperimen (7) penyimpulan hasil eksperimen, dan (8) mengkomonikasian hasil eksperimen. Prosedur observasi dengan memberikan ceklist pada skor dengan rentang skor 1 sampai 5. Evaluasi pada penelitian ini mencakup evaluasi siklus, sikap ilmiah siswa, dan keterampilan proses IPA siswa dilakukan oleh tim peneliti. Evaluasi siklus dilakukan pada setiap akhir dari siklus tindakan. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siklus tindakan yang dilakukan dan untuk mengkaji kendala-kendala serta kelemahankelemahan siklus tindakan yang dilakukan, sebagai bahan refleksi pada siklus berikutnya. Evaluasi terhadap sikap ilmiah siswa dilakukan pada akhir siklus. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan penelitian dalam hal meningkatkan sikap ilmiah, hal ini dilihat dari kualifikasi yang dicapai. Evaluasi terhadap keterampilan proses IPA siswa dilakukan pada akhir siklus. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan penelitian ini dalam hal meningkatkan keterampilan proses IPA siswa, hal ini dilihat dari kualifikasi yang dicapai. Sikap ilmiah siswa yang dijaring melalui angket meliputi empat aspek rasa ingin tahu, respek terhadap fakta atau bukti, kemauan untuk mengubah _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 713 pandangan, dan berpikir kritis. Masing-masing aspek terdiri dari 4 indikator. Penskoran menggunakan skala Likert 1 sampai 5. Skor sikap ilmiah siswa diperoleh dengan menjumlahkan skor siswa untuk masingmasing pernyataan. Keterampilan proses IPA siswa dijaring melalui observasi dengan menggunakan pedoman observasi dan dijaring lewat jurnal hasil eksperimen siswa. Penskoran menggunakan skala Likert 1 sampai 5. Skor keterampilan proses IPA siswa diperoleh dengan menjumlahkan skor siswa untuk masing-masing aspek. Skor total siswa dikonversi ke skala 100. Keempat, tahap refleksi, berdasarkan hasil monitoring, evaluasi siklus yang dilakukan selama siklus pembelajaran berlangsung dan kendala-kendala yang ditemukan dalam poses pembelajaran, maka untuk memperbaiki dan menyempurnakan tindakan pada siklus berikutnya dilakukan refleksi siklus didasarkan atas hasil-hasil diskusi yang dilakukan bersama tim peneliti. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1 Hasil Penelitian Pada Siklus I Pokok bahasan yang dipelajari pada siklus I adalah Vektor. Langkah-langkah dalam pembelajaran, pertama siswa ditugaskan secara kelompok membuat hipotesis dari pertanyaan yang diajukan oleh pengajar. Hipotesis yang dibuat oleh masing-masing kelompok diuji melalui eksperimen. Hasil eksperimen dibuat dalam bentuk laporan dan kemudian dipresentasikan di depan kelas oleh masing-masing anggota kelompok secara bergilir dipimpin oleh guru. Salah satu kelompok ditunjuk secara acak, kelompok lain mencermati, menanggapi, dan menjelaskan berdasarkan pemahaman dan hasil eksperimen. Selanjutnya guru menanamkan konsep berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan siswa. _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 714 Di akhir pertemuan, guru melakukan evaluasi untuk mengetahui mencapaian hasil belajar siswa atau seberapa jauh indikator yang telah ditetapkan sudah tercapai. Berdasarkan evaluasi terhadap hasil belajar siswa dapat diungkapkan data, yaitu 50% siswa belum memahami tentang penjumlahan Vektor, sehingga pada sub pokok bahasan ini dilakukan siklus pembelajaran ulang. Sikap ilmiah siswa diukur dengan skala Likert 1 – 5 dengan jumlah indikator 20 , dengan skor minimal ideal = 20 dan skor maksimum ideal 100. Rerata ideal = 60, dan standardd deviasi ideal = 13,33. Berdasarkan analisis data sikap ilmiah siswa diperoleh nilai rerata adalah 74,4 dengan standardd deviasi 6,6 termasuk kategori tinggi. Keterampilan proses siswa diukur dengan skala Likert 1 – 5 dengan jumlah indikator 8 , dengan skor minimal ideal = 8 dan skor maksimum ideal 40. Data mentah ditranformasi ke standardd 100 sehingga diperoleh skor minimal ideal = 20, dan skor maksimum ideal 100, rerata ideal = 60, dan standard deviasi ideal = 13,33. Berdasarkan analisis data keterampilan proses IPA siswa diperoleh nilai rerata adalah 65,3 dengan standardd deviasi 3,3 termasuk kategori sedang. Berdasarkan hasil observasi tentang pelaksanaan pembelajaran melalui implementasi model pembelajaran siklus belajar HipotesisDeduktif diperoleh temuan (1) pelaksanaan implementasi model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif belum optimal, (2) siswa belum terbiasa melakukan kegiatan labolatorium, (3) sebagian besar siswa belum terampil menggunakan alat-alat lab, (4) siswa belum dapat mengikuti petunjuk praktikum dengan baik, (5) siswa kurang terbiasa mengemukakan pendapat, (6) siswa belum mampu membuat kesimpulan (7) peranan guru masih cukup dominan dalam memberikan bimbingan dalam percobaan,(8) siswa cukup termotivasi dalam pembelajaran, (9) _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 715 waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan perencanaan, (10) siswa masih kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapat, dan (11) siswa kurang mampu membuat hipotesis. Berdasarkan temuan yang diperoleh pada siklus I yang menyangkut keterampilan proses yang belum mencapai kriteria yang ditetapkan dan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran belum optimal, dan kekurangankekurangan dalam perencanaan dan implementasi model pembelajaran maka dilakukan refleksi untuk dipergunakan sebagai dasar perencanaan dan implementasi pembelajaran pada siklus berikutnya. Adapun hal-hal yang perlu diperbaiki antara lain: (1) perlu dioptimalkan lagi perencanaan dan implementasi model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif, (2) perlu diberikan penekanan-penekanan pada saat penanaman konsep, (3) perlu dirancang petunjuk praktikum yang lebih sederhana sehingga siswa lebih dapat memahami, dan (4) peranan siswa dalam pembelajaran perlu lebih ditingkatkan, dan perencanaan waktu yang lebih baik. 3.2 Hasil Penelitian Siklus II Langkah-langkah dalam pembelajaran sama dengan pada siklus I, pertama siswa ditugaskan secara kelompok membuat hipotesis dari pertanyaan yang yang diajukan oleh pengajar. Hipotesis yang dibuat oleh masing-masing kelompok diuji melalui eksperimen. Hasil eksperimen dibuat dalam bentuk laporan dan kemudian dipresentasikan di depan kelas oleh masing-masing anggota kelompok secara bergilir dipimpin oleh guru. Salah satu kelompok ditunjuk secara acak, kelompok lain mencermati, menanggapi, dan menjelaskan berdasarkan pemahaman dan hasil eksperimen. Selanjutnya guru menanamkan konsep berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan siswa. Di akhir pertemuan, guru melakukan evaluasi untuk mengetahui mencapaian hasil belajar siswa atau seberapa _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 716 jauh indikator yang telah ditetapkan sudah tercapai. Berdasarkan evaluasi terhadap hasil belajar siswa dapat diungkapkan data, yaitu 36% siswa belum memahami tentang konsep gerak lurus berubah beraturan, sehingga pada sub pokok bahasan ini dilakukan siklus pembelajaran ulang. Berdasarkan analisis data sikap ilmiah siswa diperoleh nilai rerata adalah 77 dengan standardd deviasi 6,2 termasuk kategori tinggi. Nilai rerata keterampilan proses siswa sebesar 73,4 dengan standard deviasi 5,1 termasuk kategori baik. Variabel respon siswa terhadap pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif diukur dengan skala Likert dengan jumlah pernyataan 15 butir, dengan skor minimal ideal = 15 dan skor maksimum ideal 75. Data mentah ditranformasi ke standard 100 sehingga diperoleh skor minimal ideal = 20, dan skor maksimum ideal 100, rerata ideal = 60, dan standardd deviasi ideal = 13,33. Hasil pengukuran respon siswa terhadap model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif, mempunyai rerata 70. Ini berarti rerata respon siswa berkualifikasi positif. Berdasarkan hasil observasi tentang pelaksanaan pembelajaran melalui implementasi model pembelajaran siklus belajar HipotesisDeduktif diperoleh temuan (1) sebagian besar siswa sudah terpola dalam pembelajaran dengan model pembelajaran siklus belajar HipotesisDeduktif, (2) siswa mulai terbiasa melakukan kegiatan labolatorium, (3) sebagian siswa sudah terampil menggunakan alat, (4) sebagian besar siswa sudah dapat mengikuti petunjuk praktikum dengan baik, (5) sebagian siswa mulai terbiasa mengemukakan pendapat, (6) peranan guru relatif berkurang dalam memberikan bimbingan dalam percobaan, dan (7) siswa cukup termotivasi dalam pembelajaran. Berdasarkan temuan yang diperoleh pada siklus II yang menyangkut sikap ilmiah dan keterampilan proses IPA siswa meskipun sudah terjadi _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 717 peningkatan tetapi hasil yang diperoleh belum optimal, untuk itu nampaknya perencanaan dan implementasi model pembelajaran masih perlu dioptimalkan lagi. Ditinjau dari respon siswa terhadap pembelajaran meskipun sudah termasuk kualifikasi positif, namun masih bisa ditingkatkan lagi sehingga tercapai hasil yang paling optimal. Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, maka dapat diberikan refleksi untuk dipergunakan sebagai dasar perencanaan dan implementasi pembelajaran pada proses pembelajaran berikutnya. Adapun hal-hal yang perlu diperbaiki antara lain: (1) perlu dioptimalkan lagi perencanaan dan implementasi model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif (2) perlu diberikan penekanan-penekanan pada saat penanaman konsep, (3) perlu dirancang petunjuk praktikum yang lebih sederhana sehingga siswa lebih dapat memahami, dan (4) peranan siswa dalam pembelajaran perlu lebih ditingkatkan. 3.3 Pembahasan Sikap ilmiah siswa ditunjukkan dengan nilai rata-rata. Pada siklus I nilai rata-rata sikap ilmiah siswa adalah 74,4 dengan standard deviasi 6,6 termasuk kualifikasi tinggi, sedangkan pada siklus II nilai rerata sikap ilmiah siswa adalah 77,0 dengan standard deviasi 6,2 juga termasuk kualifikasi tinggi. Keterampilan proses IPA siswa ditunjukkan dengan nilai rerata. Pada siklus I nilai rerata keterampilan proses IPA siswa adalah 65,3 dengan standard deviasi 3,3 termasuk kualifikasi sedang, sedangkan pada siklus II nilai rerata Keterampilan proses IPA siswa adalah 73,4 dengan standard deviasi 5.1 termasuk kualifikasi baik. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan yakni sikap ilmiah siswa berkualifikasi tinggi, keterampilan proses IPA siswa berkualifikasi baik dan respon siswa terhadap model pembelajaran yang diimplementasikan _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 718 berkualifikasi positif, maka model pembelajaran siklus belajar HipotesisDeduktif sudah mampu meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan proses IPA siswa. Hal ini disebabkan melalui implementasi model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif di samping memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaitkan konsep-konsep yang sudah dipahami dengan konsep-konsep yang akan dipelajari sehingga terjadi proses belajar bermakna dan model pembelajaran siklus belajar HipotesisDeduktif memberikan model pembelajaran yang sedemikian rupa, sehingga para siswa mampu mengemukakan gagasan yang sudah mereka miliki dan menguji serta mendiskusikan gagasan tersebut secara terbuka. Hal ini akan membantu siswa untuk membangun konsep secara konstruktif, sehingga dapat mengurangi miskonsepsi pada diri siswa dan meningkatkan konsepsi ilmiah, yang akhirnya akan memberi kontribusi pada peningkatan hasil belajar siswa. Model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja seperti ilmuwan, sehingga rasa ingin tahu siswa semakin berkembang dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan proses IPA, dengan kata lain melalui model pembelajaran siklus belajar HipotesisDeduktf pembelajaran berpusat pada siswa sehingga memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan sikap ilmiah dan keterampilan proses IPA. Belum tercapainya hasil yang optimal disebabkan oleh beberapa kendala yang ditemukan dilapangan diantaranya : (1) jumlah set alat yang terbatas, sehingga jumlah anggota kelompok dalam eksperimen 6 sampai 7 orang (2) siswa yang terbiasa hanya sebagai pendengar pasif, cukup sulit untuk mengubah biar menjadi subjek yang aktif, (3) siswa yang dijadikan _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 719 subjek penelitian termasuk kategori siswa yang sedang, dan (4) sering kekurangan waktu pada saat implementasi program pembelajaran. Hasil analisis respon siswa terhadap model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif, menunjukkan bahwa nilai rerata respon siswa adalah 70 termasuk dalam klasifikasi positif. Secara terbuka siswa menyatakan model pembelajaran ini tetap digunakan pada pembelajaran topik yang lain karena dengan implementasi model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif siswa dapat kesempatan untuk menyampaikan pendapat, siswa mempunyai kesempatan untuk mengaitkan konsepsi awal mereka dengan informasi baru, beberapa konsep bisa ditemukan olah siswa, dan siswa diberikan kesempatan sebagai ilmuwan muda. 4. Penutup Berdasarkan hasil analisis data dan temuan-temuan dalam pengembangan inovasi pembelajaran ini, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. (1) Implementasi model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif dalam pembelajaran Fisika dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa. (2) Implementasi model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif dalam pembelajaran Fisika dapat meningkatkan keterampilan proses IPA siswa. (3) Siswa memberikan respon positif terhadap model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif. Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, dalam rangka meningkatkat sikap ilmiah, keterampilan proses IPA, dan mencapai tujuan pembelajaran Fisika yang tertuang dalam kurikulum maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut. Para guru Fisika di SMA yang menemukan permasalahan seperti yang dikemukakan dalam penelitian ini diharapkan mencoba mengimplementasikan model pembelajaran siklus belajar Hipotesis- _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 ISSN 0215 - 8250 720 Deduktif sebagai alternatif pembelajaran Fisika, untuk meningkatkan sikap ilmiah, keterampilan proses IPA dan respon siswa terhadap pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Dahar, R. W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Depdiknas. 2004. Kurikulum SMU: mata pelajaran Fisika kelas I, II, III. Jakarta: Depdiknas. Harlen, W. 1991. The Teaching Of Science. London: David Fulton Publishers. Karhami, A. 2001. Sikap Ilmiah Sebagai Wahana Pengembangan Unsur Budi Pekerti (Kajian Melalui Sudut Pandang Pengajaran IPA). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 027, Tahun ke-6, November 2000 Lawson, A. E. 1995. Science Teaching and The Development of Thinking. California: Wadsworth Publishing Company. Ndraka, T. 1985. Teori Metodologi Administrasi. Jakatra: Bina Aksara. Sudiatmika, A.A.I.R. 1997. Penguasaan Konsep Zat dan Wujudnya melalui Siklus Belajar Empiris-Induktif. Bandung: Thesis (tidak dipublikasikan) PPS IKIP Bandung. Suma, K., Sadia, I. W., Tika, K., Santyasa, W., Suastra, I.W. 1997. Pengaruh Penerapan Strategi Siklus Belajar Terhadap perubahan Konsepsi Siswa dan penguasaan Dinamika Gerak Lurus Di Sekolah Menengah Umum. Laporan Penelitian: STKIP Singaraja.Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Winatapura, U. S. 1993. Strategi Belajar Mengajar IPA. Jakarta : Universitas Terbuka Depdikbud. _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008