PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr. SOEROJO MAGELANG Muhammad Nur Firman1, Abdul Wakhid2, Wulansari3 123 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo ABSTRAK Halusinasi adalah suatu persepsi sensori tentang objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem penginderaan. Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi pendengaran sering dijumpai berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar seperti sebuah kata atau kalimat yang bermakna sedangkan halusinasi penglihatan biasanya sering muncul bersaman dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran – gambaran yang mengerikan. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengelolaan keperawatan pada klien gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dan penglihatan pada Tn. E di Wisma Antareja RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa SP I, SP II dan SP III. Pengelolaan halusinasi dilakukan selama 3 hari pada Tn. E. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tehnik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi. Setelah didapatkan data pengkajian penulis menegakan diagnosa Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang. Hasil pengelolaan didapatkan klien mampu melakukan halusinasi dengan cara menghardik, dengan cara bercakap-cakap dan dengan cara melakukan kegiatan dengan bimbingan. Saran bagi perawat untuk lebih meningkatkan dalam memberikan pelayanan kesehatan dan memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan. Kata kunci: Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan Kepustakaan: 19 (2005-2013) yang dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan yang ada di lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan dan spiritual yang sehat (Neuman, 1990 dalam Potter, 2005: 6). PENDAHULUAN Sehat dalam rentang adalah tingkat sejahtera klien pada waktu tertentu, yang terdapat dalam rentang dari kondisi sejahtera yang optimal, dengan energi yang paling maksimal sampai kondisi kematian, yang menandakan habisnya energi total. Menurut model kontinum sehat-sakit ini, sehat adalah sebuah keadaan 1 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 2 World Health Organization (WHO, 2009) mendefinisikan tentang kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera yang positif, bukan sekedar keadaan tanpa penyakit. Tidak ada satupun definisi tentang kesehatan jiwa, tetapi kita, dapat menyimpulkan kesehatan jiwa seseorang dari perilakunya. Karena perilaku seseorang bisa dilihat berbeda oleh orang lain, yang bergantung kepada nilai dan keyakinan, maka penentuan definisi kesehatan jiwa menjadi sulit (Videbeck, 2012). Keliat & Akemat, (2010) menyatakan bahwa penanganan masalah kesehatan jiwa secara tepat dan tepat memungkinkan hasil yang baik. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa pemulihan normal (25%) dan kemandirian (25%) akan tercapai jika pasien gangguan jiwa ditangani dengan benar. Fakta seperti ini, bahkan produktivitas pasien gangguan jiwa masih dapat diharapkan. WHO, (2007) menyebutkan masalah utama gangguan jiwa di dunia adalah skizofrenia, depresi unipolar, penggunaan alkohol, gangguan bipolar, gangguan obsesif kompulsif. Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, pikiran yang terganggu dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru, afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang bizarre. ODS (Orang Dengan Skizofrenia) menarik diri orang lain dan kenyataan, sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi (Nurarif & Hardhi, 2013; Stuart &Laraia, 2005). Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak dapat didefinisikan sebagai penyakit tersendiri, melainkan diduga sebagai suatu sindrom atau proses penyakit yang mencakup banyak jenis dengan berbagai gejala seperti jenis kanker. Selama berpuluh – puluh tahun, skizofrenia sering disalah artikan oleh masyarakat. Penyakit ini ditakuti sebagai gangguan jiwa yang berbahaya dan tidak dapat dikontrol, dan mereka yang terdiagnosis penyakit ini digambarkan sebagai individu yang tidak mengalami masalah emosional atau psikologis yang terkendali dan memperlihatkan perilaku yang aneh dan amarah ( Videbeck, 2012). Stuart & Laraia (2005) menyatakan bahwa pasien dengan diagnosis medis skizofrenia sebanyak 20% mengalami halusinasi pendengaran dan penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami halusinasi pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi lainnya. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa jenis halusinasi yang paling banyak di derita oleh pasien dengan skizofrenia adalah pendengaran. Gangguan persepsi sensori : halusinasi merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa. Bagian ini berisi pedoman agar perawat dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 3 mengalami halusinasi. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, pengrabaan atau penghiduan. Adapun halusinasi pendengaran berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna sehingga tidak jarang penderita bertengar dan berdebat dengan suara tersebut sedangkan halusinasi penglihatan lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik), biasanya sering muncul bersaman dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran – gambaran yang mengerikan. (Keliat, 2010; Yosep, 2009). Gangguan kesehatan jiwa seperti gangguan persepsi sensori atau yang sering disebut dengan halusinasi, harusnya mendapatkan penanganan khusus di rumah sakit jiwa, Rumah Sakit Jiwa Profesor. dr. Soerojo Magelang adalah salah satu Rumah Sakit di Jawa Tengah yang menangani berbagai penyakit yang diakibatkan oleh gangguan mental dan kejiwaan. Penanganan masalah gangguan jiwa sesuai dengan visi rumah sakit yaitu, mandiri dalam pelayanan jiwa yang komperhensif untuk kesehatan bersama dan melaksanakan pelayanan kesehatan prima, melaksanakan pelayanan umum prima sebagai penunjang pelayanan kesehatan jiwa, mengembangkan pelayanan pendidikan atau penelitian tenaga kesehatan serta melakukan penelitian di bidang kesehatan jiwa. Data rekam medis rumah sakit jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang pada tahun 2013 ada sepuluh diagnosa schizophrenia. jumlah total kasus gangguan jiwa yang ada di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang adalah 4010 kasus yang terdiri klien pria 2539 dan klien wanita 1471. Kasus tertinggi adalah F20.0 atau paranoid schizophrenia yang jumlahnya 1300 kasus, dan yang terendah adalah F31.2 atau bipolar affective disorder – current episode manic with psychotic symptoms yang jumlahnya 86 kasus. Hasil studi di rumah sakit didapatkan, jumlah pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi di Wisma Antareja RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang cukup tinggi yaitu sebanyak 10 pasien atau dari jumlah keseluruhan pasien, sehingga penulis tertarik untuk lebih mendalami tentang penerapan pengelolaan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi, agar nantinya dapat memberikan pengelolaan keperawatan secara optimal kepada klien. METODE PENGELOLAAN Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa SP I, SP II dan SP III. Pengelolaan halusinasi dilakukan selama 3 hari pada Tn. E. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tehnik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi. Setelah didapatkan data pengkajian penulis menegakan diagnosa Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang. HASIL PENGELOLAAN Hasil pengelolaan halusinasi klien tidak menyebabkan masalah lain akibat halusinasi yang dialami Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 4 klien dan didapatkan klien mampu mengotrol halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-cakap, dan melakukan kegiatan. PEMBAHASAN Hasil pengkajian didapatkan data pasien mengatakan masih mendengar suara-suara yang tidak jelas dan tidak tahu sumbernya serta klien melihat brigadir dan orang yang sedang meninggal. Munculnya tidak pasti bisa pagi, siang, atau malam. Saat mendengar suara dan melihat bayangan klien hanya diam saja. Saat muncul klien jengkel dan gelisah. IMPLEMENTASI Implementasi keperawatan pada pertemuan yang pertama dilakukan pada hari Jum’at tanggal 21 Maret 2014 pukul 09.15 WIB penulis mengajarkan SP 1 yaitu mengidentifikasikan halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Klien mampu, mengidentifikasi jenis halusinasi, mengidentifikasi isi halusinasi, mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien, mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan halusinasi, mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik. Imlpementasi pertemuan kedua pada hari Jum’at tanggal 21 Maret 2014 pukul 10.30 WIB penulis mengajarkan SP II yaitu melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap saat halusinasi tersebut muncul, Klien mampu melakukan mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan temannya. Implementasi pertemuan ketiga pada hari Sabtu tanggal 22 Maret 2014 pukul 10.30 WIB penulis menajarkan SP III yaitu melatih mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan saat halusinasinya muncul. Pasien mampu memilih kegiatan yang akan dilakukan ketika halusinasinya muncul. EVALUASI Evaluasi dilakukan setiap setelah melakukan tindakan keperawatan, pasien mampu melakukan: menghardik, bercakap-cakap, dan melakukan kegiatan saat halusinasinya muncul. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J.2006. Buku saku keperawatan. (Edisi 10.). Jakarta: EGC Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa, Bandung: Refika Aditama. Dermawan, D. Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Depkes RI, (2007). Workshop Asuhan Keperawatan dan Bimbingan Keperawatan Jiwa RSJ Prof. Dr. Soerojo Tanggal 26-27 Oktober 2007. Magelang (tidak diterbitkan) Direja, Ade, H, S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Doenges, Marilyn. E. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 5 Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: EGC Fitria, Nita. 2012. Prinsip dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan tindakan Keperawatan edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Keliat, B, A. Panjaitan R. U, Helena, N. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Keliat, B, A. Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: 2010. Potter & Perry 2005. Fundamental keperawatan. volume 1. Jakarta: EGC Riyadi, Sujono. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC Stuart, G, W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Videbeck, S. L. 2012, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC. Yosep, Iyus. 2009, Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama. Kusuma, H. Nurarif, A. H. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA. Yogyakarta: Media Hardy. Laraia, Stuart. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8 Edition. Philadelphia: Elsevier Mosby Lumbantobing, S, M. 2007. Skizofrenia Gila. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan nanda 20052006 Definisi dan Klasifikasi (Terj. Budi Santosa). Jakarta: Prima Medika. NANDA. 2012. Diagnosis keperwatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo