ARTIKEL PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN PADA BAPAK S DI RUANG PUNTADEWA P1 RUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG Oleh: DONI AGUS SETIAWAN 0131701 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN PADA BAPAK S DI RUANG PUNTADEWA P1 RUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG Doni Agus Setiawan*, Ana Puji Astuti**, Mustain*** Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, klien sendiri merasakan sensai palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Halusinasi juga tampak sebagai sesuatu yang bersifat “khayal”. Tujuan penulis ini untuk melaporkan atau menggambarkan laporan pada Tn. S di wisma Basukarna di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang dengan pengelolaan pasien gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Tehnik yang digunakan untuk pengumpulan data ini yaitu observasi, wawancara, dan demonstrasi. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan pada kasus selama 2 hari yang berupa tindakan keperawatan pada klien untuk mengatasi maslah yang di alami klien gangguan persepsi sensori: halusinasi. Hasil pengelolaan didapatkan pada klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap, klien dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian. Tindakan yang diberikan pada klien tidak menyebabkan masalah lain akibat gangguan persepsi sensori: halusinasi yang sama. Saran bagi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang diharapkan dapat mengadakan workshop/seminar tentang keperawatan jiwa, memberikan reward kepada perawat yang peduli dengan pasien, mampu meningkatkan kinerja sebagai perawat di rumah sakit jiwa. Kata kunci Kepustakaan : gangguan persepsi sensori : halusinasi, bercakap-cakap, melakukan kegiatan harian : 26 (2006-2015) LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perawat di tuntut untuk senantiasa mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan. Saat ini pemberi pelayanan kesehatan (Care Provider) termasuk kesehatan jiwa harus mampu bersaing. Perawat jiwa sebagai pemberi asuhan keperawatan jiwa kepada klien merupakan total dari pemberian pelayanan di rumah sakit. (Yosep, 2016). Adapun faktor-faktor penyebab dari gangguan jiwa yaitu terjadinya perang, konflik, dan lilitan krisis Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo ekonomi berkepanjangan merupakan salah satu pemicu yang munculkan depresi, dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia. psikososial tidak di tangani dengan baik (Yosep, 2016). Gangguan persepsi sensori: halusinasi merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat di temukan pada pasien gangguan jiwa. Berdasarkan distribusi frekuensi pasien Skizofrenia di RSJ Magelang Tahun 2013-2015,tingginya penduduk Indonesia khususnya provinsi Jawa Tengah yang menderita gangguan jiwa. Ini membuktikan bahwa gangguan jiwa dapat menyerang setiap orang tidak melihat umur dan status sosialnya. Karena minimnya pengetahuan tentang kesehatan yang dimiliki masyarakat dalam penanganan gangguan jiwa sehingga menjadi kendala terutama bagi keluarga yang mempunyai anggota keluarganya terkena gangguan jiwa. Sehingga keluarga dengan rasa pasrah mencari upaya penyelesaian ke tempat pengobatan alternatif atau dibawa ke rumah sakit jiwa METODE PENGELOLAAN Tehnik yang digunakan untuk pengumpulan data ini yaitu observasi, wawancara, dan demonstrasi. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan pada kasus selama 2 hari berupa tindakan keperawatan. Hasil Hasil pengelolaan didapatkan klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap, klien dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian. Tindakan diberikan pada klien tidak menyebabkan masalah lain akibat gangguan persepsi sensori: halusinasi yang sama Pembahasan Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan (Muhith, 2015). Sedangkan menurut Direja (2011) halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Di dapatkan data bahwa pasien sering mendengar suara-suara yang mengatakan memanggil-manggil namanya, suara itu muncul ketika pasien sendiri, suara itu muncul pada malah hari, suara itu muncul ± 5 menit. Ketika suara itu muncul pasien hanya diam tidak melakukan apapun dan suara itu menghilang. Menurut pasien hal ini sangat mengganggunya dan membuat dirinya tidak nyaman. Pada awal interaksi pasien tampak sungkan diajak bicara, kontak matanya kurang dan kadang pasien mengalihkan pandangan. Setelah kurang lebih berinteraksi selama 10 menit, akhirnya pasien mulai sedikit terbuka. Setelah mengetahui pasien sudah mulai terbuka, penulis menanyakan tentang apa yang dirasakan oleh pasien dan pasien mengatakan mendengar suara yang mengatakan memanggil-manggil namanya. Hal tersebut membuat pasien merasa marah namun pasien hanya diam setelah mendengar suara tersebut. Suara itu muncul tidak menentu seringnya muncul pada malam hari di saat mau tidur. Pasien ingin menghilangkan suara tersebut namun terkadang pasien mengatakan jika suara tersebut sudah hilang. Situasi yang menyebabkan pasien mengalami halusinasi adalah saat dia sendiri. Damaiyanti (2011) menyatakan data penting yang perlu didapat saat mengkaji pasien halusinasi diantaranya adalah jenis halusinasi, isi halusinasi, Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo waktu, frekuensi, dan situasi pencetus. Pasien memiliki karakteristik sering berubah pikiran dan pada saat di ajak wawancara atau interaksi, pasien sering terlihat tidak konsentrasi, sering berhenti bicara tiba-tiba tanpa gangguan eksternal (blocking). Pasien memiliki karakterisitik cepat jenuh jika diajak interaksi dengan alasan, pasien ingin tidur. Pasien mengalami perubahan perilaku sejak 1 tahun lalu, pasien belum pernah di rawat sebelumnya di Rumah Sakit Jiwa. Data subyektif yang didapatkan dari Tn. S yaitu klien mendengar suara yang memanggil-manggil namanya dengan frekuensi tidak menentu, suara tersebut muncul dan lebih sering muncul pada malam hari. Respon pasien terhadap suara tersebut yaitu merasa terganggu dan marah namun pasien hanya diam dan berdoa ketika mendengar suara tersebut. Kemudian data obyektifnya yaitu bicara sendiri, kontak mata atau perhatian kurang, mulut komat-kamit. Data tersebut sesuai yang diungkapkan oleh Yosep (2009) menyatakan data obyektif yang didapatkan dari klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran diantaranya yaitu bicara sendiri, mulut komat-kamit, kontak mata atau perhatian kurang, ada gerakan tangan marah-marah tanpa sebab, menutup telinga. Kemudian data obyektifnya yaitu mendengar suara yang mengancam diri klien, mendengar suara atau bunyi, mendengar suara mengajak bercakap-cakap. Pasien mengalami halusinasi pada fase concuering yaitu pasien merasa takut dengan suara tersebut. Pada fase ini, pasien harus segera ditangani karena pasien merasa takut dan bisa menyebabkan pasien akan melawan ketakutan tersebut dan pasien mengamuk dengan sendiri, menciderai diri sendiri atau bahkan orang lain. Setelah dilakukan pengkajian keperawatan maka dilakukan penyusunan perencanaan keperawatan agar hasil yang diharapkan oleh klien dapat dicapai dalam waktu yang ditetapkan. Dari hasil pengkajian didapatkan pasien belum mampu mengenal halusinasi dan belum memiliki cara kontrol halusinasi pendengaran yang dialami klien. Intevensi yang akan dilakukan pada Tn. S antara lain, klien dapat mengontrol halusinasi dengan latihan yang diajarkan yaitu SP 1-SP 4. Muhith (2015), tindakan keperawatan dengan pendekatan Strategi Pelaksanaan (SP): SP 1 Pasien : membantu pasien mengenal halusinasi, sehingga pasien dapat mengetahui ciri-ciri ketika halusinasi itu muncul. Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi. Setelah di ajarkan mengontrol halusinasi dengan menghardik di harapkan pasien bisa mengontrol halusinasi pendengaran, dan pasien juga merasa senang ketika di ajarkan cara menghardik. SP 2 Pasien : Setelah pasien bisa mengontrol halusinasi dengan cara menghardik selanjutnya yaitu melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan orang lain. SP 3 Pasien : Selanjutnya adalah melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga: melaksanakan aktivitas terjadwal. SP 4 Pasien : melatih pasien menggunakan obat secara teratur. Tujuannya yaitu untuk mengingatkan pasien untuk teratur meminum obat sehingga proses penyembuhan lebih cepat terlaksana. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, terdapat faktor pendukung pencapaian dalam pencapaian SP 1 keperawatan pada Tn. S adalah pasien mau diajak interaksi. Faktor penghambat dalam pencapaian Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo dalam pencapaian SP 1 pada Tn. S adalah pandangan klien mudah teralihkan, pasien tampak gelisah dan pasien tidak mampu menyelesaikan jadwal kegiatan harian yang sudah ditentukan. Alternatif pencapaian masalah ini adalah dengan cara sering berinteraksi bersama pasien dan berikan sentuhan agar pandangan klien tetap fokus. Sesuai yang diungkapkan Wahyuni, Yuliet & Elita (2010) dalam jurnalnya menyatakan tidak ada hubungan antara lama rawat dengan kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi di ruang Model Praktek Keperawatan Professional Rumah sakit jiwa Tampan Pekanbaru. Dengan hasil uji statistik (the square diperoleh p value = 0.158). Judul penelitiannya yaitu Hubungan Lama Hari Rawat Dengan Kemampuan Pasien Dalam Mengontrol Halusinasi. Metode penelitian yang dilakukan adalah purposive sampling dengan 34 responden. Sehingga dalam penelitian tersebut menyarankan agar perawat dapat meningkatkan interaksi teraupeutik terhadap pasien agar dapat tercapai kemampuan yang optimal bagi pasien dalam mengontrol halusinasi. Dalam menunjang asuhan keperawatan pada Tn. S disarankan bagi perawat P1 Wisma Puntadewa Rumah sakit jiwa Prof. DR. Soeroyo Magelang untuk melaksanakan TAK (Terapi Aktivitas Kelompok) stimulasi persepsi. Tujuan dari TAK itu sendiri untuk mempersepsikan stimulus pada klien yang mengalami halusinasi. Kesimpulan Halusinasi adalah gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan dimana klien juga memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Tidak semua halusinasi itu mengganggu menurut pasien, terkadang juga ada yang membuat nyaman dan ada juga yang mengikuti halusinasi tersebut sehingga membuat pasien tidak sadar dengan apa yang telah diperbuatnya. Namun, seyogyanya halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang harus segera diatasi. SARAN 1. Bagi Penulis Penulis diharapkan mampu meningkatkan asuhan keperawatan dan strategi pelaksanaan pada pasien dengan gangguan sensory persepsi: halusinasi to mengembangkan dirinya dan melaksanakan fungsi perawat sebagai pengalaman nyata. 2. Institusi Rumah Sakit a. Instansi RSJP Prof dr. Soerojo Magelang Setiap 6 bulan sekali melakukan pelatihan dalam evaluasi SOP untuk meningkatkan pengelolaan pasien. b. Perawat Ruang Puntadewa Diharapkan tenaga kesehatan yang bertugas di ruangan agat mempertahakan kualitas dan kuantitas dengan kerjasama tim untuk meningkatkan professional keperawatan khusunya dibidang keperawatan jiwa. 3. Instansi Pendidikan Diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu contoh dari asuhan keperawatan jiwa dan bahan bacaan dalam proses belajar terhadap asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi dan menambah koleksi buku-buku dengan referensi terbaru. Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 4. Keluarga Diharapkan keluarga mampu memberikan motivasi dan dukungan kepada pasien baik di rumah sakit dan do rumah. 5. Masyarakat Diharapkan masyarakat dapat mengenal tentang gangguan jiwa, karakteristik, faktor penyebab, tanda dan gejala. Dan diharapkan jika ada seseorang yang mengalami gangguan jiwa sebaiknya tidak di cemooh dan diabaikan tetapi diberikan dukungan. DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013.http://depkes.go.id/dow nloads/riskesdas2013/Hasil%2 0Riskesdas%202013.pdf Carpenito, Lynda Juall. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Terj. Monica Ester) Jakarta: EGC Damaiyanti, M. Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa, Bandung: Refika Aditama. Depkes RI. (2007). Keperawatan Jiwa : Teori Dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Depkes RI journal.ugm.ac.id/index.php/b km/article/view/3471 Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika FKUI & WHO Indonesia. (2015). ModelModel Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. (MPKP Jiwa) (tidak diterbitkan) Isnaeni, J. Wijayanti, R. Upoyo A, S. Efektivitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi. Jurnal Keperawatan Soedirman. file:///D:/My%20Documents/ Downloads/ipi10526%20(2).p df Jarut, M, Y. Fatimawali. Wiyono W I. Jurnal Ilmiah Farmasi. UNSRAT file:///D:/My%20Documents/ Downloads/2378-4308-1SM%20(3).pdf Keliat B,A. (2006). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC Keliat, Budi Anna. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC Dermawan, D. Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Kusuma F & Hartono, Y , 2010. Buku Ajar Keperawatan jiwa, Jakarta : Salemba Medika Direja, Ade, H, S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Muhith, Abdul. (2009). Pendidikan dan Teori Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa E Soewadi, D Pramono – Berita Kedokteran Masyarakat (BKM), 2012 – http:// Riskesdas (2013). Kesehatan JIiwa Menurut Riskesdas 2013. Lumbantobing. (2007). Gejala Klinis Skizofrenia. FKUI. Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Stuart, G. W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terj. Ramona P) Edisi 5. Jakarta:EGC Stuart, Gail & Sundeen, Sandra. (2005). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Suliswati, dkk. 2005. Konsep dasar keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.3, EGC : Jakarta Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC Website: www.dinkesjatengprov.go.id (Profil Kesehatan Kab/ Kota Jawa Tengah Tahun 2009). WHO. (2011, Oktober). Service Availability and Utilization and Treatment Gap For Schizophrenic Disorders: A Survey In 50 Low- and MiddleIncome Countries. http://www.who.int/bulletin/ volumes/90/1/11-089284/en/ WHO.(2013, September) Disability and Health. http://www.who.int/mediacent re/factsheets/fs352/en/ Yosep, I. Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Cetakan Keenam. Bandung : Refika Aditama Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo