5272

advertisement
ARTIKEL
PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN PADA
BAPAK S DI RUANG PUNTADEWA P1 RUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr. SOEROJO
MAGELANG
Oleh:
DONI AGUS SETIAWAN
0131701
AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
LAPORAN KASUS
PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN PADA
BAPAK S DI RUANG PUNTADEWA P1 RUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr. SOEROJO
MAGELANG
Doni Agus Setiawan*, Ana Puji Astuti**, Mustain***
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, klien sendiri merasakan
sensai palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.
Halusinasi juga tampak sebagai sesuatu yang bersifat “khayal”. Tujuan penulis ini untuk
melaporkan atau menggambarkan laporan pada Tn. S di wisma Basukarna di RSJ Prof.
Dr. Soerojo Magelang dengan pengelolaan pasien gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran.
Tehnik yang digunakan untuk pengumpulan data ini yaitu observasi, wawancara,
dan demonstrasi. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan pada kasus
selama 2 hari yang berupa tindakan keperawatan pada klien untuk mengatasi maslah
yang di alami klien gangguan persepsi sensori: halusinasi.
Hasil pengelolaan didapatkan pada klien mampu melakukan cara mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap-cakap, klien dapat menjelaskan dan
mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian.
Tindakan yang diberikan pada klien tidak menyebabkan masalah lain akibat gangguan
persepsi sensori: halusinasi yang sama.
Saran bagi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang diharapkan dapat mengadakan
workshop/seminar tentang keperawatan jiwa, memberikan reward kepada perawat
yang peduli dengan pasien, mampu meningkatkan kinerja sebagai perawat di rumah
sakit jiwa.
Kata kunci
Kepustakaan
: gangguan persepsi sensori : halusinasi, bercakap-cakap, melakukan
kegiatan harian
: 26 (2006-2015)
LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi,
perawat di tuntut untuk senantiasa
mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang keperawatan. Saat
ini pemberi pelayanan kesehatan (Care
Provider) termasuk kesehatan jiwa
harus mampu bersaing. Perawat jiwa
sebagai pemberi asuhan keperawatan
jiwa kepada klien merupakan total dari
pemberian pelayanan di rumah sakit.
(Yosep, 2016).
Adapun faktor-faktor penyebab
dari gangguan jiwa yaitu terjadinya
perang, konflik, dan lilitan krisis
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
ekonomi berkepanjangan merupakan
salah satu pemicu yang munculkan
depresi, dan berbagai gangguan
kesehatan
jiwa
pada
manusia.
psikososial tidak di tangani dengan baik
(Yosep, 2016).
Gangguan
persepsi
sensori:
halusinasi merupakan salah satu
masalah keperawatan yang dapat di
temukan pada pasien gangguan jiwa.
Berdasarkan distribusi frekuensi
pasien Skizofrenia di RSJ Magelang
Tahun 2013-2015,tingginya penduduk
Indonesia khususnya provinsi Jawa
Tengah yang menderita gangguan jiwa.
Ini membuktikan bahwa gangguan jiwa
dapat menyerang setiap orang tidak
melihat umur dan status sosialnya.
Karena minimnya pengetahuan tentang
kesehatan yang dimiliki masyarakat
dalam penanganan gangguan jiwa
sehingga menjadi kendala terutama
bagi keluarga yang mempunyai anggota
keluarganya terkena gangguan jiwa.
Sehingga keluarga dengan rasa pasrah
mencari upaya penyelesaian ke tempat
pengobatan alternatif atau dibawa ke
rumah sakit jiwa
METODE PENGELOLAAN
Tehnik yang digunakan untuk
pengumpulan data ini yaitu observasi,
wawancara, dan demonstrasi. Metode
yang digunakan adalah memberikan
pengelolaan pada kasus selama 2 hari
berupa tindakan keperawatan.
Hasil
Hasil pengelolaan didapatkan
klien
mampu
melakukan
cara
mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap,
klien
dapat
menjelaskan dan mendemonstrasikan
cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan harian. Tindakan
diberikan
pada
klien
tidak
menyebabkan masalah lain akibat
gangguan persepsi sensori: halusinasi
yang sama
Pembahasan
Halusinasi adalah salah satu
gangguan
jiwa
dimana
pasien
mengalami perubahan sensori persepsi;
merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan
atau penghiduan (Muhith, 2015).
Sedangkan menurut Direja (2011)
halusinasi adalah hilangnya kemampuan
manusia
dalam
membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Di
dapatkan data bahwa pasien sering
mendengar
suara-suara
yang
mengatakan
memanggil-manggil
namanya, suara itu muncul ketika
pasien sendiri, suara itu muncul pada
malah hari, suara itu muncul ± 5 menit.
Ketika suara itu muncul pasien hanya
diam tidak melakukan apapun dan
suara itu menghilang. Menurut pasien
hal ini sangat mengganggunya dan
membuat dirinya tidak nyaman.
Pada awal interaksi pasien
tampak sungkan diajak bicara, kontak
matanya kurang dan kadang pasien
mengalihkan
pandangan.
Setelah
kurang lebih berinteraksi selama 10
menit, akhirnya pasien mulai sedikit
terbuka. Setelah mengetahui pasien
sudah
mulai
terbuka,
penulis
menanyakan
tentang
apa
yang
dirasakan oleh pasien dan pasien
mengatakan mendengar suara yang
mengatakan
memanggil-manggil
namanya. Hal tersebut membuat pasien
merasa marah namun pasien hanya
diam
setelah mendengar
suara
tersebut. Suara itu muncul
tidak
menentu seringnya muncul pada malam
hari di saat mau tidur. Pasien ingin
menghilangkan suara tersebut namun
terkadang pasien mengatakan jika suara
tersebut sudah hilang. Situasi yang
menyebabkan
pasien
mengalami
halusinasi adalah saat dia sendiri.
Damaiyanti (2011) menyatakan
data penting yang perlu didapat saat
mengkaji pasien halusinasi diantaranya
adalah jenis halusinasi, isi halusinasi,
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
waktu, frekuensi, dan situasi pencetus.
Pasien memiliki karakteristik sering
berubah pikiran dan pada saat di ajak
wawancara atau interaksi, pasien sering
terlihat tidak konsentrasi, sering
berhenti
bicara
tiba-tiba
tanpa
gangguan eksternal (blocking). Pasien
memiliki karakterisitik cepat jenuh jika
diajak interaksi dengan alasan, pasien
ingin
tidur.
Pasien
mengalami
perubahan perilaku sejak 1 tahun lalu,
pasien belum pernah di rawat
sebelumnya di Rumah Sakit Jiwa.
Data subyektif yang didapatkan
dari Tn. S yaitu klien mendengar suara
yang memanggil-manggil namanya
dengan frekuensi tidak menentu, suara
tersebut muncul dan lebih sering
muncul pada malam hari. Respon
pasien terhadap suara tersebut yaitu
merasa terganggu dan marah namun
pasien hanya diam dan berdoa ketika
mendengar suara tersebut. Kemudian
data obyektifnya yaitu bicara sendiri,
kontak mata atau perhatian kurang,
mulut komat-kamit. Data tersebut
sesuai yang diungkapkan oleh Yosep
(2009) menyatakan data obyektif yang
didapatkan dari klien dengan gangguan
persepsi
sensori:
halusinasi
pendengaran diantaranya yaitu bicara
sendiri, mulut komat-kamit, kontak
mata atau perhatian kurang, ada
gerakan tangan marah-marah tanpa
sebab, menutup telinga. Kemudian data
obyektifnya yaitu mendengar suara
yang mengancam diri klien, mendengar
suara atau bunyi, mendengar suara
mengajak bercakap-cakap.
Pasien mengalami halusinasi
pada fase concuering yaitu pasien
merasa takut dengan suara tersebut.
Pada fase ini, pasien harus segera
ditangani karena pasien merasa takut
dan bisa menyebabkan pasien akan
melawan ketakutan tersebut dan pasien
mengamuk dengan sendiri, menciderai
diri sendiri atau bahkan orang lain.
Setelah dilakukan pengkajian
keperawatan
maka
dilakukan
penyusunan perencanaan keperawatan
agar hasil yang diharapkan oleh klien
dapat dicapai dalam waktu yang
ditetapkan. Dari hasil pengkajian
didapatkan pasien belum mampu
mengenal halusinasi dan belum
memiliki cara kontrol halusinasi
pendengaran yang dialami klien.
Intevensi yang akan dilakukan pada Tn.
S antara lain, klien dapat mengontrol
halusinasi dengan latihan yang diajarkan
yaitu SP 1-SP 4.
Muhith (2015), tindakan keperawatan
dengan
pendekatan
Strategi
Pelaksanaan (SP):
SP 1 Pasien : membantu pasien
mengenal halusinasi, sehingga pasien
dapat mengetahui ciri-ciri ketika
halusinasi itu muncul. Menjelaskan
cara-cara
mengontrol
halusinasi,
mengajarkan
pasien
mengontrol
halusinasi dengan cara pertama:
menghardik halusinasi. Setelah di
ajarkan mengontrol halusinasi dengan
menghardik di harapkan pasien bisa
mengontrol halusinasi pendengaran,
dan pasien juga merasa senang ketika di
ajarkan cara menghardik.
SP 2 Pasien
: Setelah pasien bisa
mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik selanjutnya yaitu melatih
pasien mengontrol halusinasi dengan
cara kedua: bercakap-cakap dengan
orang lain.
SP 3 Pasien
: Selanjutnya adalah
melatih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara ketiga: melaksanakan
aktivitas terjadwal.
SP 4 Pasien :
melatih
pasien
menggunakan obat secara teratur.
Tujuannya yaitu untuk mengingatkan
pasien untuk teratur meminum obat
sehingga proses penyembuhan lebih
cepat terlaksana.
Dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan,
terdapat
faktor
pendukung
pencapaian
dalam
pencapaian SP 1 keperawatan pada Tn.
S adalah pasien mau diajak interaksi.
Faktor penghambat dalam pencapaian
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
dalam pencapaian SP 1 pada Tn. S
adalah pandangan klien mudah
teralihkan, pasien tampak gelisah dan
pasien tidak mampu menyelesaikan
jadwal kegiatan harian yang sudah
ditentukan.
Alternatif
pencapaian
masalah ini adalah dengan cara sering
berinteraksi bersama pasien dan
berikan sentuhan agar pandangan klien
tetap fokus.
Sesuai
yang
diungkapkan
Wahyuni, Yuliet & Elita (2010) dalam
jurnalnya menyatakan tidak ada
hubungan antara lama rawat dengan
kemampuan pasien dalam mengontrol
halusinasi di ruang Model Praktek
Keperawatan Professional Rumah sakit
jiwa Tampan Pekanbaru. Dengan hasil
uji statistik (the square diperoleh p
value = 0.158). Judul penelitiannya yaitu
Hubungan Lama Hari Rawat Dengan
Kemampuan Pasien Dalam Mengontrol
Halusinasi. Metode penelitian yang
dilakukan adalah purposive sampling
dengan 34 responden. Sehingga dalam
penelitian tersebut menyarankan agar
perawat dapat meningkatkan interaksi
teraupeutik terhadap pasien agar dapat
tercapai kemampuan yang optimal bagi
pasien dalam mengontrol halusinasi.
Dalam
menunjang
asuhan
keperawatan pada Tn. S disarankan bagi
perawat P1 Wisma Puntadewa Rumah
sakit jiwa Prof. DR. Soeroyo Magelang
untuk melaksanakan TAK (Terapi
Aktivitas Kelompok) stimulasi persepsi.
Tujuan dari TAK itu sendiri untuk
mempersepsikan stimulus pada klien
yang mengalami halusinasi.
Kesimpulan
Halusinasi
adalah
gejala
gangguan
jiwa
dimana
pasien
mengalami perubahan sensori persepsi,
merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan
atau penghiduan dimana klien juga
memberikan persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek
atau rangsangan yang nyata. Tidak
semua halusinasi itu mengganggu
menurut pasien, terkadang juga ada
yang membuat nyaman dan ada juga
yang mengikuti halusinasi tersebut
sehingga membuat pasien tidak sadar
dengan apa yang telah diperbuatnya.
Namun,
seyogyanya
halusinasi
merupakan salah satu gejala gangguan
jiwa yang harus segera diatasi.
SARAN
1. Bagi Penulis
Penulis diharapkan mampu
meningkatkan
asuhan
keperawatan
dan
strategi
pelaksanaan
pada
pasien
dengan
gangguan
sensory
persepsi:
halusinasi
to
mengembangkan dirinya dan
melaksanakan fungsi perawat
sebagai pengalaman nyata.
2. Institusi Rumah Sakit
a. Instansi RSJP Prof dr.
Soerojo Magelang
Setiap 6 bulan sekali
melakukan pelatihan dalam
evaluasi
SOP
untuk
meningkatkan pengelolaan
pasien.
b. Perawat Ruang Puntadewa
Diharapkan
tenaga
kesehatan yang bertugas di
ruangan
agat
mempertahakan
kualitas
dan
kuantitas
dengan
kerjasama
tim
untuk
meningkatkan professional
keperawatan
khusunya
dibidang keperawatan jiwa.
3. Instansi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan
sebagai salah satu contoh dari
asuhan keperawatan jiwa dan
bahan bacaan dalam proses
belajar
terhadap
asuhan
keperawatan pada klien dengan
gangguan sensori persepsi:
halusinasi dan menambah
koleksi buku-buku dengan
referensi terbaru.
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
4. Keluarga
Diharapkan keluarga mampu
memberikan
motivasi dan
dukungan kepada pasien baik di
rumah sakit dan do rumah.
5. Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat
mengenal tentang gangguan
jiwa,
karakteristik,
faktor
penyebab, tanda dan gejala.
Dan diharapkan jika ada
seseorang yang mengalami
gangguan jiwa sebaiknya tidak
di cemooh dan diabaikan tetapi
diberikan dukungan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Kementrian
Kesehatan
RI
Tahun
2013.http://depkes.go.id/dow
nloads/riskesdas2013/Hasil%2
0Riskesdas%202013.pdf
Carpenito, Lynda Juall. (2006). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan
(Terj. Monica Ester) Jakarta:
EGC
Damaiyanti, M. Iskandar. (2014).
Asuhan Keperawatan Jiwa,
Bandung: Refika Aditama.
Depkes RI. (2007). Keperawatan Jiwa :
Teori
Dan
Tindakan
Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Depkes RI
journal.ugm.ac.id/index.php/b
km/article/view/3471
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan
Tindakan
Keperawatan.
Jakarta:
Salemba Medika
FKUI & WHO Indonesia. (2015). ModelModel Praktik Keperawatan
Profesional Jiwa. (MPKP Jiwa)
(tidak diterbitkan)
Isnaeni, J. Wijayanti, R. Upoyo A, S.
Efektivitas Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi
Halusinasi. Jurnal
Keperawatan Soedirman.
file:///D:/My%20Documents/
Downloads/ipi10526%20(2).p
df
Jarut, M, Y. Fatimawali. Wiyono W I.
Jurnal Ilmiah Farmasi. UNSRAT
file:///D:/My%20Documents/
Downloads/2378-4308-1SM%20(3).pdf
Keliat B,A. (2006). Proses keperawatan
kesehatan jiwa. Edisi 2.
Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna. (2009). Model Praktik
Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC
Dermawan,
D.
Rusdi.
(2013).
Keperawatan Jiwa Konsep dan
Kerangka
Kerja
Asuhan
Keperawatan
Jiwa.
Yogyakarta:
Gosyen
Publishing.
Kusuma F & Hartono, Y , 2010. Buku
Ajar Keperawatan jiwa, Jakarta
: Salemba Medika
Direja, Ade, H, S. (2011). Buku Ajar
Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Muhith, Abdul. (2009). Pendidikan dan
Teori
Aplikasi
Asuhan
Keperawatan Jiwa
E Soewadi, D Pramono – Berita
Kedokteran
Masyarakat
(BKM), 2012 – http://
Riskesdas (2013). Kesehatan JIiwa
Menurut Riskesdas 2013.
Lumbantobing. (2007). Gejala Klinis
Skizofrenia. FKUI.
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
Stuart, G. W. (2006). Buku Saku
Keperawatan
Jiwa
(Terj.
Ramona
P)
Edisi
5.
Jakarta:EGC
Stuart, Gail & Sundeen, Sandra. (2005).
Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta : EGC
Suliswati, dkk. 2005. Konsep dasar
keperawatan Kesehatan Jiwa.
Ed.3, EGC : Jakarta
Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa, Jakarta:
EGC
Website:
www.dinkesjatengprov.go.id
(Profil Kesehatan Kab/ Kota
Jawa Tengah Tahun 2009).
WHO.
(2011,
Oktober).
Service
Availability and Utilization and
Treatment
Gap
For
Schizophrenic Disorders: A
Survey In 50 Low- and MiddleIncome
Countries.
http://www.who.int/bulletin/
volumes/90/1/11-089284/en/
WHO.(2013, September) Disability
and
Health.
http://www.who.int/mediacent
re/factsheets/fs352/en/
Yosep, I. Sutini, T. (2014). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Cetakan
Keenam. Bandung : Refika
Aditama
Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa.
Bandung: PT Refika Aditama
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
Download