BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Audiens merupakan istilah kolektif dari penerima pesan dalam model proses komunikasi massa (Mc Quail, 1997). Komunikasi massa sendiri merupakan proses komunikasi pada khalayak luas melalui media massa seperti surat kabar, televisi, radio dan sebagainya (West&Turner, 2007: 41). Audiens memiliki dua sifat yaitu pasif dan aktif. Audiens pasif adalah mereka yang menerima pesan yang disampaikan oleh media tanpa proses negosiasi. Sedangkan audiens aktif diartikan sebagai audiens yang mampu memilih media yang digunakan dan menerima pesan dengan proses negosiasi. Salah satu contoh audiens adalah pelajar. Pelajar merupakan kaum muda yang bersifat dekat dengan media, labil emosi dan mudah terpengaruh lingkungan (Azca et.al, 2013). Lingkungan merupakan satu faktor yang paling mudah mempengaruhi bagaimana para pelajar dalam berperilaku salah satunya adalah lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi pelajar dalam hal positif dan negatif. Pelajar yang bersifat labil emosi akan sangat mudah untuk masuk ke dalam lingkungan kelompok pelajar yang tidak baik, salah satunya masuk ke dalam kelompok geng (Azca et.al, 2013). Geng didefinisikan sebagai kelompok anak muda, lebih dari dua orang yang melakukan aktivitas negatif seperti merokok, nongkrong, coret-coret di dinding (vandalisme), konvoi dan berkelahi dengan kelompok geng lainnya (Azca et.al, 2011: 195). Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri, sebagai kota pelajar fenomena geng sudah bukan hal yang baru. Pada dasarnya geng sudah muncul bahkan di tingkat Sekolah Menengah Pertama. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2014 wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terdapat beberapa geng ditingkat 1 SMP di DIY seperti ZNC dari SMPN 1 Yogyakarta, SPENYK dari SMPN6 Yogyakarta, SCOOTER dari SMPN 8 Yogyakarta dan MOECHILD dari SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta (Adiyaningsih, 9 Juni 2015). Untuk tingkatan SMA, hampir di setiap sekolah terdapat geng yang masih aktif (Tempo.co, 2014). Menurut data yang dikemukakan oleh Meilia Riska Dewi, salah seorang mahasiswi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSDK) dalam skripsinya yang berjudul Geng Sebagai Sebuah Identitas Bagi Pelajar Sekolah Menengah Atas di Kota Yogyakarta, bahwa di Kota Yogyakarta ini terdapat 20 geng pelajar. Geng-geng pelajar tersebut adalah TRG dari SMAN 1 Yogyakarta, NCZ dari SMAN 2 Yogyakarta, TNT dari SMAN 3 Yogyakarta, SMC dari SMAN 4 Yogyakarta, Roever/RVR dari SMAN 5 Yogyakarta, GNB SMAN 6 Yogyakarta, GBZ dari SMAN 7 Yogyakarta, CBZ dari SMAN 8 Yogyakarta, GANZA dari SMAN 9 Yogyakarta, SMUTEN dari SMAN 10 Yogyakarta, REM dari SMAN 11 Yogyakarta, OESTAD dari SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, RANGER dari SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta, GRIXER dari SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta, RESPECT dari SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta, NBZ dari SMA Bopkri 1 Yogyakarta, PASTOER dari SMA Bopkri 2 Yogyakarta, REGAZT dari SMA GAMA Yogyakarta, XTM dari SMK Pembangunan Yogyakarta dan HAMMER dari SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Sementara untuk geng pelajar SMA di luar Kota Yogyakarta, data dari KPAI DIY 2014 menjelaskan bahwa di setiap sekolah pasti ada geng pelajarnya, hanya saja nama-nama gengnya tidak begitu ter-ekspos seperti yang tertera pada geng pelajar di tingkat SMA di Kota Yogyakarta (Adiyaningsih, 9 Juni 2015). Tidak hanya geng di sekolahnya, pelajar ternyata juga mengikuti geng di luar sekolahnya (Supartiningsih, 9 Juni 2015). Fakta tersebut diperoleh 2 peneliti dari wawancara singkat dengan Supartiningsih, salah satu konselor di PSBR (Panti Sosial Bina Remaja). PSBR sendiri adalah lembaga yang didirikan pemerintah DIY untuk menampung sekaligus merehabilitasi kaum muda terutama pelajar yang mengalami masalah dalam dirinya seperti putus sekolah, kecanduan merokok, narkoba, trauma semasa kecil, terkena kasus pidana seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan dan pencurian (Supartiningsih&Titik, 9 Juni 2015). Meski tidak ada data pasti berapa jumlah dan apa saja nama geng yang berasal dari lingkungan luar sekolah, menurut Supartiningsih ada beberapa geng yang muncul di luar lingkungan sekolah di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY ) yaitu geng JOXZIN, QZRUH dan HUMORIEZT. Genggeng tersebut umumnya berisi kaum muda yang beberapa di antaranya pelajar. Sementara aktivitas geng di luar sekolah ini juga tidak jauh berbeda dengan aktivitas-aktvitas geng pada umumnya seperti merokok, mabuk, vandalisme dan tawuran. Geng-geng tersebut sampai saat ini masih ada meskipun kegiatannya tidak lebih aktif dari geng yang muncul dari lingkungan sekolah. (Supartiningsih, 9 Juni 2015). Supartiningsih menjelaskan bahwa tidak hanya geng di sekolah, para pelajar juga mengikuti geng-geng di luar sekolah salah satunya geng HELLO KITTY yang merupakan geng beranggotakan para perempuan (Supartiningsih&Adiyaningsih, 9 Juni 2015). Geng ini sempat menjadi topik hangat beberapa bulan lalu akibat penganiayaan yang dilakukan anggota geng terhadap salah satu siswi SMA di Yogyakarta hanya karena saling ejek masalah tato bergambar Hello Kitty yang ada ditubuhnya (Viva.co.id, 2015). Supartiningsih juga menambahkan bahwa aktivitas geng ini tidak hanya berkutit dengan merokok, minum-minuman keras tetapi menyentuh kenalakan remaja yang lebih ekstrem seperti seks bebas dan penganiayaan (Supartiningsih&Adiyaningsih, 9 Juni 2015). 3 Melalui data di atas, peneliti melakukan observasi singkat terhadap beberapa geng tersebut dan menemukan fakta bahwa para pelajar mengikuti geng untuk menunjukkan kejantanannya dan menganggap geng adalah sebuah solidaritas. Salah satu cara untuk menunjukkan solidaritas antar anggota geng adalah dengan merokok. Merokok dianggap sebagai cara untuk mendekatkan antara senior dan junior dalam geng di sekolah. Alasan mereka memulai untuk merokok bermacam-macam, ada yang karena penasaran, untuk menunjukkan harga diri, menonton iklan rokok di televisi dan ajakan kakak kelas. Berkaitan dengan salah satu kenakalan pelajar yaitu merokok, perokok terutama yang berasal dari kalangan kaum muda termasuk para pelajar masih menjadi masalah terbesar di Indonesia. Quit Tobacco Indonesia Fakultas Kedokteran (FK) UGM dalam penelitiannya terhadap 2015 responden pelajar SMP dan SMA di Yogyakarta, menunjukkan bahwa ada dua faktor penyebab para pelajar tersebut merokok yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi adalah keingintahuan terhadap rokok dan bahayanya, tingkat persepsi dan rasa ingin tahu yang begitu besar sehingga pelajar memutuskan untuk mencoba merokok. Sementara faktor eksternal yang menyebabkan pelajar menjadi perokok adalah pengaruh keluarga, teman, lingkungan, kemudahan mendapatkan rokok dan iklan rokok di berbagai media (Republika.co.id, 2014). Lingkungan negatif dan sifat labil yang dimiliki para pelajar perokok dalam lingkungan geng ini yang kemudian mempengaruhi bagaimana mereka dalam bertindak, menanggapi dan menyikapi sesuatu salah satunya iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok. Iklan layanan masyarakat (ILM) merupakan iklan nonkomersial yang disiarkan melalui media massa seperti radio dan televisi dengan tujuan menginformasikan dan mendidik masyarakat untuk melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (Masduki, 2001: 234). Selain itu iklan layanan masyarakat juga berfungsi 4 untuk mengubah opini publik dan meningkatkan kesadaran terhadap suatu masalah (Advertising.about.com). Selama ini pemerintah telah gencar mengeluarkan berbagai iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok dalam bentuk spanduk, flyer dan baliho. Peringatan tersebut ternyata masih belum mampu menyadarkan audiens iklan perokok termasuk di dalamnya para pelajar perokok khususnya yang ada dalam lingkungan geng di sekolahnya. Maka dari itu, pada November 2014 pemerintah melalui Departemen Kesehatan meluncurkan iklan layanan masyarakat berjudul “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati Anda” yang ditayangkan di beberapa stasiun televisi nasional (Depkes.go.id, 2014). Berikut potongan gambar dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati Anda”: Dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati Anda” menampilkan testimoni dari Manat Hiras Panjaitan salah seorang korban rokok yang menderita kanker tenggorokan. Melalui iklan layanan masyarakat ini pemerintah memberikan pesan berbentuk ancaman dari bahaya merokok sehingga harapannya para pelajar perokok dapat berhenti mengonsumsi rokok. Hanya saja ini bukan hal yang mudah, karena lingkungan memberi pengaruh terbesar terhadap bagaimana audiens memahami iklan tersebut. 5 Sama dengan apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa lingkungan memengaruhi bagaimana audiens memahami iklan, termasuk para pelajar perokok di lingkungan geng. Lingkungan dimana mereka berada, yaitu geng akan turut mempengaruhi bagaimana mereka memahami iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati Anda”. Umumnya para pelajar bersifat labil emosi sehingga cenderung tidak peduli dengan peringatan peringatan-peringatan bahaya merokok. Terkadang larangan merokok dari orangtua dan guru juga tidak lagi dipedulikan karena bagi mereka, merokok adalah bagaimana cara mereka menunjukkan kejantanan, maskulinitas dan juga solidaritas antar anggota geng (Azca et.al, 2011). Para pelajar perokok akan malu jika tidak merokok saat sedang nongkrong bersama teman-temannya sesama anggota geng karena akan mendapatkan predikat cupu (Azca et.al, 2011). Beberapa pengaruh lingkungan tersebut tentu akan mempengaruhi bagaimana para pelajar perokok dalam lingkungan geng di sekolahnya dalam memahami dan mengartikan iklan layanan masyarakat yang dilihatnya. Oleh karena itu, metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis resepsi. Analisis resepsi dipilih sebagai metode penelitian karena metode ini melihat bagaimana audiens memahami iklan yang ditampilkan di media massa salah satunya di televisi berdasarkan perbedaan faktor lingkungan dan latar belakang yang dimiliki para audiens. Dengan metode tersebut peneliti ingin menggali bagaimana pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meresepsi pesan iklan dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui televisi. 6 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimana pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meresepsi pesan iklan dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui televisi? C. Tujuan Penelitian a. Tujuan praktis: Untuk mengetahui bagaimana pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meresepsi pesan iklan dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui televisi. b. Tujuan akademis: Untuk memberikan kontribusi pengetahuan sehubungan dengan lingkup ilmu komunikasi, khususnya dalam studi audiens dan media melalui praktek resepsi pesan dalam iklan layanan masyarakat di media televisi. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat praktis: Memberikan informasi kepada pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebagai pihak pembuat iklan mengenai bagaimana pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meresepsi pesan iklan dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok 7 Menikmati Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui televisi.” b. Manfaat akademis: Memberikan penjelasan tentang praktek resepsi terhadap iklan layanan masyarakat dan juga berkontribusi pada mata kuliah periklanan serta komunikasi pembangunan. E. Kerangka Pemikiran a. Audiens aktif dan kelompok geng pelajar Audiens merupakan istilah kolektif dari penerima pesan dalam model proses komunikasi massa (Mc Quail, 1997). Definisi lain menurut Fowles dalam bukunya yang berjudul Advertising and Popular Culture mengartikan audiens sebagai penerima yang membawa pesan media ke ranah simpulan dan persepsi. Salah satu contoh audiens adalah pelajar. Audiens memiliki dua sifat yaitu pasif dan aktif (Mc Quail, 1997). Audiens pasif adalah mereka yang menerima pesan yang disampaikan oleh media tanpa proses negosiasi. Sedangkan audiens aktif diartikan sebagai audiens yang mampu memilih media yang digunakan dan menerima pesan dengan proses negosiasi. Dalam hal sifat, para pelajar berada dalam ranah audiens aktif karena tidak hanya menerima pesan media begitu saja namun ada proses negosiasi makna pesan media (Astuti, 1998). Media yang biasa dikonsumsi oleh para pelajar adalah internet dan televisi. Dalam mengonsumsi media para pelajar biasanya paham dengan konten yang disampaikan namun dalam hal memilih untuk mempercayai konten tersebut semua tergantung pada di lingkungan mana mereka berada. Pada dasarnya karakteristik audiens aktif adalah aktif memilih media yang digunakan dan mampu menginterpretasikan pesan yang 8 disampaikan dalam teks media. Sebagai audiens yang ‘tidak tinggal diam’ dalam mengonsumsi media dan memaknai pesan yang terkandung didalamnya, Croteau dan Hoynes dalam buku Media Society menjelaskan bahwa audiens dapat disebut aktif melalui interpretasi individu tentang produk media (interpretation of media products), melalui interpretasi kolektif dari media (collective interpretation of media) dan melalui aksi politis yang kolektif (collective political action) (Croteau, 2003). Konsep audiens aktif tidak lagi relevan dengan teori hyprodemic needle yang menjelaskan bahwa audiens menerima begitu saja pesan yang disampaikan oleh media. Keberadaan audiens aktif akan lebih relevan dengan teori resepsi dan teori uses and gratifications. Teori resepsi menjelaskan bahwa audiens memaknai teks media dengan cara berbedabeda berdasarkan faktor psikologis dan sosiologis pada tiap-tiap individu (Staiger, 2005:4). Sementara teori lain yang berkaitan dengan konsep audiens aktif adalah teori uses and gratifications yaitu teori yang menjelaskan bahwa audiens secara aktif mencari media tertentu dan muatan (isi) tertentu untuk menghasilkan kepuasaan tertentu (West&Turner, 2007:99). Audiens aktif berada dalam posisi penerima pesan media yang bernegosiasi. Sama dengan yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa audiens aktif bertindak aktif dalam memilih mana media yang digunakan dan berperan dalam menginterpretasikan pesan sesuai sudut pandang masing-masing individu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pelajar masuk dalam kategori audiens aktif, maka proses negosiasi pesan media yang dihasilkan juga dipengaruhi lingkungan dimana mereka berada. Pelajar biasa berada di dalam sebuah kelompok di sekolahnya yang dibedakan menjadi kelompok pelajar beraktivitas positif dan negatif. Sebelum 9 membahas mengenai pengelompokkan kelompok tersebut, berikut penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan kelompok itu sendiri. Kelompok merupakan kumpulan dua individu atau lebih dengan tingkat interaksi dan tingkat saling peduli yang bervariasi (mulai dari yang sangat intensif sampai yang tidak ada sama sekali) (Sarwono, 2005:7). Jenis kelompok sangat tergantung pada tujuan penggolongan itu sendiri. Salah satu bentuk dari kelompok adalah kelompok pelajar, yaitu kumpulan satu dua orang pelajar yang saling berinteraksi satu sama lain demi tujuan bersama. Kelompok pelajar dan lingkungan adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Dimana kelompok pelajar ada karena pengaruh lingkungan dan lingkungan terbentuk karena keberadaan kelompok pelajar. Pelajar yang bersifat labil emosi akan sangat mudah untuk masuk ke dalam kelompok pelajar yang tidak baik (Azca et.al, 2013). Hal ini tentu berbeda dengan pelajar yang berada di lingkungan yang baik sehingga mereka akan berkumpul bersama teman-teman lainnya yang juga sama-sama melakukan aktivitas positif. Diakui memang, jika keluarga memiliki peran kuat dalam pembentukan karakter para pelajar, namun lingkungan di mana mereka berada akan lebih menentukan kelompok pelajar seperti apa yang mereka pilih (Azca et.al, 2013). Hatib Abdul Khadir dalam tulisannya “Gangster-gangster Berseragam” yang dimuat di buku Pemuda Pasca Orba memaparkan bahwa lingkungan merupakan kunci pembentukan karakter kaum muda, terutama pelajar. Lingkungan negatif akan dengan mudah mempengaruhi tindakan dan tutur kata para pelajar yang kemudian akan membawa mereka masuk ke dalam geng. Geng didefinisikan sebagai kelompok anak muda, lebih dari dua orang yang melakukan aktivitas negatif seperti merokok, nongkrong, 10 coret-coret di dinding (vandalisme), konvoi dan berkelahi dengan kelompok geng lainnya (Azca et.al, 2011: 195). Geng identik dengan ‘kerusuhan’ yang mengakibatkan diri sendiri dan orang lain. Masih dalam buku Pemuda Pasca Orba, Muhammad Najib Azca menjelaskan bahwa dua kunci definisi geng adalah kelompok anak muda dan tindakan negatif. Dalam buku berjudul “Geng Remaja: Anak Haram Sejarah ataukah Korban Globalisasi?”, Sidik Jatmika memaparkan bahwa geng remaja diikuti oleh pelajar SMP hingga SMA yang tengah mengalami masa datangnya pubertas (11-14 tahun) sampai usia sekitar 18 tahun sebagai masa transisi dari anak-anak ke dewasa. Geng remaja memiliki karakteristik tertentu yaitu dipenuhi laki-laki yang memperkuat ciri maskulin dalam setiap kelompok, sangat tampak di mata umum untuk tujuan redaksional, memiliki kesamaan bentuk dan pakaian antar anggota untuk memperlihatkan identitas geng serta melakukan berbagai tindak kriminal (Azca, 2014:112). Secara psikologis para pelajar geng memiliki sifat labil emosi, mudah dipengaruhi, ingin mencoba hal yang baru dan tidak ingin di anggap’ cupu’ oleh teman sebayanya. Sementara secara sosiologis, umumnya pelajar geng hanya berinteraksi dengan mereka yang sesama anggota geng akibatnya pelajar geng akan masuk dalam lingkungan yang kurang baik (Azca et.al, 2011). Lingkungan tersebut yang membawa para pelajar geng kepada aktivitas-aktivitas negatif seperti merokok, mabuk, vandalisme, perkelahian antar pelajar dan lain sebagainya. Berdasarkan penjelasan di atas maka hubungan antara pelajar geng dan audiens aktif adalah mengenai bagaimana mereka memaknai pesan media melalui negosiasi makna yang dipengaruhi lingkungan dimana mereka berada dan latar belakang baik secara sosial, ekonomi maupun budaya. 11 b. Analisis resepsi iklan Analisis resepsi merupakan studi tentang audiens aktif yang memandang bahwa audiens mampu selektif dalam memaknai dan memilih makna dari teks berdasar posisi sosial budaya yang mereka miliki (Bertrand&Hughes, 2005: 39). Jensen, dalam karyanya A Handbook of Media and Communication Research berasumsi bahwa analisis resepsi adalah analisis perbandingan tekstual yang disampaikan oleh media dengan sudut pandang khalayak yang menghasilkan suatu pengertian pada suatu konteks (Jensen, 2002: 162). Resepsi merupakan kajian yang erat kaitannya dengan encoding-decoding pesan. Dalam prosesnya, decoding pesan yang dihasilkan oleh audiens akan berbeda satu sama lain bergantung pada referensi dan pengalaman yang dimilikinya (Hall, 1980). Berdasarkan beberapa definisi analisis resepsi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis resepsi merupakan metode penelitian yang fokus terhadap pemaknaan audiens terhadap pesan yang disampaikan oleh media berdasarkan latar belakang sosio kultural yang dimilikinya. Analisis resepsi sangat berhubungan dengan keberadaan produk media, salah satunya adalah televisi. Aktivitas menonton program di televisi selalu berkaitan dengan iklan yang tayang di waktu jeda antar program. Iklan, khususnya iklan layanan masyarakat sebagai pesan yang dibuat oleh pemerintah guna mengubah perilaku masyarakat juga turut ditayangkan di televisi. Tanpa disadari, menonton iklan juga membutuhkan proses dimana audiens bernegosiasi dengan pesan iklan yang disampaikan. Pada dasarnya proses resepsi audiens terhadap iklan layanan masyarakat di media televisi sama dengan proses resepsi pada iklan komersial. Berkaitan dengan praktek resepsi iklan, Stuart Hall memetakan adanya perbedaan pemaknaan oleh audiens sebuah pesan media yang 12 sama karena dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang (Hall, 1974). Teori resepsi Stuart Hall menjelaskan bahwa faktor konstektual mempengaruhi cara khalayak dalam memaknai pesan di dalam suatu media. Faktor tersebut adalah elemen identitas, persepsi dan latar belakang sosial serta budaya. (McQuail, 1997). Kajian resepsi juga memperkuat teori audiens aktif yaitu uses and gratification. Stuart Hall juga menjelaskan ada tiga posisi audiens dalam meresepsi pesan yang disampaikan oleh media berdasarkan perbedaan status sosial, tingkat pendidikan, kerangka referensi dan pengalaman (Stuart Hall, 1974). Tiga posisi audiens tersebut adalah dominanthegemonic, negotiated dan oppositional. Audiens dalam posisi dominant-hegemonic menerima pesan media dengan menerjemahkan dan menerima wacana sama persis dengan wacana yang dibawakan oleh media. Audiens tidak memberikan ‘perlawanan’ terhadap pesan yang disampaikan oleh media. Hal tersebut muncul karena audiens dalam posisi ini cenderung tidak memiliki banyak pengetahuan atau referensi mengenai perilaku media dalam merepresentasikan pesan. Posisi ini menganggap bahwa audiens bersifat pasif sehingga mudah dipengaruhi oleh pesan yang disampaikan oleh media. Posisi kedua yang terbentuk pada audiens dalam meresepsi pesan adalah negotiated. Dalam posisi ini audiens melakukan negosiasi antara makna yang disampaikan oleh pesan di media dengan makna yang tercipta dalam benaknya. Pesan yang disampaikan oleh media tidak di terima begitu saja oleh audiens. Audiens menerima pesan yang disampaikan oleh media tetapi berpikir kembali apakah wacana tersebut sesuai dengan apa yang diyakini atau tidak. 13 Bentuk ketiga dari posisi audiens dalam meresepsi pesan adalah oppositional, yaitu audiens memahami pesan media namun tidak menerima wacana yang disampaikan. Posisi ini merupakan posisi audiens yang cenderung memiliki pengetahuan dan wawasan mengenai apa yang disampaikan oleh media dengan realitas yang ada. Audiens dalam posisi oppositional membaca pesan dari posisi yang berlawanan sehingga sering dianggap sebagai audiens bersifat kritis, dimana mereka tidak percaya begitu saja oleh wacana yang disampaikan dan menelaah kembali mengenai ‘kebenaran’ pesan yang disampaikan oleh media tersebut. Gambar 1.1 Proses Resepsi Audiens Terhadap Iklan Layanan Masyarakat Di Televisi Resepsi audiens sebagai praktek negosiasi Iklan layanan masyarakat di televisi (keinginan untuk mengingatkan publik, mengubah aktivitas publik ke arah yang lebih baik) Audiens (latar belakang, referensi dan pengalaman) Dominant-hegemonic position Negotiated position Oppositional position (Dharma, 2011) c. Iklan Layanan Masyarakat Berbeda dengan iklan pada umumnya, iklan layanan masyarakat adalah bentuk iklan non-komersial yang disiarkan melalui media massa seperti radio dan televisi dengan tujuan menginformasi 14 dan mendidik masyarakat untuk melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (Masduki, 2007: 234). Tujuan yang dicapai, adalah poin penting perbedaan iklan komersial dan iklan layanan masyarakat sebagai iklan non-komersial. Tujuan yang dicapai dalam pembuatan iklan komersial adalah menjual produk demi keuntungan perusahaan, sementara itu iklan layanan masyarakat disajikan untuk membangkitkan kepedulian dan perilaku masyarakat terhadap masalah-masalah yang harus mereka hadapi yaitu kondisi yang dapat mengancam keserasian dan kehidupan umum (Kasali, 1992). Definisi lain tentang iklan layanan masyarakat juga disampaikan oleh Crompton dan Lamb seperti yang dikutip dalam buku Manajemen Periklanan karya Rhenald Kasali, yaitu (Kasali, 1992: 201): “An announcement for which no charge is made and which promotes programs, activities, or services of federal, state; or local government to the programs, activities; or services of nonprofit organizations and other announcements regarded as serving community interest, excluding tune signals, routien weather announcement, and promotional announcement.” Definisi di atas menjelaskan bahwa iklan layanan masyarakat berisi tentang promosi program, kegiatan dan pengumuman yang mencakup kepentingan masyarakat. Penjelasan tersebut dirasa sangat sempit mengingat isi iklan layanan masyarakat menyangkut isu-isu sosial yang berkembang di masyarakat seperti korupsi, merokok, bullying (penindasan dengan kekerasan, ancaman atau paksaan untuk mengintimidasi orang lain) dan lain sebagainya. Definisi lain dijelaskan oleh Bensley dan Jodi dalam bukunya yang berjudul Community Health Education Methods, yaitu iklan layanan masyarakat sebagai penyampaian informasi singkat yang 15 digunakan oleh lembaga amal, nirlaba dan organisasi masyarakat melalui media massa dengan tujuan mempromosikan program atau pelayanan guna melakukan perubahan perilaku (Bensley&Jodi, 2003: 234). Pengertian ini dirasa mampu mencakup keseluruhan tentang iklan layanan masyarakat yaitu diproduksi oleh lembaga tertentu seperti pemerintah maupun organisasi masyarakat, berisi tentang isu sosial yang berkembang di masyarakat, ditayangkan di media massa dan diproduksi dengan tujuan merubah perilaku masyarakat. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa iklan layanan masyarakat adalah siaran non-komersial berisi isu-isu sosial yang sedang berkembang di masyarakat dan ditayangkan di media massa dengan tujuan merubah perilaku masyarakat menjadi lebih baik. Sebagai bentuk dari siaran iklan non-komersial, iklan layanan masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda dengan iklan komersial yang biasanya digunakan untuk memasarkan suatu produk. Berikut tabel pembeda antara iklan komersial dan iklan layanan masyarakat: Gambar 1.2 Perbedaan Iklan Komersial dan Iklan Layanan Masyarakat Iklan Komersial Menciptakan arus perputaran barang Mendorong kesetiaan pada merek Mengubah kebiasaan pembelian Meningkatkan kegunaan produk Mengomunikasikan keunggulan produk Memperbaiki citra produk Menginformasikan publik akan produk baru Mengingatkan orang untuk melakukan pembelian kembali (Courtland L Bovee, 1992) Iklan Layanan Masyarakat Mendorong kebutuhan Mempopulerkan masalah sosial Mengubah aktivitas yang biasa dilakukan Mengurangi pemborosan sumber daya Mengomunikasikan pandangan politik Memperbaiki sikap publik Menginformasikan publik mengenai cara pengobatan baru Mengingatkan orang untuk memberikan kontribusi lagi 16 Berdasar tabel di atas, maka konten dalam iklan layanan masyarakat adalah informasi mengenai masalah sosial yang sedang berkembang di masyarakat, pandangan politik dengan tujuan mengingatkan publik, mengurangi pemborosan sumber daya, mengubah aktivitas yang biasa dilakukan dan memperbaiki sikap publik. Pada dasarnya pesan yang disampaikan dalam iklan layanan masyarat bersifat persuasif dengan tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat. Sifat persuasif dari pesan iklan layanan masyarakat bisa berbentuk ajakan, larangan dan ancaman (Perloff, 2010). Iklan layanan masyarakat yang menggunakan kalimat ajakan ditandai dengan penggunaan kata “Mari”, “Ayo”, “Segera”. Sementara pesan iklan berbentuk larangan ditandai dengan kalimat “Jangan”, “Berhentilah”. Kemudian bentuk pesan dalam iklan layanan masyarakat yang terakhir adalah ancaman, yaitu pesan iklan yang menyampaikan akibat apa yang akan dialami oleh masyarakat jika tidak segera menghentikan sesuatu yang dilarang atau segala hal yang berkaitan dengan isu-isu sosial. Iklan layanan masyarakat ditayangkan di berbagai media massa, salah satunya adalah televisi sebagai media audio-visual, tidak berbayar dan mampu menjangkau khalayak luas. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Nielsen tahun 2014 di beberapa kota besar di Jawa yang meliputi Jakarta dan Bodetabek, Surabaya dan Gerbangkertasila, Bandung, Semarang, serta Yogyakarta dan SlemanBantul, televisi masih menjadi medium utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia (95%) (Nielsen.com, 2014). Saat ini, televisi memang bukan media utama dalam memperoleh informasi, namun keberadaannya sering dijadikan ‘teman’ disaat waktu senggang. 17 Fenomena yang beberapa tahun ini terjadi adalah televisi dibiarkan menyala sedangkan orang-orang memilih untuk mengerjakan aktivitas lain seperti makan, memasak bahkan belajar. Namun masih ada juga masyarakat yang memilih untuk fokus menonton televisi tanpa melakukan aktivitas sampingan apapun. Sehingga tetap saja, konsumsi televisi di Indonesia masih dikatakan tinggi. Tingginya angka konsumsi televisi di Indonesia menjadikan televisi sebagai salah satu media yang dipilih oleh berbagai lembaga termasuk pemerintah untuk menayangkan iklan layanan masyarakat. Selain di televisi, iklan layanan masyarakat juga ditampilkan di berbagai media seperti radio, internet maupun media luar ruang seperti billboard. d. Pesan Iklan Secara umum, pesan iklan adalah apa yang disampaikan perusahaan terhadap produk yang diiklankan. Pesan iklan merupakan elemen penting yang harus dipertimbangkan saat iklan dibuat. Sasaran audiens harus jelas sehingga pesan akan mudah dipahami oleh audiens yang dituju. Dikatakan sebagai elemen penting karena pesan iklan memuat isi mengenai apa yang menjadi manfaat dan keunggulan produk yang diiklankan dibanding produk lain. Pesan iklan biasanya berbentuk teks (kalimat) yang diperkuat dengan visualisasi berbentuk gambar. Pada dasarnya pesan iklan dibuat untuk membujuk audiens agar menggunakan produk yang ditawarkan, hanya saja khalayak kritis tidak semudah itu mengartikan pesan iklan sebagai ajakan membeli. Perbedaan strata pendidikan dan lingkungan akan sangat 18 mempengaruhi audiens dalam memahami pesan iklan (Palupi&Teguh, 2006: 153). Pesan iklan sebaiknya tidak mengandung kata kiasan atau kalimat yang dapat menimbulkan banyak interpretasi sehingga bisa langsung dimengerti masyarakat tanpa harus berpikir dulu. Selain itu, pesan iklan juga harus benar-benar jernih dan disampaikan seia sekata antara yang diucapkan (audio) dan visualnya. Hal ini berfungsi sebagai pengingat bagi masyarakat atas produk yang ditawarkan (Palupi&Teguh, 2006: 153). Seharusnya pesan iklan disajikan sejujur mungkin dengan apa yang dijual dalam produk tersebut. Pernyataan mengenai pesan iklan tersebut nampaknya tidak sejalan dengan fakta yang saat ini terjadi dalam dunia periklanan. Mayoritas iklan saat ini sarat dengan ‘kebohongan’ karena tidak sesuai dengan kenyataan dan terkesan melebih-lebihkan. Griffin dan Ronald J. Ebert dalam bukunya yang berjudul Bisnis, membagi pesan iklan menjadi tiga bentuk yaitu pesan iklan persuasif, pesan iklan perbandingan dan pesan iklan pengingat (Griffin&Ronald, 2007). Pesan iklan berbentuk persuasif berusaha untuk memengaruhi konsumen agar membeli produk yang ditawarkan. Kemudian pesan iklan perbandingan disampaikan dengan cara membandingkan dua atau lebih produk sejenis dengan produk yang ditawarkan dengan tujuan mengambil alih bisnis pesaing. Bentuk pesan iklan ketiga yaitu pengingat dibuat untuk membantu menjaga nama produk agar tetap berada dalam pikiran publik. Berdasarkan dari tiga bentuk pesan iklan yang dijelaskan oleh Griffin dan Ronald J. Ebert di atas, maka pesan iklan layanan masyarakat hanya memiliki satu bentuk yaitu persuasif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa iklan layanan masyarakat 19 diproduksi untuk mengajak masyarakat berperilaku ke arah yang lebih baik. F. Metodologi Penelitian a. Metode penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang mengemukakan gambaran dan atau pemahaman (understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas itu terjadi (Pawito, 2007: 36). Penelitian kualitatif mendasarkan diri pada hal-hal yang bersifat diskursif (logis) seperti transkrip dokumen, catatan lapangan, hasil wawancara dan dokumen-dokumen tertulis (Pawito, 2007: 37). Penelitian kualitatif yang mengkaji tentang khalayak dan media adalah analisis resepsi. Analisis resepsi memandang bahwa audiens mampu menyeleksi dalam arti memaknai dan memilih makna dari teks berdasar posisi sosial budaya yang mereka miliki (Bertrand&Hughes, 2005: 39). Analisis resepsi merupakan kajian yang erat kaitannya dengan encoding-decoding pesan. Dalam prosesnya, decoding pesan yang dihasilkan oleh audiens akan berbeda satu sama lain bergantung pada referensi dan pengalaman yang dimilikinya (Hall, 1980). Referensi merupakan daftar bacaan untuk memudahkan seseorang melihat situasi, fenomena dan keadaan sosial yang kemudian akan dibandingkan dengan apa yang selama ini dipelajari guna membentuk konsep-konsep dalam diri (Tasmara, 2006: 156). Peneliti memilih analisis resepsi karena dianggap relevan dengan penelitian ini. Dengan metode tersebut peneliti akan mendeskripsikan bagaimana pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meresepsi pesan iklan dalam iklan 20 layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui televisi. b. Obyek penelitian Obyek dari penelitian ini adalah tayangan iklan layanan masyarakat “Berhentilah Merokok Sebelum Rokok Menikmati Anda” di media televisi c. Subyek penelitian Subyek dari penelitian ini adalah praktek resepsi pesan iklan dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Merokok Sebelum Rokok Menikmati Anda” yang dilakukan oleh pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Secara eksplisit, yang dimaksud dengan geng adalah kelompok anak muda, lebih dari dua orang yang melakukan aktivitas negatif seperti merokok, nongkrong, coret-coret di dinding (vandalisme), konvoi dan berkelahi dengan kelompok geng lainnya (Azca et.al, 2011: 195). Sementara geng pelajar sendiri adalah sekelompok pelajar SMP hingga SMA yang tengah mengalami masa datangnya pubertas (11-14 tahun) sampai usia sekitar 18 tahun. Aktivitas geng pelajar di sekolah dan diluar sekolah, hampir sama yaitu memiliki karakteristik tertentu yaitu dipenuhi laki-laki yang memperkuat ciri maskulin dalam setiap kelompok, sangat tampak di mata umum untuk tujuan redaksional, memiliki kesamaan bentuk dan pakaian antar anggota untuk memperlihatkan identitas geng serta melakukan berbagai aktivitas negatif seperti merokok, mabuk, vandalisme, perkelahian antar pelajar dan lain sebagainya (Azca, 2014:112). 21 d. Lokasi penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pemilihan lokasi ini berdasarkan alasan bahwa sebagian besar penduduk produktif di daerah ini adalah pelajar yang berasal dari seluruh penjuru Indonesia, yang beberapa diantaranya adalah pelajar perokok aktif (International.fecon.uii.ac.id). Selain karena fenomena kaum muda terutama pelajar yang dekat dengan media terutama televisi, alasan pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai lokasi penelitian adalah karena perkembangan geng di kota ini bisa dikatakan pesat baik geng di luar sekolah maupun di sekolah itu sendiri, bahkan geng pelajar ada di tiap sekolah di Yogya (tempo.co, 2014). Aktivitas geng pelajar antara lain adalah merokok, mabuk, vandalisme, perkelahian antar pelajar dan sebagainya (Azca, 2014: 112). Kemunculan geng pelajar tersebut karena pengaruh alumnus yang datang kembali dan mempengaruhi adik kelasnya (tempo.co, 2013). e. Sumber data Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah data langsung yang didapat dari in-depth interview pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terkait opini mereka pada pesan iklan dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Merokok Sebelum Rokok Menikmati Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui televisi. Sementara itu data sekunder diperoleh dari beberapa referensi penunjang penelitian seperti buku-buku referensi, jurnal dan beberapa artikel yang membahas tentang iklan, pesan iklan, iklan layanan masyarakat, iklan rokok di televisi, kelompok pelajar dan geng, 22 audiens aktif dan analisis resepsi. Data-data sekunder tersebut berfungsi sebagai penunjang data primer. f. Teknik pengumpulan data 1. In-depth interview (wawancara mendalam individual) Untuk memeroleh data yang lebih mendalam mengenai praktek resepsi pesan iklan dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok, Sebelum Rokok Menikmati Anda”, maka peneliti melakukan salah satu teknik pengumpulan data yang dianggap menghasilkan data lebih akurat, yaitu in-depth interview. Teknik pengumpulan data ini bertujuan untuk mendapatkan informasi berupa keterangan lisan dari narasumber tertentu secara lebih mendalam dan sifatnya personal. Melalui in-depth interview, peneliti akan mendapatkan data yang lebih komprehensif terkait pengalaman seseorang terhadap obyek penelitian (West, 2007:83). Beberapa pertanyaan yang akan diajukan dalam in-depth interview adalah latar belakang para informan, pengetahuan informan terhadap obyek yang diambil yaitu iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok, Sebelum Rokok Menikmati Anda” serta hal-hal yang memiliki keterkaitan dengan bagaimana informan meresepsi pesan iklan dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok, Sebelum Rokok Menikmati Anda”, bagaimana pelajar geng dimata informan dan bagaimana pengaruh lingkungan serta pengalaman terhadap praktek resepsi terhadap iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok, Sebelum Rokok Menikmati Anda”. g. Informan penelitian Dalam penelitian ini informan penelitian adalah pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). 23 Untuk ranah geng pelajar, peneliti mampu mengakses informan dikarenakan peneliti merupakan alumni salah satu SMA Negeri di Kota Yogyakarta dan masih memiliki beberapa teman pelajar yang merupakan anggota geng pelajar SMA di Kota Yogyakarta. Sementara untuk cakupan geng selain pelajar, peneliti memiliki kemudahan akses memasuki PSBR (Panti Sosial Bina Remaja) Yogyakarta karena salah satu kerabat dekatnya bekerja di lembaga tersebut. PSBR sendiri adalah lembaga yang didirikan pemerintah DIY untuk menampung sekaligus merehabilitasi kaum muda terutama pelajar yang mengalami masalah dalam dirinya seperti putus sekolah, kecanduan merokok, narkoba, trauma semasa kecil, terkena kasus pidana seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan dan pencurian. Dari beberapa geng yang terbentuk baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan bermain di Daerah Istimewa Yogyakarta ini, peneliti akan memilih beberapa pelajar yang masuk dalam geng tersebut. Pemilihan informan ini dilakukan dengan cara melakukan observasi singkat dengan melihat elemen-elemen persamaan dan perbedaan yang dimiliki tiap-tiap informan. Karakteristik yang harus dimiliki oleh informan yang akan dipilih adalah perokok aktif, bersekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan anggota geng dan menonton tayangan iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati Anda” di media televisi. Sementara tiap-tiap informan harus memiliki perbedaan dalam asal sekolah, asal geng, kebiasaan bermedia dan latar belakang keluarga yang mencakup status ekonomi, riwayat keluarga dalam merokok serta respon keluarga terhadap aktivitas merokok. Bagi peneliti, elemen-elemen pembeda ini menjadi 24 sangat penting untuk dipertimbangkan saat menentukan informan agar hasil yang diperoleh lebih variatif. h. Teknik analisis data Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interpretif guna memahami praktek resepsi audiens terhadap iklan layanan masyarakat di media televisi. Proses analisis data akan diawali dengan melakukan interpretasi pada wawancara mendalam individu (in-depth interview) dan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik triangulasi data. Teknik triangulasi data dilakukan untuk memperkuat data yang diperoleh melalui berbagai teknik pengumpulan data (Dharma, 2011). Triangulasi data merujuk pada upaya peneliti untuk mengakses sumber-sumber yang lebih bervariasi guna memperoleh data berkenaan dengan persoalan yang sama (Pawito, 2007: 99). Hal ini berarti peneliti bermaksud menguji data yang diperoleh dari satu sumber (untuk dibandingkan) dengan data dari sumber lain sehingga akan ditemukan kemungkinan data yang diperoleh konsisten, tidak konsisten atau berlawanan (Pawito, 2007: 99). Dalam penelitian ini sumber data dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam triangulasi data yaitu data informan yang diperoleh dari opini informan dalam praktek wawancara mendalam individu (in-depth interview). i. Limitasi penelitian Limitasi pada penelitian ini ialah bagaimana pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meresepsi pesan iklan dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui televisi. 25