BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Audiens

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Audiens merupakan istilah kolektif dari penerima pesan dalam model
proses komunikasi massa (Mc Quail, 1997). Komunikasi massa sendiri
merupakan proses komunikasi pada khalayak luas melalui media massa
seperti surat kabar, televisi, radio dan sebagainya (West&Turner, 2007: 41).
Audiens memiliki dua sifat yaitu pasif dan aktif. Audiens pasif adalah mereka
yang menerima pesan yang disampaikan oleh media tanpa proses negosiasi.
Sedangkan audiens aktif diartikan sebagai audiens yang mampu memilih
media yang digunakan dan menerima pesan dengan proses negosiasi.
Salah satu contoh audiens adalah pelajar. Pelajar merupakan kaum
muda yang bersifat dekat dengan media, labil emosi dan mudah terpengaruh
lingkungan (Azca et.al, 2013). Lingkungan merupakan satu faktor yang paling
mudah mempengaruhi bagaimana para pelajar dalam berperilaku salah
satunya adalah lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi
pelajar dalam hal positif dan negatif. Pelajar yang bersifat labil emosi akan
sangat mudah untuk masuk ke dalam lingkungan kelompok pelajar yang tidak
baik, salah satunya masuk ke dalam kelompok geng (Azca et.al, 2013).
Geng didefinisikan sebagai kelompok anak muda, lebih dari dua orang
yang melakukan aktivitas negatif seperti merokok, nongkrong, coret-coret di
dinding (vandalisme), konvoi dan berkelahi dengan kelompok geng lainnya
(Azca et.al, 2011: 195). Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri,
sebagai kota pelajar fenomena geng sudah bukan hal yang baru. Pada
dasarnya geng sudah muncul bahkan di tingkat Sekolah Menengah Pertama.
Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2014
wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terdapat beberapa geng ditingkat
1
SMP di DIY seperti ZNC dari SMPN 1 Yogyakarta, SPENYK dari SMPN6
Yogyakarta, SCOOTER dari SMPN 8 Yogyakarta dan MOECHILD dari SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta (Adiyaningsih, 9 Juni 2015).
Untuk tingkatan SMA, hampir di setiap sekolah terdapat geng yang
masih aktif (Tempo.co, 2014). Menurut data yang dikemukakan oleh Meilia
Riska Dewi, salah seorang mahasiswi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
(PSDK) dalam skripsinya yang berjudul Geng Sebagai Sebuah Identitas Bagi
Pelajar Sekolah Menengah Atas di Kota Yogyakarta, bahwa di Kota
Yogyakarta ini terdapat 20 geng pelajar. Geng-geng pelajar tersebut adalah
TRG dari SMAN 1 Yogyakarta, NCZ dari SMAN 2 Yogyakarta, TNT dari
SMAN 3 Yogyakarta, SMC dari SMAN 4 Yogyakarta, Roever/RVR dari
SMAN 5 Yogyakarta, GNB SMAN 6 Yogyakarta, GBZ dari SMAN 7
Yogyakarta, CBZ dari SMAN 8 Yogyakarta, GANZA dari SMAN 9
Yogyakarta, SMUTEN dari SMAN 10 Yogyakarta, REM dari SMAN 11
Yogyakarta, OESTAD dari SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, RANGER
dari
SMA
Muhammadiyah
2
Yogyakarta,
GRIXER
dari
SMA
Muhammadiyah 3 Yogyakarta, RESPECT dari SMA Muhammadiyah 7
Yogyakarta, NBZ dari SMA Bopkri 1 Yogyakarta, PASTOER dari SMA
Bopkri 2 Yogyakarta, REGAZT dari SMA GAMA Yogyakarta, XTM dari
SMK Pembangunan Yogyakarta dan HAMMER dari SMA Pangudi Luhur
Yogyakarta.
Sementara untuk geng pelajar SMA di luar Kota Yogyakarta, data dari
KPAI DIY 2014 menjelaskan bahwa di setiap sekolah pasti ada geng
pelajarnya, hanya saja nama-nama gengnya tidak begitu ter-ekspos seperti
yang tertera pada geng pelajar di tingkat SMA di Kota Yogyakarta
(Adiyaningsih, 9 Juni 2015).
Tidak hanya geng di sekolahnya, pelajar ternyata juga mengikuti geng
di luar sekolahnya (Supartiningsih, 9 Juni 2015). Fakta tersebut diperoleh
2
peneliti dari wawancara singkat dengan Supartiningsih, salah satu konselor di
PSBR (Panti Sosial Bina Remaja). PSBR sendiri adalah lembaga yang
didirikan pemerintah DIY untuk menampung sekaligus merehabilitasi kaum
muda terutama pelajar yang mengalami masalah dalam dirinya seperti putus
sekolah, kecanduan merokok, narkoba, trauma semasa kecil, terkena kasus
pidana seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan dan pencurian
(Supartiningsih&Titik, 9 Juni 2015).
Meski tidak ada data pasti berapa jumlah dan apa saja nama geng yang
berasal dari lingkungan luar sekolah, menurut Supartiningsih ada beberapa
geng yang muncul di luar lingkungan sekolah di seluruh Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY ) yaitu geng JOXZIN, QZRUH dan HUMORIEZT. Genggeng tersebut umumnya berisi kaum muda yang beberapa di antaranya pelajar.
Sementara aktivitas geng di luar sekolah ini juga tidak jauh berbeda dengan
aktivitas-aktvitas geng pada umumnya seperti merokok, mabuk, vandalisme
dan tawuran. Geng-geng tersebut sampai saat ini masih ada meskipun
kegiatannya tidak lebih aktif dari geng yang muncul dari lingkungan sekolah.
(Supartiningsih, 9 Juni 2015).
Supartiningsih menjelaskan bahwa tidak hanya geng di sekolah, para
pelajar juga mengikuti geng-geng di luar sekolah salah satunya geng HELLO
KITTY
yang
merupakan
geng
beranggotakan
para
perempuan
(Supartiningsih&Adiyaningsih, 9 Juni 2015). Geng ini sempat menjadi topik
hangat beberapa bulan lalu akibat penganiayaan yang dilakukan anggota geng
terhadap salah satu siswi SMA di Yogyakarta hanya karena saling ejek
masalah tato bergambar Hello Kitty yang ada ditubuhnya (Viva.co.id, 2015).
Supartiningsih juga menambahkan bahwa aktivitas geng ini tidak hanya
berkutit dengan merokok, minum-minuman keras tetapi menyentuh kenalakan
remaja
yang lebih
ekstrem
seperti
seks
bebas
dan
penganiayaan
(Supartiningsih&Adiyaningsih, 9 Juni 2015).
3
Melalui data di atas, peneliti melakukan observasi singkat terhadap
beberapa geng tersebut dan menemukan fakta bahwa para pelajar mengikuti
geng untuk menunjukkan kejantanannya dan menganggap geng adalah sebuah
solidaritas. Salah satu cara untuk menunjukkan solidaritas antar anggota geng
adalah dengan merokok. Merokok dianggap sebagai cara untuk mendekatkan
antara senior dan junior dalam geng di sekolah. Alasan mereka memulai untuk
merokok bermacam-macam, ada yang karena penasaran, untuk menunjukkan
harga diri, menonton iklan rokok di televisi dan ajakan kakak kelas.
Berkaitan dengan salah satu kenakalan pelajar yaitu merokok, perokok
terutama yang berasal dari kalangan kaum muda termasuk para pelajar masih
menjadi masalah terbesar di Indonesia. Quit Tobacco Indonesia Fakultas
Kedokteran (FK) UGM dalam penelitiannya terhadap 2015 responden pelajar
SMP dan SMA di Yogyakarta, menunjukkan bahwa ada dua faktor penyebab
para pelajar tersebut merokok yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal yang mempengaruhi adalah keingintahuan terhadap rokok dan
bahayanya, tingkat persepsi dan rasa ingin tahu yang begitu besar sehingga
pelajar memutuskan untuk mencoba merokok. Sementara faktor eksternal
yang menyebabkan pelajar menjadi perokok adalah pengaruh keluarga, teman,
lingkungan, kemudahan mendapatkan rokok dan iklan rokok di berbagai
media (Republika.co.id, 2014).
Lingkungan negatif dan sifat labil yang dimiliki para pelajar perokok
dalam lingkungan geng ini yang kemudian mempengaruhi bagaimana mereka
dalam bertindak, menanggapi dan menyikapi sesuatu salah satunya iklan
layanan masyarakat mengenai bahaya merokok. Iklan layanan masyarakat
(ILM) merupakan iklan nonkomersial yang disiarkan melalui media massa
seperti radio dan televisi dengan tujuan menginformasikan dan mendidik
masyarakat untuk melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik
(Masduki, 2001: 234). Selain itu iklan layanan masyarakat juga berfungsi
4
untuk mengubah opini publik dan meningkatkan kesadaran terhadap suatu
masalah (Advertising.about.com).
Selama ini pemerintah telah gencar mengeluarkan berbagai iklan
layanan masyarakat mengenai bahaya merokok dalam bentuk spanduk, flyer
dan baliho. Peringatan tersebut ternyata masih belum mampu menyadarkan
audiens iklan perokok termasuk di dalamnya para pelajar perokok khususnya
yang ada dalam lingkungan geng di sekolahnya. Maka dari itu, pada
November 2014 pemerintah melalui Departemen Kesehatan meluncurkan
iklan layanan masyarakat berjudul “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum
Rokok Menikmati Anda” yang ditayangkan di beberapa stasiun televisi
nasional (Depkes.go.id, 2014). Berikut potongan gambar dalam iklan layanan
masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati
Anda”:
Dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok
Sebelum Rokok Menikmati Anda” menampilkan testimoni dari Manat Hiras
Panjaitan salah seorang korban rokok yang menderita kanker tenggorokan.
Melalui iklan layanan masyarakat ini pemerintah memberikan pesan
berbentuk ancaman dari bahaya merokok sehingga harapannya para pelajar
perokok dapat berhenti mengonsumsi rokok. Hanya saja ini bukan hal yang
mudah, karena lingkungan memberi pengaruh terbesar terhadap bagaimana
audiens memahami iklan tersebut.
5
Sama dengan apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa lingkungan
memengaruhi bagaimana audiens memahami iklan, termasuk para pelajar
perokok di lingkungan geng. Lingkungan dimana mereka berada, yaitu geng
akan turut mempengaruhi bagaimana mereka memahami iklan layanan
masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati
Anda”. Umumnya para pelajar bersifat labil emosi sehingga cenderung tidak
peduli dengan peringatan peringatan-peringatan bahaya merokok. Terkadang
larangan merokok dari orangtua dan guru juga tidak lagi dipedulikan karena
bagi mereka, merokok adalah bagaimana cara mereka menunjukkan
kejantanan, maskulinitas dan juga solidaritas antar anggota geng (Azca et.al,
2011). Para pelajar perokok akan malu jika tidak merokok saat sedang
nongkrong bersama teman-temannya sesama anggota geng karena akan
mendapatkan predikat cupu (Azca et.al, 2011).
Beberapa pengaruh lingkungan tersebut tentu akan mempengaruhi
bagaimana para pelajar perokok dalam lingkungan geng di sekolahnya dalam
memahami dan mengartikan iklan layanan masyarakat yang dilihatnya. Oleh
karena itu, metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
resepsi. Analisis resepsi dipilih sebagai metode penelitian karena metode ini
melihat bagaimana audiens memahami iklan yang ditampilkan di media
massa salah satunya di televisi berdasarkan perbedaan faktor lingkungan dan
latar belakang yang dimiliki para audiens. Dengan metode tersebut peneliti
ingin menggali bagaimana pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) meresepsi pesan iklan dalam iklan layanan
masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati
Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui televisi.
6
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan adalah bagaimana pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) meresepsi pesan iklan dalam iklan layanan
masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmati
Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui televisi?
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan praktis:
Untuk mengetahui bagaimana pelajar perokok di lingkungan geng di
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meresepsi pesan iklan dalam iklan
layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok
Menikmati Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
melalui televisi.
b. Tujuan akademis:
Untuk memberikan kontribusi pengetahuan sehubungan dengan
lingkup ilmu komunikasi, khususnya dalam studi audiens dan media
melalui praktek resepsi pesan dalam iklan layanan masyarakat di
media televisi.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat praktis:
Memberikan informasi kepada pemerintah khususnya Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia sebagai pihak pembuat iklan mengenai
bagaimana pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) meresepsi pesan iklan dalam iklan layanan
masyarakat
“Berhentilah
Menikmati
Rokok
Sebelum
Rokok
7
Menikmati Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
melalui televisi.”
b. Manfaat akademis:
Memberikan penjelasan tentang praktek resepsi terhadap iklan layanan
masyarakat dan juga berkontribusi pada mata kuliah periklanan serta
komunikasi pembangunan.
E. Kerangka Pemikiran
a. Audiens aktif dan kelompok geng pelajar
Audiens merupakan istilah kolektif dari penerima pesan dalam
model proses komunikasi massa (Mc Quail, 1997). Definisi lain menurut
Fowles dalam bukunya yang berjudul Advertising and Popular Culture
mengartikan audiens sebagai penerima yang membawa pesan media ke
ranah simpulan dan persepsi. Salah satu contoh audiens adalah pelajar.
Audiens memiliki dua sifat yaitu pasif dan aktif (Mc Quail, 1997).
Audiens pasif adalah mereka yang menerima pesan yang disampaikan
oleh media tanpa proses negosiasi. Sedangkan audiens aktif diartikan
sebagai audiens yang mampu memilih media yang digunakan dan
menerima pesan dengan proses negosiasi. Dalam hal sifat, para pelajar
berada dalam ranah audiens aktif karena tidak hanya menerima pesan
media begitu saja namun ada proses negosiasi makna pesan media (Astuti,
1998). Media yang biasa dikonsumsi oleh para pelajar adalah internet dan
televisi. Dalam mengonsumsi media para pelajar biasanya paham dengan
konten yang disampaikan namun dalam hal memilih untuk mempercayai
konten tersebut semua tergantung pada di lingkungan mana mereka
berada.
Pada dasarnya karakteristik audiens aktif adalah aktif memilih
media yang digunakan dan mampu menginterpretasikan pesan yang
8
disampaikan dalam teks media. Sebagai audiens yang ‘tidak tinggal diam’
dalam mengonsumsi media dan memaknai pesan yang terkandung
didalamnya, Croteau dan Hoynes dalam buku Media Society menjelaskan
bahwa audiens dapat disebut aktif melalui interpretasi individu tentang
produk media (interpretation of media products), melalui interpretasi
kolektif dari media (collective interpretation of media) dan melalui aksi
politis yang kolektif (collective political action) (Croteau, 2003).
Konsep audiens aktif tidak lagi relevan dengan teori hyprodemic
needle yang menjelaskan bahwa audiens menerima begitu saja pesan yang
disampaikan oleh media. Keberadaan audiens aktif akan lebih relevan
dengan teori resepsi dan teori uses and gratifications. Teori resepsi
menjelaskan bahwa audiens memaknai teks media dengan cara berbedabeda berdasarkan faktor psikologis dan sosiologis pada tiap-tiap individu
(Staiger, 2005:4). Sementara teori lain yang berkaitan dengan konsep
audiens aktif adalah teori uses and gratifications yaitu teori yang
menjelaskan bahwa audiens secara aktif mencari media tertentu dan
muatan
(isi)
tertentu
untuk
menghasilkan
kepuasaan
tertentu
(West&Turner, 2007:99).
Audiens aktif berada dalam posisi penerima pesan media yang
bernegosiasi. Sama dengan yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
audiens aktif bertindak aktif dalam memilih mana media yang digunakan
dan berperan dalam menginterpretasikan pesan sesuai sudut pandang
masing-masing individu.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pelajar masuk
dalam kategori audiens aktif, maka proses negosiasi pesan media yang
dihasilkan juga dipengaruhi lingkungan dimana mereka berada. Pelajar
biasa berada di dalam sebuah kelompok di sekolahnya yang dibedakan
menjadi kelompok pelajar beraktivitas positif dan negatif. Sebelum
9
membahas mengenai pengelompokkan kelompok tersebut, berikut
penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan kelompok itu sendiri.
Kelompok merupakan kumpulan dua individu atau lebih dengan
tingkat interaksi dan tingkat saling peduli yang bervariasi (mulai dari yang
sangat intensif sampai yang tidak ada sama sekali) (Sarwono, 2005:7).
Jenis kelompok sangat tergantung pada tujuan penggolongan itu sendiri.
Salah satu bentuk dari kelompok adalah kelompok pelajar, yaitu kumpulan
satu dua orang pelajar yang saling berinteraksi satu sama lain demi tujuan
bersama.
Kelompok pelajar dan lingkungan adalah dua hal yang saling
berkaitan satu sama lain. Dimana kelompok pelajar ada karena pengaruh
lingkungan dan lingkungan terbentuk karena keberadaan kelompok
pelajar. Pelajar yang bersifat labil emosi akan sangat mudah untuk masuk
ke dalam kelompok pelajar yang tidak baik (Azca et.al, 2013). Hal ini
tentu berbeda dengan pelajar yang berada di lingkungan yang baik
sehingga mereka akan berkumpul bersama teman-teman lainnya yang juga
sama-sama melakukan aktivitas positif. Diakui memang, jika keluarga
memiliki peran kuat dalam pembentukan karakter para pelajar, namun
lingkungan di mana mereka berada akan lebih menentukan kelompok
pelajar seperti apa yang mereka pilih (Azca et.al, 2013).
Hatib
Abdul
Khadir
dalam
tulisannya
“Gangster-gangster
Berseragam” yang dimuat di buku Pemuda Pasca Orba memaparkan
bahwa lingkungan merupakan kunci pembentukan karakter kaum muda,
terutama pelajar. Lingkungan negatif akan dengan mudah mempengaruhi
tindakan dan tutur kata para pelajar yang kemudian akan membawa
mereka masuk ke dalam geng.
Geng didefinisikan sebagai kelompok anak muda, lebih dari dua
orang yang melakukan aktivitas negatif seperti merokok, nongkrong,
10
coret-coret di dinding (vandalisme), konvoi dan berkelahi dengan
kelompok geng lainnya (Azca et.al, 2011: 195). Geng identik dengan
‘kerusuhan’ yang mengakibatkan diri sendiri dan orang lain. Masih dalam
buku Pemuda Pasca Orba, Muhammad Najib Azca menjelaskan bahwa
dua kunci definisi geng adalah kelompok anak muda dan tindakan negatif.
Dalam buku berjudul “Geng Remaja: Anak Haram Sejarah ataukah
Korban Globalisasi?”, Sidik Jatmika memaparkan bahwa geng remaja
diikuti oleh pelajar SMP hingga SMA yang tengah mengalami masa
datangnya pubertas (11-14 tahun) sampai usia sekitar 18 tahun sebagai
masa transisi dari anak-anak ke dewasa. Geng remaja memiliki
karakteristik tertentu yaitu dipenuhi laki-laki yang memperkuat ciri
maskulin dalam setiap kelompok, sangat tampak di mata umum untuk
tujuan redaksional, memiliki kesamaan bentuk dan pakaian antar anggota
untuk memperlihatkan identitas geng serta melakukan berbagai tindak
kriminal (Azca, 2014:112).
Secara psikologis para pelajar geng memiliki sifat labil emosi,
mudah dipengaruhi, ingin mencoba hal yang baru dan tidak ingin di
anggap’ cupu’ oleh teman sebayanya. Sementara secara sosiologis,
umumnya pelajar geng hanya berinteraksi dengan mereka yang sesama
anggota geng akibatnya pelajar geng akan masuk dalam lingkungan yang
kurang baik (Azca et.al, 2011). Lingkungan tersebut yang membawa para
pelajar geng kepada aktivitas-aktivitas negatif seperti merokok, mabuk,
vandalisme, perkelahian antar pelajar dan lain sebagainya.
Berdasarkan penjelasan di atas maka hubungan antara pelajar geng
dan audiens aktif adalah mengenai bagaimana mereka memaknai pesan
media melalui negosiasi makna yang dipengaruhi lingkungan dimana
mereka berada dan latar belakang baik secara sosial, ekonomi maupun
budaya.
11
b. Analisis resepsi iklan
Analisis resepsi merupakan studi tentang audiens aktif yang
memandang bahwa audiens mampu selektif dalam memaknai dan memilih
makna dari teks berdasar posisi sosial budaya yang mereka miliki
(Bertrand&Hughes, 2005: 39). Jensen, dalam karyanya A Handbook of
Media and Communication Research berasumsi bahwa analisis resepsi
adalah analisis perbandingan tekstual yang disampaikan oleh media
dengan sudut pandang khalayak yang menghasilkan suatu pengertian pada
suatu konteks (Jensen, 2002: 162). Resepsi merupakan kajian yang erat
kaitannya dengan encoding-decoding pesan. Dalam prosesnya, decoding
pesan yang dihasilkan oleh audiens akan berbeda satu sama lain
bergantung pada referensi dan pengalaman yang dimilikinya (Hall, 1980).
Berdasarkan beberapa definisi analisis resepsi di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa analisis resepsi merupakan metode penelitian
yang fokus terhadap pemaknaan audiens terhadap pesan yang disampaikan
oleh media berdasarkan latar belakang sosio kultural yang dimilikinya.
Analisis resepsi sangat berhubungan dengan keberadaan produk
media, salah satunya adalah televisi. Aktivitas menonton program di
televisi selalu berkaitan dengan iklan yang tayang di waktu jeda antar
program. Iklan, khususnya iklan layanan masyarakat sebagai pesan yang
dibuat oleh pemerintah guna mengubah perilaku masyarakat juga turut
ditayangkan
di
televisi.
Tanpa
disadari,
menonton
iklan
juga
membutuhkan proses dimana audiens bernegosiasi dengan pesan iklan
yang disampaikan. Pada dasarnya proses resepsi audiens terhadap iklan
layanan masyarakat di media televisi sama dengan proses resepsi pada
iklan komersial.
Berkaitan dengan praktek resepsi iklan, Stuart Hall memetakan
adanya perbedaan pemaknaan oleh audiens sebuah pesan media yang
12
sama karena dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang (Hall, 1974).
Teori resepsi Stuart Hall menjelaskan bahwa faktor konstektual
mempengaruhi cara khalayak dalam memaknai pesan di dalam suatu
media. Faktor tersebut adalah elemen identitas, persepsi dan latar belakang
sosial serta budaya. (McQuail, 1997).
Kajian resepsi juga memperkuat teori audiens aktif yaitu uses and
gratification. Stuart Hall juga menjelaskan ada tiga posisi audiens dalam
meresepsi pesan yang disampaikan oleh media berdasarkan perbedaan
status sosial, tingkat pendidikan, kerangka referensi dan pengalaman
(Stuart Hall, 1974). Tiga posisi audiens tersebut adalah dominanthegemonic, negotiated dan oppositional.
Audiens dalam posisi dominant-hegemonic menerima pesan media
dengan menerjemahkan dan menerima wacana sama persis dengan
wacana yang dibawakan oleh media. Audiens tidak memberikan
‘perlawanan’ terhadap pesan yang disampaikan oleh media. Hal tersebut
muncul karena audiens dalam posisi ini cenderung tidak memiliki banyak
pengetahuan
atau
referensi
mengenai
perilaku
media
dalam
merepresentasikan pesan. Posisi ini menganggap bahwa audiens bersifat
pasif sehingga mudah dipengaruhi oleh pesan yang disampaikan oleh
media.
Posisi kedua yang terbentuk pada audiens dalam meresepsi pesan
adalah negotiated. Dalam posisi ini audiens melakukan negosiasi antara
makna yang disampaikan oleh pesan di media dengan makna yang tercipta
dalam benaknya. Pesan yang disampaikan oleh media tidak di terima
begitu saja oleh audiens. Audiens menerima pesan yang disampaikan oleh
media tetapi berpikir kembali apakah wacana tersebut sesuai dengan apa
yang diyakini atau tidak.
13
Bentuk ketiga dari posisi audiens dalam meresepsi pesan adalah
oppositional, yaitu audiens memahami pesan media namun tidak
menerima wacana yang disampaikan. Posisi ini merupakan posisi audiens
yang cenderung memiliki pengetahuan dan wawasan mengenai apa yang
disampaikan oleh media dengan realitas yang ada. Audiens dalam posisi
oppositional membaca pesan dari posisi yang berlawanan sehingga sering
dianggap sebagai audiens bersifat kritis, dimana mereka tidak percaya
begitu saja oleh wacana yang disampaikan dan menelaah kembali
mengenai ‘kebenaran’ pesan yang disampaikan oleh media tersebut.
Gambar 1.1 Proses Resepsi Audiens Terhadap Iklan Layanan
Masyarakat Di Televisi
Resepsi audiens sebagai
praktek negosiasi
Iklan layanan masyarakat di televisi
(keinginan untuk mengingatkan publik,
mengubah aktivitas publik ke arah yang
lebih baik)
Audiens
(latar belakang, referensi dan
pengalaman)
Dominant-hegemonic position
Negotiated position
Oppositional position
(Dharma, 2011)
c. Iklan Layanan Masyarakat
Berbeda dengan iklan
pada umumnya, iklan layanan
masyarakat adalah bentuk iklan non-komersial yang disiarkan melalui
media massa seperti radio dan televisi dengan tujuan menginformasi
14
dan mendidik masyarakat untuk melakukan perubahan perilaku ke
arah yang lebih baik (Masduki, 2007: 234). Tujuan yang dicapai,
adalah poin penting perbedaan iklan komersial dan iklan layanan
masyarakat sebagai iklan non-komersial. Tujuan yang dicapai dalam
pembuatan iklan komersial adalah menjual produk demi keuntungan
perusahaan, sementara itu iklan layanan masyarakat disajikan untuk
membangkitkan kepedulian dan perilaku masyarakat terhadap
masalah-masalah yang harus mereka hadapi yaitu kondisi yang dapat
mengancam keserasian dan kehidupan umum (Kasali, 1992).
Definisi
lain
tentang
iklan
layanan
masyarakat
juga
disampaikan oleh Crompton dan Lamb seperti yang dikutip dalam
buku Manajemen Periklanan karya Rhenald Kasali, yaitu (Kasali,
1992: 201):
“An announcement for which no charge is made and which
promotes programs, activities, or services of federal, state; or local
government to the programs, activities; or services of nonprofit
organizations and other announcements regarded as serving
community interest, excluding tune signals, routien weather
announcement, and promotional announcement.”
Definisi di atas menjelaskan bahwa iklan layanan masyarakat
berisi tentang promosi program, kegiatan dan pengumuman yang
mencakup kepentingan masyarakat. Penjelasan tersebut dirasa sangat
sempit mengingat isi iklan layanan masyarakat menyangkut isu-isu
sosial yang berkembang di masyarakat seperti korupsi, merokok,
bullying (penindasan dengan kekerasan, ancaman atau paksaan untuk
mengintimidasi orang lain) dan lain sebagainya.
Definisi lain dijelaskan oleh Bensley dan Jodi dalam bukunya
yang berjudul Community Health Education Methods, yaitu iklan
layanan masyarakat sebagai penyampaian informasi singkat yang
15
digunakan oleh lembaga amal, nirlaba dan organisasi masyarakat
melalui media massa dengan tujuan mempromosikan program atau
pelayanan guna melakukan perubahan perilaku (Bensley&Jodi, 2003:
234). Pengertian ini dirasa mampu mencakup keseluruhan tentang
iklan layanan masyarakat yaitu diproduksi oleh lembaga tertentu
seperti pemerintah maupun organisasi masyarakat, berisi tentang isu
sosial yang berkembang di masyarakat, ditayangkan di media massa
dan diproduksi dengan tujuan merubah perilaku masyarakat.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa iklan layanan masyarakat adalah siaran non-komersial berisi
isu-isu sosial yang sedang berkembang di masyarakat dan ditayangkan
di media massa dengan tujuan merubah perilaku masyarakat menjadi
lebih baik.
Sebagai bentuk dari siaran iklan non-komersial, iklan layanan
masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda dengan iklan
komersial yang biasanya digunakan untuk memasarkan suatu produk.
Berikut tabel pembeda antara iklan komersial dan iklan layanan
masyarakat:
Gambar 1.2 Perbedaan Iklan Komersial dan Iklan Layanan
Masyarakat
Iklan Komersial
Menciptakan arus perputaran barang
Mendorong kesetiaan pada merek
Mengubah kebiasaan pembelian
Meningkatkan kegunaan produk
Mengomunikasikan keunggulan produk
Memperbaiki citra produk
Menginformasikan publik akan produk
baru
Mengingatkan orang untuk melakukan
pembelian kembali
(Courtland L Bovee, 1992)
Iklan Layanan Masyarakat
Mendorong kebutuhan
Mempopulerkan masalah sosial
Mengubah aktivitas yang biasa dilakukan
Mengurangi pemborosan sumber daya
Mengomunikasikan pandangan politik
Memperbaiki sikap publik
Menginformasikan publik mengenai cara
pengobatan baru
Mengingatkan orang untuk memberikan
kontribusi lagi
16
Berdasar tabel di atas, maka konten dalam iklan layanan
masyarakat adalah informasi mengenai masalah sosial yang sedang
berkembang di masyarakat, pandangan politik dengan tujuan
mengingatkan
publik,
mengurangi
pemborosan
sumber
daya,
mengubah aktivitas yang biasa dilakukan dan memperbaiki sikap
publik.
Pada dasarnya pesan yang disampaikan dalam iklan layanan
masyarat bersifat persuasif dengan tujuan untuk mengubah perilaku
masyarakat. Sifat persuasif dari pesan iklan layanan masyarakat bisa
berbentuk ajakan, larangan dan ancaman (Perloff, 2010). Iklan layanan
masyarakat yang menggunakan kalimat ajakan ditandai dengan
penggunaan kata “Mari”, “Ayo”, “Segera”. Sementara pesan iklan
berbentuk larangan ditandai dengan kalimat “Jangan”, “Berhentilah”.
Kemudian bentuk pesan dalam iklan layanan masyarakat yang terakhir
adalah ancaman, yaitu pesan iklan yang menyampaikan akibat apa
yang akan dialami oleh masyarakat jika tidak segera menghentikan
sesuatu yang dilarang atau segala hal yang berkaitan dengan isu-isu
sosial.
Iklan layanan masyarakat ditayangkan di berbagai media
massa, salah satunya adalah televisi sebagai media audio-visual, tidak
berbayar dan mampu menjangkau khalayak luas. Berdasarkan riset
yang dilakukan oleh Nielsen tahun 2014 di beberapa kota besar di
Jawa
yang
meliputi
Jakarta
dan
Bodetabek,
Surabaya
dan
Gerbangkertasila, Bandung, Semarang, serta Yogyakarta dan SlemanBantul, televisi masih menjadi medium utama yang dikonsumsi
masyarakat Indonesia (95%) (Nielsen.com, 2014). Saat ini, televisi
memang bukan media utama dalam memperoleh informasi, namun
keberadaannya sering dijadikan ‘teman’ disaat waktu senggang.
17
Fenomena yang beberapa tahun ini terjadi adalah televisi dibiarkan
menyala sedangkan orang-orang memilih untuk mengerjakan aktivitas
lain seperti makan, memasak bahkan belajar. Namun masih ada juga
masyarakat yang memilih untuk fokus menonton televisi tanpa
melakukan aktivitas sampingan apapun. Sehingga tetap saja, konsumsi
televisi di Indonesia masih dikatakan tinggi.
Tingginya angka konsumsi televisi di Indonesia menjadikan
televisi sebagai salah satu media yang dipilih oleh berbagai lembaga
termasuk pemerintah untuk menayangkan iklan layanan masyarakat.
Selain di televisi, iklan layanan masyarakat juga ditampilkan di
berbagai media seperti radio, internet maupun media luar ruang seperti
billboard.
d. Pesan Iklan
Secara umum, pesan iklan adalah apa yang disampaikan
perusahaan terhadap produk yang diiklankan. Pesan iklan merupakan
elemen penting yang harus dipertimbangkan saat iklan dibuat. Sasaran
audiens harus jelas sehingga pesan akan mudah dipahami oleh audiens
yang dituju. Dikatakan sebagai elemen penting karena pesan iklan
memuat isi mengenai apa yang menjadi manfaat dan keunggulan
produk yang diiklankan dibanding produk lain. Pesan iklan biasanya
berbentuk teks (kalimat) yang diperkuat dengan visualisasi berbentuk
gambar.
Pada dasarnya pesan iklan dibuat untuk membujuk audiens
agar menggunakan produk yang ditawarkan, hanya saja khalayak kritis
tidak semudah itu mengartikan pesan iklan sebagai ajakan membeli.
Perbedaan
strata
pendidikan
dan
lingkungan
akan
sangat
18
mempengaruhi audiens dalam memahami pesan iklan (Palupi&Teguh,
2006: 153).
Pesan iklan sebaiknya tidak mengandung kata kiasan atau
kalimat yang dapat menimbulkan banyak interpretasi sehingga bisa
langsung dimengerti masyarakat tanpa harus berpikir dulu. Selain itu,
pesan iklan juga harus benar-benar jernih dan disampaikan seia sekata
antara yang diucapkan (audio) dan visualnya. Hal ini berfungsi sebagai
pengingat
bagi
masyarakat
atas
produk
yang
ditawarkan
(Palupi&Teguh, 2006: 153). Seharusnya pesan iklan disajikan sejujur
mungkin dengan apa yang dijual dalam produk tersebut. Pernyataan
mengenai pesan iklan tersebut nampaknya tidak sejalan dengan fakta
yang saat ini terjadi dalam dunia periklanan. Mayoritas iklan saat ini
sarat dengan ‘kebohongan’ karena tidak sesuai dengan kenyataan dan
terkesan melebih-lebihkan.
Griffin dan Ronald J. Ebert dalam bukunya yang berjudul
Bisnis, membagi pesan iklan menjadi tiga bentuk yaitu pesan iklan
persuasif, pesan iklan perbandingan dan pesan iklan pengingat
(Griffin&Ronald, 2007). Pesan iklan berbentuk persuasif berusaha
untuk memengaruhi konsumen agar membeli produk yang ditawarkan.
Kemudian pesan iklan perbandingan disampaikan dengan cara
membandingkan dua atau lebih produk sejenis dengan produk yang
ditawarkan dengan tujuan mengambil alih bisnis pesaing. Bentuk
pesan iklan ketiga yaitu pengingat dibuat untuk membantu menjaga
nama produk agar tetap berada dalam pikiran publik.
Berdasarkan dari tiga bentuk pesan iklan yang dijelaskan oleh
Griffin dan Ronald J. Ebert di atas, maka pesan iklan layanan
masyarakat hanya memiliki satu bentuk yaitu persuasif. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa iklan layanan masyarakat
19
diproduksi untuk mengajak masyarakat berperilaku ke arah yang lebih
baik.
F. Metodologi Penelitian
a. Metode penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang
mengemukakan gambaran dan atau pemahaman (understanding)
mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas itu terjadi
(Pawito, 2007: 36). Penelitian kualitatif mendasarkan diri pada hal-hal
yang bersifat diskursif (logis) seperti transkrip dokumen, catatan
lapangan, hasil wawancara dan dokumen-dokumen tertulis (Pawito,
2007: 37).
Penelitian kualitatif yang mengkaji tentang khalayak dan
media adalah analisis resepsi. Analisis resepsi memandang bahwa
audiens mampu menyeleksi dalam arti memaknai dan memilih makna
dari teks berdasar posisi sosial budaya yang mereka miliki
(Bertrand&Hughes, 2005: 39). Analisis resepsi merupakan kajian yang
erat kaitannya dengan encoding-decoding pesan. Dalam prosesnya,
decoding pesan yang dihasilkan oleh audiens akan berbeda satu sama
lain bergantung pada referensi dan pengalaman yang dimilikinya
(Hall, 1980). Referensi merupakan daftar bacaan untuk memudahkan
seseorang melihat situasi, fenomena dan keadaan sosial yang
kemudian akan dibandingkan dengan apa yang selama ini dipelajari
guna membentuk konsep-konsep dalam diri (Tasmara, 2006: 156).
Peneliti memilih analisis resepsi karena dianggap relevan
dengan penelitian ini. Dengan metode tersebut peneliti akan
mendeskripsikan bagaimana pelajar perokok di lingkungan geng di
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meresepsi pesan iklan dalam iklan
20
layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok
Menikmati Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
melalui televisi.
b. Obyek penelitian
Obyek dari penelitian ini adalah tayangan iklan layanan
masyarakat “Berhentilah Merokok Sebelum Rokok Menikmati Anda”
di media televisi
c. Subyek penelitian
Subyek dari penelitian ini adalah praktek resepsi pesan iklan
dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Merokok Sebelum
Rokok Menikmati Anda” yang dilakukan oleh pelajar perokok di
lingkungan geng di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Secara eksplisit, yang dimaksud dengan geng adalah kelompok
anak muda, lebih dari dua orang yang melakukan aktivitas negatif
seperti merokok, nongkrong, coret-coret di dinding (vandalisme),
konvoi dan berkelahi dengan kelompok geng lainnya (Azca et.al,
2011: 195). Sementara geng pelajar sendiri adalah sekelompok pelajar
SMP hingga SMA yang tengah mengalami masa datangnya pubertas
(11-14 tahun) sampai usia sekitar 18 tahun. Aktivitas geng pelajar di
sekolah dan diluar sekolah, hampir sama yaitu memiliki karakteristik
tertentu yaitu dipenuhi laki-laki yang memperkuat ciri maskulin dalam
setiap kelompok, sangat tampak di mata umum untuk tujuan
redaksional, memiliki kesamaan bentuk dan pakaian antar anggota
untuk memperlihatkan identitas geng serta melakukan berbagai
aktivitas negatif seperti merokok, mabuk, vandalisme, perkelahian
antar pelajar dan lain sebagainya (Azca, 2014:112).
21
d. Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY). Pemilihan lokasi ini berdasarkan alasan bahwa sebagian besar
penduduk produktif di daerah ini adalah pelajar yang berasal dari
seluruh penjuru Indonesia, yang beberapa diantaranya adalah pelajar
perokok aktif (International.fecon.uii.ac.id).
Selain karena fenomena kaum muda terutama pelajar yang
dekat dengan media terutama televisi, alasan pemilihan Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai lokasi penelitian adalah karena
perkembangan geng di kota ini bisa dikatakan pesat baik geng di luar
sekolah maupun di sekolah itu sendiri, bahkan geng pelajar ada di tiap
sekolah di Yogya (tempo.co, 2014). Aktivitas geng pelajar antara lain
adalah merokok, mabuk, vandalisme, perkelahian antar pelajar dan
sebagainya (Azca, 2014: 112). Kemunculan geng pelajar tersebut
karena pengaruh alumnus yang datang kembali dan mempengaruhi
adik kelasnya (tempo.co, 2013).
e. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan
sekunder. Data primer adalah data langsung yang didapat dari in-depth
interview pelajar perokok di lingkungan geng di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) terkait opini mereka pada pesan iklan dalam iklan
layanan
masyarakat
“Berhentilah
Merokok
Sebelum
Rokok
Menikmati Anda” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
melalui televisi.
Sementara itu data sekunder diperoleh dari beberapa referensi
penunjang penelitian seperti buku-buku referensi, jurnal dan beberapa
artikel yang membahas tentang iklan, pesan iklan, iklan layanan
masyarakat, iklan rokok di televisi, kelompok pelajar dan geng,
22
audiens aktif dan analisis resepsi. Data-data sekunder tersebut
berfungsi sebagai penunjang data primer.
f. Teknik pengumpulan data
1. In-depth interview (wawancara mendalam individual)
Untuk memeroleh data yang lebih mendalam mengenai
praktek resepsi pesan iklan dalam iklan layanan masyarakat
“Berhentilah Menikmati Rokok, Sebelum Rokok Menikmati Anda”,
maka peneliti melakukan salah satu teknik pengumpulan data yang
dianggap menghasilkan data lebih akurat, yaitu in-depth interview.
Teknik pengumpulan data ini bertujuan untuk mendapatkan
informasi berupa keterangan lisan dari narasumber tertentu secara
lebih mendalam dan sifatnya personal. Melalui in-depth interview,
peneliti akan mendapatkan data yang lebih komprehensif terkait
pengalaman seseorang terhadap obyek penelitian (West, 2007:83).
Beberapa pertanyaan yang akan diajukan dalam in-depth
interview adalah latar belakang para informan, pengetahuan
informan terhadap obyek yang diambil yaitu iklan layanan
masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok, Sebelum Rokok
Menikmati Anda” serta hal-hal yang memiliki keterkaitan dengan
bagaimana informan meresepsi pesan iklan dalam iklan layanan
masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok, Sebelum Rokok
Menikmati Anda”, bagaimana pelajar geng dimata informan dan
bagaimana pengaruh lingkungan serta pengalaman terhadap praktek
resepsi terhadap iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati
Rokok, Sebelum Rokok Menikmati Anda”.
g. Informan penelitian
Dalam penelitian ini informan penelitian adalah pelajar
perokok di lingkungan geng di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
23
Untuk ranah geng pelajar, peneliti mampu mengakses informan
dikarenakan peneliti merupakan alumni salah satu SMA Negeri di
Kota Yogyakarta dan masih memiliki beberapa teman pelajar yang
merupakan anggota geng pelajar SMA di Kota Yogyakarta. Sementara
untuk cakupan geng selain pelajar, peneliti memiliki kemudahan akses
memasuki PSBR (Panti Sosial Bina Remaja) Yogyakarta karena salah
satu kerabat dekatnya bekerja di lembaga tersebut. PSBR sendiri
adalah lembaga yang didirikan pemerintah DIY untuk menampung
sekaligus merehabilitasi kaum muda terutama pelajar yang mengalami
masalah dalam dirinya seperti putus sekolah, kecanduan merokok,
narkoba, trauma semasa kecil, terkena kasus pidana seperti
pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan dan pencurian.
Dari beberapa geng yang terbentuk baik di lingkungan sekolah
maupun lingkungan bermain di Daerah Istimewa Yogyakarta ini,
peneliti akan memilih beberapa pelajar yang masuk dalam geng
tersebut. Pemilihan informan ini dilakukan dengan cara melakukan
observasi singkat dengan melihat elemen-elemen persamaan dan
perbedaan yang dimiliki tiap-tiap informan.
Karakteristik yang harus dimiliki oleh informan yang akan
dipilih adalah perokok aktif, bersekolah di Daerah Istimewa
Yogyakarta, merupakan anggota geng dan menonton tayangan iklan
layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok
Menikmati Anda” di media televisi. Sementara tiap-tiap informan
harus memiliki perbedaan dalam asal sekolah, asal geng, kebiasaan
bermedia dan latar belakang keluarga yang mencakup status ekonomi,
riwayat keluarga dalam merokok serta respon keluarga terhadap
aktivitas merokok. Bagi peneliti, elemen-elemen pembeda ini menjadi
24
sangat penting untuk dipertimbangkan saat menentukan informan agar
hasil yang diperoleh lebih variatif.
h. Teknik analisis data
Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis interpretif guna memahami praktek resepsi audiens
terhadap iklan layanan masyarakat di media televisi.
Proses
analisis
data
akan
diawali
dengan
melakukan
interpretasi pada wawancara mendalam individu (in-depth interview)
dan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik triangulasi data.
Teknik triangulasi data dilakukan untuk memperkuat data yang
diperoleh melalui berbagai teknik pengumpulan data (Dharma, 2011).
Triangulasi data merujuk pada upaya peneliti untuk mengakses
sumber-sumber yang lebih bervariasi guna memperoleh data
berkenaan dengan persoalan yang sama (Pawito, 2007: 99). Hal ini
berarti peneliti bermaksud menguji data yang diperoleh dari satu
sumber (untuk dibandingkan) dengan data dari sumber lain sehingga
akan ditemukan kemungkinan data yang diperoleh konsisten, tidak
konsisten atau berlawanan (Pawito, 2007: 99).
Dalam penelitian ini sumber data dan teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam triangulasi data yaitu data informan yang
diperoleh dari opini informan dalam praktek wawancara mendalam
individu (in-depth interview).
i. Limitasi penelitian
Limitasi pada penelitian ini ialah bagaimana pelajar perokok di
lingkungan geng di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meresepsi
pesan iklan dalam iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati
Rokok Sebelum Rokok Menikmati Anda” oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia melalui televisi.
25
Download