1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah proses alami yang terjadi pada semua mahluk hidup dan dimulai dari semenjak lahir di dunia ini. Seringkali proses penuaan ini dihubungkan dengan menurunnya fungsi tubuh sehingga terjadi penurunan kualitas hidup saat seseorang mencapai usia yang lanjut. Sampai saat ini proses penuaan masih belum dapat dihindari secara mutlak. Namun meskipun bertambahnya usia secara kronologis belum mampu dihentikan, saat ini para dokter yang berada di bidang Anti Aging telah mampu menghambat penuaan secara biologis serta mencegah berbagai penyakit yang timbul akibat penuaan sehingga harapan dan kualitas hidup pun akan semakin meningkat. Ketika mengamati dan membandingkan usia harapan hidup antara penduduk negara maju dengan negara sedang berkembang atau terbelakang, tampak perbedaan yang nyata. Penduduk di negara maju mempunyai usia harapan hidup yang lebih panjang dibandingkan dengan negara sedang berkembang, apalagi terbelakang (Pangkahila, 2007). Di Eropa, persentase orang berumur 60 tahun atau lebih diperkirakan meningkat sekitar sepertiga sejak tahun 1996 sampai 2025, tergantung masing-masing negara. Hingga tahun 2020, populasi dunia diperkirakan mencapai lebih dari 1 milyar 2 orang berumur 60 tahun atau lebih, dan sebagian besar di negara sedang berkembang (Beers, 2005). Berdasarkan proyeksi penduduk pada tahun 2010, di Indonesia terdapat 23.992.552 penduduk usia lanjut. Diperkirakan pada tahun 2020, jumlah penduduk usia lanjut ini sebesar 11,34%. Dengan semakin bertambahnya usia, maka akan terjadi penurunan berbagai fungsi organ tubuh dan terjadinya peubahan fisik, baik tingkat seluler, organ, maupun sistem karena proses penuaan (Baskoro; Konthen, 2008). Mengingat angka harapan hidup semakin meningkat, pada tahun 1993 dicetuskan konsep Anti-Aging Medicine, konsep ini menganggap dan memperlakukan penuaan adalah suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati sehingga dapat kembali ke keadaan semula. Dengan demikian manusia tidak lagi harus membiarkan begitu saja dirinya menjadi tua dengan segala keluhan, dan bila perlu mendapatkan pengobatan atau perawatan yang belum tentu berhasil (Pangkahila, 2007). Ada banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan yang dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan (Pangkahila, 2007). Konsep dasar dalam Anti Aging Medicine adalah pengaturan pola makan yang baik, olah raga yang cukup, suplementasi nutrisi yang cukup, hormone replacement therapy serta stress management (Pangkahila, 2007). 3 Penggunaan Growth Hormone sebagai Hormone Replacement Therapy telah semakin banyak digunakan. Growth Hormone (GH) replacement therapy (pengobatan pengganti GH) merupakan salah satu intervensi medis yang penting dalam bidang Anti Aging Medicine (AAM) (Pangkahila, 2007). Di sisi lain GH yang sekarang telah diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan dan digunakan untuk berbagai penyakit di bidang medis dengan indikasi yang bermacam-macam, masih menjadi focus perhatian dan kontroversi secara sosial dan etikal selama 50 tahun terakhir (Wikipedia, 2010). Pada 5 Juli 1990, sebuah jurnal ternama “New England Journal of Medicine” mempublikasikan sebuah studi klinis terhadap sebuah obat yang mengguncang dunia medis yang disebut sebagai sumber mata air awet muda. Injeksi Human Growth Hormone sintetis telah mengubah 12 orang laki-laki dengan rentang usia 61-81 tahun, dengan perut buncit dan bentuk tubuh menggembung menjadi lebih berotot, kuat dan tampak lebih muda. Dalam sebuah jurnal medis yang konservatif Daniel Rudman M.D. bersama rekan-rekannya menulis : “ The effects of six months of human growth hormone on lean body mass and adipose-tissue mass were equivalent in magnitude to the changes incurred during 10 to 20 years of aging” (Klatz, 1997). Pada tahun 2007 Stanford University School of Medicine mempublikasikan studi yang menunjukkan bahwa aplikasi GH pada pasien usia lanjut yang sehat dapat meningkatkan masa otot sekitar 2 kg dan menurunkan masa lemak dengan jumlah yang sama (Kuczynski, 1998). Namun, dinyatakan bahwa hanya hal itulah efek positif dari penggunaan GH. Tidak ada faktor penting lain yang dipengaruhi, seperti densitas 4 tulang, level kolesterol, pengukuran lemak, konsumsi oksigen maksimal, atau faktor lain yang mengindikasikan peningkatan kebugaran (Liu dkk, 2007). Para peneliti juga tidak menemukan adanya peningkatan kekuatan otot, yang membuat mereka percaya bahwa penggunaan GH akan lebih banyak meningkatkan penyimpanan air di otot dari pada meningkatkan perkembangan otot itu sendiri. Hal inilah yang disebut menjelaskan terjadinya peningkatan lean body mass (Liu dkk, 2007). Sebuah studi kontrol memberikan GH pada pasien dewasa yang sedang sakit parah di ICU dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan otot dan mempertahankan otot oleh karena penyakit yang kritis menunjukkan tingginya angka kematian pada pasien yang mendapatkan GH (Takala dkk, 1999). Alasan pastinya masih belum diketahui, namun saat ini terapi GH sudah jarang digunakan pada pasien ICU kecuali mereka mengalami defisiensi yang cukup parah. Setelah injeksi bisa diikuti oleh beberapa efek normal yang timbul, namun bahaya tidaknya masih dipertanyakan (Takala dkk, 1999). Jika GH diberikan pada anak maupun dewasa yang tidak mengalami defisiensi, maka IGF-1 bisa meningkat di atas normal. Meskipun tidak ada efek yang jelas, namun kadar IGF-1 yang tinggi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya acromegaly, dan terdapat bukti yang mengatakan bahwa kadar IGF-1 yang tinggi pada dewasa lanjut (tidak mendapatkan injeksi GH) berhubungan dengan resiko yang lebih tinggi terhadap penyakit kanker tertentu; belum ditentukan hubungan sebab akibatnya. Meski demikian perlu diingat bahwa defisiensi IGF-1 berkaitan erat 5 dengan diabetes mellitus, osteoporosis, akumulasi lemak dan berkurangnya masa otot (Gotherstrom dkk, 2007). Penelitian yang ada menunjukkan bahwa pemberian GH dapat menunjukkan beberapa perbaikan pada dewasa yang mengalami defisiensi GH yang parah, seperti meningkatkan energi dan kekuatan serta memperbaiki densitas tulang (Gotherstrom dkk, 2007). Sebagian penelitian menunjukkan bahwa pemberian GH pada individu sehat yang mengalami proses penuaan secara normal, satu-satunya keuntungan yang diperoleh adalah hanya terjadinya sedikit peningkatan masa otot, dengan disertai efek samping dan tidak ada bukti bahwa GH aman untuk digunakan jangka panjang (Liu dkk, 2007). Dengan demikian, maka penelitian ini dilakukan untuk me-review penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya apakah injeksi GH dapat benar-benar meningkatkan lean body mass yang ditandai dengan sarcomere hiperplasi, penambahan jumlah sel otot, penurunan akumulasi sel lemak di sekitar otot atau hanya terjadi retensi cairan dan tidak diikuti oleh perubahan strength otot. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 6 1. Apakah pemberian Growth Hormone meningkatkan lean body mass yang ditandai dengan sarcomere hyperplasia pada tikus ? 2. Apakah pemberian Growth Hormone meningkatkan lean body mass yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel otot pada tikus? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum : mengetahui efek pemberian Growth Hormone pada lean body mass pada tikus. Tujuan khusus : 1. Pemberian Growth Hormone secara injeksi mampu meningkatkan lean body mass ditandai dengan sarcomere hiperplasia. 2. Pemberian Growth Hormone secara injeksi mampu meningkatkan lean body mass ditandai dengan peningkatan jumlah sel otot. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat ilmiah: memberikan informasi mengenai peningkatan lean body mass setelah injeksi Growth Hormone . 7 2. Manfaat klinis: dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian pada manusia, terutama dalam praktek Anti Aging Medicine.