PENDAHULUAN Latar Belakang Keinginan manusia untuk selalu tampil muda dan cantik sudah muncul sejak berabad-abad yang lampau. Berbagai upaya dilakukan manusia agar selalu tampak muda dan cantik dengan berusaha menghambat penuaan. Beberapa di antara upaya tersebut adalah minum jamu, ginseng, ekstrak plasenta, minum suplemen yang mengandung antioksidan, bedah kosmetik, terapi asam nukleat, dan terapi hormon sehingga rentang umur dapat diperpanjang. Menjadi tua adalah momok bagi sebagian orang yang kedatangannya perlu dihambat. Pada dasarnya penuaan adalah suatu proses fisiologis umum dan berlangsung secara terus-menerus yang ditandai pada perubahan sel-sel tubuh. Penuaan ini terjadi karena sel-sel menjadi rusak, tua, dan mati sehingga penuaan sangat berkaitan erat dengan kematian sel (Ganong 2001). Sebenarnya tubuh mempunyai kemampuan untuk memperbaiki serta mengganti sel-sel tubuh yang rusak. Namun demikian, sejalan dengan bertambahnya usia, proses perbaikan dan pergantian sel ini menjadi lambat dan penumpukan sel-sel yang mati mengganggu fungsi jaringan, organ, dan fungsi fisiologis tubuh secara umum. Kerusakan sel ini disebabkan oleh banyak faktor seperti radikal bebas, akumulasi toksin dalam tubuh, paparan radiasi, dan lain sebagainya. Penumpukan tersebut secara berangsur-angsur mengurangi kemampuan sel untuk berfungsi secara normal sehingga akhirnya menjadi tua. Sel tidak dapat mengelak dari penumpukan ini karena kolagen sebagai protein struktural yang merupakan selubung ekstraseluler sebagian besar sel tubuh menjadi tidak lentur dan tidak mudah larut. Seperti diketahui, ketika kolagen pertama kali dibentuk, zat ini bersifat lentur dan mudah larut dan hal ini menunjukkan bahwa sel belum menua. Lama-kelamaan rantai polipeptida yang terbuat dari kolagen itu terikat terus bersama sehingga kelarutan dan permeabilitas (daya melewatkan) dari bahan tersebut berkurang. Akibat pengurangan permeabilitas ini, lalu lintas bahan antar-sel mengalami banyak hambatan sehingga fungsi sel menjadi terganggu dan akhirnya mengalami kematian (Hermann & Berger 1999). Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa salah satu hal yang menandai proses penuaan adalah penurunan produksi hormon secara tidak teratur (Thompson et al. 2000). Salah satu hormon yang mengalami penurunan produksi adalah somatotropin (Petra et al. 2000). Somatotropin mempengaruhi hampir semua sel di dalam tubuh, membuat sel-sel tulang, otot, sistem imun, dan organ anak-anak menjadi tumbuh (Rosen et al. 1995). Dengan bertambahnya usia, kadar somatotropin dalam tubuh terus menurun. Sejak usia 21 tahun, setiap tahun tubuh mengalami penurunan sekitar 3% sehingga pada usia 60 tahun tubuh kita akan kehilangan sekitar 80% somatotropin alamiah. Berkurangnya somatotropin akan membuat rambut tipis dan rapuh, kelopak mata menurun, bibir mengecil, wajah tertarik ke bawah, dan gusi mengkerut. Selain itu, penurunan somatotropin juga akan membuat kulit mengering dan muncul keriput di wajah, otot bahu dan bokong juga mengkerut. Akibat akhirnya, tubuh jadi lembek dan berat badan bertambah (Abribat 1994). Hertoghe (1996) melaporkan bahwa penurunan sekresi somatotropin pada pasien yang mengalami defisiensi pituitari diikuti dengan penurunan sekresi hormonhormon lainnya seperti luteinizing hormone (LH), follicle stimulating hormone (FSH), tyroid stimulating hormone (TSH) dan adenocorticotrophic hormone (ACTH). Follicle stimulating hormone (FSH) dan LH merupakan hormon yang bertanggung jawab pada perkembangan folikel (ovarium) dan korpus luteum yang menghasilkan estrogen dan progesteron. Estrogen dan progesteron adalah hormon yang berperan dalam siklus reproduksi. Di samping itu, estrogen mempunyai efek protektif terhadap tulang rangka dengan mencegah resorpsi tulang dan menstimulasi aktivitas osteoblast serta menjaga elastisitas kulit dengan produksi kolagen (Perry et al. 2000; Crinspoon 2005). Pada wanita yang menua terjadi penurunan sekresi somatotropin dan IGF-1 yang diikuti dengan kehilangan estrogen (Woller et al. 2002). Hilangnya estrogen dari plasma menyebabkan siklus reproduksi terhenti dan wanita memasuki masa menopause. Menopause pada wanita menyebabkan beberapa perubahan fisik dan fisiologis seperti, osteoporosis, munculnya kerut-kerut akibat penurunan produksi kolagen dan hilangnya elastisitas kulit, dan gejala penuaan lainnya (Sowers JR & Felicetta J 1988; Woller et al. 2002). Penurunan produksi hormon-hormon ini menyebabkan distribusi lemak di bagian perut pada wanita yang menua meningkat (Veldhuis et al. 2005). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek suplementasi somatotropin dalam memperbaiki tampilan bobot badan, tampilan reproduksi (kadar estrogen dan progesteron, bobot ovarium dan uterus, jumlah sel ovarium dan uterus, aktivitas sintesis ovarium dan uterus), jumlah sel tulang serta tampilan kulit pada tikus betina usia enam bulan dan satu tahun. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai landasan pengetahuan tentang penggunaan somatotropin untuk memperlambat atau menghambat penuaan. Hipotesis Somatotropin dapat memperbaiki tampilan tikus betina usia enam bulan dan satu tahun.