Modul Etika Periklanan [TM12]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Etika Periklanan
Etika Pariwara Indonesia
Bab III. A Butir 4.8-4.15
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Bidang Studi
Advertising and
Marketing
Communication
Tatap Muka
12
Kode MK
Disusun Oleh
B12431EL
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Abstract
Kompetensi
Modul ini menjabarkan Etika Pariwara Indonesia Bab III. A
Butir 4.8 hingga 4.15.
Mahasiswa
memahami
dan menguasai ketentuan
tata-krama
periklanan
berdasarkan ragam iklan
Bab III A. 4.8- 4.15
EPI Bab III.A. – 4.8. Perusahaan Basis Data (data base)
Perusahaan Basis Data (data base); ialah organisasi yang berorientasi laba yang mencari,
menghimpun, mengolah, mengelola, memanfaatkan, dan mengaktualkan daftar tentang
informasi pribadi orang dan atau rumahtangga.
4.8.1
Pencarian dan penghimpunan basis data wajib dilakukan secara jujur, serta
menghormati privasi dan hak-hak pribadi orang.
4.8.2
Basis data yang sudah dimiliki agar disimpan secara aman, dan terjaga dari
kemungkinan penggunaan, pengungkapan, perubahan, atau pengrusakan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
4.8.3
Basis data yang ditawarkan kepada, atau untuk digunakan bagi keperluan pemesan,
wajib dijaga tetap akurat dan aktual.
4.8.4
Perusahaan basis data harus dapat mengidentifikasi orang-orang yang menolak
informasi mereka digunakan untuk pihak ketiga, maupun orang-orang yang belum
dimintakan persetujuannya.
4.8.5
Perusahaan basis data harus bersedia untuk segera menghentikan pemanfaatan
informasi dari orang-orang yang menolak penggunaan informasi mereka untuk pihak
ketiga.
4.8.6
Perusahaan basis data harus menghormati permintaan seseorang untuk tidak lagi
memperoleh kiriman dari sesuatu produk, perusahaan, atau pihak tertentu.
Seperti prinsip etika pada umumnya, pedoman etika bagi perusahaan basis data di
atas tetap berpegang teguh pada hak-hak individual dalam menentukan apakah data-data
pribadinya dapat disebar-luaskan ataukah dirahasiakan. Meskipun demikian, konsumen juga
harus memperoleh pengetahuan yang benar untuk dapat menggunakan hak-haknya
tersebut.
Seringkali, keteledoran konsumenlah yang menyebabkan ia tanpa disadarinya
membiarkan data-data pribadinya tersebar. Contoh kasus: seorang ibu memprotes bahwa ia
tidak pernah mengajukan permohonan untuk mendapatkan SMS yang dikirimkan secara
rutin kepada dirinya yang berisi informasi mengenai program diskon dari suatu produsen
barang. Ternyata, SMS tersebut dikirimkan kepada dirinya dari suatu Bank yang bekerja
sama dengan suatu kartu kredit dan pada saat ibu tersebut mengajukan aplikasi kartu kredit
‘13
2
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
di Bank tersebut sudah tercantum persyaratan bahwa ia harus bersedia menerima promosipromosi dari mitra-mitra kartu kredit tersebut.
Di sisi lain, memang harus diakui, masih banyak pula perusahaan basis data yang
dengan mudahnya tanpa memperhatikan etika memperjual-belikan data-data konsumen.
Akibatnya konsumen dapat menerima iklan-iklan, entah melalui hubungan telepon, kiriman
SMS, kiriman brosur dan sebagainya. Diharapkan paling tidak, bila konsumen menolak
untuk menerima informasi-informasi iklan tersebut, maka produsen yang melakukan promosi
bisa segera menghentikan promosinya kepada orang tersebut.
EPI Bab III.A. – 4.9. Penajaan (sponsorship)
4.9.1
Iklan yang tampil pada ruang atau waktu penajaan tidak boleh dirancang sedemikian
rupa, sehingga sama atau amat menyerupai isi atau program yang ditajanya.
4.9.2
Identitas dari penaja sesuatu ruang atau waktu media harus ditampilkan secara jelas.
4.9.3
Tajuk (editorial) sesuatu media tidak boleh ditaja.
Pada beberapa materi iklan, pengiklan misalnya menggunakan tokoh yang sama
dengan tokoh dari program yang sedang berjalan. Misalnya: suatu produk permen
menggunakan tokoh Doraemon sebagai tokoh iklannya dan ditayangkan pada saat jeda
iklan di program film Doraemon. Materi seperti ini akan menjadi sangat tidak etis bila
ditayangkan sebagai iklan pertama atau terakhir dari suatu jeda iklan. Akan masih dapat
ditolerir bila iklan ini ditayangkan di tengah-tengah suatu jeda iklan sehingga konsumen
sempat mengetahui bahwa saat itu sedang dalam periode jeda iklan.
EPI Bab III.A. – 4.10. Gelar Wicara (talk show)
4.10.1 Pemandu gelar wicara harus mampu memisahkan dengan jelas antara materi pokok
bahasan, dengan materi promosi sesuatu produk.
4.10.2 Jika gelar wicara menampilkan tenaga profesional, maka dia tidak boleh
mengesankan memberi kesaksian (testimony) atau anjuran (endorsement), baik
secara langsung maupun tak langsung.
Senada dengan pedoman perikalan di media cetak yang menjaga hak konsumen
untuk mendapatkan kesempatan memilih melihat iklan atau tidak, maka suatu program
televisi atau radio yang disponsori suatu produk tidaklah etis bila berusaha menyamarkan
‘13
3
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
iklan dari produk yang mensponsorinya. Misalnya dengan cara si pembawa acara tiba-tiba
tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada pemirsa/pendengarnya mempromosikan
suatu produk sponsor dari program tersebut.
Contoh lainnya adalah: dalam suatu program Infotainment, pembawa acara
menyampaikan bahwa artis berikutnya yang akan mereka wawancarai adalah Ibu X dan
disampaikan bahwa wawancara tersebut ingin mengetahui lebih dalam bagaimana
hubungan Ibu X dengan anaknya yang masih balita. Tapi ternyata setelah artis Ibu X
tersebut muncul, Ibu X lebih banyak membicarakan khasiat dari suatu vitamin yang
membuat anaknya selalu sehat dan ceria.
Dalam beberapa kasus, cara-cara seperti ini dapat sangat berbahaya dan sangat
tidak etis, khususnya bila produk yang dipromosikan adalah produk yang terkait dengan
kesehatan (obat-obatan). Ada aturan pemerintah yang menyatakan bahwa iklan produk
obat-obatan harus mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM). Iklan yang disamarkan seperti di atas berarti adalah iklan-iklan yang tidak legal
karena pastinya tidak mendapatkan persetujuan dari BPOM.
Masih cukup sering pula terjadi suatu siaran radio mengundang suatu produsen
farmasi (obat-obatan) untuk suatu acara gelar wicara. Dalam gelar wicara tersebut biasanya
ditampilkan 2 tokoh; satu orang dari bagian pemasaran dan satu orang lagi adalah seorang
dokter. Tak jarang, tiba-tiba si tokoh dokter ikut mempromosikan obat yang diproduksi oleh
farmasi tersebut. Padahal secara etika profesi, seorang dokter tidak diperkenankan
mempromosikan obat-obatan. Ia hanya dapat memberikan informasi yang netral mengenai
manfaat dari suatu zat/vitamin terhadap kesehatan tubuh. Tidak boleh menyebutkan merek
produk.
EPI Bab III.A. – 4.11. Periklanan Informatif (informative advertising)
4.11.1 Iklan advertorial, infotorial/infomersial, edutorial/edumersial, inspitorial/inspimersial,
dan sebagainya di media harus secara jelas memuat jenis iklan informatif tersebut,
tanpa bermaksud menyembunyikannya.
4.11.2 Iklan informatif wajib mencantumkan secara jelas nama produk atau produsennya.
4.11.3 Iklan informatif tidak boleh mempromosikan secara sepihak sesuatu kasus
persengketaan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Butir 4.11.1 dan 4.11.2 dapat dibaca senada dengan pedoman etika untuk periklanan
di media cetak (lihat EPI Bab III.A. – 4.1). Butir 4.11.3 dapat menimbulkan perdebatan
tersendiri. Secara sederhana, pengertian “memiliki kekuatan hukum tetap” berarti bahwa
‘13
4
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
suatu kasus sudah final dan pihak-pihak yang terkait tidak melakukan upaya hukum
selanjutnya. Bila mengacu pada sistem hukum di Indonesia, maksimal upaya hukum yang
dapat dilakukan adalah sampai dengan tingkatan keputusan oleh Mahkamah Agung (MA).
EPI Bab III.A. – 4.12. Pemaduan Produk (product placement/integration)
Segala ketentuan pada bagian-bagian isi, ragam, pemeran, dan wahana iklan, juga berlaku
bagi periklanan penempatan produk. (Lihat juga Penjelasan).
Pemaduan Produk (product integration); ialah penempatan atau penyisipan sesuatu produk
secara menyatu (in-program) dalam alur cerita sesuatu film cerita, acara televisi, rekaman
video, dsb. Kadang disebut juga ”penempatan produk” (product placement).
EPI Bab III.A. – 4.13. Penggunaan Data Riset
4.13.1 Data riset tidak boleh diolah atau dimanipulasi sedemikian rupa sehingga
tampilannya dalam iklan dapat menyesatkan khalayak.
4.13.2 Data riset yang ditampilkan dalam sesuatu iklan harus sudah disetujui oleh
penyelenggara riset terkait.
4.13.3 Iklan yang mencantumkan sesuatu hasil riset harus menyebutkan sumber datanya.
Khusus untuk butir 4.13.2, BPP PPPI pernah menangani kasus dimana suatu
perusahaan penyedia data riset melakukan protes karena datanya digunakan oleh suatu
televisi swasta sebagai bagian dari iklannya. Walaupun pada iklan tersebut telah
dicantumkan bahwa sumber datanya berasal dari perusahaan penyedia data riset tersebut,
ternyata pada perjanjian pembelian data telah tercantum bahwa bila data tersebut akan
digunakan untuk iklan maka si pengguna data wajib mengajukan ijin terlebih dahulu.
Ternyata televisi swasta tersebut belum pernah mengajukan ijin penggunaan data tersebut.
Dengan kasus ini, pengguna data perlu mewaspadai isi perjanjian pembelian data
dengan penyedia data riset. Walaupun sudah membeli datanya, bukan berarti data tersebut
dapat digunakan untuk segala hal.
‘13
5
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
EPI Bab III.A. – 4.14. Subliminal
Iklan tidak boleh ditampilkan sebagai subliminal.
Subliminal; ialah penempatan atau penyisipan pesan periklanan amat singkat – umumnya
kurang dari sepertiga detik – pada saat-saat adegan klimaks dalam film, program televisi
atau rekaman video sedemikian rupa, sehingga dapat menyusup ke dalam alam bawah
sadar manusia. Subliminal dapat menyebabkan calon konsumen mengikuti pesan
periklanan tersebut tanpa sadar atau tanpa nalar. Karena itu, selain menyusup privasi
khalayak, ia juga tidak menghormati hak calon konsumen untuk menolak atau memilih.
Belum pernah BPP PPPI mendengar ada kasus ini di Indonesia. Iklan subliminal
biasanya (yang pernah terjadi) disisipkan dalam suatu program acara, tapi sisipan iklan
tersebut begitu singkatnya (kurang dari sepertiga detik) sehingga tidak akan kelihatan oleh
kasat mata. Tapi bila sisipan itu diulang-ulang dengan sangat sering selama program
berlangsung, akibatnya secara bawah sadar konsumen tiba-tiba bisa mengingat suatu iklan
yang sebenarnya tidak ia lihat secara kasat mata. Iklan jenis ini sangat berbahaya karena
tidak ada yang bisa memonitor apa isi pesan dari iklan jenis ini.
EPI Bab III.A. – 4.15. Subvertensi (subvertising)
Iklan tidak boleh ditampilkan sebagai subvertensi.
Subvertensi (subvertising); ialah praktik periklanan dengan menyabot pesan periklanan
pihak pesaing, dengan menindih pesan lama dengan pesan baru -- pada ruang atau waktu
yang sama -- yang merupakan plesetan, parodi, ataupun tipuan atas pesan-pesan
periklanan asli dari pengiklan asli, sedemikain rupa, sehingga menampilkan makna yang
sebaliknya, mencemooh atau merendahkan pesaing tersebut. Praktik ini utamanya
dilakukan terhadap lawan korporat dan politik, namun kadang-kadang ditemui juga pada
iklan-iklan produk atau merek.
Iklan kampanye Cagub/Cawagub
di
Jawa
Barat
ini
bisa
menjadi
contohnya. Dalam iklan ini, promosi dari
Cagub Agum Gumelar menggunakan
‘13
6
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
materi stiker yang ditempel di beberapa tempat. Masalah etika muncul saat stiker tersebut
ternyata juga ditempelkan pada materi poster dari pesaing Agum Gumelar (pasangan Danny
– Iwan), seakan-akan bahkan pesaing Agum-pun mengharapkan Agum Gumelar yang
terpilih menjadi Gubernur Jawa Barat.
Dengan demikian, iklan stiker dari Cagub Agum Gumelar tersebut mengindikasikan
tindakan merendahkan pesaingnya walaupun mungkin niat dari si pengiklan bersifat humor.
Satu contoh iklan lainnya adalah iklan TV dari produk Tim-Tam di bawah ini: Iklan
Tim-Tam ini memang tampaknya dibuat sengaja mengambil adegan-adegan yang ada pada
iklan produk Pond’s (produk kosmetik pemutih kulit). Dengan menggunakan parodi, iklan
Pond’s yang tadinya menampilkan wanita yang berkulit gelap menjadi berkulit putih/terang,
berubah menjadi iklan Tim-Tam yang merubah wanita yang sedang “BeTe” menjadi
tersenyum kembali.
BPP PPPI menilai bahwa iklan Tim-Tam di atas tidak mengandung unsur subvertensi
karena unsur “menjatuhkan pesaing” tidak diperoleh pada iklan tersebut. Produk Pond’s dan
Tim-Tam bukanlah dua produk yang saling bersaing secara langsung karena mereka berada
pada dua kategori produk yang sangat berbeda.
‘13
7
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Dewan Periklanan Indonesia. 2007. Etika Pariwara Indonesia: Cetakan ke 3.
Handoyo, FX Ridwan. 2010. Modul Perkuliahan Etika Periklanan. Jakarta: Pusat Bahan Ajar
dan eLearning Universitas Mercu Buana
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. 2005-2009. Laporan Badan Pengawas
Periklanan.
‘13
8
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download