Modul Etika Periklanan [TM10]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Etika Periklanan
Etika Pariwara Indonesia
Bab III. A Butir 3.1-3.7
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Bidang Studi
Advertising and
Marketing
Communication
Tatap Muka
10
Kode MK
Disusun Oleh
B12431EL
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Abstract
Kompetensi
Modul ini menjabarkan Etika Pariwara Indonesia Bab III. A
Butir 3.1 hingga 3.7.
Mahasiswa
memahami
dan menguasai ketentuan
tata-krama
periklanan
berdasarkan ragam iklan
Bab III A. 3.1-.3.7
EPI Bab III.A. – 3.1. Anak-anak
3.1.1.
Anak-anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak
dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa.
3.1.2.
Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang
berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.
3.1.3.
Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan
suatu produk yang bukan untuk anak-anak.
3.1.4.
Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester
power) anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan
permintaan anak-anak mereka akan produk terkait.
Anak-anak termasuk kategori konsumen yang perlu mendapat perhatian yang
khusus karena sifat anak-anak yang masih polos, mudah dipengaruhi dan belum
mempunyai kemampuan menilai sesuatu dengan obyektif. Beberapa iklan di bawah ini
menunjukkan pelanggaran serius terhadap butir-butir EPI di atas.
Iklan TV dari produk Contrexyn ini menampilkan cerita seorang kakak yang
mengetahui bahwa adiknya terkena demam dan ia dengan cepatnya lari ke warung terdekat
untuk membeli obat anti demam Contrexyn. Walaupun obat Contrexyn adalah obat untuk
anak-anak, tapi anak-anak tidaklah pantas dan etis bila ditampilkan sebagai pihak yang
mengambil keputusan sendiri bahwa seseorang sedang sakit dan tahu obat apa yang tepat
untuk penyakit tersebut serta membeli obat itu sendiri.
Cerita dan visual ini bisa memberikan dampak yang sangat berbahaya untuk ditiru
anak-anak bila iklan ini ditayangkan di program-program khusus anak-anak (misalnya
‘13
2
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
program film-film animasi, karena iklan ini juga menggunakan pendekatan animasi). Hanya
orang dewasalah yang mempunyai kemampuan untuk menentukan obat apa yang tepat
bagi penyakit anak-anaknya (dan terkadang harus melalui konsultasi dengan ahlinya), dan
harus orang dewasa pulalah yang membeli obat-obat yang dinilainya cocok untuk anakanaknya.
Iklan TV Milkuat di bawah ini lain lagi ceritanya. Ditampilkan seorang anak yang
karena mengkonsumsi produk Milkuat maka ia mampu membiarkan seorang dewasa
dengan badan yang cukup besar berdiri di atas pundaknya. Iklan ini dari sudut pandang
orang dewasa dapat mudah dipahami sebagai suatu pendekatan hiperbola. Iklan ini menjadi
bermasalah (tidak etis) karena produknya adalah produk untuk anak-anak. Pengiklan
haruslah sangat berhati-hati bila ingin melakukan pendekatan hiperbola untuk produk yang
terkait produk anak-anak karena kemampuan nalar anak-anak masih sangat terbatas.
Peniruan terhadap perilaku anak dalam iklan ini oleh anak-anak yang menonton iklannya
dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya.
Kesan yang senada juga ditampilkan pada iklan TV produk Oops di bawah ini. Dalam
visualnya, ditampilkan seorang anak yang sedang memakan produk Opps di teras
rumahnya (yang dikesankan seperti berada di apartemen yang berlantai tinggi) dan tiba-tiba
ada seorang dewasa jatuh dari lantai yang lebih tinggi. Si orang dewasa meraih tangan di
anak dan dengan “santai”-nya si anak dapat menahan beban orang dewasa tersebut
sehingga tidak jatuh lebih jauh lagi. Sekali lagi, pendekatan hiperbola yang terkesan
“tanggung” pada iklan ini, ditambah dengan kenyataan bahwa produk ini ditujukan bagi
‘13
3
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
khalayak anak-anak, maka iklan ini dinilai melanggar Etika Pariwara Indonesia terkait
dengan butir-butir di atas.
Iklan TV dari produk Oops variant yang lain ini dapat menjadi contoh pelanggaran
terhadap penggunaan daya rengek (pester power) dari anak-anak kepada orang tuanya.
Diceritakan pada iklan ini si anak sejak dari mobil sampai supermarket terus merengekrengek (menyampaikan dengan berulang-ulang: “Kejunya ma, kejunya ma”) kepada ibunya.
Dia baru berhenti merengek setelah ibunya membelikan produk Oops tapi mulai merengekrengekan kalimat yang sama lagi setelah ia menghabiskan produk tersebut. Cerita ini dinilai
tidak etis karena sama-sekali tidak memberikan pendidikan yang positif kepada anak-anak
dan bila ditiru malah akan menjadi contoh perilaku buruk bagi anak-anak yang
menontonnya.
‘13
4
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
EPI Bab III.A. – 3.2. Perempuan
Iklan tidak boleh melecehkan, mengeksploitasi, mengobyekkan, atau mengornamenkan
perempuan sehingga memberi kesan yang merendahkan kodrat, harkat, dan martabat
mereka.
Iklan TV Fiesta di bawah ini dapat menimbulkan debat yang seru. Dari satu sudut,
pesan iklan ini adalah untuk mengingatkan kaum pria dan wanita agar menggunakan
kondom (perlidungan ekstra) bila ingin melakukan suatu hubungan seks beresiko (bukan
dengan suami/istri). Tapi dari sisi lain, iklan ini dapat dianggap sebagai suatu pelecehan
kepada kaum wanita yang seakan-akan diposisikan sebagai “obyek seks” pada iklan ini. Hal
ini diperparah karena iklan TV ini ditayangkan pada jam-jam yang bukan jam-jam tayang
khusus iklan untuk produk-produk dewasa (intimate products) yaitu di atas pk. 21.30.
Akibatnya, iklan ini dapat menuai protes dari kaum wanita dan ibu-ibu yang
menginterpretasikan iklan ini sebagai tidak bermoral.
EPI Bab III.A. – 3.3. Jender
Iklan tidak boleh mempertentangkan atau membiaskan kesetaraan hak jender dalam segala
aspek kehidupan sehari-hari. Hal ini mencakup:
3.3.1.
Kewenangan; bahwa pria dan wanita memiliki kewenangan yang setara.
3.3.2.
Pengambilan keputusan; bahwa pria dan wanita memiliki kemampuan yang setara
dalam mengambil keputusan.
‘13
5
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3.3.3.
Seksualitas; bahwa baik pria maupun wanita tidak boleh dieksploitasi secara
seksual.
3.3.4.
Kekerasan dan pengendalian; bahwa tidak boleh terdapat penggambaran
kekerasan dan atau pengendalian oleh pria terhadap wanita ataupun sebaliknya,
oleh wanita terhadap pria.
3.3.5.
Perbedaan; bahwa pria dan wanita di segala tingkat usia memiliki kesempatan
yang sama dalam berperan atau berprestasi.
3.3.6.
Bahasa bias gender; bahwa tidak boleh terdapat kesan penggunaan istilah atau
ungkapan yang dapat disalahartikan atau yang dapat menyinggung perasaan
sesuatu jender, maupun yang mengecualikan pria atau wanita.
EPI Bab III.A. – 3.4. Penyandang Cacat
Iklan tidak boleh memberi kesan yang merendahkan atau mengejek penyandang cacat.
Iklan boleh saja menggunakan penyandang cacat sebagai model iklannya selama
tujuan dari penampilan si penyandang cacat tersebut dalam konteks bukan untuk
merendahkan, mengejek atau melecehkan si penyandang cacat tersebut.
EPI Bab III.A. – 3.5. Tenaga Profesional
3.5.1
Iklan produk obat-obatan (baik obat-obatan bebas maupun tradisional), alat-alat
kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah-tangga serta makanan dan
minuman tidak boleh menggunakan tenaga profesional, identitas, atau segala
atribut profesi, baik secara jelas maupun tersamar.
3.5.2
Iklan yang mengandung atau berkaitan dengan profesi tertentu harus mematuhi
kode etik profesi tersebut.
‘13
6
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Iklan TV produk Soffel ini mengambil pendekatan seolah-olah iklan ini adalah suatu
Iklan Layanan Masyarakat (perhatikan adanya penjelasan mengenai kegiatan 3M terkait
pemberantasan sumber-sumber nyamuk penyebab demam berdarah). Iklan ini sebenarnya
bukanlah Iklan Layanan Masyarakat karena secara nyata menampilkan dan menyebutkan
nama dari suatu produk (Soffel). Lihat juga EPI Bab III.A. 2.25 tentang Iklan Layanan
Masyarakat.
Dalam iklan ini diceritakan seorang anak yang menderita demam berdarah dan
dokter yang merawatnya secara jelas-jelas menganjurkan kepada si ibu (selain melakukan
3M) untuk menggunakan produk Soffel. Hal ini dinilai oleh BPP PPPI sebagai tindakan yang
tidak etis karena seorang dokter tidaklah boleh menjadi “penjual” dari suatu produk
kesehatan. Hal ini seharusnya sejalan dengan kode etik dari profesi dokter.
Iklan TV Baygon Lifeline di atas juga mengambil pendekatan yang mirip. Topiknya
tetap di sekitar masalah demam berdarah. BPP PPPI menilai bahwa iklan ini bukanlah Iklan
Layanan Masyarakat karena tercantum dengan jelas nama/logo produk Baygon. Fakta
bahwa Baygon Lifeline adalah suatu kegiatan sosial dengan memberikan layanan
penyemprotan gratis tidak merubah fakta bahwa iklan ini adalah iklan komersial. Berarti,
penggunaan tokoh dokter dalam iklan ini juga tidak sesuai dengan Etika Pariwara Indonesia.
Untuk bahan diskusi lebih lanjut: sekitar tahun 2005-2007 ada beberapa versi iklan
yang menggunakan situasi di ruang kelas sebagai latar-belakangnya. Dalam ceritanya, ada
beberapa kasus dimana tokoh guru yang tampil pada iklan tersebut “dipermainkan” atau
“dilecehkan” (misalnya: menjadi bahan olok-olok para muridnya karena keluguannya). BPP
PPPI pernah mengirimkan surat kepada PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) untuk
mendapatkan arahan apakah profesi guru dapat ditampilkan dalam nuansa seperti itu.
Sayangnya, sampai dengan saat ini BPP PPPI belum pernah mendapatkan jawaban resmi
dari PGRI. Meskipun belum mendapatkan arahan dari PGRI, diharapkan para pengiklan
‘13
7
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dapat berhati-hati dalam membuat iklan yang menampilkan tokoh guru sehingga tidak
terkesan tokoh tersebut dilecehkan.
EPI Bab III.A. – 3.6. Hewan
Iklan tidak boleh menampilkan perlakuan yang tidak pantas terhadap hewan, utamanya dari
spesies yang dilindungi dan hewan peliharaan.
Dalam konteks ini, sebenarnya diharapkan pula agar dalam setiap proses
pembuatan iklan tidak ada hewan yang menjadi korban.
EPI Bab III.A. – 3.7. Tokoh Animasi
3.7.1
Penggunaan tokoh animasi sebagai peniruan seorang tokoh atau sesuatu
karakter yang populer, harus atas ijin dari yang bersangkutan atau pemilik hak
atas karakter tersebut.
3.7.2
Suatu tokoh animasi tidak boleh ditampilkan secara menakutkan atau menjijikkan
secara berlebihan.
3.7.3
Penokohan sosok animasi harus tetap sesuai dengan nilai-nilai sosial dan budaya
bangsa.
Daftar Pustaka
Dewan Periklanan Indonesia. 2007. Etika Pariwara Indonesia: Cetakan ke 3.
Handoyo, FX Ridwan. 2010. Modul Perkuliahan Etika Periklanan. Jakarta: Pusat Bahan Ajar
dan eLearning Universitas Mercu Buana
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. 2005-2009. Laporan Badan Pengawas
Periklanan.
‘13
8
Etika Periklanan
Putria Perdana, S.I.Kom, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download