Universitas Mercu Buana Semester Ganjil Tahun Akademik 2009/2010 Perkuliahan Kelas Karyawan Mata Kuliah : Etika Periklanan Dosen : Drs. FX Ridwan Handoyo Pertemuan : 12 Tanggal : 19 Juni 2010 Agenda 1. EPI Bab III.A. butir 4.8. – 4.15. 2. Diskusi kasus-kasus EPI Bab III.A. – 4.8. Perusahaan Basis Data (data base) Perusahaan Basis Data (data base); ialah organisasi yang berorientasi laba yang mencari, menghimpun, mengolah, mengelola, memanfaatkan, dan mengaktualkan daftar tentang informasi pribadi orang dan atau rumahtangga. 4.8.1 Pencarian dan penghimpunan basis data wajib dilakukan secara jujur, serta menghormati privasi dan hak-hak pribadi orang. 4.8.2 Basis data yang sudah dimiliki agar disimpan secara aman, dan terjaga dari kemungkinan penggunaan, pengungkapan, perubahan, atau pengrusakan oleh pihakpihak yang tidak bertanggungjawab. 4.8.3 Basis data yang ditawarkan kepada, atau untuk digunakan bagi keperluan pemesan, wajib dijaga tetap akurat dan aktual. 4.8.4 Perusahaan basis data harus dapat mengidentifikasi orang-orang yang menolak informasi mereka digunakan untuk pihak ketiga, maupun orang-orang yang belum dimintakan persetujuannya. 4.8.5 Perusahaan basis data harus bersedia untuk segera menghentikan pemanfaatan informasi dari orang-orang yang menolak penggunaan informasi mereka untuk pihak ketiga. 4.8.6 Perusahaan basis data harus menghormati permintaan seseorang untuk tidak lagi memperoleh kiriman dari sesuatu produk, perusahaan, atau pihak tertentu. Seperti prinsip etika pada umumnya, pedoman etika bagi perusahaan basis data di atas tetap berpegang teguh pada hak-hak individual dalam menentukan apakah data-data pribadinya dapat disebar-luaskan ataukah dirahasiakan. Meskipun demikian, konsumen juga harus memperoleh pengetahuan yang benar untuk dapat menggunakan hak-haknya tersebut. Seringkali, keteledoran konsumenlah yang menyebabkan ia tanpa disadarinya membiarkan data-data pribadinya tersebar. Contoh kasus: seorang ibu memprotes bahwa ia tidak pernah mengajukan permohonan untuk mendapatkan SMS yang dikirimkan secara rutin kepada dirinya yang berisi informasi mengenai program diskon dari suatu produsen barang. Ternyata, SMS tersebut dikirimkan kepada dirinya dari suatu Bank yang bekerja sama dengan suatu kartu kredit dan pada saat ibu tersebut mengajukan aplikasi kartu kredit di Bank tersebut sudah tercantum persyaratan bahwa ia harus bersedia menerima promosi-promosi dari mitra-mitra kartu kredit tersebut. Di sisi lain, memang harus diakui, masih banyak pula perusahaan basis data yang dengan mudahnya tanpa memperhatikan etika memperjual-belikan data-data konsumen. Akibatnya konsumen dapat menerima iklan-iklan, entah melalui hubungan telepon, kiriman SMS, kiriman brosur dan sebagainya. Diharapkan paling tidak, bila konsumen menolak untuk menerima informasi-informasi iklan tersebut, maka produsen yang melakukan promosi bisa segera menghentikan promosinya kepada orang tersebut. EPI Bab III.A. – 4.9. Penajaan (sponsorship) 4.9.1 Iklan yang tampil pada ruang atau waktu penajaan tidak boleh dirancang sedemikian rupa, sehingga sama atau amat menyerupai isi atau program yang ditajanya. 4.9.2 Identitas dari penaja sesuatu ruang atau waktu media harus ditampilkan secara jelas. 4.9.3 Tajuk (editorial) sesuatu media tidak boleh ditaja. Pada beberapa materi iklan, pengiklan misalnya menggunakan tokoh yang sama dengan tokoh dari program yang sedang berjalan. Misalnya: suatu produk permen menggunakan tokoh Doraemon sebagai tokoh iklannya dan ditayangkan pada saat jeda iklan di program film Doraemon. Materi seperti ini akan menjadi sangat tidak etis bila ditayangkan sebagai iklan pertama atau terakhir dari suatu jeda iklan. Akan masih dapat ditolerir bila iklan ini ditayangkan di tengah-tengah suatu jeda iklan sehingga konsumen sempat mengetahui bahwa saat itu sedang dalam periode jeda iklan. EPI Bab III.A. – 4.10. Gelar Wicara (talk show) 4.10.1 Pemandu gelar wicara harus mampu memisahkan dengan jelas antara materi pokok bahasan, dengan materi promosi sesuatu produk. 4.10.2 Jika gelar wicara menampilkan tenaga profesional, maka dia tidak boleh mengesankan memberi kesaksian (testimony) atau anjuran (endorsement), baik secara langsung maupun tak langsung. Senada dengan pedoman perikalan di media cetak yang menjaga hak konsumen untuk mendapatkan kesempatan memilih melihat iklan atau tidak, maka suatu program televisi atau radio yang disponsori suatu produk tidaklah etis bila berusaha menyamarkan iklan dari produk yang mensponsorinya. Misalnya dengan cara si pembawa acara tiba-tiba tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada pemirsa/pendengarnya mempromosikan suatu produk sponsor dari program tersebut. Contoh lainnya adalah: dalam suatu program Infotainment, pembawa acara menyampaikan bahwa artis berikutnya yang akan mereka wawancarai adalah Ibu X dan disampaikan bahwa wawancara tersebut ingin mengetahui lebih dalam bagaimana hubungan Ibu X dengan anaknya yang masih balita. Tapi ternyata setelah artis Ibu X tersebut muncul, Ibu X lebih banyak membicarakan khasiat dari suatu vitamin yang membuat anaknya selalu sehat dan ceria. Dalam beberapa kasus, cara-cara seperti ini dapat sangat berbahaya dan sangat tidak etis, khususnya bila produk yang dipromosikan adalah produk yang terkait dengan kesehatan (obatobatan). Ada aturan pemerintah yang menyatakan bahwa iklan produk obat-obatan harus mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Iklan yang disamarkan seperti di atas berarti adalah iklan-iklan yang tidak legal karena pastinya tidak mendapatkan persetujuan dari BPOM. Masih cukup sering pula terjadi suatu siaran radio mengundang suatu produsen farmasi (obatobatan) untuk suatu acara gelar wicara. Dalam gelar wicara tersebut biasanya ditampilkan 2 tokoh; satu orang dari bagian pemasaran dan satu orang lagi adalah seorang dokter. Tak jarang, tiba-tiba si tokoh dokter ikut mempromosikan obat yang diproduksi oleh farmasi tersebut. Padahal secara etika profesi, seorang dokter tidak diperkenankan mempromosikan obat-obatan. Ia hanya dapat memberikan informasi yang netral mengenai manfaat dari suatu zat/vitamin terhadap kesehatan tubuh. Tidak boleh menyebutkan merek produk. EPI Bab III.A. – 4.11. Periklanan Informatif (informative advertising) 4.11.1 Iklan advertorial, infotorial/infomersial, edutorial/edumersial, inspitorial/inspimersial, dan sebagainya di media harus secara jelas memuat jenis iklan informatif tersebut, tanpa bermaksud menyembunyikannya. 4.11.2 Iklan informatif wajib mencantumkan secara jelas nama produk atau produsennya. 4.11.3 Iklan informatif tidak boleh mempromosikan secara sepihak sesuatu kasus persengketaan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap. Butir 4.11.1 dan 4.11.2 dapat dibaca senada dengan pedoman etika untuk periklanan di media cetak (lihat EPI Bab III.A. – 4.1). Butir 4.11.3 dapat menimbulkan perdebatan tersendiri. Secara sederhana, pengertian “memiliki kekuatan hukum tetap” berarti bahwa suatu kasus sudah final dan pihak-pihak yang terkait tidak melakukan upaya hukum selanjutnya. Bila mengacu pada sistem hukum di Indonesia, maksimal upaya hukum yang dapat dilakukan adalah sampai dengan tingkatan keputusan oleh Mahkamah Agung (MA). EPI Bab III.A. – 4.12. Pemaduan Produk (product placement/ integration) Segala ketentuan pada bagian-bagian isi, ragam, pemeran, dan wahana iklan, juga berlaku bagi periklanan penempatan produk. (Lihat juga Penjelasan). Pemaduan Produk (product integration); ialah penempatan atau penyisipan sesuatu produk secara menyatu (in-program) dalam alur cerita sesuatu film cerita, acara televisi, rekaman video, dsb. Kadang disebut juga ”penempatan produk” (product placement). EPI Bab III.A. – 4.13. Penggunaan Data Riset 4.13.1 Data riset tidak boleh diolah atau dimanipulasi sedemikian rupa sehingga tampilannya dalam iklan dapat menyesatkan khalayak. 4.13.2 Data riset yang ditampilkan dalam sesuatu iklan harus sudah disetujui oleh penyelenggara riset terkait. 4.13.3 Iklan yang mencantumkan sesuatu hasil riset harus menyebutkan sumber datanya. Khusus untuk butir 4.13.2, BPP PPPI pernah menangani kasus dimana suatu perusahaan penyedia data riset melakukan protes karena datanya digunakan oleh suatu televisi swasta sebagai bagian dari iklannya. Walaupun pada iklan tersebut telah dicantumkan bahwa sumber datanya berasal dari perusahaan penyedia data riset tersebut, ternyata pada perjanjian pembelian data telah tercantum bahwa bila data tersebut akan digunakan untuk iklan maka si pengguna data wajib mengajukan ijin terlebih dahulu. Ternyata televisi swasta tersebut belum pernah mengajukan ijin penggunaan data tersebut. Dengan kasus ini, pengguna data perlu mewaspadai isi perjanjian pembelian data dengan penyedia data riset. Walaupun sudah membeli datanya, bukan berarti data tersebut dapat digunakan untuk segala hal. EPI Bab III.A. – 4.14. Subliminal Iklan tidak boleh ditampilkan sebagai subliminal. Subliminal; ialah penempatan atau penyisipan pesan periklanan amat singkat – umumnya kurang dari sepertiga detik – pada saat-saat adegan klimaks dalam film, program televisi atau rekaman video sedemikian rupa, sehingga dapat menyusup ke dalam alam bawah sadar manusia. Subliminal dapat menyebabkan calon konsumen mengikuti pesan periklanan tersebut tanpa sadar atau tanpa nalar. Karena itu, selain menyusup privasi khalayak, ia juga tidak menghormati hak calon konsumen untuk menolak atau memilih. Belum pernah BPP PPPI mendengar ada kasus ini di Indonesia. Iklan subliminal biasanya (yang pernah terjadi) disisipkan dalam suatu program acara, tapi sisipan iklan tersebut begitu singkatnya (kurang dari sepertiga detik) sehingga tidak akan kelihatan oleh kasat mata. Tapi bila sisipan itu diulang-ulang dengan sangat sering selama program berlangsung, akibatnya secara bawah sadar konsumen tiba-tiba bisa mengingat suatu iklan yang sebenarnya tidak ia lihat secara kasat mata. Iklan jenis ini sangat berbahaya karena tidak ada yang bisa memonitor apa isi pesan dari iklan jenis ini. EPI Bab III.A. – 4.15. Subvertensi (subvertising) Iklan tidak boleh ditampilkan sebagai subvertensi. Subvertensi (subvertising); ialah praktik periklanan dengan menyabot pesan periklanan pihak pesaing, dengan menindih pesan lama dengan pesan baru -- pada ruang atau waktu yang sama -- yang merupakan plesetan, parodi, ataupun tipuan atas pesan-pesan periklanan asli dari pengiklan asli, sedemikain rupa, sehingga menampilkan makna yang sebaliknya, mencemooh atau merendahkan pesaing tersebut. Praktik ini utamanya dilakukan terhadap lawan korporat dan politik, namun kadang-kadang ditemui juga pada iklan-iklan produk atau merek. Iklan kampanye Cagub/Cawagub di Jawa Barat ini bisa menjadi contohnya. Dalam iklan ini, promosi dari Cagub Agum Gumelar menggunakan materi stiker yang ditempel di beberapa tempat. Masalah etika muncul saat stiker tersebut ternyata juga ditempelkan pada materi poster dari pesaing Agum Gumelar (pasangan Danny – Iwan), seakan-akan bahkan pesaing Agumpun mengharapkan Agum Gumelar yang terpilih menjadi Gubernur Jawa Barat. Dengan demikian, iklan stiker dari Cagub Agum Gumelar tersebut mengindikasikan tindakan merendahkan pesaingnya walaupun mungkin niat dari si pengiklan bersifat humor. Satu contoh iklan lainnya adalah iklan TV dari produk Tim-Tam di bawah ini: Iklan Tim-Tam ini memang tampaknya dibuat sengaja mengambil adegan-adegan yang ada pada iklan produk Pond’s (produk kosmetik pemutih kulit). Dengan menggunakan parodi, iklan Pond’s yang tadinya menampilkan wanita yang berkulit gelap menjadi berkulit putih/terang, berubah menjadi iklan Tim-Tam yang merubah wanita yang sedang “BeTe” menjadi tersenyum kembali. BPP PPPI menilai bahwa iklan Tim-Tam di atas tidak mengandung unsur subvertensi karena unsur “menjatuhkan pesaing” tidak diperoleh pada iklan tersebut. Produk Pond’s dan Tim-Tam bukanlah dua produk yang saling bersaing secara langsung karena mereka berada pada dua kategori produk yang sangat berbeda. Tugas Pelajari Etika Pariwara Indonesia Bab III.B. butir 1 s/d 3. Cari iklan-iklan yang menurut anda berpotensi melanggar butir-butir di atas Referensi Dewan Periklanan Indonesia, Etika Pariwara Indonesia, cetakan ke 3, 2007 Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, Laporan Badan Pengawas Periklanan, 2005 – 2009 ---o0o---